I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

Gajah Liar Ini Mati Meski Sudah Diobati

ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch)

I. PENDAHULUAN. Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan salah satu dari dua. taman nasional yang terdapat di Provinsi Lampung selain Taman Nasional

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB I PENDAHULUAN. hewan langka di Indonesia yang masuk dalam daftar merah kelompok critically

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada usia dini anak mengalami masa keemasan yang merupakan masa dimana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN RESTORASI EKOSISTEM

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

2016, No Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Jenis Invasif; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konse

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tiger (Panthera tigris) Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti)

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau

Konservasi Biodiversitas Indonesia

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

I. PENDAHULUAN. Distribusi dan status populasi -- Owa (Hylobates albibarbis) merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. bagi makhluk hidup. Keanekaragaman hayati dengan pengertian seperti itu

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

BAB I PENDAHULUAN. suatu organisme tertentu bertahan hidup dan bereproduksi(hall et al, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KERANGKA KERJA (SCOPE OF WORK) DAN UNDANGAN PENYAMPAIAN PROPOSAL PROGRAM KONSERVASI SPESIES KARISMATIK SUMATRA

BAB. I. PENDAHULUAN A.

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. dan satwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurut rilis terakhir dari

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 8. MENULIS TERBATASLATIHAN SOAL 8.6

Restorasi Ekosistem di Hutan Alam Produksi: Implementasi dan Prospek Pengembangan

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

UNDANGAN PENYAMPAIAN PROPOSAL PROGRAM KONSERVASI SPESIES KARISMATIK SUMATRA

KONSERVASI Habitat dan Kalawet

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Mengenal Satwa Liar dan Teknik Perlindungannya

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun

I. PENDAHULUAN. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. Perburuan satwa liar merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumber

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Gajah Sumatera merupakan salah satu mamalia besar yang ada di Sumatera dan merupakan satwa yang dilindungi secara nasional maupun internasional. Berdasarkan Redlist yang dikeluarkan oleh IUCN pada tahun 2011, gajah Sumatera kini sudah berstatus kritis (Critically Endangered) yang selangkah lagi akan mencapai tahap punah di alam (Gopala et al., 2011). Pada tingkat nasional, gajah Sumatera telah menjadi salah satu satwa yang dilindungi berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 dan PP No. 7 tahun 1999. Gajah Sumatera terus mengalami penurunan jumlah populasi dari waktu ke waktu (Wahyudi 2016). Faktor-faktor yang paling mengancam keberadaan gajah adalah hilangnya habitat, perburuan dan konflik dengan manusia (Sitompul, 2011). Hutan sebagai habitat dari gajah terus berkurang, pulau Sumatera telah kehilangan 65 sampai 85% luas hutannya (Whitten et al. 1984). Perburuan akan gading gajah (Stiles, 2004; Sheperd and Nijman, 2008) dan konflik dengan manusia (Frankfurt Zoological Society (FZS) 2016, unpublished data in Moßbrucker et al. (2016)) yang kerap terjadi semakin menekan keberadaan satwa ini. Berkurangnya habitat gajah yang disebabkan oleh perubahan fungsi kawasan hutan menjadi fungsi lain menyebabkan gajah semakin terdesak keberadaannya dan meningkatkan frekuensi konflik gajah dan manusia (KGM) (Santiapillai and Ramono, 1993). Salah satu permasalahan utama KGM adalah masuknya gajah ke dalam perkebunan dan pemukiman masyarakat (Sukumar and Gadgil, 1988; Santiapillai and Ramono, 1993). Kerusakan yang disebabkan oleh gajah membuat masyarakat mengalami kerugian dari segi materi dan bahkan terdapat korban jiwa. Salah satu penelitian mengenai konflik manusia-gajah yang ada di India menyebutkan bahwa kerugian akibat rusaknya desa oleh gajah mencapai ribuan dollar (Williams, Johnsingh and Krausman, 2001). Translokasi satwa merupakan salah satu alat manajemen yang biasa digunakan untuk tujuan konservasi (Pinter-Wollman, Isbell and Hart, 2009). 1

Translokasi digunakan untuk introduksi, reintroduksi, dan menambah populasi dari satu spesies. Satwa-satwa yang sudah ditetapkan punah di alam secara global maupun lokal dapat direintroduksi kembali ke habitat aslinya dengan cara ini. Translokasi juga bisa digunakan untuk mengatur Satwa bermasalah seperti gajah yang masuk dan melakukan perusakan ladang dan pemukiman warga (Santiapillai and Ramono, 1993; Williams, Johnsingh and Krausman, 2001). Tujuan utama translokasi satwa bermasalah adalah menghilangkan masalah yang disebabkan oleh adanya satwa tersebut dan melindunginya (Fernando et al., 2012). Dalam konteks mitigasi KGM tujuan utama translokasi adalah memindahkan individu yang bermasalah menjauh dari manusia, sehingga pengukuran keberhasilan seringkali didekati dengan menilai apakah individu tersebut kembali ke lokasi asalnya. Lanskap Bukit Tigapuluh merupakan salah satu habitat gajah Sumatera yang tersisa. Namun sama halnya seperti habitat gajah lainnya, lanskap Bukit Tigapuluh juga tidak lepas dari konflik berkepanjangan dengan masyarakat yang berada disekitarnya (Frankfurt Zoological Society (FZS) 2016, unpublished data in Moßbrucker et al. (2016)). Salah satu pendekatan mitigasi konflik yang digunakan adalah dengan metode translokasi gajah bermasalah. Gajah Haris yang merupakan salah satu gajah jantan yang ada di lanskap Bukit Tigapuluh telah ditranslokasikan ke Hutan Harapan karena telah berulang kali masuk ke dalam pemukiman warga. Lokasi translokasi gajah Haris merupakan hutan restorasi pertama di Indonesia dan juga salah satu habitat gajah yang tersedia di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan (harapanrainforest.org). Hutan Harapan dipilih sebagai lokasi translokasi karena merupakan area terdekat yang memiliki gajah betina yang bukan kerabat dari gajah Haris. Hutan Harapan juga memiliki habitat gajah yang cukup besar dengan populasi yang masih di bawah daya tampung habitatnya. Populasi gajah betina yang ada di Hutan Harapan juga sangat membutuhkan pejantan siap reproduksi untuk mencegah kepunahan lokal. Oleh karena itu alasan lain dari program translokasi gajah Haris adalah membantu perilaku dispersal alami dari Haris dan memicu 2

perkembangbiakan/pemulihan populasi di Hutan Harapan (Alexander Markus Moßbrucker, Komunikasi pribadi). Meskipun metode translokasi ini telah banyak digunakan dalam kegiatan konservasi, metode ini tidak sepenuhnya bebas dari masalah. Translokasi memiliki tingkat kegagalan yang tinggi, hanya sekitar 44% dari translokasi satwa yang berhasil. Biasanya keberhasilan translokasi dilihat dari kemampuan populasi tersebut untuk bertahan hidup (Fischer and Lindenmayer, 2000). Sebagai bagian dari seleksi alam, setiap spesies harus dapat beradaptasi pada lingkungan baru, apabila tidak bisa maka mereka tidak akan dapat bertahan di lingkungan baru (Krebs 1972). Gajah yang ditranslokasi menunjukkan beberapa respon yaitu, Homers kembali ke habitat semula, Wanderer berkeliling di habitat baru, dan Settlers membuat home range pada habitat yang baru (Fernando et al., 2012). Respon-respon berupa pergerakan tersebut merupakan bentuk kemampuan adaptasi yang dilakukan oleh gajah. Untuk mencapai tujuan awalnya, setiap satwa yang ditranslokasi diharapkan untuk tetap berada dan membuat home range baru pada habitat barunya (Fischer and Lindenmayer, 2000). Perbedaan respon yang muncul pada setiap individu gajah yang ditranslokasi menjadi kunci utama bagi keberhasilan dari translokasi. Hal yang paling mendasar dan merupakan faktor penting yang memengaruhi pergerakan satwa adalah ketersediaan sumber daya yang mereka butuhkan untuk tetap hidup di habitatnya (Manly et al., 2002). Selama kebutuhan akan sumber daya itu terpenuhi maka satwa akan mampu untuk mempertahankan hidupnya dan berkembang dengan baik. Oleh karena itu faktor sumber daya (seleksi habitat) merupakan hal penting untuk dipahami dengan baik dalam rangka mensukseskan translokasi. Keberadaan gajah lokal yang ada di Hutan Harapan merupakan juga salah satu faktor yang dapat memengaruhi keputusan gajah Haris untuk menetap di habitat barunya. Banyak spesies lebih memilih bermigrasi dan menetap dalam habitat yang telah dihuni oleh spesies mereka sendiri (ketertarikan conspesifik; Stamps 1988; Danchin et al. 1998; Zeigler et al. 2011). Oleh karena itu interaksi yang mungkin terjadi antara gajah Haris dan gajah lokal perlu untuk diketahui. 3

Penelitian tentang gajah Sumatera sangatlah terbatas, sehingga banyak informasi yang belum diketahui terkait ekologi dari satwa endemik pulau Sumatera ini. Terutama untuk gajah Sumatera yang ditranslokasikan. Penelitian yang ada saat ini tentang gajah translokasi lebih tersedia pada gajah Afrika (Pinter-Wollman, 2009; Pinter-Wollman, Isbell and Hart, 2009) dan gajah Asia (Fernando et al., 2012; Anini et al., 2015). Informasi tentang pergerakan, interaksi dan seleksi habitat oleh gajah yang ditranslokasi merupakan pengetahuan yang penting dalam proses translokasi. Sayangnya, informasi mengenai pola pergerakan, interaksi dan seleksi habitat dari gajah Sumatera yang ditranslokasi sampai saat ini belum tersedia. Pemahaman terhadap perilaku pergerakan dan seleksi habitat gajah Sumatera akan sangat membantu dalam mensukseskan dan menaikkan tingkat keberhasilan program translokasi. 1.2 Rumusan Masalah Keberhasilan dari program translokasi gajah yang bermasalah dilihat dari keberlangsungan hidupnya di lokasi baru. Perubahan perilaku dapat dideteksi dari pergerakan dan seleksi habitat yang dilakukan gajah. Beberapa masalah yang dijawab dalam penelitian ini yaitu : 1. Apakah terjadi perubahan pergerakan gajah translokasi dan kelompok gajah lokal pasca translokasi? 2. Apabila terdapat perubahan pergerakan, apakah terjadi interaksi antara gajah Haris dan kelompok gajah Jenny pasca translokasi? 3. Apabila terjadi interaksi, apakah hal tersebut dipengaruhi oleh sumber daya (seleksi habitat)? 1.3 Tujuan 1. Membandingkan pola pergerakan dari gajah translokasi dan gajah lokal sebelum dan setelah translokasi 2. Mengetahui interaksi yang terjadi antara gajah translokasi dan kelompok gajah lokal 4

3. Mengetahui seleksi habitat yang dilakukan oleh gajah translokasi dan gajah lokal 1.4 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam membuat keputusan pada saat akan melakukan translokasi satwa khususnya gajah. Dengan mengetahui pola pergerakan, interaksi conspesifik, dan seleksi habitat yang dilakukan oleh satwa setelah ditranslokasi, diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan dan tingkat harapan hidup dari satwa yang ditranslokasi. Informasi pergerakan dan seleksi habitat juga berpotensi untuk menentukan lokasi translokasi gajah sehingga diharapkan tingkat harapan hidup dari satwa yang ditranslokasi akan semakin tinggi. 5