BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan total 17.504 pulau (Dewan Kelautan Indonesia (2010) dan Tambunan (2013: 1)). Enam puluh lima persen dari total 467 Kabupaten atau Kota yang ada di Indonesia berada di kawasan pesisir. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS a ) (2014), populasi penduduk di Indonesia pada tahun 2010 mencapai lebih dari 237 juta jiwa, lebih dari 80 % dari total populasi hidup dan beraktivitas di kawasa. Wlayah pesisir Indonesia memiliki beranekaragam kekayaan sumberdaya alam yang telah dimanfaatkan oleh penduduk sebagai permukiman, pertanian, perikanan, transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, dan tempat pembuangan limbah (Dahuri, dkk 2001: 1). Kabupaten Brebes merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang mempunyai wilayah pesisir (Badan Pusat Statistik (BPS b ) Kabupaten Brebes (2013)). Luas wilayah kabupaten Brebes adalah 1.662,96 km 2, dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 yaitu 1.748.510 jiwa. Luas perairan di kabupaten Brebes dibedakan menjadi 2 yaitu luas perairan laut dan luas perairan umum. Luas perairan laut kabupaten Brebes adalah 392,62 km 2. Luas perairan umum dibedakan menjadi dua, yaitu waduk dengan total 827 ha dan sungai-sungai primer dengan total 409,63 km 2 (Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Brebes, (2013)). Sumberdaya perikanan kabupaten Brebes berasal dari perairan laut (laut Jawa), perairan umum (waduk dan sungai), tambak, dan kolam. Berdasarkan data dari DKP Kabupaten Brebes (2013), luas lahan yang berpotensi untuk dilakukan budidaya perikanan pada tahun 2012, yaitu tambak di 5 kecamatan seluas 12.748,16 ha, kolam seluas 114,4 ha, dan laut seluas 0,15 ha. Produk yang dibudidayakan di perairan kabupaten Brebes, baik pada perikanan yang ada di tambak, kolam, dan laut adalah udang, bandeng, teri, kakap, kembung, bawal, rajungan, petek, dan lain-lain. Udang merupakan salah satu komoditas sektor perikanan yang bernilai ekonomi tinggi, baik yang ada di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Menurut Nurjanah (2009: 14), peningkatan produksi udang di Kabupaten Brebes dimulai pada tahun 1986. Pencapaian prestasi ini tidak bertahan lama karena produksi udang hasil penangkapan 1
2 di perairan laut lepas mengalami penurunan akibat dari Overfishing, sedangkan produksi budidaya pada tambak yang diharapkan dapat memberikan kontribusi besar justru tidak sesuai dengan yang diharapkan. Cara meningkatkan kembali produksi udang di Indonesia dalam rangka meningkatkan tuntutan kebutuhan untuk mensuplai kebutuhan gizi populasi penduduk dengan menangkap di perairan laut lepas merupakan suatu usaha yang tidak mungkin dilakukan. Pada saat ini Menteri Kelautan dan Perikanan tengah membuat peraturan mengenai pengelolaan laut yang menerapkan sistem keberkelanjutan (sustainable) (Kusuma, 2015: 1). Tujuan peraturan tersebut salah satunya untuk menghindari para pelaku usaha yang lebih mementingkan sifat anthroposentris, yaitu dengan menangkap hasil laut sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan pelestarian ekosistem laut dimasa mendatang. Salah satu solusi untuk mempertahankan kestabilan kuantitas dan kualitas udang dapat dilakukan dengan cara budidaya ramah lingkungan. Menurut Soebjakto (2014 a : 1), pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (Kementerian Kelautan dan Perikanan) bekerjasama dengan kementerian lainnya seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Energi Sumberdaya dan Mineral, telah melaksanakan program revitalisasi tambak. Program ini baru dilaksanakan selama dua tahun. Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pembudidaya udang. Program ini merupakan program percontohan dalam mengembangkan sistem budidaya udang yang intensif dengan teknologi dan pengelolaan yang baik. Adanya program tersebut, maka cara budidaya ikan yang baik (CBIB) diharapkan dapat diterapkan secara maksimal dan dapat menghasilkan produk dengan kuantitas dan kualitas yang memenuhi standar, selain itu juga dapat memberikan motivasi kepada pembudidaya udang untuk menghidupkan kembali atau memanfaatkan tambak yang lama terbengkalai untuk digunakan kembali. Pemerintah pada tahun 2013 telah menargetkan peningkatan produksi perikanan budidaya khususnya pada komoditas udang, yaitu mencapai 608.000 ton, dan pada tahun 2014 mencapai 699.000 ton. Peningkatan produksi tersebut harus diimbangi dengan ketersediaan benih yang mempunyai kualitas baik dan induk unggul dalam jumlah (kuantitas) yang berkesinambungan. CBIC menuju sertifikasi memerlukan dukungan yang ketat, sebab dalam era globalisasi dan perdagangan bebas Association
3 of Southeast Asian Nations (ASEAN) di tahun 2015 terjadi perdagangan yang sangat kompetitif. Hal ini berkaitan dengan ketatnya persyaratan mutu dan keamanan pangan, tuntunan konsumen terhadap keanekaragaman jenis dan bentuk serta penyajian produk, tuntunan melaksanakan tata cara budidaya bagi kelompok tani yang bertanggung jawab terhadap keberlanjutan (Soebjakto, 2013 b 2014 a : 1). Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei Boone) adalah salah satu solusi dalam rangka meningkatkan produksi udang, karena dianggap mempunyai beberapa keunggulan. Menurut Rusmiyati (2014: 1) dan Direktorat Usaha Budidaya- Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2013: 1), keunggulan udang vaname adalah lebih tahan penyakit, pertumbuhan lebih cepat, tahan terhadap gangguan lingkungan, waktu pemeliharaan lebih pendek, tingkat kelulusan hidup (survival rate) tinggi, hemat pakan, dan memiliki pangsa pasar yang cukup luas. Peningkatan percepatan produksi budidaya dalam menghasilkan udang vaname di Indonesia terus dilakukan dengan berbagai upaya, yaitu dari pola ekstensif, semi intensif hingga ke intensif. Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN) Muncul Jaya yang beralamat di Desa Limbangan Wetan, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes adalah kelompok petani yang mengembangkan budidaya udang jenis Litopenaeus vannamei Bonne. Lokasi POKDAKAN Muncul Jaya berada pada jarak kurang lebih 4 Km dari pantai, sangat berdekatan dengan rumah penduduk, dan berbagai aktivitas (pertanian, perdagangan, dan budidaya lainnya). Kondisi demikian dimungkinkan akan terjadi arus kontaminasi silang, baik limbah yang dihasilkan oleh aktivitas budidaya udang vaname maupun limbah di luar lingkungan budidaya. Menurut Nugroho (2014: 1), luas tambak yang dimiliki POKDAKAN Muncul Jaya adalah 40 hektar yang diusahakan dengan pola 13 ekstensif, 27 semi intensif dan intensif. Luas tambak yang tidak dibarengi dengan penyangga (buffer zone) berupa vegetasi mangrove dengan ratio minimum 20 %, dimungkinkan akan memicu timbulnya erosi pada lahan tambak dan menyebabkan proses intrusi air asin ke dalam akuifer air tawar di rumah penduduk. POKDAKAN Muncul Jaya saat ini terus berusaha memacu produksi dengan meningkatkan padat penebar tinggi. Padat penebar tinggi berbanding lurus dengan jumlah pakan yang diberikan pada udang vaname. Nutrisi yang terkandung di dalam pakan, sebagian besar dapat menjadi polutan pada lingkungan budidaya. Semakin tinggi padat tebar akan berdampak pada peningkatan limbah yang dihasilkan. Menurut
4 Nur (2011: 9), limbah hasil budidaya udang vaname dapat dibedakan menjadi dua, yaitu; (a) bahan padatan, terutama berupa sisa pakan, kotoran udang vaname hasil metabolisme, serta koloni bakteri, dan lain-lain; (b) bahan terlarut, seperti ammoniak bebas (NH3 N), ammonium (NH4), fospor (PO4 2- ), dan lain-lain. Limbah hasil budidaya udang vaname akan terakumulasi di dalam media, petak pemeliharaan, dan hamparan sekitar petak pemeliharaan budidaya, sehingga akan menjadi sumber penyakit dan racun. Kondisi yang demikian akan menyebabkan pertumbuhan terhambat hingga menyebabkan kematian. Masih ditemukan adanya penyakit virus White Spot Virus (WSV) yang menyerang udang vaname di tambak yang dimiliki POKDAKAN Muncul Jaya mungkin disebabkan salah satunya adalah faktor di atas. Pada kenyataannya bahwa saat aktivitas budidaya udang vaname sedang berlangsung, baik dengan pola semi intensif dan intensif biasanya dilakukan proses pergantian air (zero water exchange). Tujuan dari proses pergantian air sebenarnya untuk mengurangi limbah budidaya udang vaname ke lingkungan perairan umum, namun solusi ini dianggap kurang tepat. Pergantian air yang terbatas dan kepadatan tinggi berpotensi menaikan resiko akumulasi limbah organik di lingkungan petak pemeliharaan udang vaname (Read dan Fernandes (2003) dalam Ma in, dkk (2013: 604). POKDAKAN Muncul Jaya telah menerapkan proses pergantian air, namun juga dilakukan proses penambahan air harian pada tambak pemeliharaan walau intensitasnya tidak terlalu sering. Persentase volume pergantian air harian pada tambak pemeliharaan berkisar 5 15 % per hari. POKDAKAN Muncul Jaya pada saat mengganti air, keluaran air limbah budidaya tidak di tampung pada tandon pengolahan limbah, melainkan di buang langsung ke sungai. Air limbah hasil budidaya yang dilepas ke sungai akan menuju ke perairan pesisir, hal ini akan memicu percepatan terjadinya eutrofikasi hingga blooming fitopalnkton dan alga. Apabila perairan pesisir yang tercemar kembali ke sungai (perairan yang di ambil airnya untuk dijadikkan air sumber pemeliharaan budidaya udang vaname) pada saat pasang, maka akan menyebabkan dampak negatif. Penggunaan bahan-bahan lainnya yang tidak ramah lingkungan juga akan turut menyumbangkan dampak negatif terhadap pencemaran lingkungan. Penggunaan input pada saat produksi dengan menggunakan teknologi modern, seperti penggunaan energi fosil (contohnya solar dan oli) menjadi perhatian pada saat
5 proses budidaya udang vaname. Energi fosil pada proses budidaya udang vaname digunakan untuk menggerakkan kincir, lampu penerangan, dan memompa air dari sungai dan sumur dalam ke dalam tandon dan tambak. Penggunaan energi fosil akan berdampak pada peningkatan emisi karbon ke udara, air, dan tanah, selain itu apabila pembudidaya udang vaname, teknisi, dan karyawan kurang berhati-hati saat mengoperasikan dan menggunakan bahan-bahan fosil, maka dimungkinkan akan berpengaruh pada lingkungan budidaya. Sumber air pemeliharaan yang digunakan untuk proses budidaya tambak berasal dari air sungai dan sumur dalam. Penggunaan air sumur dalam lebih baik dihindari, karena dimungkinkan akan mengakibatkan terjadinya penurunan konstruksi tanah pada area lokasi. Gambaran mengenai permasalahan-permasalahan yang dialami oleh POKDAKAN Muncul Jaya secara menyeluruh akan berpengaruh terhadap biologi udang vaname, terutama dalam hal ini adalah pertumbuhan udang vaname. Kondisi dan perubahan struktur mikroanatomi (hepatopankreas dan intestinum) pada udang vaname dapat menjadi salah satu indikator monitoring kesehatan. Hepatopankreas merupakan organ yang sangat vital karena memiliki fungsi yang hampir sama dengan organ hati dan pankreas pada mamalia. Menurut Karin (2002) dalam Permana, dkk (2010: 1), organ hepatopankreas pada udang vaname terdiri atas tubuler yang tertutup dan enzimenzim yang dialirkan melalui duktus hepatopankreatikus. Tubuler pada hepatopankreas terdiri atas tubulus yang masing-masing terdiri dari epitel sederhana dengan empat jenis selular (E, F, B, dan R) yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda; sel E (embrionik), sel F (fibriller), sel B (blister like), sel R (resorbsi). Organ intestinum pada udang vaname memiliki fungsi sebagai sekresi enzim pencernaan dan penyerapan nutrisi. Keberadaaan organ-organ ini sangat sensitif terhadap gangguan-gangguan yang diakibatkan oleh kondisi lingkungan, karena memiliki sifat kerapuhan (Dall, et al., 1991 a : 162). Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maupun Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, mengatur bahwa pengelolaan sumberdaya alam termasuk perikanan harus mengedepankan kelestarian lingkungan hidup. Pada saat dilakukan budidaya udang vaname, baik pemerintah yang terkait, pembudidaya, dan masyarakat harus proaktif dalam menjamin bahwa aktivitas budidaya telah dilakukan dengan cara berwawasan
6 lingkungan. Adanya latar belakang yang sudah disebutkan di atas, maka diperlukan suatu penelitian mengenai Hubungan Kualitas Air Pemeliharaan dengan Pertumbuhan dan Struktur Mikroanatomi (hepatopankreas dan intestinum) Udang Vaname (Litopenaeus vannamei Boone) pada Tambak Budidaya di Kabupaten Brebes; Studi Kasus Budidaya Udang Vaname Pada Tambak Budidaya di Kabupaten Brebes. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kualitas air pemeliharaan udang vaname pada tambak budidaya yang dimiliki POKDAKAN Muncul Jaya di Kabupaten Brebes? 2. Bagaimanakah hubungan kualitas air pemeliharaan dengan pertumbuhan udang vaname pada tambak budidaya yang dimiliki POKDAKAN Muncul Jaya di Kabupaten Brebes? 3. Bagaimanakah hubungan kualitas air pemeliharaan dengan struktur mikroanatomi (hepatopankreas dan intestinum) udang vaname pada tambak budidaya yang dimiliki POKDAKAN Muncul Jaya di Kabupaten Brebes? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui kualitas air pemeliharaan udang vaname pada tambak budidaya yang dimiliki POKDAKAN Muncul Jaya di Kabupaten Brebes. 2. Mengetahui hubungan kualitas air pemeliharaan dengan pertumbuhan udang vaname pada tambak budidaya yang dimiliki POKDAKAN Muncul Jaya di Kabupaten Brebes. 3. Mengetahui hubungan kualitas air pemeliharaan dengan struktur mikroanatomi (hepatopankreas dan intestinum) udang vaname pada tambak budidaya yang dimiliki POKDAKAN Muncul Jaya di Kabupaten Brebes. D. Manfaat Penelitian Manfaat pelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti Mengetahui bagian dari aplikasi kajian ilmu lingkungan, terutama mengenai tema yang dikaji, yaitu Hubungan Kualitas Air Pemeliharaan dengan Pertumbuhan
7 dan Struktur Mikroanatomi (hepatopankreas dan intestinum) Udang Vaname (Litopenaeus vannamei Boone) pada Tambak Budidaya di Kabupaten Brebes. 2. Bagi Masyarakat a. Memberikan informasi kepada masyarakat pembudidaya udang vaname mengenai pentingnya mengelola lingkungan perairan saat dan setelah budidaya udang vaname, agar dapat menciptakan lingkungan yang ramah dan berkesinambungan. b. Tertatanya proses penerapan pengembangan budidaya udang vaname yang terencana, sehingga dapat menghasilkan poduk udang vaname dengan kualitas dan kuantitas yang diinginkan. 3. Bagi Pemerintah a. Sebagai bahan acuan dalam pedoman di lapangan untuk mengembangkan budidaya udang vaname yang produktif dengan kualitas yang baik dan berkelanjutan. b. Sebagai bahan masukan bagi pembuat kebijakan dalam mengatasi pengendalian pencemaran air yang disebabkan oleh aktivitas budidaya udang vaname.