Hubungan Karakteristik Remaja dengan Pengetahuan Remaja Mengenai Kesehatan Reproduksi di Kota Cimahi

dokumen-dokumen yang mirip
Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA `KELAS VII DAN VIII DI SMP NEGERI 7 KOTA SUKABUMI

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

GAMBARAN MEDIA INFORMASI, PENGARUH TEMAN, TEMPAT TINGGAL DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) DENGAN SIKAP TERHADAP ABORSI DI KELURAHAN NGEMPLAK SIMONGAN KOTA SEMARANG

Yusnidar 1*) ABSTRAK. 1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS REMAJA DI SMK FARMASI HARAPAN BERSAMA KOTA TEGAL

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan, dan pusat-pusat. keluarga yang berantakan dan ada masalah dengan orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. anak - anak dan sebelum dewasa yaitu dari usia Menurut WHO,

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29,

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa dan relatif belum mancapai tahap kematangan mental sosial

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Seks bebas adalah hubungan seksual terhadap lawan jenis maupun

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan tahap kehidupan seseorang mencapai proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP SEKS PRANIKAH SISWA DI SMAN 1 SEMIN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki jumlah remaja sebesar 43,5 juta jiwa (usia 10-

Dosen Prodi D III Kebidanan STIKes Kendedes Malang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR DENGAN PENCEGAHAN KISTA OVARIUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

ANALISIS PERILAKU SEKSUAL SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 2 BANTUL TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. data BKKBN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

Media Informasi Cenderung Meningkatkan perilaku seks Pada Remaja SMP di Jakarta Selatan

Devita Zakirman Stikes Jend. A. Yani Cimahi

WAHANA INOVASI VOLUME 5 No.2 JULI-DES 2016 ISSN :

Volume 2 / Nomor 2 / November 2015 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dimulai pada usia 9-14 tahun dan prosesnya rata-rata berakhir pada

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. beralamat di Jalan Kapten Pierre Tendean No. 19, Wirobrajan, Kota

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN UPAYA MEMPERSIAPKAN MASA PUBERTAS PADA ANAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. antara 10 hingga 19 tahun (WHO). Remaja merupakan suatu

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KB SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEPATUHAN IBU MELAKUKAN KUNJUNGAN ULANG DI SIDOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG TRIAD KRR DI SMAN KECAMATAN KISARAN TAHUN 2013

Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil tentang Pemanfaatan Kelas Ibu Hamil di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. BKKBN merupakan singkatan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

Transkripsi:

ISBN 978-979-3541-50-1 IRWNS 2015 Hubungan Karakteristik Remaja dengan Pengetahuan Remaja Mengenai Kesehatan Reproduksi di Kota Cimahi Wisdyana SPWP 1, Tri Setiowati 2 1 STIKES A. Yani Cimahi-40533 Indonesia email: wisdyana.spwp@gmail.com 2 STIKES A. Yani Cimahi-40533 Indonesia email: trisetiowati@yahoo.co.id ABSTRAK Permasalahan remaja Indonesia semakin memprihatinkan dan salah satu penyebabnya adalah pengetahuan remaja mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). Banyak faktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakterisitk remaja dengan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi di Kota Cimahi tahun 2013. Jenis penelitian yang digunakan studi cross sectional. Populasi penelitian adalah siswa di SMP Kota Cimahi sebanyak 109 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakaan uji chi-square. Hasil penelitian ada hubungan antara jenis kelamin kesehatan reproduksi, tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan sumber informasi kesehatan reproduksi. Disarankan kepada remajai agar lebih meningkatkan pengetahuannya mengenai kesehatna reproduksi melalui berbagai sumber informasi yang akurat dan petugas kesehatan memberikan informasi kesehatan reproduksi kepada remaja secara berkesinambungan dan melakukan monitoring serta evaluasi. Kata kunci : Jenis kelamin, pendidikan, sumber informasi, pengetahuan, kesehatan reproduksi, remaja, Chi-square 184

1.1 PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa kritis dimana terjadi perubahan fisik secara cepat yang tidak seimbang dengan perubahan mental-emosional karena sebagai masa peralihan dari anak menuju dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Remaja adalah kelompok penduduk yang berusia 12-24 tahun (WHO, 2012). WHO memperkirakan kesehatan reproduksi yang buruk berjumlah 33% pada perempuan dibandingkan dengan pria 12,3%. Permasalahan kesehatan reproduksi remaja di Indonesia merupakan tujuan ketiga MDG s yaitu kesepakatan untuk mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan termasuk upaya peningkatan kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya atau suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman (WHO, 2012). Kesehatan reproduksi merupakan ilmu yang mempelajari alat dan fungsi reproduksi, sebagai bagian integral sistem tubuh manusia lainnya dan hubungan secara timbal balik dengan lingkungannya, termasuk lingkungan sosial (Martaadisoebrata, 2005). Remaja di dunia 29%, dan di negara berkembang 80%. Di Indonesia, populasi remaja cukup besar yaitu 18,3% (lebih dari 43 juta). Permasalahan remaja Indonesia semakin memprihatinkan (Darmasih, 2011). Peningkatan hubungan seks diluar nikah usia 13-18 tahun sebesar 63%, 60% tanpa alat kontrasepsi, 85% dilakukan di rumah sendiri, 62,7% remaja SMP tidak perawan lagi dan 21,2% mengaku aborsi. Remaja juga berhubungan dengan perilaku berisiko tinggi sebagai bentuk identitas diri. Berdasarkan SKRRI 2010, pertama merokok usia 15-19 tahun (43,3%) meningkat dari tahun 2007 (33,1%). Berdasarkan laporan triwulan Ditjen P2PL, Kemenkes, sampai dengan September 2011 persentase kumulatif kasus AIDS terbesar 47,8% pada kelompok umur 20-29 tahun, 80% remaja usia 11-15 tahun menunjukkan perilaku risiko tinggi, seperti berkelakuan buruk di sekolah, penyalahgunaan obat, perilaku antisosial (mencuri, berkelahi, atau bolos), 50% mengemudi dalam keadaan mabuk, 50% pengguna marijuana, 65% perokok, dan 82% pengguna alkohol. Salah satu penyebab permasalahan diatas akibat pengetahuan remaja mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) masih kurang dan tidak tepat. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2010). Dengan demikian diperlukan adanya pendidikan kesehatan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku positif remaja tentang KRR. Dengan mengetahui informasi yang benar dan berbagai risikonya, diharapkan remaja lebih bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Semakin awal pendidikan kesehatan diberikan, maka remaja akan semakin mampu bertanggung jawab. Materi KRR meliputi pertumbuhan dan perkembangan remaja, perkembangan seksual remaja, kebersihan organ reproduksi, perilaku seksual berisiko, pergaulan bebas, IMS dan HIV/AIDS, pelecehan seksual, kehamilan, serta hak reproduksi remaja (Amelia, 2010). Menurut Fitriani, Kabid Promkes Dinkes Kota Cimahi, tahun 2011 penyebaran HIV/AIDS melalui perilaku seks bebas mengalami peningkatan (23%). Saat ini jumlah kasus HIV/AIDS di Cimahi sebanyak 146 kasus, meningkat dari tahun 2010 (137 kasus) dan 2009 (111 kasus). Berdasarkan hasil survei pendahuluan, didapatkan data dari Unit Kesehatan Sekolah (UKS) Dinas Kesehatan Kota Cimahi, seluruh SMP dan SMA sudah memiliki UKS, namun prosentase Kader Kesehatan Reproduksi 185

(KKR) di tingkat SMP 5,29%, lebih rendah dibandingkan SMA 5,86%, meskipun angka penyakit yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi di SMP lebih sedikit (187 kasus) dibandingkan SMA (234 kasus). Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 remaja, peneliti mendapatkan informasi mengenai pengetahuan remaja tentang pendidikan kesehatan reproduksi. Dari 10 orang ternyata hanya 4 orang (40%) yang mengetahui sepenuhnya, seperti organ reproduksi laki-laki dan perempuan, kehamilan, perawatan kebersihan diri, risiko reproduksi, dan kekerasan seksual serta sebagian besar dari mereka hanya mengetahui sebagian saja. Menurut Abineno (1999), peranan orang tua dan masyarakat sangat diperlukan, terutama untuk dapat memberikan informasi kepada remaja mengenai kesehatan reproduksi dan apa saja yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan reproduksi mereka. Jenis kelamin adalah Klasifikasi seseorang berdasarkan laki-laki dan perempuan. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang ditempuh seseorang. Sumber informasi adalah pemberi informasi seputar kesehatan reproduksi yang didapatkan seseorang (Mubarak, 2011). Dengan demikian dapat disimpulkan beberapa sub masalah adanya hubungan karakteristik remaja dengan pengetahuan mengenai KRR. Sub masalah tersebut dijadikan sebagai beberapa variabel penelitian, yaitu: (1) jenis kelamin, (2) tingkat pendidikan orangtua, dan (3) sumber informasi. Beberapa variabel tersebut dirumuskan sebagai pertanyaan penelitian untuk djadikan fokus pembahasan yaitu apakah jenis kelamin, tingkat pendidikan orangtua dan sumber informasi berhubungan KRR?. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakterisitk remaja dengan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi. Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ho : Tidak ada hubungan antara karakteristik remaja dengan pengetahuan remaja mengenai KRR. Ha : Ada hubungan antara karakteristik remaja dengan pengetahuan remaja mengenai KRR. 1.2 METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini menggunakan studi cross sectional yaitu mengumpulkan data karakteristik remaja dan pengetahuannya dalam satu waktu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa di SMP Kota Cimahi tahun 2013. Sampel penelitian ini adalah siswa SMP di Kota Cimahi yang diiambil dengan teknik purposive sampling yaitu sekolah dan kelas dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dari Dinas Pendidikan, lalu dilakukan pengambilan sampel di tiap sekolah dengan teknik proportional sampling, total sampel sebanyak 109 siswa yang telah memenuhi kriteria inklusi. Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji statistik chi-square. 186

1.3 HASIL PENELITIAN 1.3.1 Hasil Penelitian Tabel 1. Gambaran Pengetahuan Remaja Pengetahun 1. Kurang 2. Cukup 3. Baik Karakteristik Tabel 2. Hubungan Karakteristik Remaja dengan Pengetahuan Jumlah sampel N % 15 51 43 13,8 46,8 39,4 Karakteristik Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan Tingkat pendidikan Ibu 1. Dasar (SD-SMP) 2. Menengah (SMA) 3. Tinggi (PT) Ayah 1. Dasar (SD-SMP) 2. Menengah (SMA) 3. Tinggi (PT) Sumber informasi 1. Media cetak 2. Media elektronik 3. Teman sebaya 4. Tenaga medis Ket.: X 2 = Uji Chi-square Pengetahuan (%) Kuran Cukup Baik (%) g 26,7 73,3 20,0 53,3 26,7 13,3 40,0 46,7 33,3 40,0 13,3 13,3 62,7 37,3 23,5 43,1 33,3 15,7 51,0 33,3 27,5 29,4 21,6 21,6 58,1 41,9 16,3 55,8 27,9 9,3 51,2 39,5 32,6 27,9 20,9 18,6 56 44 20,2 49,5 30,3 12,8 49,5 37,6 30,3 30,3 20,2 19,3 P value 0,044 0,788 0,794 0,949 Grafik 1. P value dari Karakteristik Remaja 187

1.3.2 Pembahasan Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa pengetahuan remaja di Kota Cimahi mengenai kesehatan reproduksi sebagian besar cukup yaitu sebesar 46,8%. Menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman pribadi maupun orang lain dan lingkungan sekitarnya, sehingga mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama dianut oleh seseorang dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Sehingga peneliti berasumsi bahwa remaja di kota Cimahi dapat lebih meningkatkan lagi pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dikarenakan sudah cukup memahami mengenai kesehatan reproduksi, sehingga diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku menjadi lebih baik dalam menjaga kesehatan reproduksi. Berdasarkan tabel 2, menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin kesehatan reproduksi (p-value = 0,044). Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengalaman, tingkat pendidikan, fasilitas dan keyakinan. Remaja lakilaki dan perempuan tentunya tidak sama dalam menyikapi masalah kesehatan reproduksi, sehingga berpengaruh juga terhadap penerimaan informasi mengenai kesehatan reproduksi. Selain itu, faktor keyakinan, baik pada remaja laki-laki maupun perempuan sangat berbeda. Contohnya, perempuan berisiko hamil jika melakukan seks bebas. Hal ini membuat keyakinan perempuan sangat kuat dalam menjaga kesehatan reproduksinya dibandingkan laki-laki. Selain itu, laki-laki biasanya lebih merasakan penasaran terhadap informasi mengenai kesehatan reproduksi, sedangkan perempuan lebih merasa takut dan malu dalam membahas masalah kesehatan reproduksi. Hal tersebut dapat mempengaruhi pengetahuan kesehatan reproduksi remaja pada laki-laki dan perempuan. Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan ibu adalah menengah (49,5%) dan memiliki pengetahuan baik (55,8%). Selain itu, tabel diatas menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi (p value = 0,788). Berdasarkan tabel 4.2, menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan ayah adalah menengah (49,5%) dan memiliki pengetahuan baik (51,2%). Selain itu, tabel diatas menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ayah dengan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi (p value = 0,794). Pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang sesuai pengetahuan yang dipelajarinya. Sejumlah pengetahuan yang telah dikuasai seseorang akan memudahkan orang mempelajari pengetahuan lain. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin mudah dalam menerima informasi akibat penguasaan pengetahuan/informasi sebelumnya sehingga informasi baru merupakan tambahan dari informasi yang sudah ada sebelumnya. Namun ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan, yaitu pengalaman, keyakinan dan fasilitas. Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa sebagian besar sumber informasi mengenai kesehatan reproduksi didapatkan dari media cetak dan elektronik (30,3%). Seiring dengan perkembangan zaman yang beralih pada teknologi yang semakin canggih, remaja semakin mudah mendapatkan 188

informasi melalui media elektronik dibandingkan media cetak. Tabel 2 menunjukkan tidak ada hubungan antara sumber informasi kesehatan reproduksi (p value = 0,949). Berdasarkan teori, fasilitas dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan. Media cetak serta elektronik serta buku-buku merupakan fasilitas sumber informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat (Suryanto, 2010). Banyak tersedia informasi dan dapat memperoleh informasi sesuai kebutuhannya. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi akan memungkinkan setiap orang memperoleh informasi secara cepat, tepat, dan akurat. Orang dapat berhubungan dengan konsultan ahli melalui radio, TV, majalah dan lainlain. Banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, diantaranya pengalaman, tingkat pendidikan dan keyakinan yang kemungkinan berhubungan dengan pengetahuan remaja. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Putri yang menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, sumber informasi, dan peran orangtua berpengaruh secara siginifikan terhadap perilaku seks pranikah pada remaja (Putri, 2012). Jika dikaji lebih dalam lagi, masih banyak faktor-faktor selain sumber informasi dan tingkat pendidikan orangtua yang mempengaruhi pengetahuan remaja mengenai KRR, diantaranya umur, minat, pengalaman, pekerjaan orangtua, keyakinan remaja dan orangtua itu sendiri mengenai pentingnya pendidikan KRR dan budaya sekitar (Notoatmodjo, 2003 ; Mubarak, 2011). Gambar 1. Hubungan Karakteristik Remaja dengan Pengetahuan 1.4 SIMPULAN DAN SARAN 1.4.1 Simpulan Ada hubungan antara jenis kelamin kesehatan reproduksi. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan orangtua dan sumber informasi dengan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi 1.4.2 Saran Diharapkan kepada remaja agar lebih meningkatkan pengetahuannya mengenai kesehatan reproduksi melalui berbagai sumber informasi yang akurat dan diharapkan petugas kesehatan memberikan informasi kesehatan reproduksi kepada remaja secara berkesinambungan dan dapat melakukan monitoring dan evaluasi dengan baik 189

DAFTAR PUSTAKA Amelia R. 2010. Remaja. http://repositoryusuacid/bitstream/12345678 9/16726/4/ Chapter%20IIpdf. Budiman. 2011. Penelitian Kesehatan. Bandung : Refika Aditama. Darmasih R, Setiyadi NA, T. AG. Kajian Perilaku Sex Pranikah Remaja SMA di Surakarta. Jurnal Kesehatan. 2011;4 No.2 Depkes. Pedoman pelaksanaan kegiatan komunikasi, informasi, edukasi kesehatan reproduksi. Jakarta: Dinas Kesehatan Prov.Jabar; 2005. Depkes. 2011. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja. http://www.kesehatananak.depkes.go.id/inde x.php?option=com_content&view=article&i d=68:pelayanan-kesehatan-peduli-remajapkpr&catid=39:subdit-4&itemid=82. IDAI SR. 2009. Masalah Kesehatan Mental Emosional Remaja. http://wwwidaiorid/remajaasp. Kusmiran, E. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta : Salemba Medika. Martaadisoebrata D, Sastrawinata S, Saifuddin AB. Bunga Rampai Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta: YBP-SP; 2005: 57-292. Mubarak WI. Promosi Kesehatan untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika; 2011: 32-135. Notoatmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta; 2003: 5-64 Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2010: 60-3. Nugrahaeni,DK, Mauliku,NE. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cimahi:STIKES A. Yani Press. Priyatno, Dwi. 2010. Teknik Mudah dan Cepat Melakukan Analisis Data Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta:Gava Media. Putri AF, Risma D, Zahtamal. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seks Pranikah pada Remaja SMA di Rengat Kabupaten Indragiri Hulu. 2012. Riduwan. 2011. Belajar Mudah Penelitian. Bandung:Alfabeta. Riskesdas. Riset Kesehatan Dasar 2010: Balitbangkes Kemenkes RI. 2010. Suryanto, Kuwatono. Peran Media Massa dalam Perilaku Seksual Remaja di Kota Semarang. Jurnal Semai Komunikasi. 2010;1 No. 1:15-31. WHO. Kesehatan Keluarga dan Masyarakat Indonesia. [database on the internet. 2012. Available from: http://www.who.or.id 190