BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

GUBERNUR SUMATERA BARAT

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPMEN NO. 231 TH 2003

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia

BERITA NEGARA. No.11, 2014 KEMENAKERTRANS. Data. Informasi. Ketenagakerjaan. Klasifikasi. Karakteristik. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman dewasa ini, Indonesia mengalami berbagai

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2008 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu persoalan utama dalam hubungan kerja antara pekerja atau buruh

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain

TENTANG DI KOTA CIMAHI. Ketenagakerjaan. Kerja Asing;

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

BAB I PENDAHULUAN. dengan kualitas yang baik dari karyawan dalam melaksanakan tugasnya,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA TERHADAP TENAGA KERJA HARIAN LEPAS PADA PT. TAMBANG DAMAI DI SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kemampuannya sedangkan pengusaha memberikan kompensasi lewat

BAB I PENDAHULUAN. atau ketentuan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya dengan cara pemberian upah yang sesuai dengan undang-undang dan

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. 1. Pengertian hubungan industrial dan kaitannya dengan hubungan industrial

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi

BERITA NEGARA. No.707, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Komponen. Tahapan. Hidup Layak.

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG

CURRICULLUM VITAE. : Lucky Savitri Kusumaningtyas. : Komp. Kemang Pratama I, Jl. Utama II, Blok Bi-11, Bekasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh :

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upah dapat diartikan sebagai hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Hak pekerja/buruh atas Upah timbul sejak dimulainya hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh dan berakhir saat putusnya hubungan kerja. Upah yang diberikan pengusaha kepada pekerja/buruh tidak boleh kurang dari Upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Dibandingkan menggunakan istilah Upah atau Wage, Orang Indonesia lazimnya menyebut Upah dengan Gaji atau Salary. Memang di luar negeri Upah/wage biasanya digunakan untuk pekerja-pekerja kelas rendah. Sementara gaji/salary digunakan untuk pekerjapekerja kelas menengah dan atas. Namun, karena peraturan perundangundangan ketenagakerjaan menggunakan istilah Upah, maka dalam hubungan industrial dan ketenagakerjaan di Indonesia istilah yang digunakan adalah Upah. 1

Upah bagi pekerja merupakan hak yang harus diperoleh karena nilai sumbangsihnya dalam proses produksi menciptakan nilai tambah. Upah harus mencerminkan nilai jabatan yang dipangku seseorang dalam suatu organisasi perusahaan dan organisasi-organisasi pada umumnya dalam suatu industri. Nilai jabatan yang lebih tinggi akan memberikan besaran Upah yang lebih tinggi. Besarnya Upah yang diterima seseorang atau perbedaan nilai jabatan harus mencerminkan rasa keadilan dalam organisasi itu dan nilai jabatan yang ada di pasar (kompetitif). Tidak ada kenaikan Upah tanpa kenaikan nilai jabatan kecuali bagi perusahaan yang mampu dapat melakukan penyesuaian atau pemberian insentif untuk mempertahankan karyawan yang baik. Mekanisme penyesuaian diatur dalam ketentuan perusahaan dengan mempertimbangkan prestasi kerja yang telah dicapai secara individu 1. Upah merupakan faktor penting dan ciri khas dalam suatu hubungan kerja. Upah juga merupakan hal utama bagi para pekerja/buruh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena subsidi riil pemerintah untuk menunjang kebutuhan pokok mereka, seperti makan, minum, tempat tinggal, transportasi, kesehatan, pendidikan dan lain-lain tidak tersedia cukup 2. Dengan demikian, bagi pekerja/buruh Upah menjadi sangat berarti dan tidak kerap menjadi tuntutan jika hal-hal berkaitan dengan Upah itu tidak 1 Kodrat Wibowo, Upah dan Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia: Konsep Ekonomi dan Kenyataan (On-Line), tersedia di http://www.academia.edu/18996963/ (22 Juni 2017). 2 Verdi Ferdiansyah, Prosedur Penetapan dan Penangguhan Upah Minimum Provinsi dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, (Jakarta: FH UI, 2014), 2. 2

diselesaikan secara tuntas dan proporsional 3. Di sisi lain, pengusaha menganggap bahwa Upah yang terlalu tinggi menyebabkan biaya produksi naik sehingga akan memberatkan perusahaan. Kedua pandangan tersebut menyebabkan penetapan Upah yang menimbulkan polemik. Selain itu, pekerja/buruh seringkali dianggap sebagai obyek, faktor eksternal yang berkedudukan sama dengan pelanggan pemasok atau pembeli, yang berfungsi menunjang kelangsungan perusahaan, bukan faktor internal yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perusahaan. Oleh karena itu, pengusaha kerap menekan pekerja/buruh untuk menerima syarat-syarat kerja yang ditetapkan pengusaha secara sepihak misalnya bekerja secara maksimal terkadang melebihi kemampuannya 4. Dengan demikian menyebabkan pemerintah perlu menyeimbangkan posisi tawar pekerja/buruh terhadap pengusaha dengan melakukan pelaksanaan fungsi-fungsi pengaturan utamanya Upah khususnya Upah minimum yang merupakan jaring pengaman bagi kelangsungan hidup pekerja/buruh. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Upah adalah: hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan 3 Abdul Khakim, Aspek Hukum Pengupahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Cet.1, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2006), 3-4. 4 Asri Wijayanti, Menggugat Konsep Hubungan Kerja, Cet.1, (Bandung: Lubuk Agung, 2011), 3-4. 3

keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Dunia ketenagakerjaan di Indonesia telah mengalami perjalanan sejarah yang cukup panjang. Pada era tahun 1970 sampai dengan 1980-an, sebenarnya Pemerintah Indonesia tidak campur tangan dalam penetapan Upah. Namun kenyataannya, posisi netral pekerja/buruh di Indonesia masih sangat rendah sehingga pengusaha justru selalu menekan pekerja/buruh di tengah perekonomian Indonesia yang semakin terindustrialisasi. Bertolak dari sini, akhirnya Pemerintah Indonesia mengubah kebijakan yang menyangkut Upah minimum didasarkan pada kebutuhan fisik minimum (KFM) yang kemudian saat ini menjadi kebutuhan hidup layak (KHL) 5. Sistem penentuan Upah yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Penetapan Domestik Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi dari tingkat kemakmuran, dengan kata lain berbasiskan angka Kehidupan Hidup Layak (KHL) dan tingkat inflasi. Sistem pengupahan di Indonesia juga mendasarkan penentuannya melalui mekanisme konsultasi tripatrit dalam menetapkan Upah minimum antara wakil pengusaha, wakil pekerja, dan wakil pemerintahan. Wakil pemerintahan selain dalam fungsinya sebagai fasilitator dan mediator bila diperlukan pada akhirnya akan juga berperan sebagai pengambil kebijakan sekaligus mengesahkannya secara hukum 6. Sementara itu sebagian kalangan berargumen bahwa penentuan Upah melalui mekanisme tripartit dan berbasiskan pada biaya hidup sangatlah 5 Abdul Khakim, Op. Cit., 10. 6 Kodrat Wibowo, Op.Cit., 1. 4

jauh dari upaya pencapaian kondisi perekonomian yang pro terhadap keberlanjutan economic growth, perluasan lapangan kerja dan produktivitas bangsa. Sistem yang ada dinilai lebih cenderung mengarah pada arogansi pola pemerintahan yang tetap memiliki paradigma lama bahwa peran pemerintah adalah superior dalam perekonomian sektor riil. Selain itu, sistem yang ada juga dinilai lebih banyak mengakibatkan menurunnya daya saing industri, daerah dan sekaligus juga daya saing Negara terutama sebagai daya tarik terhadap investor baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 7. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 89 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi: Upah minimum diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. Terhadap kebijakan Upah tersebut tentu pemerintah tidak hanya memandang pentingnya Upah dari segi peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh saja tetapi juga memperhatikan aspek-aspek lain misalnya aspek makro ekonomi dan kelangsungan usaha. Untuk itu dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1999 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2012 tentang Upah Minimum, diatur bahwa penetapan Upah minimum mempertimbangkan beberapa aspek secara komprehensif misalnya nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL), produktivitas 7 Ibid. 5

makro, pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja, dan usaha yang paling tidak mampu (marginal). Pada tahun 2012 pekerja PT. Yooshin Indonesia, mengajukan gugatan terhadap Gubernur Banten terkait Surat Keputusan Gubernur terkait penetapan Upah minimum Kabupaten/Kota se-provinsi Banten Tahun 2013, dimana besaran Upah minimum untuk Kabupaten Serang Tahun 2013 yaitu Rp 2.080.000,- (dua juta delapan puluh ribu rupiah) dan atas surat keputusan tersebut PT. Yooshin Indonesia mengangguhkan pelaksanaan Upah minimum pekerjanya. Namun penangguhan Upah tersebut disinyalir dilakukan oleh PT. Yooshin Indonesia tidak dengan mekanisme yang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. PT. Yooshin Indonesia melewatkan hasil perundingan bipartit dengan serikat pekerja/buruh yang ada pada PT. Yooshin Indonesia yang tidak menemui kata sepakat dalam penangguhan pelaksanaan Upah minimum yang baru. Sehingga, para pekerja PT. Yooshin Indonesia merasa perlu untuk memperjuangkan keadilan yang sudah seyogyanya menjadi hak mereka selama hubungan kerja antara PT. Yooshin Indonesia dengan para pekerja masih berlangsung. Berdasarkan paparan diatas, maka penulisan skripsi ini akan memberikan penjelasan terkait perselisihan penangguhan Upah minimum kabupaten dengan menganalisa putusan Nomor 09/G/2013/PTUN-SRG dengan judul ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA SERANG NOMOR 09/ G/ 2013/ PTUN - SRG. TENTANG 6

PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM KABUPATEN SERANG TAHUN 2013 ( STUDY KASUS PT. YOOSHIN ). B. Rumusan Masalah 1. Apakah prasyarat penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten Serang tahun 2013 yang diajukan oleh PT. Yooshin Indonesia telah sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Juncto Kepmenakertrans Nomor 231/ MEN/ 2003 Tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum? 2. Apakah Putusan Majelis Hakim PTUN Serang Nomor Perkara 09/G/2013/PTUN-SRG telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Juncto Kepmenakertrans Nomor 231/ MEN/2003 Tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui upaya hukum PT Yooshin Indonesia dalam rangka mengajukan permohonan penanguhan Upah minimum Kabupaten Serang. 2. Mengetahui kesesuaian amar Putusan Majelis Hakim PTUN Serang Nomor Perkara 09/G/2013/PTUN-SRG dengan Undang Undang Ketenagakerjaan No 13/ 2003 beserta peraturan pelaksanaannya Nomor Perkara 09/G/2013/PTUN-SRG. 7

D. Manfaat Penelitian 1. Menambah pemahaman pemberi kerja dalam penerapan Upah minimum yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa merugikan pihak pemberi kerja maupun pihak pekerja. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan yuridis dalam memecahkan kasus-kasus yang sama dalam perselisihan hubungan industrial. E. Definisi Operasional 1. Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima Upah atau imbalan dalam bentuk lain 8. 2. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar Upah atau imbalan dalam bentuk lain 9. 3. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. 10 4. Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat 8 Indonesia, Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, LN No. 39 Tahun 2003, TLN No. 4279, Pasal 1 Angka 3. 9 Ibid., Pasal 1 Angka 4. 10 Indonesia, Undang-Undang RI tentang Ketenagakerjaan, Op.Cit., pasal 1 angka 15 8

buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. 11 5. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 12 6. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 13 7. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. 14 8. Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. 15 9. Pengusaha adalah: a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; 11 Indonesia, Undang-Undang RI tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Op.Cit., pasal 1 angka 11 12 Ibid, pasal 1 angka 3 13 Ibid, pasal 1 angka 4 14 Ibid, pasal 1 angka 25 15 Indonesia, Undang-Undang RI tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Op.Cit., pasal 1 angka 17 9

c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 16 10. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat -syarat kerja dan tata tertib perusahaan. 17 11. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. 18 12. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. 19 13. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. 20 16 Indonesia, Undang-Undang RI tentang Ketenagakerjaan, Op.Cit., Pasal 1 angka 5 17 Indonesia, Undang-Undang RI tentang Ketenagakerjaan, Op.Cit., pasal 1 angka 20 18 Ibid, pasal 1 angka 14 19 Ibid, pasal 1 angka 21 20 Ibid, pasal 1 angka 22 10

14. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenal pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. 21 15. Perundingan Bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. 22 16. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. 23 17. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan 24. 18. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian 21 Indonesia, Undang-Undang RI tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Op.Cit., pasal 1 angka 1 22 Ibid, pasal 1 angka 10 23 Indonesia, Undang-Undang RI tentang Ketenagakerjaan, Op.Cit, pasal 1 angka 17 24 Ibid., Pasal 1 Angka 22. 11

kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/jasa yang telah atau akan dilakukan 25. F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Dari sisi keilmuan, hukum merupakan obyek penyelidikan dan penelitian berbagai disiplin keilmuan sehingga dikatakan bahwa hukum adalah ilmu bersama (rechts is mede wetenschap) 26. Penjelajahan ilmiah para ilmuwan berbagai disiplin ilmu tersebut akan memberikan pencerahan dan kontribusi bagi pemecahan dan jalan keluar terhadap berbagai persoalan hukum yang dihadapi masyarakat. Ilmu hukum memiliki karakter yang khas yang direfleksikan dalam sifat normatifnya. Fokus perhatian ilmu hukum normatif sebagai ilmu praktis adalah mengubah keadaan serta menawarkan penyelesaian terhadap problem kemasyarakatan yang konkret maupun potensial 27. Sebagai ilmu praktis normologis, ilmu hukum normatif berhubungan langsung dengan praktik hukum yang menyangkut dua aspek utama, yaitu tentang pembentukan hukum dan penerapan hukum 28. 25 Ibid., Pasal 1 Angka 30 jo Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, LN. No. 237 Tahun 2015, TLN No. 5747. 26 Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cet. 1 (Malang: Bayumedia Publishing, 2005), 33. 27 Ibid., 293. 28 Ibid., 46. 12

Menurut Sudikno Mertokusumo, pembentukan hukum adalah merupakan proses konkretisasi dan individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dihubungkan dengan peristiwa konkret 29. Di sisi lain, Sudikno merumuskan penemuan hukum dilakukan dengan metode interpretasi, menurut bahasa, historis, sistematis, teleologis, perbandingan hukum, dan futuris. Dari aspek penerapan hukum, permasalahan yang dihadapi adalah tentang interpretasi hukum, kekosongan hukum, antinomi, dan norma yang kabur 30. Penelitian hukum normatif menggunakan studi kasus hukum normatif berupa perilaku hukum, misalnya mengkaji rancangan undangundang. Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Sehingga penelitian hukum normatif berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum dalam perkara in concentro, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum 31. 2. Tipe Penelitian Berdasarkan sifat dan tujuannya, penelitian hukum dibagi menjadi tiga, yaitu 32 : a. Penelitian hukum eksploratori, dapat diartikan sebagai penelitian hukum yang bersifat mendasar dan bertujuan untuk memperoleh 29 Ibid., 47. 30 Ibid., 47. 31 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet.1 (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), 52. 32 Ibid., 49 13

keterangan, informasi, data mengenai hal-hal yang belum diketahui. Penelitian hukum eksploratori tidak memerlukan hipotesis atau teori tertentu. Metode pengumpulan data primer yang digunakan adalah observasi lokasi penelitian dan wawancara dengan responden. Oleh karenanya penelitian hukum eksploratori seringkali menjadi semacam studi kelayakan. b. Penelitian hukum deskriptif, bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Pada penelitian hukum deskriptif, peneliti yang melakukannya harus menggunakan teori dan hipotesis. c. Penelitian hukum eksplanatori, bersifat penjelasan dan bertujuan untuk menguji suatu teori atau hipotesis guna memperkuat atau menolak teori atau hipotesis hasil penelitian yang sudah ada. Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis memutuskan untuk menggunakan metode penelitian deskriptif analisis berdasarkan sifat dan tujuan penelitian yang penulis lakukan dalam menyusun skripsi ini. Pertimbangan penulis dilatari oleh tujuan penulisan ini yang dimaksudkan untuk menganalisa teori kasus pada putusan dan mengkajinya dengan peraturan perundang-undangan terkait. 14

3. Sumber dan Jenis Data Dalam metode penelitian normatif ini, Penulis menggunakan jenis data penelitian Sekunder, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut 33 : a. Data sekunder pada umumnya dalam keadaan siap pakai dan dapat dipergunakan dengan segera. b. Bentuk dan isi data sekunder telah dibentuk oleh peneliti terlebih dahulu. c. Tidak terbatas waktu dan tempat. Dalam data penelitian data sekunder, bahan yang digunakan untuk penulisan skripsi ini antara lain : a) Bahan hukum, yang terdiri dari: 1) Putusan Nomor 09/G/2013/PTUN-SRG; 2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial; 4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan; 5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah; 6) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah; 33 Henry Arianto, Modul 1 Metode Penelitian: Bentuk Penelitian Normatif dan Bentuk Penelitian Empiris, (Jakarta: Univ. Esa Unggul, 2013), 2. 15

7) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten/Kota Se-Provinsi; dan 8) Keputusan Gubernur Banten Nomor 561.2/Kep.15-Huk/2013 tentang Persetujuan Penangguhan Pelaksanaan Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota Se-Provinsi Banten Tahun 2013. b) Bahan non-hukum, yang terdiri dari buku-buku yang berkaitan dengan hukum administrasi negara, serta artikel-artikel maupun jurnal-jurnal lainnya yang berkaitan dengan penelitian dalam skripsi ini. 4. Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan penelitian data kualitatif yakni data yang tidak berbentuk angka, seperti keamanan, semangat meneliti dosen, dan lain-lain. Dari data kualitatif tersebut maka teknik analisis data yang dipergunakan bersifat kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan pada data yang tidak dapat dihitung, bersifat monografis, atau berwujud kasus-kasus. Suriasumantri menyarankan bahwa penelitian kualitatif mencoba menjelaskan sepotong episode kehidupan yang didokumentasikan. Data yang dikumpulkan bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata atau gambar. Data tersebut diperoleh hasil wawancara, catatan pengalaman lapangan, potret, video, dokumen perorangan, memorandum, atau dokumen resmi. Oleh karena itu analisis kualitatif tidak menggunakan alat bantu statistika 34. 34 Henry Arianto, Loc.Cit., 2. 16

G. Sistematika Penulisan Agar penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat fokus dan terarah sesuai dengan harapan-harapan yang dicapai, maka penulisan skripsi ini pun disusun dalam beberapa yang satu sama lain saling mandasari. Oleh sebab itu, sistematika penulisan skripsi ini ditinjau dari masing-masing bab penyusunannya adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang permasalahan yang menjadi latar belakang dilaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Selain itu bab ini juga menguraikan tentang rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai peneliti, dan definisi operasional yang selalu digunakan dalam tiap isi pembahasan. Selanjutnya pada akhir bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang digunakan serta sistematika penulisan penyusunan skripsi ini. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGUPAHAN Bab ini menjelaskan tentang pengertian Upah, perlindungan Upah serta struktur dan skala pengupahan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. BAB III PENANGGUHAN UPAH MINIMUM Bab ini akan menguraikan mengenai penangguhan Upah, Dasar hukum penangguhan Upah, pengertian dan tata cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. 17

BAB IV ANALISIS YURIDIS PUTUSAN NOMOR 09/G/2013/ PTUN-SRG Bab ini mengkaji hasil Putusan atas kasus perselisihan hubungan industrial antara Pekerja/Buruh PT. Yooshin Indonesia dengan Pengusaha PT. Yooshin Indonesia. BAB V PENUTUP Dalam bab ini Penulis menuangkan kesimpulan disertai pula dengan saran kepada Pemerintah dan Pengusaha dalam melaksanakan pengupahan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga terwujudnya hubungan industrial yang harmonis. 18