IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat nutrient yang lain. Banyak faktor yang mempengangaruhi konsumsi ransum salah satunya faktor genetik. Konsumsi ransum ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur disajikan pada Tabel 3. Tabel. 3 Rataan Konsumsi Ransum Ayam Hasil Persilangan Pejantan Bangkok dengan Betina Ras Petelur Selama delapan minggu. Konsumsi Ransum/Minggu Konsumsi Ransum/Hari Umur ( ) ( ) ( ) ( ) (minggu) (g/ekor) (g/ekor) (g/ekor) (g/ekor) 1 57,61 57,26 8,23 8,18 2 175,58 175,57 25,08 25,08 3 262,79 262,76 37,54 37,53 4 281,82 281,96 40,26 40,28 5 405,55 314,61 57,93 44,94 6 462,29 371,69 66,04 53,09 7 525,55 429,96 75,07 61,42 8 631,47 496,76 90,21 70,96 2802,70 2390,61 400,36 341,48 Rataan 350,33 298,82 50,04 42,68 Keterangan : = Jantan, = Betina Rataan konsumsi ransum ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur setiap minggu terus meningkat sampai umur 8 minggu, dengan masing-masing ratanya adalah 350,33 gram dan 298,82 gram untuk ayam jantan dan betina. Demikian pula konsumsi ransum per hari memiliki fenomena yang
Gram sama dengan rata-rata 50,04 gram pada ayam jantan dan 42,68 gram pada ayam betina. Fenomena tersebut sejalan dengan pendapat Sinaga (2009) yang menyatakan bahwa jumlah ransum yang dikonsumsi akan meningkat dengan bertambahnya umur ternak. Perbedaan konsumsi ransum antara jantan dan betina merupakan fenomena umum yang ditemukan pada ternak sebagaimana dikemukakan oleh Wahyu (2004) bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu bangsa, tipe ayam, jenis kelamin, kandungan energi metabolis, protein, dan suhu lingkungan. Konsumsi Pakan 800 600 400 200 0 1 2 3 4 Minggu 5 6 7 8 ( ) ( ) Ilustrasi 1. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Hasil Persilangan Pejantan Bangkok dengan Betina Ras Petelur per Minggu Terlihat dari Ilustrasi 1, konsumsi ransum ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur dari minggu pertama sampai minggu keempat memiliki nilai sama. Hal tersebut disebabkan ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur pada umur satu sampai empat minggu belum dipisahkan berdasarkan jenis kelamin. Pada penelitian ini, konsumsi ransum per minggu ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur pada umur 8 minggu masing-masing mencapai 631,47 gram untuk jantan dan 496,76 gram untuk betina jauh lebih tinggi
dari konsumsi ransum ayam lokal yang hanya mencapai 390 gram sebagaimana dikemukakan oleh Kholid (2011). Tingginya perbedaan ini diduga karena adanya efek heterosis yang menguntungkan sebagai akibat persilangan. Nesheim (1979) mengemukakan bahwa tujuan dari persilangan adalah menghasilkan individu yang mencirikan kedua sifat dari tetuanya. Perkawinan silang digunakan untuk mengkombinasikan sifat yang diinginkan dari kedua tetua terhadap penampilan keturunannya sehingga keturunan baru yang dihasilkan akan memiliki keunggulan dibandingkan dengan rerata penampilan kedua tetuanya (Lasley, 1978). 4.2 Pertambahan bobot badan Pertambahan bobot badan merupakan manifestasi dari perubahan sel, yaitu telah mengalami pertambahan jumlah sel dan pembesaran ukuran sel yang dicapai oleh seekor ternak selama periode tertentu. Pertambahan bobot badan ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur disajikan pada Tabel 4.
Tabel. 4 Pertambahan Bobot Badan Ayam Hasil Persilangan Pejantan Bangkok dengan Betina Ras Petelur Selama Delapan Minggu. Pertambahan Bobot Pertambahan Bobot Badan/Hari Umur Badan/Minggu (minggu) (g/ekor) (g/ekor) (g/ekor) (g/ekor) 1 15,91 14,69 2,27 2,09 2 62,11 52,38 8,87 7,48 3 94,67 78,69 13,52 11,24 4 101,47 76,07 14,49 10,86 5 143,73 107,46 20,53 15,35 6 162,26 123,46 23,18 17,63 7 170,79 133,38 24,39 1905 8 196,94 143,46 28,13 20,49 947,91 729,61 135,41 104,22 Rataan 118,48 91,20 16,92 13,02 Minimal Pertambahan Bobot Badan Selama 8 Minggu (g) Maksimal Pertambahan Bobot Badan Selama 8 Minggu (g) 802 603 1132 973 Simpangan Baku Selama 8 Minggu 56,16 55,49 Keterangan : = Jantan, = Betina Rataan pertambahan bobot badan setiap hari ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur masing-masing adalah 16,92 g/ekor dan 13,02 g/ekor untuk jantan dan betina. Rataan pertambahan bobot badan setiap minggunya untuk betina mencapai 91,20 g/ekor dan jantan lebih tinggi yaitu 118,48 g/ekor, sedangkan standar pertambahan bobot badan ayam ras petelur strain Lohman jenis kelamin jantan mencapai 101,43 g/ekor (Rama Jaya Farm, 2009) dan rataan pertambahan bobot badan ayam lokal mencapai 69,25 g/ekor (Kholid, 2011). Kondisi tersebut menunjukan bahwa pertambahan bobot badan jantan ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur lebih baik dari standar
pertambahan bobot badan jantan pada ayam ras petelur maupun ayam lokal, sedangkan rataan pertambahan bobot badan betinanya lebih tinggi dari pertambahan bobot badan ayam lokal jantan tetapi lebih rendah dari rataan standar pertambahan bobot badan jantan ayam ras petelur strain Lohman. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya efek heterosis sebagai akibat penggunaan pejantan Bangkok yang pada dasarnya memiliki postur yang besar dengan pertambahan bobot badan yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Jull (1951); Robinson (1996) dan Smyth (1988) bahwa persilangan dapat mengkombinasikan gen-gen yang sangat berbeda dari sumber-sumber yang sangat berbeda, karena setiap tetua mempunyai gen-gen dominan dalam keadaan heterozygot. Beberapa gen dominan diperoleh dari tetua pejantan dan gen dominan lain dari tetua lainnya dan kebanyakan gen-gen dominan mempunyai efek yang menguntungkan, maka keturunan yang diperoleh akan mempunyai beberapa sifat yang lebih baik dibandingkan dengan tetuanya. Tingginya rataan pertambahan bobot badan ayam jantan dibandingkan dengan ayam betina erat kaitannya dengan perbedaan status fisiologis dimana pada ayam jantan memiliki hormon androgen yang sangat berperan dalam memacu percepatan pertumbuhan. Selain itu, ayam jantan memiliki kemampuan mengkonsumsi ransum yang lebih tinggi sehingga mendorong pertumbuhan yang lebih cepat dengan pertambahan bobot badan lebih besar. Wahju (2004), mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah bangsa, tipe ayam, jenis kelamin, energi metabolis, kandungan protein, dan suhu lingkungan. Sifat individu, baik sifat kualitatif maupun sifat kuantitatif ditentukan oleh gen dan allele nya yang tersusun dalam pasangan DNA yang ditemukan dalam sel. Dua
62,11 78,69 76,07 107,46 14,69 123,46 133,38 15,91 143,46 52,38 94,67 101,47 143,73 162,26 170,79 196,94 Kopi DNA yang sempurna menentukan atau mengontrol gambaran dan sifat pengembangan tubuh, fisiologi dan tingkah laku (Sidadolog, 2011). 1 2 3 4 5 6 7 8 ( ) ( ) Ilustrasi 2. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Hasil Persilangan Pejantan Bangkok dengan Betina Ras Petelur Berdasarkan Ilustrasi 2, pertambahan bobot badan ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur jenis kelamin jantan selalu meningkat, sedangkan pada betina mengalami penurunan di minggu ke empat sebesar 2,62g dibadingkan minggu ke tiga. Turunnya pertambahan bobot badan pada betina mengindikasikan perbedaan sensitifitas terhadap perubahan temperatur diluar zona nyaman ayam yaitu 30 o C. Hal ini menyebabkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh, sehingga ayam akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya dalam keadaan relatif konstan antara lain melalui peningkatan frekuensi pernafasan dan jumlah konsumsi air minum serta penurunan konsumsi ransum. Akibatnya, pertumbuhan ternak menjadi lambat dan produksi menjadi rendah, namun pada minggu kelima suhu dalam kandang sudah mulai relatif konstan, sehingga pertambahan bobot badan minggu kelima naik lagi. Penomena ini sesuai pendapat Noor dan Seminar (2009) perubahan temperatur mempengaruhi keseimbangan reaksi biokimia, terutama pembentukan ikatan kimia yang lemah sehingga ternak yang dipelihara diatas suhu nyaman akan mengalami perubahan fisiologis.
4.3 Konversi ransum atau FCR Konversi ransum yaitu salah satu indikator guna mengetahui efisiensi ternak dalam penggunaan pakan. Konversi ransum pada ayam diartikan sebagai jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 (satu) kilogram bobot hidup. Konversi ransum ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur disajikan pada Tabel 5. Tabel. 5 Konversi ransum ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur Jenis kelamin Jenis kelamin Minggu ( ) ( ) 1 2 3 4 5 6 7 8 3,62 2,82 2,77 2,77 2,82 2,84 3,07 3,20 3,89 3,35 3,33 3,70 2,92 3,01 3,22 3,46 Rataan 2,99 3,36 Keterangan : = Jantan = Betina Berdasarkan Tabel 5, rataan konversi ransum ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur jenis kelamin jantan, yaitu sebesar 2,99 dan jenis kelamin betina sebesar 3,36. Pada jantan, nilai konversi ransumnya jauh lebih kecil dibandingkan angka konversi ransum ayam lokal yang dilaporkan Kholid (2011) yaitu 3,30. Kondisi ini menunjukan bahwa ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur jenis kelamin jantan lebih efisien dalam penggunaan ransum dari ayam lokal. Perbedaan rataan konversi ransum diduga disebabkan oleh pengaruh kemampun mengkonsumsi ransum, kemampuan mencerna nutrient yang terdapat dalam ransum, dan perbedaan jenis kelamin,
Gram karena dimorfisme seksual ayam jenis kelamin jantan dan betina berbeda. Hal ini sesuai pendapat Diwyanto dkk., (2011) Pertumbuhan antara ayam jantan dan betina berbeda, salah satu penyebabnya karena faktor hormon reproduksi yaitu ternak jantan menghasilkan hormon testosteron sedangkan ternak betina menghasilkan hormon estrogen yang terdapat dalam tubuh ternak sehingga berpengaruh terhadap performa ternak jantan dan betina. 5 4 FCR 3 2 1 0 1 2 3 Minggu 4 5 6 7 8 ( ) ( ) Ilustrasi 3. Rataan Konversi Ransum per Ekor Ayam Jantan dan Betina Hasil Persilangan Pejantan Bangkok dengan Betina Ras Petelur. Berdasarkan Ilustrasi 3, rataan konversi ransum tertinggi pada ayam jantan terjadi di minggu pertama sebesar 3,62 dan terendah pada minggu ke 3 dan 4, sedangkan pada ayam betina rataan konversi ransum tertinggi terjadi pada minggu pertama yaitu 3,89 dan terendah pada minggu ke lima yaitu 2,92. Tingginya konversi ransum pada minggu pertama diduga karena ayam dalam kondisi stress akibat transportasi dan tagging, sedangkan terjadinya perbedaan konversi ransum pada minggu ke enam sampai minggu kedelapan yang cenderung meningkat dari minggu sebelumnya disebabkan terjadinya penurunan kemampuan ternak dalam mengkonversi nutrient dalam ransum menjadi bobot badan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Lesson (2000) yang menyatakan bahwa semakin dewasa ayam maka nilai konversi ransumnya akan semakin besar.