THE INFLUENCE OF APPLICATION GENERATIVE LEARNING MODEL TOWARD MATHEMATIC PROBLEM SOLVING OF STUDENTS AT VIII GRADE Beni Junedi 1 Study Program of Mathematic Education, Teacher Training And Education College of Insan Madani Airmolek Riau, Indonesia benijunedi040787_email@gmail.com ABSTRACT The purpose of this research is to know the influence of generative learning model to the mathematist. problem solving ability. Kind of this research is quasi exsperiment with the randomized control group only design. The population of this research are the students of the eight grade SMP Negeri 1 Rambatan. The research sampling are taken by random. VIII 1 grade is as experimental class and VIII 2 grade is as control class. The research data are collected by problem solving test. The hypothesis is tested by using t-test. Based on the research finding it concluded that, students mathematist problem solving ability who learnt by generative learning model are better than convensional learning. Seens from the students first ability, the students who have high ability learnt by generative learning model are better than the convensional learning. The students who have low ability learnt by generative learning model are not different from convensional learning. Key Words: Generative Learning Model, The Ability of Mathematist Problem Solving. menyelesaikan matematika tersebut. Rendahnya matematika dapat dilihat dari soal tes diberikan kepada kelas VIII berjumlah 23 orang pada materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV), soal sebagai berikut. Di dalam dompet Yuda terdapat 25 lembar uang lima ribu rupiah dan sepuluh ribu rupiah. Jumlah uang itu adalah Rp.200.000,00. Berapa selisih uang tersebut?. Berdasarkan soal di atas 70% kurang mampu menyelesaikan soal tersebut. Ketidakmampuan berupa kesulitan dalam memahami, tidak dapat mengelompokkan apa diketahui, ditanyakan dalam soal tersebut. Siswa tidak mampu merumuskan persoalan diberikan kedalam kalimat matematika atau model matematika. Berdasarkan hasil jawaban, tidak mengerti langkah apa harus dilakukan untuk mengerjakan soal dan PENDAHULUAN M ata pelajaran matematika memiliki beberapa tujuan sesuai tingkat pendidikan. Menurut Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) Mata Pelajaran Matematika lingkup pendidikan dasar menyebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki ke-mampuan sebagai berikut. (1) memahami kon-sep matematika, (2). menggunakan penalaran, (3). memecahkan, (4). Meng-komunikasikan gagasan, (5). memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Rendahnya matematis dialami oleh SMPN di salah satu sekolah di Kabupaten Tanah Datar, berdasarkan hasil observasi dan tes diberikan. Kelemahan di alami oleh adalah untuk memahami, memformulasikan konteks ke dalam model matematika dan 83
memulai materi baru tanpa meninjau kembali materi sebelumnya sehingga kurang mampu mengaitkan materi baru materi sebelumnya. Terlihat ketika mengerjakan latihan masih banyak bertanya bagaimana cara menyelesaikan soal tersebut, pada hal sebelumnya telah dijelaskan. Contohnya diberikan soal mengenai menyelesaikan SPLDV cara Subtitusi langsung, pada saat mengerjakan latihan masih ada beberapa kurang bisa menyelesaikannya karena terkendala bagaimana melakukan operasi perkalian aljabarnya dan operasi hitung bilangan bulat. Dalam proses faktor lain menentukan dan mempengaruhi keberhasilan belajar matematika adalah awal. Kemampuan awal merupakan dimiliki sebagai dasar sebelum mengikuti akan diberikan. Apabila materi sebelumnya belum dikuasai oleh, maka kesulitan dalam memahami berikutnya. Karena awal merupakan prasyarat dalam mempelajari materi berikutnya. Apabila materi awal sudah dipahami baik, maka akan mudah memahami materi berikutnya. Keempat guru kurang membangun suasana belajar kondusif seperti rasa nyaman dan kurang membangkit-kan semangat belajar sehingga malas dalam belajar. Hal ini terlihat ketika guru menjelaskan materi masih ada mengantuk, tidak memperhatikan penjelasan guru dan kurang merespon pertanyaan guru. Rendahnya perlu dicarikan solusinya. Supaya berhasil di dalam terutama pada aspek. Cara diduga dapat dilakukan adalah menerapkan model generatif. Model generatif menurut Osborno dan Wittrock dalam Hulukati (2005) menga-takan bahwa generatif merupakan suatu model menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru menggunakan pengetahuan sudah dimiliki sebelumnya. Artinya proses nya memperhatikan ke-mampuan awal sebagai dasar melanjut-kan materi berikutnya, bagaimana cara menyelesaikan soal tersebut. Kurang mampunya dalam menyajikan kedalam kalimat matematika, disebabkan karena tidak paham maksud soal dan belum menemukan langkahlangkah bagaimana cara menyelesaikan soal tersebut. Berdasarkan tujuan matematika di atas, salah satu tujuan penting matematika adalah agar memiliki dalam memecahkan. Kemampuan bertujuan untuk membantu dalam mengambil keputusan terhadap peranperan dialaminya sendiri di dalam kehidupan. Hudojo (2003:152) mengatakan bahwa apabila dilatih untuk menye-lesaikan maka akan mampu mengambil keputusan sebab mempunyai keterampilan tentang bagaimana mengum-pulkan informasi relevan, menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil telah diperoleh. Berdasarkan hal di atas matematis perlu diajarkan kepada pada setiap tingkat pendidikan. Peran dialami oleh di atas disebabkan oleh beberapa faktor berdasarkan pengamatan dilakukan di antaranya: pertama, guru kurang melatih matematika di dalam proses, sehingga kurang terbiasa dalam menyelesaikan soal-soal berkaitan matematika. Kedua, pada proses guru kurang mengeksplorasikan, guru kurang membangun pengetahuan, artinya dalam proses masih berpusat kepada guru. Guru belum memberikan kesempatan kepada untuk membangun sendiri konsep pelajaran sesuai topik dipelajari. Terlihat pada proses pem-belajaran guru dominan menjelaskan konsep pelajaran tanpa diberikan kesempatan untuk menemukan konsep itu sendiri sehingga apabila diberikan soal berkaitan bingung untuk menyelesaikannya. Ketiga, guru kurang memperhatikan pengetahuan awal, guru langsung 84
serta dapat melatih matematika cara mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan baru itu akan diuji cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau peran sesuai topik dibahas. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab peran dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang. Karena dalam proses nya guru berusaha mengintegrasikan pengetahuan sebelumnya pengetahuan baru melalui proses konstruktivisme, sehingga pelajaran tersebut bersinergi dalam memori dan konsep pelajaran dirasakan bermakna oleh. Keterangan: X : Perlakuan diberikan yaitu model generatif O : Tes untuk melihat matematis. Rancangan ini diterapkan pada situasi belajar berbeda yakni model generatif pada kelas eksperimen dan konvensional pada kelas kontrol. Rancangan ini diuraikan ke dalam bentuk Tabel Winner seperti di bawah ini: Tabel 2. Strategi Pembelajaran (X) Model Pembelajaran konvensional Kemampuan generatif (X2) Awal (X1) (Y) Pemecahan Pemecahan Masalah Masalah (X11) (X21) Tinggi (Y1) Y1 X11 Y1 X21 Rendah (Y2) Y2 X11 Y2 X21 (Sumber: diadaptasi dari Suwanda, 2011: 123) METODE PENELITIAN Berdasarkan peran dan tujuan ingin dicapai, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dalam bentuk quasi experiment. Jenis penelitian ini digunakan karena tidak memungkinkan untuk mengontrol variabel penelitian secara menyeluruh. Disain penelitian ini menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen; kelas diberikan perlakuan menerapkan model generatif, dan kelas kontrol; kelas menggunakan konvensional. Variabel pada penelitian ini terdiri dari (1) variabel bebas yaitu penerapan model generatif (2) variabel terikat yaitu matematis matematis, dan (3) variabel moderator yaitu pengetahuan awal. Rancangan penelitian digunakan adalah Randomized Control Group Only Design, (Suryabrata, 2005:104) digambarkan sebagai berikut. Keterangan: Y1 X11 : Y1 X21 : Y2 X11 : Y2 X21 : Tabel 1. Rancangan Penelitian Kelas Perlakuan Tes Eksperimen X O Kontrol - O Tabel Winner matematis ber awal tinggi model generatif matematis ber awal tinggi konvensional matematis ber awal rendah model generatif matematis ber awal rendah konvensional Populasi menurut Arikunto (2002:102) adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas 85
VIII SMP N 1 Rambatan terdiri dari 7 kelas. Karena populasi mempunyai kesamaan rata-rata, maka sampel diambil secara acak cara diundi. Kelas pertama terambil yaitu kelas VIII 1 ditetapkan sebagai kelas eksperimen, dan kelas terambil kedua ditetapkan sebagai kelas kontrol yaitu kelas VIII 2. Instrumen digunakan dalam penelitian ini adalah berupa soal tes awal dan tes. Analisis data dilakukan menggunakan uji t. Pengujian hipotesis menggunakan bantuan software Minitab. menjadi aktif dan dirasakan lebih bermakna. Hal ini sesuai pendapat Driver dalam Jurnal penelitian dilakukan oleh Lusiana dkk. (2009), mengatakan bahwa dalam berlandaskan konstruktivis tidak dipandang sebagai sesuatu pasif melainkan memiliki tujuan dan belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan. Sedangkan konvensional lebih menitik-beratkan guru lebih berperan aktif menyampaikan materi dan masih bersifat pasif. Model Pembelajaran generatif diterapkan pada kelas eksperimen adalah secara berkelompok bantuan Lembar Kerja Siswa (LKS) pendekatan konstruktivisme. Pembelajaran dimulai dari tahap orientasi yaitu guru berupaya meninjau kembali pengetahuan awal kemudian berusaha menghubungkan materi akan dipelajari seperti pada materi unsur-unsur kubus dan balok. Guru meninjau pengetahuan awal tentang bangun datar diperlukan dalam mempelajari kubus dan balok yaitu materi persegi dan persegi panjang pada topik pengertian, keliling dan luas persegi dan persegi panjang tersebut. Setelah itu guru mengaitkan bangun persegi kubus yaitu kubus disusun oleh enam buah persegi begitu juga pada balok disusun oleh persegi panjang. Aktivitas menonjol pada generatif adalah diskusi secara berkelompok dalam menyelesaikan tugas diberikan dikerjakan di dalam LKS cara saling bertukar pengetahuan, ide dalam menyelesaikan tugas tersebut. Pada generatif aktivitas ini disebut tahap pengungkapan ide, tahap tersebut bertujuan untuk melatih mengkomunikasikan gagasannya tentang topik dibahas dan secara langsung membantu ber rendah dalam memahami materi pelajaran. Hal ini sesuai pendapat Sanjaya, (2007: 243) mengatakan bahwa setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masingmasing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu, misalnya, pintar perlu HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan uji persyaratan analisis, data matematis kelas eksperimen dan data kelas kontrol berdistribusi normal. Data memiliki variansi homogen. Berdasarkan hasil pengujian prasyarat, uji normalitas dan homogenitas maka pengujian semua hipotesis dikemukakan dilakukan menggunakan uji-t. Dari hasil uji hipotesis diketahui bahwa untuk hipotesis 1 dan 2, nilai nilai P-value < 0,05 berarti H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga hipotesis diajukan diterima, kecuali hipotesis 3, nilai nilai P-value > 0,05 berarti H0 diterima, sehingga hipotesis diajukan ditolak. Kemampuan matematis diajar model generatif lebih baik daripada diajar konvensional. Hal ini disebabkan karena perbedaan diterapkan pada kedua kelas. Model generatif lebih menitik beratkan pada konstruktivisme artinya sendiri membangun pengetahuannya cara mengintegrasikan pengetahuan sebelumnya pengetahuan baru sedang mereka pelajari. Selain itu juga dilibatkan bagaimana menemukan sendiri konsep pelajaran bantuan lembar kerja (LKS), sehingga 86
informasi dan menarik kesimpulan berdasarkan informasi tersebut. Dengan demikian secara tidak langsung sudah berlatih memahami peran, menemukan strategi, mengerjakan setiap langkah sesuai strategi telah direncanakan, memaknai hasil diperoleh terhadap peran diberikan dan mengerjakan tahap demi tahap sistematis sehingga mudah dipahami orang lain. Hal ini sesuai indikator yaitu pemahaman, memilih strategi, menjalankan penyelesaian telah dipilih, memaknai hasil diperoleh di ungkapkan Polya (1957). Salah satu peran diselesaikan oleh dalam LKS dapat di lihat pada Gambar 2. membantu kurang pintar. Aktivitas dalam generatif terlihat pada Gambar 4. Gambar 1. Proses Pembelajaran model generatif Pada generatif dituntut untuk menjelaskan atau mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Hal ini bertujuan untuk melatih mengkomunikasikan gagasannya di depan kelas, sehingga lebih menarik karena terjadi saling bertukaran ide kelompok atau lain. Proses ini membuat lebih memahami materi dan materi telah dipahami akan tersimpan lama dalam memori. Pada tahap penerapan pada generatif dilatih belajar merefleksikan strategi digunakan untuk memecahkan peran atau soal matematika berhubungan topik disajikan di dalam LKS sehingga terbiasa menger-jakan soal-soal berkaitan. Siswa menyelesaikan soal-soal tersebut secara berkelompok, hal ini bertujuan untuk saling berbagi pengetahuan antara matematika tinggi rendah. Pembelajaran generatif bantuan LKS memfasilitasi berkembangnya. Siswa bersama anggota kelompoknya menyelesaikan dan menemukan suatu konsep cara pendekatan konstruktivisme artinya sendiri menemukan konsep ada dalam LKS tersebut. Osborne dan Wittrock dalam Mardana (2001:50) menyatakan bahwa esensi generatif adalah pikiran atau otak manusia bukanlah penerima informasi secara pasif tetapi aktif mengkonstruksi dan menafsirkan Gambar 2. Contoh soal melatih dalam LKS kelas eksperimen Proses konvensional dilakukan cara metode ceramah menjelaskan rinci setiap konsep tanpa melibatkan secara langsung menemukan konsep materi dipelajari. Dalam proses konvensional bersifat pasif karena hanya mendengarkan penjelasan guru, menyalin penjelasan guru, kemudian mengerjakan latihan diberikan guru, belajar seperti ini disebut belajar menerima. Sebagaimana diungkapkan oleh Suherman (2001) bahwa jika materi disajikan kepada murid lengkap sampai bentuk akhir berupa rumus atau pola bilangan, 87
maka cara belajar murid dikatakan belajar menerima. Rendahnya hasil pada konvensional disebabkan oleh terbiasa belajar menerima, kurang mengembangkan kemampu-an menemukan sendiri konsep pelajaran. Sedangkan salah satu aspek ada dalam adalah mampu menemukan strategi dan meng-gunakannya untuk menyelesaikan peran diberikan. Peran diberikan bertujuan untuk melatih dalam mengerjakan soal-soal berkaitan. Berdasarkan awal, untuk hipotesis dua diperoleh matematis ber awal tinggi diajar model generatif lebih baik daripada ber- awal tinggi diajar konvensional. Hal ini disebabkan karena pada proses generatif memfasisilitasi dalam mengkonstruksi pengetahuan mereka terutama pada ber awal tinggi. Siswa ber awal tinggi semakin tertantang dalam menemukan konsep sendiri, karena memiliki untuk melakukan hal tersebut. Hal ini terlihat dari hasil tes memperlihatkan hasil memuaskan. Contoh jawaban ber awal tinggi generatif dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Penyelesaian soal No.1 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ber awal tinggi kelas kesperimen Dengan memperhatikan jawaban soal Gambar 3, memiliki pemahaman baik terhadap peran terlihat dari kelengkapan mem-buat apa diketahui dan merumuskan peran. Siswa memilih strategi tepat sesuai peran. Siswa mampu memperoleh hasil benar dari strategi telah dipilihnya. Siswa menye-lesaikan peran rapi dan sistematis sehingga mudah untuk dipahami. Keberhasilan dalam menyelesaikan di dukung oleh langkah-langkah penyelesaian diungkapkan oleh Polya dalam Suherman dkk. (2003: 91), yaitu: me-mahami, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan sesuai rencana, dan melakukan pengecekkan kembali terhadap langkah telah dikerjakan Pada konvensional, ber awal tinggi terbiasa belajar menerima. Sehingga saat diberi peran berbeda sering terjadi kecerobohan atau kesalahan dari dalam memilih strategi untuk menyelesaikan suatu peran. Contoh kesalahan ber awal tinggi diajarkan konvensional dalam mengerjakan soal dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Penyelesaian soal No.1 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ber awal tinggi kelas kontrol 88
Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa ber awal tinggi menggunakan konvensional mengalami kekeliruan dalam memahami diberikan, strategi digunakan sudah tepat tetapi per kurang dipahami oleh sehingga jawaban diberikan menjadi kuran tepat. Untuk indikator lain seperti memilih strategi tepat, menjalan strategi dipilih, memaknai hasil diperoleh, kerapian dan sistematis pengerjaan soal sudah benar. Hasil pengujian hipotesis tiga yaitu ber awal rendah diajar model generatif tidak berbeda ber awal rendah diajar konvensional. Hal ini disebabkan karena dalam proses ber awal rendah kurang aktif dalam karena tersebut hanya menerima hasil diskusi. Karena keterbatasan waktu ber awal tinggi kurang leluasa menjelaskan materi kepada ber rendah, sehingga proses interaksi kurang berjalan maksimal. Sedangkan model generatif menuntut ber awal rendah untuk berpartisipasi aktif dalam proses, sesuai di ungkapkan Waluya (2010:2) mengatakan bahwa melalui model generatif diarahkan untuk mengkonstruksi faktafakta dimilikinya sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan tepat juga mendorong kurang mampu ikut berpartisipasi secara aktif dalam proses. Akan tetapi dalam pelaksanaannya belum berhasil diterapkan karena indikator pada ber awal rendah belum dapat ditingkatkan secara maksimal. Contoh hasil tes ber awal rendah dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Penyelesaian soal No.1 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ber awal rendah kelas kesperimen Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa kesulitan dalam menyelesaikan permasalan tersebut. Kesulitan dilihat dari indikator adalah kurang mampu memahami, memilih strategi akan digunakan, sehingga tidak dapat menyelesaikan soal diberikan benar. Pada konvensional, lebih didominasi oleh aktivitas ber awal tinggi sedangkan aktivitas ber awal rendah hanya memperhatikan penjelasan guru, mencatat dan mengerjakan latihan, sehingga indikator an masih rendah. Terlihat pada contoh jawaban ber awal rendah dalam menyelesaikan soal dapat dilihat pada Gambar 6. 89
Gambar 6. Penyelesaian soal No.5 Kemampuan Pemecahan Masalah ber awal rendah kelas kontrol Saran Berdasarkan hasil temuan selama penelitian dan kesimpulan diperoleh, maka disarankan beberapa hal berikut. 1. Guru memperhatikan keterbatasan waktu tersedia dalam setiap pertemuan sehingga interaksi dalam diskusi berjalan secara maksimal. 2. Guru lebih memperhatikan lagi ber awal rendah agar tersebut terbantu oleh ber awal tinggi pada saat bekerja dalam kelompok terutama pada saat proses konstruktivisme dalam pengungkapan ide. 3. Kreatifitas guru dalam proses genaratif sangat dibutuhkan terutama pada saat tantangan agar tercapai hasil belajar maksimal. Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat bahwa kesulitan dalam menyelesaikan permasalan tersebut. Jika dilihat dari indikator tidak memahami maksud dari peran. Siswa menyelesaikan peran langsung mengoperasikan semua angka ada di dalam soal. Berdasarkan uji hipotesis dilakukan rendahnya dapat ditingkatkan generatif pada ber awal tinggi. Sedangkan pada ber awal rendah belum dapat ditingkatkan. Hal menarik ditemukan di kelas kontrol yaitu satu orang ber awal tinggi mendapat skor ideal yaitu skor 60. Walaupun jumlahnya lebih sedikit dari kelas kontrol, ini memberi pengetahuan kepada kita bahwa ada meningkat nya konvensional. DAFTAR RUJUKAN Depdiknas. 2001. Penyusunan Butir Soal dan Instrumen Penilaian. Jakarta: Depdiknas. Fauzan, Ahmad. 2011. Modul 1 Evaluasi Pembelajaran Matematika. Pemecahan Matematika. Evaluasi Matematika.net: Universitas Negeri Padang. National Council of Teachers of Mathematics (2000). Principles and Standars for School Mathematics. Reston, VA: NCTM. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan hasil analisis data telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Kemampuan matematis diajar model generatif lebih baik daripada diajar konvensional. Ditinjau dari awal, diajar model generatif lebih baik daripada diajar konvensional. Siswa ber awal rendah tidak berbeda. Pannen, Paulina dkk. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka. Sudjana. 2005. Metode Bandung: Tarsito. Statistika. Walpole, Ronald. E. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: PT. Bumi Aksara 90