PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BENTUK PENGGUNAAN DAN PRODUKTIFITAS LAHAN SISTEM DUSUNG (Studi Kasus Di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah) JAN WILLEM HATULESILA

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan

Fransina Latumahina dan Mersiana Sahureka Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

I. PENDAHULUAN. jenis salak yang terdapat di Indonesia, yakni : salak Jawa Salacca zalacca

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

BAB I. PENDAHULUAN. Agroforestri: ilmu baru, teknik lama. Penanaman berbagai jenis. pohon dengan atau tanpa tanaman semusim (setahun) pada sebidang

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

I1 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Kelembagaan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Rakyat dan Agroforestry. maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Agroforestri Istilah agroforestri mulai mendapat perhatian dunia internasional secara global sejak tahun 1970-an (van Maydel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

Materi 04 Pertimbangan dalam Pemilihan Komoditas. Benyamin Lakitan

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik serta ciri khas masyarakatnya berdasarkan etnografisnya. Perbedaanperbedaan

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

TINJAUAN PUSTAKA. hutan memiliki 3 fungsi utama yang saling terkait satu sama lain, yakni fungsi

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. kadang-kadang tidak mencukupi (Ekstensia, 2003). Peran sektor pertanian di Indonesia terlebih di Sumatera Utara

Apa itu Agroforestri?

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas biologi yang didominanasi oleh pohon-pohonan tanaman keras

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kemasyarakatan

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya tahun 1994, 1997, 1998, antara tahun , 2006 dan yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. kombinasi antara produksi pertanian, termasuk pohon, buah-buahan dan atau

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

PERANAN AGROFORESTRY UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR. Oleh Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan Kehutanan BP2SDM

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

I. PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

Transkripsi:

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan lingkungan daerah tropik berkaitan erat dengan pembukaan hutan dan lahan yang menyebabkan erosi, kepunahan flora dan fauna serta terjadinya perluasan lahan kritis. Pertambahan penduduk dan kerusakan hutan dan lahan merupakan dua faktor utama yang mempunyai hubungan erat, karena interaksi masyarakat secara langsung dengan keberadaan hutan dan lahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan mempengaruhi produktifitas lahan dengan sendirinya. Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan dan lahan dengan bentuk pola usahatani lahan kering merupakan kegiatan yang banyak dijumpai disetiap daerah di Indonesia. Praktek-praktek penggunaan lahan seperti ini dalam keberadaannya secara alamiah banyak mengakibatkan terjadinya penurunan kondisi biofisik lahan seperti sifat fisik-kimia tanah, ketersediaan air, kandungan unsur hara, dan kepekaan erosi tanah merupakan penyebab terjadinya penurunan produktifitas lahan. Sistem agroforestri telah terbukti secara turun temurun di daerah tropis, sebagai usaha konservasi tanah yang berhasil untuk mencegah perluasan tanah tandus dan kerusakan kesuburan tanah serta mendorong pelestarian sumberdaya alam merupakan alternatif yang baik untuk digunakan dalam mengatasi permasalahan produktifitas lahan (Rudebjer et al. 2002). Bentuk-bentuk agroforestri di Indonesia sudah terkenal di beberapa daerah seperti repong damar di Krui-Lampung, kebun karet campuran di Jambi, Tembawang di Kalimantan Barat, Pelak di Kerinci-Jambi, kebun durian campuran di Gunung Palung Kalimantan Barat, Parak di Maninjau-Sumatera Barat, kebun campuran di sekitar Bogor-Jawa Barat (de Foresta et al. 2000). Sistem-sistem agroforestri kompleks ini sangat penting sebagai model penggunaan lahan yang menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan dan mempertahankan luas hutan berikut keanekaragaman hayatinya. Dalam sistem agroforestri, Nair (1993) mengelompokkan sistem agroforestri ke dalam tiga kelompok besar, yaitu; (1) sistem agrisilvikultur (improved fallow, taungya, alley cropping/hedgerow intercropping, multilayer

16 tree gardens, multipurpose trees on crop lands, plantation crop combinations, homegardens, trees in soil coservation and reclamation, shelterbelts and windbreaks, live hedges, fuelwood production), (2) sistem silvopastoral (trees on rangeland or pastures, protein banks, plantation crops with pastures and animals), (3) sistem agrosilvopastoral (homegarden involving animal, multipurpose woody hedgerows, apiculture with trees, aqua forestry, multipurpose woodlots). Pada sistem agroforestri yang kompleks, jenis tanaman campuran dengan pola bercocok tanam tajuk multistrata, dijumpai pada kegiatan usahatani lahan kering. Kegiatan ini merupakan usaha konservasi lahan yang dilakukan dengan pola penanaman berstruktur, terbagi dalam dua sistem, yaitu penanaman tajuk berstrata antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim dan penanaman tajuk berstrata antara tanaman-tanaman tahunan saja. Dilain pihak, sistem agroforestri sederhana merupakan perpaduan antara tanaman pepohonan dan tanaman pangan, tanaman perdu, dan rerumputan (Huxley 1999). Praktek sistem agroforestri di Maluku sudah berlangsung secara turun temurun, dan biasa disebut masyarakat dengan istilah dusung. Terbentuknya agroforestri dusung, merupakan warisan yang ditinggalkan leluhur kepada anak cucu, berupa tanaman berkayu (pohon), tanaman buah-buahan, tanaman sagu, tanaman palem, tanaman rempah ataupun tanaman obat-obatan. Wattimena (2007) mengemukakan bahwa dusung di Maluku Tengah (Ambon Seram dan Banda) terletak berjarak 1 10 km dari desa. Daerah ini merupakan dataran rendah basah (0-500 m dpl), maka tanaman buah-buahan (duren, manggis, duku, bacang), tanaman rempah-rempah (pala, cengkih, kemiri) dan tanaman pangan (umbi-umbian dan pisang) adalah tanaman dengan iklim (suhu, curah hujan) yang sesuai pada daerah tersebut. Sedangkan pada daerah tepi sungai dan daerah basah pada umumnya terdapat monokultur pohon sagu, daerah pesisir pantai monokultur kelapa sedangkan daerah-daerah curam adalah bambu dan enau. Pemanenan tanaman-tanaman tersebut dilakukan menurut intensitas waktu yang berbeda misalnya beberapa kali setahun, beberapa tahun sekali atau setahun sekali, karena berbagai jenis tanaman memiliki waktu berproduksi yang juga berbeda.

17 Aspek konservasi tanah dan hasil produksi melalui usahatani sistem agroforestri dusung yang berlangsung di Maluku, telah memberikan manfaat ganda bagi kesejahteraan penduduk sepanjang tahun. Untuk itu sistem penggunaan lahan ini perlu dipelajari, diteliti serta dikembangkan sebagai salah satu sistem pertanian/kehutanan tradisional yang masih tetap terpelihara dan mampu menghidupi masyarakat pedesaan secara turun temurun. Upaya pemanfaatan dan pengelolaannya secara intensif dan berkelanjutan harus tetap dijaga dan dipelihara oleh penduduk setempat secara lestari. Rumusan Masalah Praktek agroforestri dusung di daerah Maluku Bagian Tengah dan Utara cenderung sama karena keberadaan dusung umumnya dimiliki oleh semua desa/kampung. Kepemilikan dusung telah diatur secara turun-temurun berdasarkan nama marga (faam), dengan batas petuanan yang jelas untuk tiap marga baik berupa batas alam atau batas yang ditandai dengan menanam tanaman penyangga yang mudah dikenal sebagai pembatas antar luas kepemilikan lahan, baik dusung yang dimiliki perseorangan atau marga (keluarga). Menurut Silaya (2005) istilah dusung digunakan pada lahan yang berkaitan dengan pemilikan dan penggunaannya seperti dusung sagu, dusung damar, dusung pala, dusung cengkeh, dusung kelapa dan lainnya. Pengelolaan dusung diatur berdasarkan kearifan lokal masyarakat, baik dalam memanfaatkan hasil panen atau dalam melakukan kegiatan bercocok tanam. Kegiatan mengelola dilakukan secara bersama-sama atau secara gotong royong. Budaya kerjasama ini biasa disebut masyarakat dengan istilah masohi. Proses terbentuknya dusung dimulai dengan menanam tanaman umur pendek (umbi-umbian dan sayuran) yang seterusnya berkembang dengan kombinasi dari tanaman campuran (kayu-kayuan dan buah-buahan). Pola penanaman tanaman secara tradisional pada lahan dusung ini, selanjutnya akan berkembang membentuk hutan sekunder yang dicirikan dengan terbentuknya stratifikasi tanaman yakni, strata bawah (rerumputan/perdu/rempah-rempah/obatobatan), strata menengah (buah-buahan) dan adanya strata lapisan atas (tanamantanaman berkayu).

18 Hasil produksi dari dusung telah terbukti memegang peranan penting dalam pemenuhan sandang, pangan dan papan bagi masyarakat di Maluku. Namun sistem pengelolaan dusung di Maluku belum optimal, karena keterbatasan sumberdaya manusia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem penguasaan lahan, pemilihan jenis tanaman dan pola tanam, penanaman dan pemeliharaan pohon serta resiko dari ketidak pastian usahatani. Faktor-faktor ini yang menjadi kendala petani untuk mengembangkan usahatani. Masyarakat petani dusung hanya mengandalkan kesuburan tanah alami untuk poses produksi, sehingga produksi usahatani yang diperoleh belum dapat memenuhi kebutuhan hidup layak. Untuk itu diperlukan suatu riset awal sebagai gambaran sistem usahatani pola dusung dalam proses produksi dan bagaimana pengelolaannya dengan menerapkan sistem pertanian konservasi agar sistem usahatani ini dapat berkelanjutan (sustainable agriculture). Melihat pentingnya sistem usahatani agroforestri dusung dari aspek ekologis (konservasi sumberdaya alam hayati endemik lokal), ekonomi dan sosial budaya masyarakat dalam pengelolaannya, maka perlu dilakukan penelitian dan kajian tentang : 1. Bagaimana bentuk penggunaan lahan pada sistem agroforestri dusung di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. 2. Bagaimana produktifitas tanaman berdasarkan bentuk penggunaan lahan agroforestri dusung. 3. Sejauhmana tingkat bahaya erosi pada bentuk penggunaan lahan agroforestri dusung. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi bentuk penggunaan lahan pada sistem agroforestri dusung di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. 2. Mengetahui produktifitas tanaman berdasarkan bentuk penggunaan lahan agroforestri dusung. 3. Memprediksi tingkat bahaya erosi pada bentuk penggunaan lahan agroforestri dusung.

19 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi untuk pembuat kebijakan tentang sistem pengelolaan agroforestri dusung, yang dapat dikembangkan dalam program konservasi lahan, konservasi ekologis dan peningkatan ekonomi masyarakat pedesaan di wilayah Kabupaten Maluku Tengah. Kerangka Pemikiran Sistem agroforestri dusung merupakan warisan sekaligus modal produksi yang dapat diambil sewaktu-waktu sesuai musim panen. Manfaat langsung maupun tidak langsung dari hasil produksi tanaman yang ditanam atau tumbuh sendiri di dalam dusung, dimanfaatkan dengan selalu mengingat kelangsungan dan kelestarian kebun/hutan tersebut. Kombinasi tanaman pada agroforestri dusung dicirikan dengan beberapa tipe penggunaan lahan yang terbentuk pada setiap agroekosistemnya, dimulai dengan komposisi yang paling sederhana sampai yang lebih kompleks. Misalnya kombinasi tanaman monokultur hutan sagu (Metroxylon, spp), kombinasi tanaman perladangan umbi-umbian (ubi jalar atau Discorea alata, kumbili atau Discorea esculentum singkong atau Manihot esculenta, pisang atau Musa spp) dan lainnya. Kombinasi tanaman campuran strata bawah (rerumputan, tanaman rempah-rempah dan obat-obatan, kusu-kusu padi atau Andropogon amboinensis, untuk makanan ternak). Kombinasi tanaman campuran strata menengah seperti buah-buahan (durian, langsat, manggis, duku, gandaria, jambu, kenari), tanaman palawija (cengkeh, pala, coklat, kenari dan petai), dan kombinasi tanaman berkayu strata atas seperti sengon, jabon, titi, jenis ficus) (Wattimena 2007). Adanya pertambahan penduduk dan perubahan sosial ekonomi masyarakat di Pulau Ambon dan kepulauan lainnya diperkirakan akan berdampak pada perubahan penggunaan dan menurunkan nilai produktifitas lahan sebagai sumber kelangsungan hidup bagi masyarakat. Kondisi ini akan mempengaruhi fungsi dan peran struktur tanaman pada sistem agroforestri dusung, karena pola pemanfaatan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi, ekologis dan ekonomis.

20 Pada gilirannya sumberdaya tersebut akan punah dan usaha penyelamatannya belum terbayangkan. Konsep dusung kalau ditelusuri sebenarnya adalah suatu modifikasi dari ekosistem yang baru terbentuk dengan manfaat yang lebih besar. Misalnya dari segi ekologi karena memiliki keberagaman hasil yang perlu dilestarikan baik hewan, tanaman maupun jasad renik, dari segi ekonomi bahwa masyarakat sudah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dari hasil tanaman-tanaman yang diusahakan. Dari segi konservasi melalui stratifikasi tajuk yang terbentuk dapat menciptakan siklus air secara teratur dan menciptakan siklus energi dan aliran materi untuk proses dekomposisi tanah dan pertumbuhan tanaman (Agus 2003). Keberadaan fungsi dan peran dusung sebagai bentuk usahatani agroforestri apabila dikelola secara baik dan profesional akan memberikan keuntungan ganda bagi kebutuhan hidup masyarakat setempat. Namun apakah kondisi ini sampai sekarang masih dapat dipertahankan?. Untuk memprediksi kerusakan lahan yang telah terjadi pada agroekosistem dusung, maka diperlukan suatu studi awal tentang bentuk penggunaan dan produktifitas lahan di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Kondisi Sosial Budaya Kondisi Biofisik Agroekosistem Kondisi Sosial Ekonomi - Dusung Kebun/Ladang - Dusung Buah-buahan dan Perkayuan - Dusung Pala & Cengkeh - Dusung Sagu Produktifitas Lahan Pola Usahatani Sistem Dusung Prediksi Tingkat Bahaya Erosi - Luas Lahan Optimum - Sistem Pertanaman - Populasi Jenis Tanaman - Hasil Produksi Tanaman Identifikasi Penggunaan Lahan Bentuk Penggunaan dan Produktifitas Lahan Agroforestri dusung Gambar 1. Kerangka Pemikiran