BAB I PENDAHULUAN. keadaan normal lama menstruasi berkisar antara 3-7 hari dan rata-rata berulang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN SINDROM PRA MENSTRUASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. bangsa di masa mendatang. Remaja adalah mereka yang berusia tahun dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan lambat. Pada masa ini seorang perempuan mengalami perubahan, salah satu diantaranya adalah menstruasi (Saryono, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pubertas meliputi suatu kompleks biologis, morfologis, dan

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa dan merupakan periode kehidupan yang paling banyak terjadi

BAB I PENDAHULUAN. menghilang pada saat menstruasi (Syiamti & Herdin, 2011). wanita meliputi kram atau nyeri perut (51%), nyeri sendi, otot atau

2013 GAMBARAN TINGKAT STRES PADA ANAK USIA SEKOLAH MENGHADAPI MENSTRUASI PERTAMA (MENARCHE) DI SEKOLAH DASAR NEGERI GEGERKALONG GIRANG

BAB I PENDAHULUAN. 50% perempuan disetiap dunia mengalaminya. Dari hasil penelitian, di

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN SINDROM PREMENSTRUASI PADA MAHASISWI TINGKAT II AKADEMI KEBIDANAN ESTU UTOMO BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. itu, orang menyebutnya juga sebagai masa yang paling rawan. Keindahan dan

BAB I PENDAHULUAN. menstruasi atau disebut juga dengan PMS (premenstrual syndrome).

BAB V PEMBAHASAN. menjawab pertanyaan penelitian yaitu untuk mengetahui apakah terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya mengalami periode menstruasi atau haid. Menstruasi adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebelum dan selama menstruasi bahkan disertai sensasi mual. 1 Dalam istilah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, menunjukkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa pubertas adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa yang paling penting karena pada masa ini

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perempuan memiliki siklus menstruasi yang berbeda-beda, namun hampir 90% wanita memiliki siklus hari dan hanya 10-15%

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian bawah dan paha (Badziad, 2003). Dismenorea merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. remaja yaitu perubahan perubahan yang sangat nyata dan cepat. Anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi pada seorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja (pubertas) merupakan masa transisi antara masa anak dan dewasa

BAB I PENDAHULUAN. anak gadis terjadi antara umur 10 dan 16 tahun (Knight, 2009). Menstruasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Menstruasi adalah pendarahan periodik dan siklik dari uterus, disertai

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN SINDROMA PRAMENSTRUASI PADA SISWI SMP NEGERI 4 SURAKARTA

BAB I PANDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja sering disebut dengan masa pubertas. Dimana masa

BAB I PENDAHULUAN. terutama pada remaja putri yang nantinya akan menjadi seorang wanita yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tingkat Pengetahuan Mahasiswi Akademi Farmasi Yamasi Makassar Terhadap Penanganan Nyeri Haid (Dysmenorrhea)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Wanita mulai dari usia remaja hingga dewasa normalnya akan mengalami

Daftar Pustaka : 21 ( ) Kata kunci: Dismenore, Intensitas dismenore, Senam dismenore

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu. Meskipun menstruasi adalah proses fisiologis, namun banyak perempuan

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI DENGAN PERILAKU MENGATASI GEJALA PREMENSTRUASI SYNDROME (PMS) DI MAN MODEL KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

BAB I PENDAHULUAN. antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Menurut WHO (World

TINGKATAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PREMENSTENSION KELAS X

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik secara fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti susah diatur dan lebih sensitif terhadap perasaannya (Sarwono, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. fisik seperti sakit perut, jantung berdebar, otot tegang dan muka merah. Lalu

GAMBARAN TANDA DAN GEJALA PRE MENSTRUAL SYNDROME PADA REMAJA PUTRI DI SMK N 9 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang. Usia remaja berlangsung antara umur tahun, dengan

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesehatan reproduksi (Wulandari, 2012). 2003). Remaja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja atau pubertas adalah usia antara 10 sampai 19 tahun, dan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas yang lain. Menurut Proverawati (2009:107), bahwa gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. fisik terjadinya kematangan alat reproduksi, salah satunya adalah datangnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS VI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orangorang

BAB I PENDAHULUAN. timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, dan berakhir jika sudah ada kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia kerja yang semakin lesu pada saat ini, tetap mampu membuat

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan secara proses maupun fungsi pada sistem reproduksi manusia.

PROFESI Volume 11 / Maret Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengambil peran yang cukup besar daripada ayah terutama pada. perkembangan anak perempuan, karena kesamaan gender dan

BAB I PENDAHULUAN. selaput dinding perut atau peritonitis ( Manuaba, 2009). salah satunya adalah Keputihan Leukorea (Manuaba, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak. menuju masa dewasa. Banyak perubahan-perubahan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Setiap peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus pada masa remaja yang dimana terjadi proses pertumbuhan

2015 PROFIL KONSENTRASI BELAJAR SISWI YANG MENGALAMI DISMENORE

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat yaitu A,H,C,dan D. PMS A (Anxiety) ditandai dengan gejala

BAB I PENDAHULUAN. menarche sampai menopause. Permasalahan dalam kesehatan reproduksi

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN INTENSITAS PREMENSTRUAL SYNDROME

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terhadap stress (Isnaeni, 2010). World Health Organization (WHO) dan belum menikah (WHO dalam Isnaeni, 2010).

KARYA TULIS ILMIAH. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Kebidanan (AM.Keb)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional

BAB I PENDAHULUAN. terlihat sembab, sakit kepala, dan nyeri dibagian perut 1. dengan PMS (Premenstruation Syindrom). Bahkan survai tahun 1982 di

BAB I PENDAHULUAN. Pre menopause syndrome merupakan masalah yang timbul akibat pre

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa-masa yang akan dilalui dengan berbagai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Persiapan Penelitian. Salah satu tahap yang harus dilalui oleh peneliti sebelum melakukan

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

Hubungan Olahraga Dengan Kejadian Dismenorea Mahasiswi Tingkat 1 Akademi Keperawatan Pemkab Ngawi

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis dan sosial (Rudolph, 2014). Batas usia remaja menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke dewasa. Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan dalam rentang kehidupan manusia. Remaja sudah tidak termasuk dalam golongan anak-anak, tetapi belum juga bisa dikatakan ke dalam golongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak-anak dan orang dewasa, remaja belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya (Mursintowati, 2008). Pada tahap ini remaja akan mengalami suatu perubahan fisik, seksual, dan psikososial sebagai ciri dalam masa pubertas. Identitas seksual secara normal mencapai kesempurnaan sebagaimana organ-organ reproduksi mencapai kematangan ditandai dengan menstruasi (Dianawati, 2006). Menstruasi adalah proses alamiah yang terjadi pada perempuan. Menstruasi merupakan perdarahan sebagai tanda bahwa organ kandungan telah berfungsi matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah pendarahan rahim yang sifatnya fisiologik (normal) yang datangnya teratur setiap bulan (siklus haid). Pada keadaan normal lama menstruasi berkisar antara 3-7 hari dan rata-rata berulang setiap 22-35 hari. Usia awal haid adalah 10 hingga 16 tahun, faktor seperti keturunan dan kesehatan berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya awal haid (Zulaikha, 2010).

2 Perempuan dapat memiliki berbagai masalah dengan menstruasi atau haid mereka. Masalah tersebut berupa tidak mengalami menstruasi sampai menstruasi berat dan berkepanjangan, tidak teratur, rasa sakit saat menjelang haid atau saat haid datang. Premenstrual Syndrome (PMS) adalah masalah kesehatan umum, kumpulan gejalan fisik, psikologis, dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita. PMS merupakan kumpulan gejala akibat perubahan hormonal yang berhubungan dengan siklus saat ovulasi dan haid, sindrom itu akan menghilang pada saat menstruasi dimulai sampai beberapa hari setelah selesai haid. Ada banyak faktor yang diduga menjadi penyebab timbulnya PMS. Beberapa faktor penyebab PMS yaitu faktor hormonal, faktor kimia, faktor genetik, faktor psikologis, dan gaya hidup (Laila, 2011). Beberapa gejala Premenstrual Syndrome (PMS) dapat terjadi, gejala yang dirasakan bisa gejala fisik maupun psikologis. Gejala fisik yang dialami sebagian wanita adalah rasa lesu, bayangan hitam dibawah mata, munculnya jerawat pada wajah, perut menjadi kembung, pinggul pegal-pegal. Gejala psikologis yang biasanya dialami adalah mudah kecemsan, tersinggung, kegelisahan, perasaan tidak nyaman, menjadi lekas marah dan emosional, hal tersebut menjadi gejala umum yang kompleks, banyak wanita yang tiba-tiba menjadi emosional dan marah-marah, kesal terhadap diri sendiri maupun orang lain disekitarnya (Saryono, 2009). Remaja yang mengalami menstruasi akan lebih cepat murung, khawatir, cemas, marah dan menangis hanya karena hasutan yang sangat kecil. Selama masa Pre Menstruasi dan awal menstruasi, sensitivitas emosi dan suasana hati yang

3 negatif ini sering terjadi (Adrianto, 2007). Hal ini dapat diperkuat dengan pernyataan bahwa kecemasan yang terjadi saat Premenstrual Syndrome dapat mempengaruhi kerja hipotalamus. Hipotalamus akan mempengaruhi kerja hormon yang akhirnya menjadi tidak seimbang yang akan mengakibatkan kadar serotin di otak menurun. Kadar serotin rendah akan menimbulkan banyak keluhan seperti payudara nyeri, pinggang terasa sakit, nyeri perut, pembengkakan tangan dan kaki, mudah lelah, pusing, dan perubahan mood (Affandi, 2006). Premenstrual Syndrome merupakan salah satu bentuk stressor fisiologis dan psikologis yang dapat menyebabkan kerapuhan fisik/mental sehingga dapat dikatakan bahwa Premenstrual Syndrome dapat memicu kecemasan pada remaja (Prawirohardjo, 2006). Perilaku manusia merupakan proses interaksi individu dengan lingkungan, aktivitas yang timbul karena adanya stimulus. Perilaku setiap manusia pasti tidak sama saat akan mengalami menstruasi tergantung dengan tingkat kecemasan dan tingkat pengetahuannya, bagaimana tingkat kecemasan dan tingkat pengetahuan mempengaruhi perilaku seseorang mengatasi sindrom premenstruasi, pengetahuan sendiri akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan dalam berperilaku (Setiawati, 2008). Wawancara yang dilakukan peneliti pada bulan Desember 2014 dengan guru SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar yaitu Ibu Maya, didapatkan data jumlah siswa kelas IV, V, dan VI yaitu laki-laki sebanyak 32 dan siswa perempuan sebanyak 52. Ibu Maya menjelaskan bahwa siswi putri sering mengalami keluhan-

4 keluhan menjelang menstruasi, keluhan yang sering dirasakan adalah sakit perut. Bapak Nanda sebagai guru oalahraga menambahkan jika siswi putri kadang tidak mengikuti pelajaran olahraga karena keluhan-keluhan yang mereka rasakan. Upaya penanganan yang biasa dilakukan adalah istirahat di UKS, mengoleskan minyak kayu putih pada daerah nyeri, minum obat pengurang rasa sakit (analgesik). Wawancara juga dilakukan dengan 7 siswi kelas VI, mereka mengatakan sering merasa cemas menghadapi menstruasi, mereka merasa tidak nyaman ketika menstruasi datang, konsentrasi dalam belajar pun akan terganggu, selain itu mereka mengatakan sering mengalami keluhan-keluhan sebelum menstruasi, yang paling meraka rasakan yaitu sakit perut, penanganan yang biasanya diberikan oleh orang tua atau guru adalah mengoleskan minyak kayu putih dan minul obat pengurang rasa sakit (analgesik). Dari uraian di atas, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Kecemasan Terhadap Perilaku Mengatasi Premenstrual Syndrome (PMS) siswi SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1.2.1 Bagaimana Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Terhadap Perilaku Mengatasi Premenstrual Syndrome (PMS) pada Siswi SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar? 1.2.2 Bagaimana Hubungan antara Tingkat Kecemasan Terhadap Perilaku Mengatasi Premenstrual Syndrome (PMS) pada Siswi SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar?

5 1.2.3 Bagaimana Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Kecemasan Terhadap Perilaku Mengatasi Premenstrual Syndrome (PMS) pada Siswi SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar? 1.3 TUJUAN 1.3.1 Tujuan Umum Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Kecemasan Terhadap Perilaku Mengatasi Premenstrual Syndrome (PMS) Siswi SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar.. 1.3.2 Tujuan Khusus Dari pembahasan di atas, tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan tentang premenstrual syndrome siswi SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar. 2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan tentang premenstrual syndrome siswi SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar.. 3. Menganalisa Hubungan antara tingakat pengetahuan dan tingkat kecemasan terhadap perilaku mengatasi Premenstrual Syndrome (PMS) Siswi SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar.

6 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan dan pengetahuan peneliti, serta menjadi pengalaman nyata dalam melakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan dengan perilaku mengatasi Premenstrual Syndrome (PMS). 1.4.2 Manfaat Bagi Siswa Sebagai sarana menambah wawasan dan pengetahuan bagi para siswa tentang bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan dengan perilaku mengatasi Premenstrual Syndrome (PMS). 1.4.3 Manfaat Bagi Sekolah Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat untuk pihak sekolah karena akan menjadi bahan acuan untuk pendidikan dan pembinaan dalam perilaku mengatasi premenstrual syndrome. 1.4.4 Manfaat Bagi Instansi Kesehatan dan Dinas Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi instansi kesehatan guna mengetahui masalah pada remaja putri, serta dapat digunakan sebagai rujukan untuk penelitian berikutnya dan dapat menambah pengetahuan di bidang ilmu keperawatan tentang perilaku remaja putri dalam mengatasi Premenstrual Syndrome (PMS)

7 1.4.5 Instansi Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber dan referensi bagi keperawatan maternitas dalam sekolah guna mempertahankan dan meningkatkan kesehatan fisik, kesehatan mental, dan kesehatan lingkungan. 1.5 KEASLIAN PENELITIAN 1.5.1 Singal (2013) telah melakukan penelitian yang berjudul Tingkat Kecemasan pada Mahasiswi yang Mengalami Sindrom Premenstruasi di Asrama Lili Universitas Advent Indonesia Bandung. Sebanyak 22 (55%) responden mengalami gejala premenstruasi sindrom, dan 18 (20%) responden mengalami gejala berat. Mahasiswi yang dijadikan sampel sebanyak 40 mahasiswa, didapatkan hasil penelitian yaitu sebanyak 26 (65%) responden mengalami kecemasan ringan, 6 (15%) responden mengalami kecemasan sedang, dan 8 (20%) responden yang mengalami kecemasan berat. Pada penelitian ini variabel independennya adalah tingkat kecemasan. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti variabel independen juga menggunakan tingkat kecemasan ditambah dengan tingkat pengetahuan, sedangkan variabel dependennya yaitu perilaku mengatasi premenstrual syndrome (PMS). Tempat dan waktu juga berbeda, penelitian ini dilakukan di Asrama Lili Universitas Advent Indonesia Bandung pada tahun 2013, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti bertempat di SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar pada tahun 2014. 1.5.2 Penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2012) tentang Perilaku Remaja Putri dalam Mengatasi Sindrom Premenstruasi (PMS) di SMP Negeri 4 Ngrayum

8 Kabupaten Ponorogo, dari penelitian didapatkan 46 responden pada siswi SMP Negeri 4 Ngrayum Kabupaten Ponorogo dapat disimpulkan bahwa perilaku remaja putri dalam mengatasi sindrom premenstruasi adalah 19 responden (52,77%) berperilaku negatif dan 17 responden (47,23%) berperilaku positif. Pada penelitian ini hanya membahas tentang bagaimana perilaku remaja putri mengatasi sindrom premenstruasi, sedangkan penelitiaan yang dilakukan oleh peneliti menggunakan variabel independen yaitu tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 4 Ngrayum Kabupaten Ponorogo pada tahun 2012, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dilakukan di SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar pada tahun 2014. 1.5.3 Siyamti, dkk (2011) dalam penelitiannya Hubungan Antara Tingkat Kecemasan dengan Sindrom Premenstruasi pada Mahasiswi Tingkat II Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali, dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut; kecemasan ringan 19 responden (17,1%), kecemasan sedang 33 responden (29,7), kecemassan berat 59 responden (53,2%). Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat kecemasan dengan sindrom premenstruasi. Pada penelitian ini variabel independennya adalah tingkat kecemasan. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti variabel independen juga menggunakan tingkat kecemasan ditambah dengan tingkat pengetahuan, sedangkan variabel dependennya yaitu perilaku mengatasi premenstrual syndrome (PMS). Waktu dan tempat penelitian ini dilakukan di Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali pada tahun 2011, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti berada di SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar tahun 2014.

9 1.5.4 Zulaikha (2010) dalam penelitiannya Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Putri Terhadap Sikap Menghadapi Premenstrual Syndrome di SMA N 5 Surakarta, didapatkan distribusi pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri yang mempunyai nilai diatas rata-rata (mean = 27,56) yaitu sebanyak 128 responden (66,67%), dengan standart deviasi=2,344, modus=28, median=28, sedangkan distribusi sikap menghadapi premenstrual syndrome pada remaja putri yang mempunyai nilai diatas rata-rata (mean=66,26) yaitu sebanyak 102 responden (53,13%), dengan standart deviasi=4,798, modus=70, median=67. Hasil analisis statistik menunjukkan hasil r hitung=0,614 lebih besar dari r tabel=0,181. Nilai signifikansi 0,000 yang berarti nilai signifikansi p < 0,05. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan kesehatan reproduksi terhadap sikap menghadapi premenstrual syndrome di SMAN 5 Surakarta. Semakin baik pengetahuan tentang kesehatan reproduksi maka semakin positif pula sikap menghadapi premenstrual syndrome. Variabel independen pada penelitian ini adalah pengetahuan kesehatan reproduksi dan variabel dependennya adalah sikap mengahadapi premenstrual syndrome, penelitian ini dilakukan di SMAN 5 surakarta pada tahun 2010. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan variabel independen tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan, sedangkan variabel dependennya adalah perilaku menghadapi premenstrual syndrome. Tempat dan waktu dilakukan di SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar pada tahun 2014. 1.5.5 Rifrianti (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Tingkat Kecemasan Siswi Kelas VII dalam Menghadapi Menarche di SMP Warga Surakarta Tahun 2013.

10 Dari hasil penelitian didapatkan siswi kelas VII dalam menghadapi menarche yaitu sebanyak 17 responden (48,6%) dengan kecemasan sedang, sebanyak 10 responden (28, 5%) dengan kecemasan berat, dan sebanyak 8 responden (22,9%) dengan kecemasan ringan. Pada penelitian ini menggunakan variabel independen tingkat kecemasan dan variabel dependennya menghadapi menarche, dilakukan di SMP Warga Surakarta pada tahun 2013. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan peneliti adalah variabel independen menggunakan tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan, sedangkat variabel dependennya perilaku mengahadapi premenstrual syndrome di SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar pada tahun 2014. 1.5.6 Wahyu wulandari (2014) dalam penelitiannya pengaruh tingkat kecemasan dan perilaku vulva hygiene (perawatan organ reproduksi) terhadap kejadian keputihan (fluor albus) pada santriwati di Pondok Pesantren Nurul Ulum Malang. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan data sebagai berikut, mayoritas kecemasan responden berada pada kategori tingkat kecemasan sedang yakni sebanyak 74 santriwati (36%), dan hanya 33 santriwati (16%) berada pada kategori tingkat kecemasan tinggi. Mayoritas responden memiliki termasuk kategori perilaku vulva hygiene buruk yaitu sebesar 70 responden (34%), dan kategori terendah adalah responden dengan perilaku vulva hygiene cukup baik, yaitu sebanyak 41 responden (20%). Mayoritas santriwati mengalami kejadian keputihan yakni sebayak 166 responden (81%), sedangkan yang tidak mengalami keputihan hanya 39 responden (19%). Pada penelitian ini menggunakan variabel independen tingkat kecemasan dan perilaku vulva hygiene (perawatan organ reproduksi) daan variabel dependennya yaitu kejadian keputihan (fluor albus). Perbedaan antara penelitian

11 yang dilakukan peneliti adalah variabel independen menggunakan tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan, sedangkat variabel dependennya perilaku mengahadapi premenstrual syndrome di SDN Sumberagung 1 Kabupaten Blitar pada tahun 2014.