BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Skripsi

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

PENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

Judul Tema: Perilaku Asertif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

Hubungan Antara Secure Attachment Dengan Perilaku Asertif Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Non-Reguler Angkatan 2010 Palembang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan individu yang telah lulus dari perguruan tinggi disebut sebagai Sarjana

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF ANTARA ETNIS JAWA DENGAN ETNIS DAYAK

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

Tabel validitas alat ukur kompetensi interpersonal

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

BAB I PENDAHULUAN. kurang berkembang karena mereka tidak mengaktualisasikan seluruh potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial

Lampiran 1. Uji validitas dan reliabilitas. Hasil try out Penyesuaian diri

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perilaku Asertif dalam Bimbingan Sosial. untuk mencapai perkembangan optimal. Jamal Ma mur (dalam Ratnawati,

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia melalui kegiatan pengajaran, kegiatan pengajaran ini

BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT)

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF METODE LIGHTENING THE LEARNING CLIMATE UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, disadari atau tidak remaja akan kehilangan hak-hak pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan manusia pada masa remaja terjadi perubahan-perubahan yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2

Membuka Diri Dalam Interaksi Sugiyatno. SPd Dosen BK FIP UNY

Nomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang paling mutlak dimiliki oleh semua orang.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

PENDAHULUAN. Mahasiswa yang menjalani kuliah di kampus ada yang merasa kurang

BAB I PENDAHULUAN. paling menarik dari percepatan perkembangan seorang remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ini khususnya dalam melatih kemampuan verbal, kuantitatif, berpikir

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku asertif sangat penting bagi setiap orang guna memenuhi segala kebutuhan dan keinginan, terutama pada mahasiswa, dimana harus menyelesaikan tugas perkembangan juga dihadapan dengan berbagai tugas akademik. Mahasiswa diharapkan memiliki sikap aktif, kreatif, kritis dan dewasa dalam berpikir dan berperilaku. Mahasiswa diharapkan pula dapat menempatkan diri pada situasi yang tepat, mampu menyelesaikan masalah atau tugas, mampu bekerjasama, menyelesaikan permasalahan yang menantang dan tertarik untuk berdiskusi. Maka dari itu, kemampuan untuk berperilaku asertif tentunya sangat perlu dimiliki oleh mahasiswa. Perilaku asertif merupakan perilaku interpersonal yang bersifat jujur dan mengekspresikan pikiran-pikiran dan perasaan dengan memperhitungkan kondisi sosial yang ada (Rimm & Masters, dalam Rakos, 1991). Perilaku asertif memungkinkan seseorang dapat berperilaku sesuai apa yang diinginkan tanpa menyakiti perasaan orang lain, dapat mempertahankan diri tanpa merasa cemas, mengekspresikan perasaan secara jujur serta menggunakan hak pribadi tanpa melanggar hak orang lain (Marini & Andriani, 2005) Corey, (2007) mengatakan bahwa asertif merupakan kemampuan seseorang untuk mengekspresikan kenyataan dirinya sesuai dengan kondisi sesungguhnya, untuk meminta dengan ekspresi positif atau negatif. Perilaku asertif adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang. Langsung berarti dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan terfokus dengan benar. Jujur berarti pernyataan dan gerak-geriknya sesuai dengan apa yang diarahkannya. Pada tempatnya menunjukkan bahwa perilaku tersebut memperhitungkan hak dan perasaan orang lain serta tidak mementingkan dirinya sendiri. 1

2 Perilaku asertif dapat menunjang perkembangan individu ke arah yang optimal. Individu yang asertif dapat mengalami peningkatan diri, ekspresif, bisa meraih tujuan yang diinginkan, dapat menentukan pilihan serta merasa nyaman dengan dirinya. Individu yang memiliki asertivitas yang baik akan dapat belajar secara baik tanpa adanya gangguan ketidakmampuan menyampaikan maksud dan tujuan tersebut (Ratna, 2003) Perilaku asertif perlu dimiliki oleh mahasiswa, sebab mahasiswa yang tidak dapat berperilaku asertif, disadari atau tidak, mahasiswa akan kehilangan hak-hak pribadi sebagai individu dan tidak dapat menjadi individu yang bebas dan akan selalu berada dibawah kekuasaan orang lain. Meskipun ada sebagian mahasiswa yang mampu mengekspresikan apa yang ada dipikirannya, namun banyak mahasiswa yang masih merasa malu atau takut untuk mengungkapkan pendapat dan keinginannya. Fenomena yang terjadi pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan, terlihat bahwa banyak mahasiswa yang masih sukar menyatakan pendapat atau hal yang diinginkannya, mudah mengalah dan tersinggung, cemas serta tidak yakin dengan dirinya sendiri serta menunggu orang lain untuk memulai percakapan, cenderung gelisah, khawatir bagaimana orang lain akan bereaksi dan memiliki kebutuhan tinggi untuk disetujui. Individu menunjukkan sikap yang pasif, secara diam-diam marah atau benci pada orang lain. Kondisi demikian mengindikasikan adanya perilaku asertif yang kurang pada mahasiswa. Hasil wawancara awal dengan dua mahasiswa di Fakultas Psikologi diketahui bahwa saat kegiatan kuliah atau diskusi, tidak semua mahasiswa dapat menyampaikan pendapat atau sekedar mengajukan pertanyaan. Banyak mahasiswa yang cenderung diam, malu mengutarakan pendapat karena takut mendapat penolakan. Mahasiswa M mengatakan: Pas kuliah gitu ya, banyak yang bertanya atau menyampaikan pendapat jika diminta dosen. Kalau saya cenderung diam, soale nggak berani mau ngomong apa. Takutnya kalau pendapat saya salah, nanti diketawain sama temanteman. Kan jadi malu.

3 Subyek lain berinisial L mengatakan: Sebenarnya kalau lagi kuliah pengen nanya-nanya ke dosen, atau kalau nggak nanya pas dosen lagi senggang di kantor. Soale masih banyak mata kuliah yang belum dipahamin, tapi ya itu tadi, nggak berani. Bukan takut sih, tapi nggak enak aja kalau nanya-nanya sama dosen. Tidak semua mahasiswa mampu berperilaku asertif. Hal ini disebabkan tidak semua mahasiswa memiliki kesadaran bahwa mereka memiliki hak berperilaku asertif. Banyak mahasiswa yang cemas berperilaku asertif, bahkan banyak mahasiswa yang kurang terampil dalam mengekspresikan diri secara asertif. Hal ini dapat dipengaruhi latar belakang budaya keluarga dimana mahasiswa tinggal, urutan dalam keluarga, pola asuh, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan sistem kekuasaan orang tua. Perilaku asertif akan berkembang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Harris (Yessy, 2003) mengatakan bahwa kemampuan berperilaku asertif dipengaruhi pengalaman masa kecil. Pengalaman tersebut berupa interaksi dengan orang tua yang membentuk suatu pola respon yang menjadi dasar seseorang menghadapi berbagai masalah setelah dewasa. Kualitas respon orang tua dengan anak akan membentuk sebuah ikatan emosional antara anak dengan orang tua, yang sering disebut dengan kelekatan (attachment). Kelekatan antara orang tua dan anak sangat diperlukan oleh seseorang, bahkan ketika mereka telah tumbuh dewasa. Istilah kelekatan mengacu pada hubungan emosional awal antara anak dan pengasuh (biasanya satu atau kedua orang tua). Papalia, (2013) menyatakan kelekatan adalah ikatan emosional menetap yang bersifat timbal balik antara anak dan pengasuh, yang berkontribusi terhadap kualitas hubungan tersebut. Kelekatan yang dibangun pada masa anak tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan anak selanjutnya hingga dewasa. Ainswort, (papali, 2013) membagi kelekatan menjadi tiga bentuk, yaitu kelekatan aman (secure attachment) dan dua bentuk kelekatan tidak aman (insecure attachment), yaitu penghindaran ( avoidant)dan kelekatan ambivalen (ambivalent attachment). Setiap pola kelekatan memiliki konsekuensi masing-masing. Kelekatan yang baik dengan orang tua akan mendorong kepercayaan untuk terlibat hubungan dengan orang lain dan sebagai dasar pengembangan keterampilan interpersonal

4 (Santrock, 2014). Makin aman kelekatan seorang anak terhadap orang dewasa yang bersifat mengasuh akan membuat anak semakin mudah untuk mengembangkan hubungan yang baik dengan orang lain. Srouf, (1996) mengatakan bahwa kelekatan aman adalah suatu kelekatan emosional yang ditandai dengan adanya keterikatan perasaan seseorang dengan orang yang lain, dimana individu dapat saling berbagi perasaan dan pikiran mereka, baik secara verbal maupun non verbal. Kelekatan aman berupa dukungan dari orang tua agar menjadikan anak lebih mandiri dan otonomi. Anak yang memiliki kelekatan amandengan orang tua menunjukkan perilaku prososial, penyesuaian sosial dan psikologis yang lebih baik serta mampu berpisah dengan orang tua dengan tetap menjaga komunikasi dengan orang tua. Shaffer, (2002) mengatakan individu dengan kelekatan aman akan memperlihatkan ketergantungan yang tidak berlebihan kepada orang lain. Individu akan memiliki kepercayaan bahwa dirinya dicintai dan melihat orang lain sebagai orang baik, dan berniat baik. Kelekatan aman menggambarkan hubungan seeorang dengan orang tua sebagai hangat dan saling menyayangi. Hal ini akan berdampak pada hubungan sosialnya yang jauh lebih baik dan responsif terhadap kebutuhan orang lain. Mahasiswa yang tumbuh dengan kelekatan aman akan memiliki kepercayaan diri yang lebih baik dalam situasi sosial dan cenderung lebih asertif. Rasa aman merupakan sumber bagi mahasiswa untuk berfungsi secara mandiri dalam dunia yang lebih luas dan tercapainya kompetensi sosial yang berhubungan erat dengan penyesuaian sosial dan kualitas interaksi antar pribadi. Sedangkan mahasiswa yang merasakan tidak aman, akan kurang percaya diri dalam mengungkapkan keinginannya dan memiliki tingkat kemampuan sosial yang rendah. Akibatnya mahasiswa cenderung kurang bisa mengungkapkan kebutuhan dan keinginannya kepada orang lain dan cenderung kurang memiliki kemampuan asertif. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti terdorong melakukan penelitian mengenai hubungan antara kelekatan aman dengan perilaku asertif pada mahasiswa. Penelitian ini berjudul Hubungan antara Kelekatan Aman

5 dengan Perilaku Asertif pada Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara kelekatan aman dengan perilaku asertif pada mahasiswa. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat yaitu: 1. Manfaat secara teoritis Diharapkan dapat menambah studi kepustakaan dalam bidang psikologi sosial, lebih spesifik mengenai hubungan antara kelekatan aman dengan perilaku asertif pada mahasiswa. 2. Manfaat secara praktis Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber wawasan bagi mahasiswa dalam mengembangkan perilaku asertif.