DIMENSI DAN INDIKATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB. II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. membicarakan suatu standar tingkat hidup yang rendah. Suparlan (dalam

Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya.

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut keputusan menteri kesehatan No. 193/ MenKes/ SK/ X/2004 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERAN PEMERINTAH DESA DALAM MEMBERDAYAKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT DI DESA PINALING KECAMATAN AMURANG TIMUR. Oleh: Leonardo Laurens Karinda

PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D

d. Boundaries. Suatu batas kelompok ditandai secara fisik oleh ruang yang ditempati, secara psikologis oleh kepribadian anggotanya dan secara sosial

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah utama yang sedang dihadapi dan masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 6/E 2006 SERI E

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI

Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Kiprah Perempuan Dalam Pertanian

BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian. Dari segi kuantitas atau jumlah penduduk, hasil Sensus

ekonomi Kelas X KONSEP ILMU EKONOMI KTSP & K-13 A. KEBUTUHAN MANUSIA Tujuan Pembelajaran

I. PENDAHULUAN. sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Apalagi jika hanya

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Oleh, Nurin Fajrina Pada Tahun 2015 ABSTRAK. program pengelolaan hasil laut yang diberikan PT.Petrokimia kepada ibu-ibu nelayan di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II METODOLOGI PENELITIAN...

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

2 Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014 tentang Per

Lampiran Hasil Analisis Data Jumlah Pendapatan, Pola Konsumsi, Jejang Pendidikan, dan Jumlah Anggota Keluarga, Dan Tindakan Melestarikan Lingungan

PERMASALAHAN PERKEBUNAN

BUPATI LUWU UTARA PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, hal ini

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

PP 27/1994, PENGELOLAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PNPM MANDIRI PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

GAMBARAN UMUM. Luas wilayah ha. 33 kecamatan 12 kelurahan 378 desa Rukun Warga (RW) Rukun Tetangga (RT).

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

MENTERI TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR : KEP.32/MEN/1985 TENTANG HAK, BANTUAN DAN KEWAJIBAN TRANSMIGRAN

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN KORBAN BENCANA

BAB II PERSPEKTIF TEORITIS. Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris empowerment yang biasa

Lampiran 1 Sebaran contoh menurut komponen pengambilan keputusan berdasarkan jenis kelamin dan bidang pangan

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

KONSEP KELUARGA SEJAHTERA. OLEH Ns.HENNY PERMATASARI, M.Kep. Sp. Kom

BAB II LANDASAN TEORI. kata medium. Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti perantara

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN A. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

BAB II PENDEKATAN TEORITIS. mengkaji program-program yang berbasis masyarakat untuk meningkatkan

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

BPSPROVINSI JAWATIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perbedaan ini menyebabkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

PERENCANAAN KEUANGAN KOMUNITAS MISKIN DI PERKAMPUNGAN VATUTELA

PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA

Transkripsi:

DIMENSI DAN INDIKATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Menurut Jim Ife & Frank Tegoriero (2008), setidaknya ada enam dimensi pengembangan atau pemberdayaan masyarakat dan kesemuanya berinteraksi satu dengan lainnya dalam bentuk-bentuk yang kompleks. Keenam dimensi tersebut yaitu: Pengembangan sosial Pengembangan ekonomi Pengembangan politik Pengembangan budaya Pengembangan lingkungan Pengembangan personal/ spiritual Beberapa dimensi lebih fundamental daripada lainnya; misalnya banyak orang (khususnya orang-orang pribumi) akan beranggapan bahwa pengembangan personal/spiritual merupakan landasan untuk semua pengembangan yang lain. Tetapi untuk tujuan penyusunan model pengembangan masyarakat dan model pemikiran tentang peran pekerja masyarakat, keenam dimensi di atas dipertimbangkan sebagai hal yang sangat penting. Dalam situasi tertentu, tidak semua dimensi ini akan memiliki prioritas yang setara. Masyarakat mana pun akan mengembangkan keenam dimensi tersebut untuk level-level yang berbeda; misalnya, satu masyarakat mungkin memiliki basis ekonomi yang kuat, partisipasi politik yang sehat dan identitas budaya yang kuat, tapi sekaligus memiliki pelayanan kemanusiaan yang kurang baik, lingkungan fisik yang buruk, harga diri yang rendah dan tingkat pengasingan yang tinggi. Dalam masyarakat yang demikian, pengembangan lingkungan dan personal/spiritual akan menjadi prioritas tertinggi dalam program pengembangan masyarakat.

Namun begitu, masyarakat lainnya akan mencerminkan gambaran yang berbeda dan memerlukan prioritas yang berbeda dalam proses pengembangan. Poin penting yaitu bahwa keenam aspek pengembangan masyarakat tersebut sangat penting dan untuk memiliki masyarakat yang benar-benar sehat dan berfungsi, perlu mencapai level pengembangan yang tinggi untuk keenam dimensi secara keseluruhan. Pekerja masyarakat manapun atau siapa pun yang terkait dengan program pengembangan masyarakat harus memperhatikan keenam dimensi itu dan tujuan tersebut harus memaksimalkan pengembangan pada seluruh dimensi itu. Schuler, Hashemi dan Riley dalam (Edi Suharto:2008) mengembangkan beberapa indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks pemberdayaan: a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian. b. Kemampuan membeli komoditas kecil : kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. c. Kemampuan membeli komoditas besar : kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya;

terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. d. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputuan rumah tangga: mampu membuat keputusan secara sendiri mapun bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha. e. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang melarang mempunyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah. f. Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris. g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap berdaya jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah. h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya. Nugroho (2008) mengemukakan, indikator pemberdayaan, yaitu : 1) Akses, dalam arti kesamaan hak dalam mengakses sumber dayasumber daya produktif di dalam lingkungan.

2) Partisipasi, yaitu keikutsertaan dalam mendayagunakan asset atau sumber daya yang terbatas tersebut. 3) Kontrol, yaitu bahwa lelaki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan kontrol atas pemanfaatan sumber daya tersebut. 4) Manfaat, yaitu bahwa lelaki dan perempuan harus sama-sama menikmati hasil-hasil pemanfaatan sumber daya ataupembangunan secara bersama dan setara keberhasilan. Untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang itu berdaya atau tidak. Sehingga ketika sebuah program pemberdayaan diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan (misalnya keluarga miskin) yang perlu dioptimalkan. UNICEF mengajukan 5 dimensi sebagai tolak ukur keberhasilan pemberdayaan masyarakat, terdiri dari kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol. Lima dimensi tersebut adalah kategori analisis yang bersifat dinamis, satu sama lain berhubungan secara sinergis, saling menguatkan dan melengkapi. Berikut adalah uraian lebih rinci dari masing-masing dimensi: 1. Kesejahteraan Dimensi ini merupakan tingkat kesejahteraan masyarakat yang diukur dari tercukupinya kebutuhan dasar seperti sandang, papan, pangan, pendapatan, pendidikan dan kesehatan. 2. Akses Dimensi ini menyangkut kesetaraan dalam akses terhadap sumber daya dan manfaat yang dihasilkan oleh adanya sumber daya. Tidak adanya akses merupakan penghalang terjadinya peningkatan kesejahteraan. Kesenjangan pada dimensi ini disebabkan oleh tidak adanya kesetaraan

akses terhadap sumber daya yang dipunyai oleh mereka yang berada di kelas lebih tinggi dibanding mereka dari kelas rendah, yang berkuasa dan dikuasai, pusat dan pinggiran. Sumber daya dapat berupa waktu, tenaga, lahan, kredit, informasi, keterampilan, dan sebagainya. 3. Kesadaran kritis Kesenjangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat bukanlah tatanan alamiah yang berlangsung demikian sejak kapanpun atau semata-mata memang kehendak Tuhan, melainkan bersifat struktural sebagai akibat dari adanya diskriminasi yang melembaga. Keberdayaan masyarakat pada tingkat ini berarti berupa kesadaran masyarakat bahwa kesenjangan tersebut adalah bentukan sosial yang dapat dan harus diubah. 4. Partisipasi Keberdayaan dalam tingkat ini adalah masyarakat terlibat dalam berbagai lembaga yang ada di dalamnya. Artinya, masyarakat ikut andil dalam proses pengambilan keputusan dan dengan demikian maka kepentingan mereka tidak terabaikan. 5. Kontrol Keberdayaan dalam konteks ini adalah semua lapisan masyarakat ikut memegang kendali terhadap sumber daya yang ada. Artinya, dengan sumber daya yang ada, semua lapisan masyarakat dapat memenuhi hakhaknya, bukan hanya segelintir orang yang berkuasa saja yang menikmati sumber daya, akan tetapi semua lapisan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat dapat mengendalikan serta mengelola sumber daya yang dimiliki. Indikator keberhasilan yang dipakai untuk mengukur keberhasilan program pemberdayaan masyarakat mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Berkurangnya jumlah penduduk miskin.

2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. 3. Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya. 4. Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam masyarakat. 5. Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.