BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN: SUATU LANDASAN DALAM PEMBUATAN KONTRAK

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

Asas asas perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN PERJANJIAN TERAPEUTIK (TRANSAKSI MEDIS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. KUH Perdata, yang memiliki sifat terbuka artinya isinya dapat ditentukan oleh para

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Dalam Bab ini, sesuai dengan judulnya, Penulis mengemukakan suatu

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM. mengatur tentang perikatan (verbintenissenrecht), di mana tercakup pula

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KERJA BERSAMA. yang lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB II HUKUM PERJANJIAN. Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh. R.

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

A. Pengertian dan Akibat Hukum Dari Suatu Perjanjian Pada Umumnya. lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tentunya tidak selamanya dengan

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II SEKILAS TENTANG HUKUM PERJANJIAN DAN KONTRAK PENYEDIA JASA PEKERJA DI INDONESIA

Hukum Kontrak Elektronik

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Berbagai kepustakaan Indonesia menggunakan istilah overeenkomst dan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA SEBAGAI SUATU PERBUATAN HUKUM

ASAS-ASAS HUKUM PERDATA. apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI, PERJANJIAN. KERJASAMA, dan DEVELOPER

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. dapat lahir dari suatu perjanjian dan undang-undang. Dengan kata lain, suatu

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

PERIKATAN YANG BERSUMBER DARI PERJANJIAN 10/9/2013 BISNIS SYARIAH/WP/TM 6 1

BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM. A. Pengertian Umum Tentang Perjanjian. kewajiban dalam lapangan harta kekayaan. Rumusan tersebut membawa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

BAB II LANDASAN TEORI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam Buku III itu, diatur juga perihal perhubungan hukum yang sama sekali tidak

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. A. Pengertian dan Ketentuan Umum Perjanjian Kerjasama

BAB I PENDAHULUAN. tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN. (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak. 6 Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrecht. 7 Hukum perjanjian diatur dalam buku III BW (KUH Perdata). Pada Pasal 1313 KUH Perdata dikemukakan tentang defenisi daripada perjanjian. Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Para Sarjana Hukum Perdata umumnya berpendapat bahwa defenisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan juga terlalu luas. 8 Menurut R. Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 9 R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah 6 Suharnoko, Hukum Perjanjian, (Jakarta, Prenada Media, 2004), hal.. 117 7 C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, (Jakarta, Pradnya Paramita, 2006), hal. 17 8 Ibid. 9 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta, Intermasa, 2001), hal. 36 22

23 suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 10 Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasamya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dan dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak. Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut R. Subekti, perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 11 Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain yang tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari undang-undang. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja (Pasal 1352 KUH Perdata) dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang berlawanan dengan hukum (Pasal 1353 KUH Perdata). 10 R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, (Bandung, Bina Cipta, 1987), hal. 27 11 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta, Intermasa, 2005), hal. 1

24 B. Syarat Sahnya Perjanjian Suatu perjanjian akan mengikat para pihak yang membuatnya apabila perjanjian tersebut dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk sahnya suatu persetujuan (perjanjian) diperlukan 4 syarat, sebagaimana tercantum pada Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak para pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan. Kesepakatan merupakan kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara pihak-pihak. Adapun Unsur kesepakatan terdiri atas : a. Offerte (penawaran) adalah pernyataan pihak yang menawarkan b. Acceptasi (penerimaan) adalah pernyataan pihak yang menerima penawaran 12 Sebelum para pihak melakukan kesepakatan, maka salah satu pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan apa yang dikendakinya, dengan segala macam persyaratan yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk 98 12 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III, (Bandung, Alumni, 2006), hal.

25 disepakati para pihak. Pernyataan kehendak yang disampaikan tersebut dikenal dengan nama penawaran. Jadi penawaran itu berisikan kehendak dari salah satu pihak dalam perjanjian, yang disampaikan kepada lawan pihaknya, untuk memperoleh persetujuan dari lawan pihaknya tersebut. Pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran selanjutnya harus menentukan apakah ia menerima tawaran yang disampaikan. Apabila ia menerima maka tercapailah kesepakatan tersebut. Sedangkan jika ia tidak menyetujui, maka dapat saja ia mengajukan tawaran balik, yang memuat ketentuan-ketentuan yang dianggap dapat ia penuhi atau yang sesuai dengan kehendaknya yang dapat diterima atau dilaksanakan olehnya. Dalam hal terjadi demikian maka kesepakatan belum tercapai. Keadaan tawar-menawar ini akan terus berlanjut hingga pada akhirnya para pihak mencapai kesepakatan mengenai hal-hal yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh para pihak dalam perjanjian tersebut. Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian. untuk mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi ada beberapa macam teori/ajaran yaitu: 1. Teori pernyataan, mengajarkan bahwa sepakat terjadi saat kehendak pihak yang menerima tawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu, misalnya saat menjatuhkan bolpoin untuk menyatakan menerima. Kelemahannya sangat teoritis karena dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis. 2. Teori pengiriman, mengajarkan bahwa sepakat terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.

26 Kelemahannya adalah bagaimana hal itu bisa diketahui? Bisa saja walaupun sudah dikirim tetapi tidak diketahui oleh pihak yang menawarkan. 3. Teori pengetahuan, mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima. (walaupun penerimaan itu belum diterimanya dan tidak diketahui secara langsung). Kelemahannya, bagaimana ia bisa mengetahui isi penerimaan itu apabila ia belum menerimanya. 4. Teori penerimaan, mengajarkan kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan 13 Pernyataan kehendak itu dapat dilakukan secara tegas ataupun secara diam-diam. Jika dilakukan secara tegas dapat dilakukan secara tertulis, secara lisan ataupun dengan tanda. Pernyataan kehendak secara tegas yang dilakukan secara tertulis dapat dilakukan dengan akta di bawah tangan ataupun dengan akta autentik. Selanjutnya menurut Pasal 1321 KUH Perdata, kata sepakat harus diberikan secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan. Masalah lain yang dikenal dalam KUH Perdata yakni yang disebut cacat kehendak (kehendak yang timbul tidak murni dari yang bersangkutan). Tiga unsur cacat kehendak (Pasal 1321 KUH Perdata) 14 13 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Bandung, Sinar Grafika, 2003), hal. 30-31. 14 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Cet. 1, (Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2009), hal. 51

27 1. Kekhilafan/kekeliruan/kesesatan/dwaling (Pasal 1322 KUH Perdata): Sesat dianggap ada apabila pernyataan sesuai dengan kemauan tapi kemauan itu didasarkan atas gambaran yang keliru baik mengenai orangnya (disebut eror in persona) atau objeknya (disebut eror in subtantia). Cirinya, yakni tidak ada pengaruh dari pihak lain 2. Paksaan/dwang (Pasal 1323-1327 KUH Perdata). Paksaan bukan karena kehendaknya sendiri,namun dipengaruhi orang lain. Paksaan telah terjadi bila perbuatan itu sedemikian rupa sehingga dapat menakutkan seseorang yang berpikiran sehat dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Dengan demikian maka pengertian paksaan adalah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian. 3. Penipuan/bedrog (Pasal 1328 KUH Perdata) pihak menipu dengan daya akalnya menanamkan suatu gambaran yang keliru tentang orangnya atau objeknya sehingga pihak lain bergerak untuk menyepakati. Perjanjian itu dapat dibatalkan, apabila terjadi ketiga hal yang disebut di atas. Dalam perkembangannya muncul unsur cacat kehendak yang keempat yaitu penyalahgunaan keadaan/undue influence (KUH Perdata tidak mengenal). Pada hakikatnya ajaran penyalahgunaan keadaan bertumpu pada kedua hal berikut, yaitu :

28 a. Penyalahgunaan keunggulan ekonomi; b. Penyalahgunaan keunggulan kejiwaan termasuk tentang psikologi, pengetahuan, dan pengalaman. Di dalam penyalahgunaan keadaan tidak terjadi ancaman fisik hanya terkadang salah satu pihak punya rasa ketergantungan, suatu hal darurat, tidak berpengalaman, atau tidak tahu. Jika hal ini dikaitkan dengan pelayanan kesehatan dalam hal informed consent (Persetujuan Tindakan Kedokteran), maka kesepakatan para pihak untuk saling mengikatkan dirinya timbul jika pasien atau keluarga terdekat pasien setuju untuk dilakukannnya tindakan medis/kedokteran, setelah sebelumnya dokter memberikan informasi atau penjelasan yang jelas mengenai apa saja yang berkaitan dengan tindakan medis/kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien sebagaimana tercantum pada Pasal 7 ayat (3) PERMENKES No 290 tahun 2008. ad.2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Pada Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Pada Pasal 1330 KUH Perdata lebih lanjut dinyatakan bahwa yang tidak cakap membuat perjanjian adalah : a. Orang-orang yang belum dewasa; b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; c. Orang-orang perempuan (wanita bersuami); d. Orang yang dilarang undang-undang untuk membuat perjanjian tertentu.

29 e. Mengenai ketentuan yang ada pada nomor urut ketiga pada Pasal 1330 KUH Perdata yang ada di atas, berkenaan dengan kedudukan orang-orang perempuan (wanita bersuami) yang dianggap tidak cakap untuk membuat perjanjian telah dihapus, dengan keluarnya SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 3 Tahun 1963 (selanjutnya disebut SEMA No. 3/1963), yang menyatakan bahwa perempuan bersuami cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Serta keluarnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Selanjutnya disebut UUP No. 1/1974) yang menyatakan bahwa hak dan kedudukan suami-istri seimbang dan masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum, hal ini dapat dilihat pada Pasal 31 undang-undang tersebut. Mereka yang belum cukup umur menurut Pasal 1330 KUH Perdata adalah mereka yang belum genap 21 tahun dan belum menikah. Agar mereka yang belum dewasa dapat melakukan perbuatan hukum maka harus diwakili oleh wali/perwalian (Pasal 331-414 KUH Perdata). Perwalian adalah pengawasan atas orang (anak-anak yang belum dewasa yang tidak ada di bawah kekuasaan orangtua) sebagaimana diatur dalam undang-undang dan pengelolaan barangbarang dari anak yang belum dewasa 15 Mereka yang diletakkan di bawah pengampuan diatur dalam Pasal 433-462 KUH Perdata tentang pengampuan. Pengampuan adalah keadaan dimana seseorang (disebut curandus) karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak sendiri (pribadi) di dalam 15 Ibid., hal. 53

30 lalu lintas hukum, karena orang tersebut (curandus) oleh putusan hakim dimasukkan ke dalam golongan orang yang tidak cakap bertindak dan lantas diberi seorang wakil menurut undang-undang yang disebut pengampu (curator/curatrice), sedangkan pengampuannya disebut curatele. Sifat-sifat pribadinya yang dianggap tidak cakap adalah (Pasal 433 KUH Perdata) : 1. Keadaan dungu; 2. Sakit ingatan/gila/mata gelap (dianggap tidak cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya); 3. Pemboros dan pemabuk (ketidakcakapan bertindak terbatas pada perbuatan-perbuatan dalam bidang hukum harta kekayaan saja). 16 Pengampuan terjadi karena putusan hakim yang didasarkan adanya permohonan. Yang dapat mengajukan permohonan diatur di dalam Pasal 434-435 KUH Perdata yaitu, keluarga, diri sendiri, dan jaksa dari kejaksaan. 17 Akibat hukum dari perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap berbuat berdasar penentuan hukum ialah dapat dimintakan pembatalan (Pasal 1331 ayat (1) KUH Perdata). 18 ad.3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu disini berbicara tentang objek perjanjian (Pasal 1332 s/d 1334 KUH Perdata). Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam Pasal tersebut yaitu : 16 Ibid., hal. 53-54 17 Juni Rahardjo, Hukum Administrasi Indonesia Pengetahuan Dasar, (Yogyakarta, Atma Jaya, 1995), hal. 79. 18 Handri Raharjo, Op.Cit.

31 a. Objek yang akan ada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung b. Objek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian) 19 Suatu perjanjian harus mempunyai objek suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya dapat tidak ditentukan pada waktu dibuat perjanjian asalkan nanti dapat dihitung atau ditentukan jumlahnya (Pasal 1333 KUH Perdata). ad.4. Suatu sebab yang halal Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian (Pasal 1337 KUH Perdata). Halal adalah tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan 20 Syarat ini merupakan mekanisme netralisasi, yaitu sarana untuk menetralisir terhadap prinsip hukum perjanjian yang lain yaitu prinsip kebebasan berkontrak. Prinsip mana dalam KUH Perdata ada dalam Pasal 1338 ayat (1) yang pada intinya menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah memiliki kekuatan yang sama dengan undang-undang. Adanya suatu kekhawatiran terhadap azas kebebasan berkontrak ini bahwa akan menimbulkan perjanjian-perjanjian yang dibuat secara ceroboh, karenanya diperlukan suatu mekanisme kebebasan berkontrak ini tidak disalahgunakan. Sehingga diperlukan penerapan prinsip moral dalam suatu perjanjian. sehingga timbul syarat suatu sebab yang halal sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian. Itu sebabnya suatu perjanjian dikatakan tidak 19 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hal. 104-105 20 Handri Raharjo, Op.Cit., hal. 57.

32 memiliki suatu sebab yang halal atau suatu sebab yang terlarang jika perjanjian tersebut antara lain melanggar prinsip kesusilaan atau ketetiban umum disamping melanggar perundang-undangan hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 1337 KUH Perdata. Syarat kesepakatan dan syarat kecakapan di atas biasa disebut syarat subjektif, yakni mengenai subjeknya, bila syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan (untuk membatalkan perjanjian itu harus ada inisiatif minimal dari salah satu pihak yang merasa dirugikan untuk membatalkannya) 21 Batas waktu untuk membatalkannya 5 tahun (Pasal 1454 KUH Perdata). Syarat suatu hal tertentu dan sebab yang halal disebut syarat objektif yaitu syarat mengenai objeknya, bila syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum (sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian sehingga tidak perlu pembatalan) 22 C. Asas-asas Hukum Perjanjian Asas-asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang ada di dalam dan belakang tiap-tiap sistem hukum, yang telah mendapat bentuk sebagai perundangundangan atau putusan pengadilan, dan ketentuan-ketentuan dan keputusan itu dapat dipandang sebagai penjabarannya. Dengan demikian, asas-asas hukum selalu merupakan fenomena yang penting dan mengambil tempat yang sentral dalam hukum positif. 23 21 R. Subekti, Op.Cit., hal. 20. 22 Ibid. 23 Nyoman Serikat Putra Jaya, Politik Hukum, (Semarang, Undip, 2007), hal. 23

33 Asas-asas hukum berfungsi sebagai pendukung bangunan hukum, menciptakan harmonisasi, keseimbangan dan mencegah adanya tumpang tindih diantara semua norma hukum yang ada. Asas hukum juga menjadi titik tolak pembangunan sistem hukum dan menciptakan kepastian hukum yang diberlakukan dalam masyarakat. Berdasarkan teori ini, di dalam suatu hukum kontrak terdapat lima asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (consensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality). Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud antara lain: 24 1. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, didalam pasal tersebut dinyatakan bahwa : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: a. Membuat atau tidak membuat perjanjian; b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun; c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; d. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. 25 2. Asas konsensualisme (consensualism) 24 S. Imran, Asas-Asas Dalam Berkontrak: Suatu Tinjauan Historis Yuridis Pada Hukum Perjanjian (Artikel Hukum Perdata: www.legalitas.org, 2007), diakses tanggal 10 Oktober 2014 25 Ibid.

34 Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata sepakat antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Dalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis litteris dan contractus innominati. Artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUH Perdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian. 26 3. Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda) Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi 26 Ibid.

35 kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata 27 4. Asas itikad baik (good faith) Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata didalam pasal tersebut dinyatakan bahwa: Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif. 28 5. Asas kepribadian (personality) Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dikatakan dari isi Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Dalam Pasal 1315 KUH Perdata dinyatakan bahwa: Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. 29 Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Dalam Pasal 1340 KUH Perdata dinyatakan bahwa, Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Hal ini 27 Ibid. 28 Ibid. 29 Ibid.

36 mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu ada pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata dinyatakan bahwa dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUH Perdata memiliki ruang lingkup yang luas. 30 D. Bentuk-Bentuk dan Fungsi Perjanjian Fungsi perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam 31, yaitu fungsi yurudis dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis perjanjian adalah dapat memberikan kepastian hukum para pihak, sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai Oktober 2014 30 Ibid. 31 Eghasyamgrint.Wordpress.Com/2011/05/21/Fungsi Perjanjian, diakses tanggal 10

37 yang lebih tinggi. Biaya dalam Pembuatan Perjanjian Biaya penelitian, meliputi biaya penentuan hak milik yang mana yang diinginkan dan biaya penentuan bernegosiasi, Biaya negosiasi, meliputi biaya persiapan, biaya penulisan kontrak, dan biaya tawar-menawar dalam uraian yang rinci, Biaya monitoring, yaitu biaya penyelidikan tentang objek, Biaya pelaksanaan, meliputi biaya persidnagan dan arbitrase, Biaya kekeliruan hukum, yang merupakan biaya sosial. E. Berakhirnya Perjanjian Suatu perjanjian pada umumnya berakhir apabila tujuan itu telah tercapai, dimana masing-masing pihak telah memenuhi prestasi yang diperjanjikan sebagaimana yang merupakan kehendak bersama dalam mengadakan perjanjian tersebut. Selain cara berakhirnya perjanjian seperti yang disebutkan di atas, terdapat beberapa cara lain untuk mengakhiri perjanjian, yaitu : 32 1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak. Misalnya, dalam perjanjian itu telah ditentukan batas berakhirnya perjanjian dalam waktu tertentu; 2. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian. Misalnya, Pasal 1250 KUH Perdata yang menyatakan bahwa hak membeli kembali tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu tertentu yaitu tidak boleh lebih dari 5 tahun; 3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir. Misalnya, apabila salah satu pihak meninggal dunia maka perjanjian akan menjadi 32 Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 387

38 hapus (Pasal 1603 KUH Perdata) yang menyatakan bahwa hubungan kerja berakhir dengan meninggalnya si buruh; 4. Karena persetujuan para pihak; 5. Pernyataan penghentian pekerjaan dapat dikarenakan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak hanya pada perjanjian yang bersifat sementara; 6. Berakhirnya perjanjian karena putusan hakim; 7. Tujuan perjanjian sudah tercapai; 8. Karena pembebasan utang.