BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
'~j ~ OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Negara Repu

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

2017, No Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 13 TAHUN 2012

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG

Pengertian 1/20/2016 5

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 t

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepot

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Ittama.dpr.go.id. 4/13/2016 Irtama

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL DEWAN ENERGI NASIONAL NOMOR : 001 K/70.RB/SJD/2011 TENTANG

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 1

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lem

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG

2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Ind

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 21/PRT/M/2008 TENTANG PEDOMAN OPERASIONALISASI WILAYAH BEBAS KORUPSI DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

2017, No Indonesia Nomor 75 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Ap

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 512); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5

BUPATI POLEWALI MANDAR

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No NonDepartemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013; 3. Peraturan Presiden Nom

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.584, 2015 OMBUDSMAN. Whistleblowing System. Pelanggaran. Penanganan. Pelaporan. Sistem. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PELAPORAN DAN PENANGANAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DI LINGKUNGAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka efektivitas dan efisiensi mekanisme pengawasan dan mendorong pengungkapan pelanggaran yang terjadi di Ombudsman Republik Indonesia, perlu menetapkan Peraturan Ombudsman Republik Indonesia tentang Sistem Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran (Whistleblowing System) di Lingkungan Ombudsman Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

2015, No.584 2 Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635); 4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4899); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 7. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2009 tentang Sekretariat Jenderal Ombudsman Republik Indonesia; 8. Peraturan Ombudsman Nomor 7 Tahun 2011 tentang Kode Etik Insan Ombudsman (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 308); 9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

3 2015, No.584 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OMBUDSMAN TENTANG SISTEM PELAPORAN DAN PENANGANAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DI LINGKUNGAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. 2. Sekretaris Jenderal adalah Sekretaris Jenderal Ombudsman Republik Indonesia. 3. Insan Ombudsman adalah seluruh Anggota Ombudsman, Asisten Ombudsman, Kepala Perwakilan Ombudsman, dan Sekretaris Jenderal Ombudsman beserta seluruh jajarannya. 4. Pelanggaran adalah perbuatan yang melanggar peraturan perundang undangan, kode etik, kebijakan Ombudsman, dan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang terjadi di lingkungan Ombudsman. 5. Whistleblower adalah pelapor yang mengetahui adanya indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh Insan Ombudsman. 6. Terlapor adalah Insan Ombudsman yang diindikasikan melakukan pelanggaran. 7. Pelaporan pelanggaran adalah informasi yang disampaikan oleh Whistleblower sehubungan dengan adanya indikasi Pelanggaran. 8. Sistem Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran (Whistleblowing System) yang selanjutnya disebut WBS adalah pengelolaan pelaporan dan penanganan pelanggaran di lingkungan Ombudsman.

2015, No.584 4 9. Penelaahan adalah proses identifikasi informasi secara mendalam terhadap suatu masalah yang dilaporkan berdasarkan bukti-bukti yang ada. 10. Bukti awal yang cukup adalah data pendukung atau informasi atau pengaduan yang mengindikasikan adanya pelanggaran dan/atau penyalahgunaan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku. 11. Pemeriksaan adalah proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif sesuai dengan fakta. 12. Konfirmasi adalah usaha memperoleh informasi dari seseorang atau lembaga, baik secara lisan maupun tertulis untuk mendapatkan penguatan/pengesahan. 13. Terperiksa adalah Insan Ombudsman yang menjadi obyek pemeriksaan atau pihak yang sedang diperiksa. 14. Kerugian keuangan negara adalah pengurangan kekayaan negara yang disebabkan oleh suatu tindakan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi secara melawan hukum. 15. Tuntutan ganti rugi adalah suatu proses tuntutan yang dilakukan kepada Insan Ombudsman dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang langsung atau tidak langsung diderita oleh negara sebagai akibat dari suatu perbuatan melanggar hukum. 16. Pengembalian kerugian keuangan negara adalah proses pengembalian sejumlah uang untuk mengganti atau memulihkan kekayaan negara yang dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 17. Pejabat pada Sekretariat Jenderal adalah Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural termasuk Aparat Pengawas Intern Pemerintah di Sekretariat Jenderal. Pasal 2 Peraturan ini digunakan sebagai pedoman pengelolaan pelaporan dan penanganan pelanggaran di lingkungan Ombudsman. Pasal 3 Pengelolaan WBS dilakukan dengan berdasarkan asas: a. adil/tidak diskriminatif; b. kerahasiaan; c. transparan; d. jujur; e. akurat;

5 2015, No.584 f. akuntabel; g. praduga tak bersalah; dan h. cepat dan tepat. Tujuan pengelolaan WBS adalah: Pasal 4 a. mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungan Ombudsman; dan b. meningkatkan efektivitas pelaporan pelanggaran di Ombudsman. BAB II PELAPORAN PELANGGARAN Pasal 5 (1) Whistleblower dapat menyampaikan pelaporan pelanggaran kepada: a. Ombudsman atau Kepala Satuan Kerja yang ditugaskan sebagai pengawas internal; atau b. Kepala Bagian Pengawasan Internal. (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan kepada Ketua Ombudsman secara berjenjang untuk dibahas dan diputus dalam rapat pleno. (3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan kepada Sekretaris Jenderal secara berjenjang untuk dibahas dan diputus dalam rapat pleno. (4) Dalam hal Ketua Ombudsman sebagai pihak Terlapor, Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Wakil Ketua dan/atau Anggota Ombudsman untuk dibahas dan diputus dalam rapat pleno. (5) Dalam hal terlapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Whistleblower dapat menyampaikan pelaporan pelanggaran langsung kepada Ketua atau Wakil Ketua Ombudsman secara berjenjang untuk dibahas dan diputus dalam rapat pleno. (6) Dalam hal terlapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Whistleblower dapat menyampaikan pelaporan pelanggaran langsung kepada Sekretaris Jenderal secara berjenjang untuk dibahas dan diputus dalam rapat pleno.

2015, No.584 6 Pasal 6 Pelaporan pelanggaran dapat disampaikan melalui surat, telepon, faksimili, datang langsung, atau melalui website http://wbs.ombudsman.go.id. Pasal 7 Pelaporan pelanggaran yang dapat diproses berdasarkan WBS, dalam hal: a. adanya satu atau lebih pelapor yang dapat dikategorikan sebagai Whistleblower; dan b. pelaporan memuat uraian perkara dan/atau fakta terjadinya pelanggaran. Pasal 8 (1) Whistleblower sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a meliputi: a. Whistleblower yang identitasnya bersedia untuk tidak dirahasiakan; b. Whistleblower yang identitasnya dirahasiakan; atau c. Whistleblower yang identitasnya disamarkan. (2) Pelaporan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis. Isi pelaporan dapat berupa: a. pelanggaran kode etik; b. korupsi, kolusi, dan nepotisme; c. penyalahgunaan wewenang; d. pungutan liar; Pasal 9 e. kelalaian dalam pelaksanaan tugas; atau f. perbuatan-perbuatan lain yang bertentangan dengan kewajiban, kepatutan, dan peraturan perundang-undangan. BAB III PENANGANAN PELANGGARAN Bagian Kesatu Penanggung Jawab Pasal 10 (1) Ketua Ombudsman bertanggung jawab dalam pengelolaan WBS di Ombudsman.

7 2015, No.584 (2) Dalam pengelolaan WBS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Ombudsman menunjuk Ombudsman atau Kepala Satuan Kerja yang ditugaskan sebagai pengawas internal dan Kepala Bagian Pengawasan Internal untuk menerima pelaporan pelanggaran. (3) Dalam pengelolaan WBS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Tim Pelaksana WBS. Pasal 11 Tugas dan wewenang penanggung jawab, meliputi: a. menetapkan surat tugas penelaahan dan/atau surat tugas pemeriksaan; b. membentuk Tim Penelaah yang bertugas melakukan pengumpulan data dan keterangan yang diperlukan berkaitan dengan pelaporan pelanggaran; c. memutuskan perlu tidaknya menindaklanjuti hasil penelaahan ke tahap pemeriksaan; d. membentuk Tim Pemeriksa yang bertugas melakukan Pemeriksaan yang merupakan tindak lanjut terhadap Laporan Hasil Penelaahan; e. menetapkan atau memutuskan ada atau tidak adanya Pelanggaran berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan dan pertimbangan lainnya; f. menerima Laporan Hasil Penelaahan dan Pemeriksaan untuk dibahas dan diputuskan dalam rapat pleno; dan g. menyampaikan hasil rapat pleno kepada yang berwenang untuk ditindaklanjuti. Pasal 12 (1) Tim Pelaksana WBS dilakukan oleh: a. Tim Penelaah; dan b. Tim Pemeriksa. (2) Tim Penelaah dan Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. Bagian Kedua Tim Penelaah Pasal 13 (1) Penanggung Jawab memberikan penugasan kepada Tim Penelaah untuk melakukan pengumpulan data dan keterangan mengenai pelaporan pelanggaran. (2) Tim Penelaah melakukan identifikasi atas pelaporan pelanggaran.

2015, No.584 8 (3) Tim Penelaah menyusun Laporan Hasil Penelaahan dan menyampaikan kepada Penanggung Jawab. Pasal 14 (1) Penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dilaksanakan selama 10 (sepuluh) hari kerja. (2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperpanjang paling lama 10 (sepuluh) hari kerja berdasarkan persetujuan Penanggung Jawab. Pasal 15 Laporan Hasil Penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), paling sedikit berisi : a. sumber informasi dan/atau pengaduan; b. uraian perkaran dan/atau fakta pelanggaran; c. jenis pelanggaran yang diduga; d. perkiraan waktu terjadinya perkara dan/atau fakta terjadinya pelanggaran; dan e. kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut. Pasal 16 Berdasarkan Laporan Hasil Penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Penanggung Jawab memutuskan: a. hasil penelaahan ditindaklanjuti dengan tahap pemeriksaan; atau b. hasil penelaahan tidak ditindaklanjuti dengan tahap pemeriksaan. Bagian Ketiga Tim Pemeriksa Pasal 17 (1) Dalam hal hasil penelaahan diputuskan untuk ditindaklanjuti dengan tahap pemeriksaan, Penanggung Jawab menetapkan surat tugas pemeriksaan. (2) Surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat: a. Tim Pemeriksa; b. dasar pemeriksaan; c. tujuan pemeriksaan; d. jangka waktu dan jadwal pemeriksaan; dan e. identitas Terperiksa.

9 2015, No.584 (3) Surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Tim Pemeriksa dengan tembusan kepada: a. Sekretaris Jenderal; b. atasan langsung Terperiksa; dan c. Terperiksa. Pasal 18 (1) Keanggotaan Tim Pemeriksa terdiri atas unsur Anggota Ombudsman, unsur Sekretariat Jenderal, unsur tokoh masyarakat dan/atau akademisi. (2) Keanggotaan Tim Pemeriksa ditetapkan dengan surat tugas pemeriksaan. (3) Dalam hal diperlukan untuk membantu Tim Pemeriksa, dapat dibentuk Tim Sekretariat. Pasal 19 Tugas dan wewenang Tim Pemeriksa, meliputi: a. melakukan pemeriksaan berdasarkan bukti awal; b. melakukan koordinasi dengan pihak terkait baik internal maupun eksternal dalam penanganan pelaporan pelanggaran; c. meminta keterangan, penjelasan, data, dan informasi serta konfirmasi bukti-bukti pendukung mengenai laporan yang disampaikan; d. melakukan upaya-upaya lainnya dalam rangka memperoleh bukti, informasi, keterangan dan petunjuk yang dibutuhkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; e. mengundang Whistleblower, Terperiksa, dan pihak-pihak yang terkait dengan laporan yang disampaikan; dan f. menyusun dan menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Penanggung Jawab. Pasal 20 (1) Tim Pemeriksa meminta keterangan pihak-pihak yang terkait dan mengumpulkan bukti lain untuk kepentingan Pemeriksaan. (2) Dalam hal dilakukan permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Pemeriksa menyusun Berita Acara Pemeriksaan. Pasal 21 Tim Pemeriksa melakukan pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidak adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Terperiksa.

2015, No.584 10 Pasal 22 Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf f, paling sedikit berisi: a. dasar pemeriksaan; b. tujuan dan ruang lingkup pemeriksaan; c. uraian jenis pelanggaran; d. fakta-fakta atau kejadian yang terungkap; e. penyebab dan dampak pelanggaran; f. pihak-pihak yang terlibat; g. bukti dan hasil pemeriksaan; h. telaah hukum; dan i. kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut. Pasal 23 (1) Tim Pemeriksa melakukan klarifikasi konsep Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Terperiksa dan/ atau atasan langsung Terperiksa dengan cara memanggil untuk mendapatkan penjelasan. (2) Dalam hal atasan langsung Terperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdapat indikasi terlibat dalam perkara yang diperiksa, maka atasan langsung Terperiksa tersebut diperiksa secara terpisah. Pasal 24 (1) Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ditandatangani oleh Tim Pemeriksa. (2) Tim Pemeriksa menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Penanggung Jawab. (3) Penanggung Jawab menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan kepada rapat pleno untuk dibahas dan diputuskan. Pasal 25 (1) Berdasarkan hasil rapat pleno, Penanggung Jawab menyampaikan Hasil Pemeriksaan kepada pihak berwenang untuk mendapatkan tindak lanjut. (2) Pihak berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pihak yang mempunyai wewenang untuk melakukan tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

11 2015, No.584 BAB V HAK DAN KEWAJIBAN TERPERIKSA DAN PELAPOR (WHISTLEBLOWER) Bagian Kesatu Hak dan Kewajiban Terperiksa Pasal 26 Dalam proses penanganan pelaporan pelanggaran, Terperiksa mempunyai hak: a. mendapatkan perlindungan yang didasarkan pada asas praduga tidak bersalah; b. memberikan hak jawab; c. menyampaikan bukti bahwa tidak melakukan pelanggaran; d. menghadirkan saksi yang meringankan; dan e. mendapatkan pernyataan pemulihan nama baik apabila tidak ditemukan indikasi pelanggaran dalam tahap Penelaahan dan/atau Pemeriksaan. Pasa1 27 Untuk kepentingan penanganan pelaporan pelanggaran, Terperiksa berkewajiban: a. memberi keterangan dengan benar dan jujur; b. bekerja secara kooperatif dengan Tim Pemeriksa; dan c. memenuhi panggilan di setiap tahapan yang dilaksanakan dalam penanganan pelaporan pelanggaran. Bagian Kedua Hak Pelapor (Whistleblower) Pasa1 28 Pelapor (Whistleblower) mempunyai hak: a. dirahasiakan dan/atau disamarkan identitasnya; b. mengetahui perkembangan penanganan pelaporan pelanggaran; c. mendapat keringanan dalam hal turut terlibat dalam perkara yang dilaporkan; dan/atau d. mendapatkan perlindungan sesuai peraturan perundang-undangan.

2015, No.584 12 BAB VI TINDAK LANJUT Pasal 29 Berdasarkan rapat pleno, Penanggung Jawab melakukan tindak lanjut: a. dalam hal ditemukan adanya pelanggaran: 1. menetapkan sanksi atau menyampaikan rekomendasi kepada pihak berwenang; dan/atau 2. menetapkan sanksi berupa pengembalian kerugian keuangan negara. b. dalam hal tidak ditemukan adanya pelanggaran, menetapkan pemulihan nama baik. Pasal 30 Tata cara pengembalian kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a angka 2, dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang undangan. BAB VII PENUTUP Pasal 31 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Ombudsman ini dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 April 2015 KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, DANANG GIRINDRAWARDANA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 April 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY