A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya signifikan yang terkait dengan ketidakamanan pangan (Codex Alimentarius Commission, 2001). Sistem HACCP ini dikembangkan atas dasar identifikasi titik pengendalian kritis (critical control point) dalam tahap pengolahan dimana kegagalan dapat menyebabkan risiko bahaya (Wiryanti dan Witjaksono, 2001). Standar SNI 01-4852-1998 dikembangkan untuk menjadi panduan penerapan bagi bidang usaha di Indonesia sehingga memungkinkan untuk memasuki pasa proses sertifikasi. Bagi industri yang ingin menerapkan sistem HACCP, selain mengacu kepada SNI 01-4852-1998 dapat juga merujuk pada pedoman Badan Stardisasi Nasional 1004-1999. Sistem HACCP yang diterapkan pada industri dan diakui dunia, salah satunya mengacu pada pedoman Codex Alimentarius Comission dalam Guidelines for Application of The Hazard Analysis Critical Control Point System yang terdiri dari 12 tahap dan 7 prinsip. Hal tersebut dapat dlihat pada Gambar 1. Persyaratan dasar untuk penerapan HACCP sebaknya dipenuhi terlebih dahulu oleh suatu organisasi sebelum sistem HACCP diadopsi. Beberapa petunjuk praktis manajemen yang baik dikenal dengan istilah tipikal seperti: 1. Good Handling Practices (GHP) 2. Good Hygienic Practices (GHP) 3. Goof Manufacrutong Practices (GMP) 4. Good Distribution Practices (GDP) 5. Good Ratailing Practices (GRP) 6. Good Catering Practices (GCP) Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut
Introduction to HACCP Principles. Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=mgxffevbjqu Tahap 1 Menyusun Tim HACCP Tahap 2 Mendeskripsikan produk Tahap 3 Identifikasi pengguna Tahap 4 Menyusun diagram alir proses produksi Tahap 5 Verifikasi diagram alir Tahap 6 Analisis bahaya dan tindakan preventiv Prinsip 1 Tahap 7 Identifikasi CCP Prinsip 2 Tahap 8 Menetapkan critical limit untuk setiap CCP Prinsip 3 Tahap 9 Menetapkan system pemantauan untuk setiap CCP Prinsip 4 Tahap 10 Menetapkan tindakan koreksi Prinsip 5 Tahap 11 Menetapkan prosedur verifikasi Prinsip 6
Menetapkan prosedur pencatatan Tahap 12 Prinsip 7 Gambar 1. Peta alir tahap aplikasi HACCP (Codex Alimentarius Comission, 2004) Direktorat Usaha dan Pengolahan Hasil Perikanan (1999/2000) menetapkan bahwa yang menjadi dasar pertimbangan dipilihnya HACCP adalah : a. Sistem yang dikembangkan mempunyai keselarasan dengan sistem yang dikembangkan dan diterapkan negara-negara konsumen antara lain Eropa, Kanada, Amerika Serikat dan sebagainya. b. Konsepsi HACCP mengantisipasi aspek pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan selama proses produksi sejak pra panen sampai dengan pasca panen untuk menghasilkan produk yang terjamin aman dan sehat. c. Diharapkan efisiensi dalam pengolahan sumber daya perikanan dapat ditingkatkan dan tingkat kerusakan (losses) dapat ditekan. Menurut Wiryanti dan Witjaksono (2001), sistem HACCP sebagai suatu sistem pengendalian mutu tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus ditunjang oleh faktor-faktor lain yang menjadi dasar dalam menganalisis besar kecilnya risiko terjadinya bahaya. Faktor penunjang yang menjadi pra-syarat (pre-requisite) keefektifan penerapan program HACCP sebagai sebuah sistem pengendalian mutu adalah terpenuhinya persyaratan kelayakan dasar suatu sistem unit pengolahan, yang meliputi: a. Cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufacturing Practices), meliputi persyaratan bahan baku, bahan pembantu, bahan tambahan makanan, persyaratan produk akhir, penanganan, pengolahan, perwadahan atau pengemasan, penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. b. Standar prosedur operasi sanitasi (Sanitation Standard Operating Procedure), meliputi kondisi fisik sanitasi dan higienis perusahaan atau unit pengolahan, sanitasi dan kesehatan karyawan dan prosedur pengendalian sanitasi. Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tuntutan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu
dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif (Bogor Agriculture University, 2005). Menurut Thaheer (2005), aplikasi HACCP terdiri dari 12 tahapan, yaitu: 1. Menyusun Tim HACCP Tim ini harus dipilih oleh pihak manejemen (komitmen pihak manejemen adalah syarat paling awal yang harus ada untuk mensukseskan studi). Perencanaan, organisasi dan identifikasi sumber-sumber daya yang penting adalah tiga kondisi yang penting untuk penerapan metode HACCP yang berhasil. Kesuksesan studi tergantung pada pengetahuan kompotensi anggota-anggota tim terhadap produk, proses dan potensi bahaya yang perlu diperhatikan, pelatihan yang sudah mereka jalani tentang prinsip-prinsip metode ini, dan kompotensi pelatih. Tergantung pada kasusnya, tim ini terdiri dari 4-10 orang yang menguasai produk proses dan potensi bahaya yang hendak diperhatikan. Sebagai acuan tim ini terdiri dari pemimpinan produksi, quality control, bagian teknisi dan perawatan. 2. Mendeskripsikan produk Deskripsi produk menjelaskan karakteristik umum (komposisi, volume, struktur). Struktur fisiko kimia, bahan pengemas dan cara pengemasan, kondisi penyimpinan, informasi tentang pelabelan, instruksi tentang pengawetan dan penggunaannya, kondisi distribusi, dan kondisi penggunaan oleh konsumen. Pada prakteknya, informasi ini juga perlu dikumpulkan untuk bahan mentah, bahan baku, produk antara, dan produk yang harus diproses ulang jika bahanbahan tersebut memiliki karakteristik tertentu. 3. Identifikasi Pengguna Tujuan pengguna harus didasarkan penggunaan yang harus diharapkan oleh konsumen akhir. Pada kasus-kasus tertentu, populasi yang sensitif harus dipertimbangkan, tujuannya adalah : a. Untuk mendaftar umur simpan yang diharapkan, penggunaan produk secara normal, petunjuk penggunaan, penyimpanan yang dapat diduga dan masih masuk akal, kelompok konsumen yang akan menggunakan produk tersebut. b. Untuk menentukan konsisitensi petunjuk penggunaan dengan kondisi penggunaan yang sesungguhnya. c. Untuk memastikan bahwa petunjuk pelabelan produk akhir sesuai dengan peraturan yang dibuat.
d. Jika perlu mengusulkan modifikasi petunjuk penggunaan, bahkan produk atau proses yang baru untuk menjamin keamanan konsumen. 4. Menyusun diagram alir proses produksi Diagram alir adalah penyajian yang mewakili tahapan-tahapan operasi yang saling berkesinambungan. Diagram alir proses akan mengidentifikasi tahapan-tahapan proses yang penting (dari penerimaan hingga perjalanan akhir produk yang dipelajari). Diagram alir adalah suatu gambaran yang sisitimatis dari urutan tahapan atau pelaksanaan pekerjaan yang dipergunakan dalam produksi atau dalam menghasilkan pangan tertentu. Bentuk diagram alir tergantung perusahaan, dapat berbentuk kata dan garis. (lebih muda dimengerti) atau menggunakan simbol. 5. Verifikasi diagram alir Tujuan dari tahapan ini adalah memvalidasi asumsi-asumsi yang dibuat berdasarkan tahapantahapan proses serta pergerakan produk dan pekerja dilokasi pengolahan pangan. Seluruh anggota tim HACCP harus dilibatkan. Proses verifikasi tahap ini harus diprioritaskan pada tinjauan tentang proses yang dilakukan dipabrik pada waktu-waktu yang berbeda pada saat operasi, termasuk pada shift yang berbeda. Jika tahap ini tidak dilakukan dengan teliti maka analisa yang dilakukan selanjutnya bisa keliru. Potensi bahaya yang sesungguhnya bisa tidak teridentifikasi dan titik-titik yang bukan titik pengendalian kritis teridentifikasi sebagai CCP. Dengan demikian perusahaan telah membuang-buang sumber daya dan tingkat keamanan produk menjadi berkurang. 6. Analisis bahaya dan tindakan preventif Analisis bahaya adalah proses pengumpulan dan menilai informasi mengenai bahaya dan keadaan sampai dapat terjadinya bahaya untuk menentukan mana yang berdampak nyata terhadap keamanan pangan dan harus ditangani dalam rencana HACCP. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menentukan potensi bahaya yang mana yang sepenuhnya telah dapat dikendalikan dengan upaya pengendalian yang telah dilakukan pada program yang telah disyaratkan sebelumnya, bangunan, peralatan, sanitasi, pelatihan perseorangan, penyimpanan, dan transportasi. Masing-masing upaya pengendalian perlu dibuat dalam bentuk resmi kedalam prosedur yang telah didefenisikan dengan baik atau intruksi kerja yang dibuat oleh tim HACCP dan keefektifannya perlu dikaji ulang dengan mempertimbangkan seluruh informasi ilmiah yang telah dikumpulkan pada tahap pendahuluan protokol.