BAB I PENDAHULUAN. komunikasi digital interaktif ini mampu menghubungkan masyarakat secara

dokumen-dokumen yang mirip
PENGATURAN TINDAK PIDANA CYBER PROSTITUTION DALAM UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU ITE)

BAB I PENDAHULUAN. ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PROSTITUSI SECARA ONLINE BERDASARKAN PERSPEKTIF CYBER CRIME

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkenaan dengan pembangunan teknologi,dewasa ini seperti

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak

PANANGGULANGAN KEJAHATAN MAYANTARA (CYBER CRIME) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA (STUDI DI DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA)

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. Surabaya, kegiatan prostitusi di lokalisasi prostitusi Dolly merupakan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. semakin cepat. Hal tersebut memiliki pengaruh pada perilaku konsumen yang

ANALISIS KASUS CYBERCRIME YANG TERPUBLIKASI MEDIA KASUS PENANGKAPAN WNA YANG DIDUGA KELOMPOK CYBERCRIME INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masuknya informasi dari luar negeri melalui media massa dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SANKSI PIDANA SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN HUMAN TRAFFICKING DI DUNIA MAYA

Pendahuluan. Bab I. A. Latar Belakang. Kebutuhan manusia akan komunikasi dan informasi pada zaman modern ini

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

I. PENDAHULUAN. perkembangan yang signifikan terhadap dunia teknologi informasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan akan menghasilkan sesuatu dari rangkaian tersebut. Misalnya. rangkaian radio menghasilkan suara, handphone menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. maju dan berkembang dengan pesatnya. Pertumbuhan internet yang dimulai

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) saat ini sudah menjadi elemen

CYBER LAW & CYBER CRIME

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE

BAB I PENDAHULUAN. moderen demi menunjang dan mempermudah kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

I. PENDAHULUAN. dan komunikasi ini menunjukan betapa pesat perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi mempermudah masyarakat untuk mengakses internet

BAB III PENUTUP. disimpulkan beberapa hal dalam penulisan ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

karya manusia dalam kemajuan Ilmu Pegetahuan dan Teknologi adalah Internet. yang lain. Berdasarakan komponen yang ada dalam internet maka terciptalah

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan teknologi jaringan komputer semakin meningkat, selain sebagai media

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEMILIK WEBSITE YANG MENGANDUNG MUATAN PORNOGRAFI

Keywords : Criminal Responsiblity Online Prostitution

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, baik di lingkup domestik (rumah tangga) maupun publik.

BAB I PENDAHULUAN. memperkecil kemungkinan membuat kesalahan, sehingga menjadikan

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI Universitas Mercu Buana Yogyakarta Program Studi : 1. Teknik Informatika

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

I. PENDAHULUAN. untuk saling bersosialisasi dengan siapapun dan dimanapun mereka berada.

BAB I PENDAHULUAN. masalah pelanggaran norma hukum saja, tetapi juga melanggar norma-norma

BAB I PENDAHULUAN. yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA CYBER CRIME (MAYANTARA)

TINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS PERAN PENYIDIK DALAM MELAKUKAN IDENTIFIKASI PERILAKU TINDAK PIDANA PERKOSAAN (STUDI DI POLRES KOTA MALANG)

CONTOH KASUS CYBER CRIME (KEJAHATAN DI DUNIA MAYA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak dalam

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PROSTITUSI MELALUI MEDIA ONLINE


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjalanan waktu dan kemajuan teknologi. tiga bagian yang saling terkait, yakni adanya produksi narkotika secara gelap

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. yang mencakup jenis serta dimensi- dimensi yang sebelumnya tidak ada. Semakin

BAB I PENDAHULUAN. telah mengakibatkan beragamnya pula aneka jasa-jasa (features) sebagai

I. PENDAHULUAN. negatif bagi manusia dan lingkungannya, yaitu ditandai dengan adanya kejahatan.

I. PENDAHULUAN. kehidupan lain seperti agama, kebudayaan, sosial, politik, kehidupan pribadi, masyarakat bahkan

ANALISIS YURIDIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGGUNA JASA PROSTITUSI DALAM PERSPEKTIF KUHP

BAB I PENDAHULUAN. Internet memberikan banyak manfaat bagi penggunanya, meskipun

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

I. PENDAHULUAN. Globalisasi sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang penting bagi sebuah kemajuan bangsa.seiring dengan

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Universitas Kristen Satya Wacana

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengadilan, serta Lembaga Pemasyarakatan. Keempat subsistem tersebut

BAB III PENUTUP. 1. Kendala Polda DIY dalam penanganan tindak pidana penipuan : pidana penipuan melalui internet dan minimnya perangkat hukum.

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

Keamanan Sistem Informasi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. demonstrasi di International Computer Communication Conference (ICCC) pada

BAB I PENDAHULUAN. melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang. sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial).

Pembahasan : 1. Cyberlaw 2. Ruang Lingkup Cyberlaw 3. Pengaturan Cybercrimes dalam UU ITE

BAB I PENDAHULUAN. Penyebaran pornografi saat ini erat hubunganya dengan perkembangan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang perkembangan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK. a. PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN HUKUM TENTANG DELIK PENIPUAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Hati-hati terhadap Tiket Pesawat Anda!

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi di Negara Republik Indonesia saat ini sudah berkembang sangat pesat, hal tersebut membawa perubahan positif dengan semakin cepatnya arus informasi pengetahuan di dalam masyarakat, media komunikasi digital interaktif ini mampu menghubungkan masyarakat secara cepat, mudah dan tanpa mengenal batas wilayah. Negara yang menguasai internet tersebut dapat dipastikan menjadi negara yang maju jika internet dipergunakan secara bijak terutama dalam bidang riset, pendidikan, administrasi, sosialiasi, networking dan bisnis, 1 Namun kemajuan teknologi tersebut juga menimbulkan dampak negatif seperti yang kita ketahui akhirakhir ini banyak terdapat kasus mengenai tindak pidana asusila yang terjadi melalui situs jejaring sosial salah satu contohnya yakni cyber prostitution. Cyber prostitution berasal dari dua kata yang masing-masing dapat berdiri sendiri yakni cyber dan prostitution.prostitusi berasal dari Bahasa Inggris yaitu prostitution.prostitusi dapat didefenisikan sebagai praktek melakukan hubungan seksual dengan ketidakpedulian emosional yang labil dan didasarkan pada pembayaran.cyber prostitutionmerupakan bagian dari cyber crime yang menjadi sisi gelap dari aktivitas di dunia maya. 1 Bunga, Dewi, 2012, Cyber prostitution (Diskursus Penegakan Hukum dalam Anatomi Kejahatan Transnasional), Udayana University Press, Denpasar, hal 1 1

2 Menurut Barda Nawawi Arief, cyber prostitution merupakan bagian dari cyber crime yang mengatakan bahwa delik kesusilaan yang terdapat dalam KUHP dapat juga terjadi di ruang maya (cyber space), terutama yang berkaitan dengan masalah pornografi, mucikari/calo, dan pelanggaran kesusilaan/ percabulan/perbuatan tidak senonoh/zina. 2 Keresahan akan aktivitas negatif di jejaring social tersebut sangat dirasakan oleh masyarakat, apalagi dengan beberapa pemberitaan di media massa tentang adanya cyber prostitution. Seiring dengan semakin merambahnya penggunaan internet di Indonesia, aktivitas cyber prostitutionjuga mengalami perkembangan.para pelaku mulai menggunakan situs-situs jejaring sosial seperti twitter, facebook dan beberapa situs lainnya untuk melancarkan aksinya.situs-situs yang awalnya digunakan untuk forum pertemanan, kini digunakan sebagai media transaksi seks.pemanfaatan internet untuk transaksi seks, atau paling tidakmempromosikan diri para Pekerja Seks Komersial (PSK), sesungguhnya bukan hal baru.sudah sejak lamabeberapa foto PSK seperti berasal dari lokalisasi Dolly di Surabaya, Jawa Timur, menghuni dunia maya.bahkan lewat fasilitas chatting, info yang beredar dimailing list mengenai perempuan yang bisa dipakai maupun situs-situs kencan,transaksi esek-esek bisa terjadi.namun, dengan tertangkapnya kedua tersangka nyata sudah bahwa jaringan virtual ini telah digunakan sebagai saranamemperdagangkan perempuan.ini artinya, penjahat telah melirik teknologiinformasi untuk menjalankan kejahatannya.meski promosi dan 2 DalamDewi Bunga, 2012, Prostitusi Cyber (Diskursus Penegakan Hukum dalam Anatomi Kejahatan Transnasional), Udayana University Press, Denpasar, hal 35

3 penawaran PSKyang menggunakan media cetak masih tetap berjalan.modus kejahatan transaksiseks lewat internet, menambah deret modus-modus kejahatan internet yang terjadidi Tanah Air. Perkembangan ini menjadi menarik sebab hadirnya modus kejahatandunia cyber ini paling tidak akan tetap menempatkan posisi Indonesia sebagaisalah satu negara terdepan dalam tindak kejahatan teknologi informasi. Berikut ini contoh dari beberapa modus yang mereka gunakan dalammenjaring pelanggan: a. Para Penjaja biasanya memasang nama pancingan di aplikasi chatting jejaring sosial seperti contohnya Bisa Pakai (Bispak), Pingin, Butuh, Bisa Bayar (Bisyar) dan masih banyak lagi. b. Target penjual jasa layanan seksual biasanya online di media chatting dan jejaring sosial seperti twitter, facebook dll. c. Memasang beberapa foto menantang serta memakai nama pancingan. d. Dalam perbincangan mereka mengeluh butuh uang karena faktor ekonomi. e. Setelah deal dalam transaksi, biasanya mereka minta dijemput atau langsung menuju hotel tempat pembeli check in. 3 Seperti yang kita ketahui pada awal bulan Oktober 2014 jajaran Ditreskrim Polda DIY berhasil menangkap pelaku bisnis prostitusi online, dilansir oleh Liputan6.com diketahui pria yang ditangkap merupakan mahasiswa S2 Hukum di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Kota Yogjakarta, Modus yang digunakan Pelaku yakni menawarkan layanan seks melalui media social Facebook.AKBP Djuhandani Rahardjo Puro selaku Waditreskrimum Polda DIY, menambahkan keterangan transaksi setiap kencan di media sosial bervariasi, rata-rata setiap Pekerja Seks Komersial (PSK) mendapat upah sementara antara Rp 1 Juta hingga Rp 1,5 Juta sekali kencan di hotel berbintang di wilayah Sleman. Sedangkan untuk pembagian hasil, pelaku mendapatkan 40% dan korban atau penyedia jasa prostitusi online mendapat 60%.selain Pelaku, Polisi juga mengamankan Nes alias Gendis (16) warga Ngablak, Magelang, Jawa Tengah. Dari penangkapan itu barang bukti yang diamankan berupa tiga unit telepon genggam, 11 alat kontrasepsi, dan uang Rp 2,5 juta. AKBP Djuhandani Rahardjo Puro menduga keduanya ditengarai menjalankan aksinya sejak 3 bulan lalu di akun Facebook milik mereka.polisi 3 Iswanda Abdul Illah, 2013, Prostitusi Online Di Lihat Dari Instrumen Hukum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik, Medan, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Hal. 11

4 juga sudah meminta keterangan beberapa perempuan yang ditengarai sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) kalangan tertentu.setidaknya ada 28 perempuan yang sudah dimintai keterangan Polda DIY. 4 Sebagai media komunikasi, internet dengan jejaring sosialnya seperti pisau bermata dua, segala sesuatu kini dapat di akses melalui internet, internet dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan peran aktif masyarakat dalam proses demokrasi dan menawarkan berbagai layanan yang bersifat membangun, tetapi juga bisa bersifat merusak karena berpotensi digunakan untuk kriminalitas, pengguna jejaring sosial yang masih awam perlu diberdayakan agar tidak menjadi sasaran empuk penjahat internet. Sebagai catatan, kejahatan melalui jejaring sosial bukanlah hal baru, melainkan perubahan bentuk kejahatan tradisional berbasis teknologi informasi dan komunikasi, maupun perluasan dari penggunaan internet.seperti penculikan dan pemerkosaan yang merupakan kejahatan tradisional, yang forum perkenalannya kini melalui jejaring sosial.prostitusi melalui jejaring sosial juga merupakan perubahan transaksi seks secara tradisional dan perluasan dari fasilitas chatting, info yang beredar di mailing list (milis) maupun situs-situs kencan. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tercantum dalam pasal 27 (1) yang berbunyi sebagai berikut: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. 4 Yus Arianto. Bisnis Prostitusi via Facebook Dibongkar, Mahasiswa S2 Dicokok.http://news.liputan6,com, diakses tanggal 19 Oktober 2014

5 Sesungguhnya dalam Pasal tersebut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah mencoba melindungi masyarakat dari kejahatan berbasis teknologi informasi yang bermuatan kesusilaan. Namun pada kenyatanya undang-undang ini tidak memberikan penjelasan mengenai dalam hal mana atau dengan syarat apa seseorang dapat mendistribusikan, mentranmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang bermuatan asusila tersebut sehingga ketidakjelasan unsur ini mengakibatkan timbulnya kekaburan norma.peraturan-peraturan tersebut belum cukup efektif untuk menjeratpara pelaku tindak pidana cyber prostitution karena masih terdapat kekurangan dan unsur-unsur tindak pidana yang terdapat dalam pasal 27 ayat (1) yangdigunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana cyber prostitution belum dimuat secarajelas. Kekaburan norma tersebut bisa menjadi penyebab seorang pelaku tindak pidanacyber prostitution bebas dari jeratan hukum, Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut, saya akan membahas mengenai bagaimanawujud / perbuatan dari mendistribusikan, mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan asusila tersebut sehingga diharapkan nantinya akan diketahui dengan jelas mengenai wujud / perbuatan tindak pidana cyber prostitution berdasarkan Pasal 27 (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

6 B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana Wujud/Perbuatan Mendistribusikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang Memiliki Muatan Melanggar Kesusilaan dalam cyber prostitution? 2. Bagaimana Wujud/Perbuatan Transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang Memiliki Muatan Melanggar Kesusilaan dalam cyber prostitution? 3. Bagaimana Wujud/Perbuatan Dapat Diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang Memiliki Muatan Melanggar Kesusilaan dalam cyber prostitution? C. Tujuan Penulisan Tujuan yang hendak dicapai dengan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana Wujud/Perbuatan MendistribusikanInformasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang Memiliki Muatan Melanggar Kesusilaan dalam cyber prostitution 2. Untuk mengetahui bagaimana Wujud/Perbuatan Transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang Memiliki Muatan Melanggar Kesusilaan dalam cyber prostitution 3. Untuk mengetahui bagaimana Wujud/Perbuatan Dapat Diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang Memiliki Muatan Melanggar Kesusilaan dalam cyber prostitution

7 D. Manfaat ( Untuk Subyek ) Penelitian Secara teoritis dengan adanya penelitian ini akan dapat memberikan sumbangsih bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai cyber prostitutiondalam bidang Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana serta Cyber Law. E. Kegunaan ( Untuk Obyek ) Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan akan memberi pengetahuan kepada kalangan akademisi dan masyarakat tentang bentuk/wujud cyber prostitution sebagai akibat negatif perkembangan dari tekhnologi internet 2. Penelitian ini diharapkan akan memberikan refrensi kepada Penegak Hukum dalam upaya memberantas tindak pidana cyber prostitution F. Metode Penulisan a. Menggunakan pendekatan Yuridis Sosiologis, yakni melihat hukum sebagai perilaku manusia dalam masyarakat b. Alasan Pemilihan Lokasi Penelitian Karena Penelitian saya adalah untuk menganalisis Cyber Prostitution dalam Pasal 27 (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sehingga saya memilih Polresta Malang sebagai Lokasi Penelitian agar mendapat jawaban dari rumusan permasalahan saya secara tepat dan akurat.

8 c. Jenis Data : (a) Data Primer : Merupakan jenis data, dokumen tertulism, file, rekaman, informasi, pendapat dan lain-lain yang diperoleh dari sumber yang utama/pertama. (b) Data Skunder : Merupakan data yang diperoleh dari dokumen tertulis, file, rekaman, informasi, pendapat dan lain-lain yang diperoleh dari sumber yang kedua. (Buku, Jurnal, Hasil Penelitian Terdahulu, dan lain-lain) Data Skunder terdiri dari : a) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. b) Bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.bahan hukum sekunder yang digunakan adalah literatur-literatur yang relevan dengan topik yang dibahas, baik literatur hukum (buku-buku teks (textbook) yang ditulis para ahli yang berpengaruh (de herseende leer), hasil penelitian, pendapat para pakar hukum, jurnal hukum yang berkaitan dengan topik penelitian maupun literatur non hukum, dan artikel-artikel yang diperoleh dalam media elektronik. Data sekunder bersumber dari dokumendokumen hukum baik dalam bentuk Undang-Undang dan

9 perjanjian internasional, literatur, jurnal, artikel dan majalah baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa asing. d. Tekhnik Pengumpulan Data Penelitian: Dalam melakukan penelitian ini, saya menggunakan Tekhnik Pengumpulan Data dengan Wawancara. Observasi, dan Studi Kepustakaan a) Populasi : Anggota Kepolisian yang bertugas di Wilayah Polresta Malang b) Sampel : Unit Reskrim Polresta Malang c) Responden : 1. AKP. Adam Purbantoro, S.H, S.IK selaku Kepala Satuan Reserse dan Kriminal 2. Aiptu. Rudi Handoko, S.H selaku Kepala Unit 3 Tindak Pidana Tertentu 3. Brig. Ferdios, S.H selaku Penyidik Pembantu Kepala Unit 3 Tindak Pidana Tertentu e. Tekhnik Analisa Data Dalam penelitian saya ini akan menggunakan Tekhnik Analisa Data secara Deskriptif Kualitatif. Burhan Ashsofa menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan metode Deskriptif Kualitatif yaitu dengan mengangkat fenomena yang terjadi di masyarakat melalui penggalian kasus-kasus konkrit dan keadaan hukum di lapangan yang mana terfokus pada pengkajian terhadap pemikiran, makna dan cara pandang

10 baik masyarakat, ahli hukum maupun penulis sendiri mengenai gejalagejala yang menjadi objek penelitian. G. Rencana Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Dalam Bab I ini akan menguraikan mengenai latar belakang apa yang menjadi ketertarikan dalam mengambil masalah dan rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan tujuan dan manfaat penelitian yang dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis. Selanjutnya menguraikan terkait dengan metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa bahan hukum dan sistematika penulisan diharapkan dapat mempermudah untuk memahami dan mempelajari hasil penelitian. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam Bab II ini akan menguraikan dan menjelaskan berbagai teori-teori hukum yang dapat mendukung peneliti dalam membahas dan menjawab rumusan masalah terkait dengan Analisis Cyber Prostitution dalam pasal 27 (1)Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

11 BAB III : PEMBAHASAN Dalam Bab III ini akan menjawab, menguraikan dan menganalisis secara rinci dan jelas terkait dengan rumusan masalah yang berhubungan dengan Analisis Cyber Prostitution dalam pasal 27 (1)Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan berdasarkan berbagai teori-teori hukum yang telah diuraikan dalam bab II dalam penelitian hukum ini. BAB IV : PENUTUP Dalam Bab IV berisi kesimpulan-kesimpulan mengenai seluruh ringkasan hasil penelitian, sedangkan saran merupakan sumbangan pemikiran dari penulis.