GOTONG ROYONG DARI PERSPEKTIF BUDAYA SUKU DAYAK DAN SUKU ASMAT: REFLEKSI MULTIKULTURAL DALAM NOVEL ETNOGRAFIS INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
C. Partisipasi Kewarganegaraan sebagai Pencerminan Komitmen terhadap Keutuhan Nasional

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam

Bab I PENDAHULUAN. sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

I. PENDAHULUAN. Masyarakat yang terdiri dari berbagai macam individu tentunya mempunyai

BAB V PENUTUP. Pengkajian uraian dari berbagai aspek historis tentang tarian Deo Tua dalam upacara minta

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Belajar dari Kebersahajaan Masyarakat Adat Asmat: Hutan Adalah Ibu

Struktur Naratif Novel Osakat Anak Asmat Karya Ani Sekarningsih (Perspektif Naratologi Gérard Genette) *

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memelihara nilai-nilai budaya yang diperolehnya dari para karuhun mereka.

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lain menunjukan ciri khas dari daerah masing-masing.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap etnik (suku) di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. satunya Indonesia, Indonesia sendiri memiliki berbagai macam suku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

GUBERNUR JAWA TENGAH

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan salah satu cabang seni, yang menggunakan bahasa sebagai

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN

Arsitektur Dayak Kenyah

Contoh Naskah Pidato Tema Persatuan dan Kesatuan Bangsa/Pemuda ini bisa digunakan disaat memperingati Hari Sumpah Pemuda, Hari Pahlawan atau Hari

BAB I PENDAHULUAN. termasuk etnis Arab yang mempengaruhi Negara Indonesia sejak 100 tahun

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. peninggalan nenek moyang yang sangat berbeda latar belakangnya. Keragaman

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat setiap suku. Kebudayaan sebagai warisan leluhur dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB V PENUTUP. membangun rumah tidak dapat diketahui secara pasti, karena tradisi dilaksanakan

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

PELESTARIAN KARUNGUT SENI TRADISI LISAN KLASIK DAYAK NGAJU DI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Kabupaten Kuantan Singingi termasuk kepada daerah Melayu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Daftar pertanyaan wawancara dan hasil deskripsi dari hasil wawancara dengan : A. Bapak M. Rani (Panyangahatn di Desa Pahokng)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

Oleh: Rivzal Putra Sakti Mahasiswa Program Studi PPKn, Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

KAJIAN KERAJINAN UKIRAN KAYU SUKU ASMAT

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di

2. Kesimpulan Khusus Adapun kesimpulan secara khusus akan dijabarkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Violeta Inayah Pama, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENANGGUNGAN KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA. daerahnya sejuk dan sangat berpotensial.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan. proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEPRIBADIAN TOKOH AKU PADA NOVEL UPACARA KARYA KORRIE LAYUN RAMPAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

TARI GANGERENG ATAU TARI GIRING-GIRING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT GORONTALO DALAM SASTRA LISAN TUJA I SEBAGAI PILAR PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gerakan yang lahir dan mengakar di bumi Nusantara merupakan bagian

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

1. PENDAHULUAN. bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

I. PENDAHULUAN. tidak hilang seiring dengan kemajuan zaman, karena budaya merupakan kekayaan

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

SAMBUTAN PADA UPACARA BENDERA DALAM RANGKA MEMPERINGATI HARI IBU KE-89 TAHUN 2017

Transkripsi:

GOTONG ROYONG DARI PERSPEKTIF BUDAYA SUKU DAYAK DAN SUKU ASMAT: REFLEKSI MULTIKULTURAL DALAM NOVEL ETNOGRAFIS INDONESIA HERMAN DIDIPU Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo herdi.ung@gmail.com Abstrak Novel etnografis pada hakikatnya dapat dijadikan salah satu media pendidikan multikultural. Dengan membaca novel etnografis, dapat diketahui keragaman budaya dari berbagai etnik. Salah satunya adalah budaya gotong royong. Sebagaimana terefleksi dalam novel Upacara karya Korrie Layun Rampan dan novel Osakat Anak Asmay karya Ani Sekarningsih, dapat diketahui pola hidup bergotong royong dari perspektif budaya suku Dayak di Kalimantan dan suku Asmat di Papua. Budaya gotong royong pada masyarakat suku Dayak dan suku Asmat terutama dapat dilihat pada pelaksanaan upacara adat. Bagi masyarakat setempat, upacara adat merupakan milik bersama, yang harus dilaksanakan bersama. Hal tersebut dimaksudkan untuk lebih mempererat tali silaturahmai di antara setiap anggota masyarakat sehingga tercipta suasana hidup yang harmonis dan saling membantu. Kata kunci: gotong royong, multikultural, novel etnografis A. Pendahuluan Novel etnografis merupakan dokumen budaya yang di dalamnya memuat banyak informasi tentang kebudayaan suatu etnik. Membaca sebuah novel etnografis berarti mengenali kebudayaan suatu etnik. Semakin banyak novel etnografis yang dibaca, berarti semakin banyak pula informasi kebudayaan yang didapatkan dari berbagai etnik. Datadata kebudayaan daerah yang terdapat dalam setiap novel etnografis dapat menjadi sarana untuk lebih memahami keragaman budaya di Indonesia (Didipu, 2017:16). Oleh sebab itu, novel etnografis dapat dijadikan sebagai salah satu media dalam kerangka pendidikan multikultural. Salah satu aspek kebudayaan yang digambarkan di dalam novel etnografis adalah budaya gotong royong pada masyarakat suku Dayak dan suku Asmat. Budaya gotong royong pada masyarakat Dayak sebagaimana terepresentasi dalam novel Upacara karya Korrie Layun Rampan (2014), sedangkan budaya gotong royong pada suku Asmat seperti terdapat dalam novel Osakat Anak Asmat karya Ani Sekarningsih (2002). Dengan

membaca dua novel tersebut, dapat diketahui keragaman pola pikir dari dua suku yang berbeda tentang pola hidup bergotong royong, Pola hidup bergotong royong merupakan jati diri masyarakat Indonesia. Sejak zaman dahulu hidup secara bergotong royong sudah dipraktikkan oleh para pendahulu, baik dalam lingkup kelompok kecil maupun besar. Bahkan, kemerdekaan yang diraih oleh para pahlawan dan yang kita nikmati saat ini tidak lain merupakan buah dari pola hidup bergotong royong. Peribahasa bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh pada hakikatnya merupakan pengejawantahan jiwa gotong royong dalam diri setiap orang Indonesia. Dalam hal ini, gotong royong menjadi kekuatan bangsa kita dari dulu hingga sekarang. B. Pembahasan Walaupun dalam realitas kehidupan saat ini, khususnya yang ada di perkotaan, pola hidup bergotong royong sudah mulai pudar, di wilayah-wilayah pedesaan yang masih memegang teguh tradisi dan budaya para pendahulu mereka, pola hidup ini masih terus dijaga dan dilaksanakan. Bagi mereka, hidup secara bergotong royong merupakan landasan fundamental untuk terus menjaga kebersamaan dan keutuhan hidup berkelompok. Selain itu, solidaritas di antara sesama menjadi lebih kuat jika hidup secara bersama-sama dan saling membantu. Hal itu seperti tampak pada masyarakat suku Dayak Benuaq dan masyarakat suku Asmat di Papua yang digambarkan dalam novel etnografis berikut ini. Masyarakat suku Dayak Benuaq merupakan salah satu komunitas budaya yang hidup secara berkelompok. Mereka hidup tenteram dan berdampingan selaras dalam cara berpikir dan cara bertindak. Adatlah yang menyatukan pola pikir dan pola tindakan mereka. Setiap ketentuan peradatan mereka laksanakan tanpa merasa terbebani. Tidak sedikit ritual atau upacara adat yang menjadi satu kewajiban yang harus dilaksanakan, baik secara perorangan, kelompok keluarga, maupun dalam kelompok besar. Semuanya dapat dilaksanakan tanpa ada beban yang berarti bagi pelaksananya. Beban seseorang atau keluarga tertentu, merupakan beban bersama. Saling melengkapi satu dengan yang lain. Pola pikir yang terpatri dalam diri setiap orang Dayak Benuaq adalah Gotong Royong. Mereka memegang falsafah hidup: Sama-sama menangis, sama-sama tertawa. Sama-sama. Gotong royong.

Inilah kekuatan utama yang dimiliki oleh masyarakat suku Dayak Benuaq. Satu untuk semua, semua untuk satu. Satu merupakan bagian dari yang lain. Hampir setiap pekerjaan baik itu yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup maupun pelaksanaan upacara adat, dikerjakan secara bersama-sama. Tidak hanya membantu pekerjaan dalam bentuk fisik, pola hidup bergotong royong juga diwujudkan dalam bentuk sumbangan dana atau bahan kepada keluarga yang membutuhkan untuk melaksanakan suatu upacara adat. Biaya-biaya dan bahan-bahan? Inilah orang kampung sama-sama menangis samasama tertawa. Sama-sama, gotong royong. Yang satu menebang yang satu memikul, kebutuhan sebagian besar diusahakan sendiri. Beras, kayu api, garam dibuat dari ayam-ayam payau di tengah rimba, digodok. Gula disadap dari enau, diperas dari tebu. Minyak goreng? Kelapa-kelapa diparut dijadikan minyak, babibabi hutan diburu di musim langui. (Rampan, 2014:66) Kerja sama dan gotong royong merupakan kekuatan utama masyarakat kita, aku seperti berkhotbah. Kalau ada yang menggerakkan, orang-orang kita pasti turun tangan. Tetua akan menyokong, para pemuda pasti ikut kalau orang-orang tua membawa mereka bekerja sama. (Rampan, 2014:95) Data tersebut menunjukkan bahwa hidup secara bergotong royong merupakan prinsip hidup masyarakat suku Dayak Benuaq. Semua kebutuhan upacara adat dikerjakan dan diusahakan bersama, walaupun sebagian besar menjadi tanggungan pihak keluarga yang melaksanakan. Seberat apapun beban, sebesar apapun tanggungan, jika itu dikerjakan bersama-sama, niscaya semua akan terwujud. Hal tersebut seperti terlihat pada data tersebut. Semua bergotong royong mengadakan kebutuhan upacara adat. Kebutuhan yang dapat dibuat sendiri menjadi pekerjaan bersama. Tidak hanya kaum muda, para orang tua pun berusaha untuk bekerja bersama-sama sebisa mungkin. Hal tersebut merupakan wujud nyata, cerminan bahwa pola pikir dan pola hidup bergotong royong sudah mendarah daging dalam diri setiap orang Dayak Benuaq. Gotong royong bukanlah hal baru, namun sudah menjadi warisan nenek moyang sejak dahulu dan akan terus diwariskan kepada generasi selanjutnya. Pola hidup bergotong royong juga dapat ditemukan pada masyarakat suku Asmat di Papua sebagaimana tergambar dalam novel Osakat Anak Asmat (OAA) karya Ani Sekarningsih. Hidup dalam satu komunitas budaya mengharuskan masyarakat Asmat hidup secara bergotong-royong. Itulah dasar hidup orang Asmat. Seberat apapun suatu pekerjaan, jika dilakukan bersama-sama pasti akan terasa ringan. Budaya gotong royong

ini ditanamkan oleh para orang tua kepada anak-anaknya sejak dini dimulai dari kelompok kecil yaitu dari lingkungan keluarga. Anak-anak diajarkan untuk hidup bersama dalam keluarga sehingga dewasa nanti, mereka terbiasa dengan pola hidup seperti itu dalam lingkungan kelompok yang lebih besar. Tak ada aturan begitu. Dasar hidup kita bergotong-royong. Kalau sekarang kamu tidak mampu megasuh, menjaga adikmu sendiri, bagaimana dewasa kelak? Bagaimana kamu memimpin kelompok kerjamu yang banyak adat? Semua perlu latihan dari lingkungan yang kecil. Mengasuh berarti juga mengawasi, yakni mengamati keselamatan adikmu, keamanan rumah, maupun kepentingan orangorang dalam keluarga. Pada suatu ketika, latihan tersebut dapat menumbuhkan kebiasaan rasa tanggung jawab terhadap keamanan lingkungan desa dan hutan kita. Enakap mengisap rokoknya dalam-dalam. (Sekarningsih, 2002:43). Dalam lingkup yang lebih besar, budaya gotong-royong pada masyarakat Asmat menjadi lebih terasa. Hampir setiap aktivitas kelompok dilakukan secara bersama-sama. Ambil salah satu contoh prosesi upacara adat mbis atau upacara adat tonggak leluhur. Selama prosesi upacara tersebut, semua orang berkumpul di rumah adat jew, tidak ada yang terkecuali. Kelompok pemangku adat bermusyawarah dan memimpin proses upacara dari dalam rumah adat. Kelompok laki-laki bersama-sama pergi ke hutan untuk menebang pohon tou, bahu-membahu menggotong batang pohon tou, dan mengukirnya bersama-sama di rumah adat. Sementara kelompok perempuan menabuh tifa dan mendendangkan lagu-lagu suci daiso. Semuanya dilaksanakan bersama-sama. Tidak ada sedikitpun keluh dalam diri mereka. Semuanya dilaksanakan dengan penuh suka cita karena kebersamaan yang dibangun mampu menghadirkan suasana yang kharmonis di antara mereka. Jeritan kegembiraan kelompoknya berbaur dengan gegap gempita suara tifa dan nyanyian-nyanyia suci tatkala batang besar dari hutan sampai di dusun. Osakat bergabung dengan kelompoknya menahan barisan-barisan perahu di bantaran sungai sebagai batu uji ketangguhan dan semangat kepahlawanan. Mereka bertanding, perang bola-bola lumpur kea rah rombongan pembawa bahan patung. (Sekarningsih, 2002:5) Ibu-ibu duduk berkelompok-kelompok agak terpisah. Semuanya mengenakan hiasan kepala berkalung gigi anjing, dan pisau belati terselip di pangkal lengan serta mengenakan awer. Banyak yang tak dapat tempat. Mereka tegak berdiri memenuhi keempat pintu masuk. Ruang yang tadi lengang kini menjadi penuh sesak. Terdengar orang melantunkan lagu-lagu suci dijawab yel-yel. (Sekarningsih, 2002:13).

Budaya gotong royong hakikatnya dapat menumbuhkan nilai-nilai kebersamaan, seperti yang dicontohkan oleh masyarakat Asmat dalam berbagai aktivitas. Dengan kebersamaan, keselarasan cara hidup dan keharmonisan dalam lingkungan sosial akan terjalin dengan baik. Masyarakat Asmat telah membuktikan bahwa nilai kebersamaan yang menjadi prinsip dasar hidup mereka mampu menyatukan mereka. Satu dalam kebersamaan. Itulah makna budaya gotong-royong yang sejak dulu hingga sekarang terus dijunjung tinggi oleh masyarakat Asmat. Kebersamaanlah yang menjadikan masyarakat suku Asmat sebagai salah satu suku di dunia yang masih eksis dan tetap komitmen dengan berbagai karakteristik budayanya. Kapan dan di mana pun orang Asmat berada, pola pikir dan pola tingkah laku yang sama pasti akan selalu tampak dari mereka karena buah dari nilai kebersamaan yang selalu dijaga. C. Penutup Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hidup bergotong royong merupakan jati diri masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu. Gotong royong menjadi salah satu budaya asli yang sudah ada pada kelompok masyarakat tradisional dan diatur dalam ketentuan-ketentuan adat. Adatlah yang menyatukan pola pikir dan pola tindakan masyarakat sehingga satu dengan yang lain dapat saling menghargai. Bagi mereka, hidup secara bergotong royong merupakan landasan fundamental untuk terus menjaga kebersamaan dan keutuhan hidup berkelompok. Esensi dari budaya gotong royong adalah untuk menumbuhkan nilai-nilai kebersamaan. Hidup bergotong royong pada masyarakat suku Dayak dan suku Asmat lebih banyak ditemukan dalam konteks upacara adat. Upacara adat bagi masyarakat suku Dayak dan Asmat merupakan milik bersama. Itulah sebabnya, pelaksanaannya pun harus dilaksanakan secara bersama-sama. Budaya gotong royong pada masyarakat suku Dayak dan suku Asmat pada hakikatnya untuk memupuk nilai-nilai kebersamaan sehingga tercipta suasana hidup yang harmonis dan saling membantu. Daftar Pustaka Didipu, Herman. 2017. Struktur dan Simbol Narasi Budaya dalam Novel Etnografis: Kajian Interpretatif Simboli. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya: PPs UNESA.

Rampan, Korrie Layun. 2014. Upacara. Cetakan ke-2. Jakarta: Grasindo. Sekarningsih, Ani. 2002. Oskata Anak Asmat. Jakarta: Dewata Publishing.