BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Lembaga Pangan Dunia (LPD) dalam penelitiannya pada awal tahun 2008 menyebutkan jumlah penderita gizi buruk dan rawan pangan di Indonesia mencapai angka 13 juta. Data pemerintah RI menyebutkan penderita gizi buruk hingga tahun 2007 mencapai angka 4,1 juta, atau naik tiga kali lipat dibanding jumlah penderita yang sama di tahun 2005 yakni 1,67 juta jiwa (Saragih, 2010). Data dari UNICEF tahun 1999 menunjukkan bahwa sebanyak 10-12 juta (50-69,7%) anak balita di Indonesia, dimana 4 juta diantaranya dibawah satu tahun, berstatus gizi sangat buruk sehingga mengakibatkan kematian, dan malnutrisi berkelanjutan. Setiap tahun diperkirakan sebanyak 7% anak balita Indonesia (sekitar 300.000 jiwa) meninggal dan hal ini berarti setiap 2 menit terjadi kematian satu anak balita, dimana sebanyak 170.000 anak (60%) diantaranya akibat gizi buruk. Seluruh anak usia 4-24 bulan yang berjumlah 4,9 juta di Indonesia, sekitar seperempatnya sekarang berada dalam kondisi kurang gizi (Herwin, 2004). Kasus gizi buruk di Jawa Tengah juga menunjukkan adanya masalah dimana prevalensi anak balita di propinsi Jawa Tengah dengan status gizi buruk 4,0%, gizi kurang 12%, gizi baik 80,4%, dan gizi lebih 3,6%. Prevalensi anak balita dengan status gizi sangat pendek 17,8%, pendek 18,6%, dan normal 63,5%. Prevalensi anak balita gizi sangat kurus 4,7%, kurus 7,1%, normal 76,8%, dan gemuk 11,4%. Prevalensi gizi kronis 36,4% dan prevalensi gizi akut 11,8% (Riskesdas Jateng, 2008). 1
2 Status gizi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita. Status gizi juga berpengaruh pada kecerdasan balita, balita dengan gizi kurang atau buruk akan memiliki tingkat kecerdasan yang lebih rendah,nantinya mereka tidak mampu bersaing. Dampak jangka pendek gizi buruk adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan perkembangan. Sedang dampak jangka panjang adalah penurunan skor IQ, penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori. Gizi buruk jika tidak dikelola dengan baik pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya generasi bangsa (Anonim, 2007). Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya akan melemah sehingga nafsu makan berkurang dan mudah terkena gizi kurang. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zatzat gizi esensial. Baik pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi (Almatsier, S. 2001). Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder, faktor primer adalah susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan kualitas contohnya penyediaan pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan di konsumsi (Almatsier, 2002). Kekurangan gizi dapat menyebabkan efek yang serius yaitu kegagalan pertumbuhan fisik, menurunnya perkembangan kecerdasan, menurunnya produktivitas, dan menurunnya daya tahan terhadap penyakit yang mengakibatkan kematian. Balita yang kekurangan gizi sangat berpengaruh pada
3 perkembangan otak yang proses pertumbuhannya terjadi pada masa itu (Ahmad, 2007). Pemenuhan gizi anak prasekolah merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini, bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Data tahun 2007 memperlihatkan 4 juta balita Indonesia kekurangan gizi, 700 ribu diantaranya mengalami gizi buruk. Sementara yang mendapat program makanan tambahan hanya 39 ribu anak. Status gizi ditinjau dari tinggi badan, sebanyak 25,8 persen anak balita Indonesia pendek (SKRT 2004). Ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda kurang gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh, kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Padahal, otak tumbuh selama masa balita. Fase cepat tumbuh otak berlangsung mulai dari janin usia 30 minggu sampai bayi 18 bulan (Khomsan, 2009). Perilaku makan yang salah pada anak prasekolah ternyata bisa berasal dari kebiasaan orang tua atau pengasuhnya. Perilaku makan yang tidak baik, seperti pilih-pilih makanan, makan sambil nonton televisi atau main, dan baru mau makan kalau diajak jalan-jalan, tentu dapat terbawa hingga dewasa. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan di Amerika menunjukkan, anak yang pilih-pilih makanan bakal menemui kesulitan dalam bersosialisasi. Umumnya anak juga akan berperilaku pilih-pilih teman dan cenderung susah menyesuaikan diri. Sehingga, agar anak tidak muncul hal-hal yang tak diharapkan, perilaku makan yang buruk tersebut memang harus diubah. Mengubahnya susah-susah gampang karena terlebih dahulu perilaku makan orang tua atau pengasuh yang harus diubah (Tarigan, 2002). Desa Sidomulyo Jakenan Pati Jawa Tengah adalah penduduk dengan mata pencaharian petani, pedagang, PNS, buruh tani dan karyawan di pabrik. Bermacam-macam jenis pekerjaannya juga tingkat pendapatan mereka juga
4 berbeda ada yang lebih, sedang, dan juga ada yang masih kurang. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Sehingga tinggi rendahnya pendapatan sangat mempengaruhi daya beli keluarga terhadap bahan pangan yang akhirnya berpengaruh pada status gizi anak karena dalam masa itu diperlukan banyak zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sebagian masyarakat juga masih berpendidikan kurang, dan sebagian besar hanya sampai pada tingkat SD. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama cara pengasuhan anak yang baik. Disini penerapan pola asuh pada anak juga masih kurang, misalnya gizi pada makanan yang disajikan dan pemberian makan sehari-hari dengan perilaku anak-anak yang berbeda-beda juga. Semua penyajian makanan disesuaikan dengan tingkat pendapatan keluarga masing-masing. Pengasuhan keluarga merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 3-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Kekurangan gizi pada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Secara lebih spesifik, kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan, lebih penting lagi keterlambatan perkembangan otak dan dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Berdasarkan survei dan wawancara pada tanggal 31 Januari 2012 yang dilakukan peneliti di RW II desa Sidomulyo pada anak-anak usia prasekolah pada 15 anak diketahui bahwa 4 anak masih berstatus gizi kurang. Sebagian besar anak makan harus dengan jalan-jalan, makan sering dimuntahkan karena
5 tidak ada selera untuk makan dan ingin bermain, atau juga penyajian makanan yang kurang menarik. Selain itu perilaku makan anak yaitu sambil nonton televisi, sulit mau makan kalau tidak sesuai dengan selera dan pilih-pilih makanan. Pola asuh keluarga di daerah ini jarang memperhatikan pola makan anaknya. Anak-anak di desa Sidomulyo ini juga jarang mau makan di rumah, anak hanya mau makan jajanan terus dan bermain. Melihat fenomena yang ada di desa Sidomulyo maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan pola asuh keluarga tentang perilaku makan anak dengan status gizi usia prasekolah di RW II Desa Sidomulyo Kecamatan Jakenan Pati Jawa Tengah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan pola asuh keluarga tentang perilaku makan anak dengan status gizi pada usia prasekolah (3-5 tahun) di RW II Desa Sidomulyo Kecamatan Jakenan Pati Jawa Tengah. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pola asuh keluarga tentang perilaku makan anak dengan status gizi pada usia prasekolah (3-5 tahun) di RW II Desa Sidomulyo Kecamatan Jakenan Pati Jawa Tengah. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan pola asuh keluarga tentang perilaku makan anak usia prasekolah (3-5 tahun) di RW II Desa Sidomulyo Kecamatan Jakenan Pati Jawa Tengah. b. Mendeskripsikan status gizi anak usia prasekolah (3-5 tahun) di RW II Desa Sidomulyo Kecamatan Jakenan Pati Jawa Tengah.
6 c. Menganalisis hubungan antara pola asuh keluarga tentang perilaku makan anak dengan status gizi usia prasekolah (3-5 tahun) di RW II Desa Sidomulyo Kecamatan Jakenan Pati Jawa Tengah. D. Manfaat Penelitian 1. Responden Menambah pemahaman dan pengetahuan ibu tentang pola asuh dengan status gizi anak di Desa Sidomulyo. 2. Peneliti Dilaksanakannya penelitian ini, peneliti dapat menambah pengetahuan tentang penelitian pola asuh keluarga dengan status gizi anak prasekolah usia 3-5 tahun serta meningkatnya keterampilan dan wawasan terhadap penelitian. 3. Keluarga/ Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi kepada para orang tua khususnya ibu dalam hal mengasuh anak agar dapat memilih dan menentukan pola asuh yang paling tepat yang dapat diterapkan pada anak usia prasekolah. 4. Tenaga Kesehatan Masukkan agar tenaga kesehatan untuk lebih jeli lagi dalam menangani status gizi anak pra sekolah usia 3-5 tahun untuk menurunkan angka gizi buruk/gizi kurang pada balita di Indonesia. E. Bidang Ilmu Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan anak dan komunitas.
7 F. Originalitas Keaslian No Nama Judul Desain Hasil 1. Ritayani Lubis (2008) Hubunganpolaasuh ibu denganstatus gizianak balita di wilayah kerja puskesmas Pantai Cermin kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat Desain diskriptif korelasi Cross Sectional Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pola asuh berdasarkan perhatian/dukungan ibu terhadap anak dalam pemberian makanan dengan status gizi anak balita. 2. Masitah Matondang (2007) Hubungan pola asuh gizi keluarga dengan status gizi balita (1-3 tahun) di Desa Sumurjomblangbogo Bojong Pekalongan Desain explanatory research(penelitian penjelasan) dengan pendekatan Cross Sectional Hasil penelitian menunjukkan bahwa terhadap hubungan yang bermakna antara pola asuh keluarga dengan status gizi balita 3. Noor Rofiqoh (2012) Hubungan pola asuh keluarga tentang perilaku makan anak dengan status gizi usia prasekolah (3-5 tahun) di RW II Desa Sidomulyo Pati Jawa Tengah Studi deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh keluarga tentang perilaku makan anak dengan status gizi usia prasekolah