BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian kohort selama 13 tahun di 3 wilayah di propinsi Jakarta ibukota

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menjadi penyebab paling umum dari kecacatan fisik maupun mental pada usia

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi depresi pada populasi umum sekitar 4 % sampai 7 %.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PREVALENSI FAKTOR RESIKO MAYOR PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI HINGGA DESEMBER 2013 YANG RAWAT INAP DI RSUP.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara maju maupun di negara berkembang. Acute coronary syndrome

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari. 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka

BAB I PENDAHULUAN. plak yang tersusun oleh kolesterol, substansi lemak, kalsium, fibrin, serta debris

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011).

BAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,

KARYA ILMIAH AKHIR NERS. Disusun Oleh : WENI RETNOSARI, S. Kep A PEMINATAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah keadaaan dimana terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK... 1 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2006). Pembuluh

BAB 1 PENDAHULUAN. Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama. dan merupakan penyebab kematian yang ketiga terbanyak di negaranegara

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

I. PENDAHULUAN. berkembang. Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunya terdapat 10 juta

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al.,

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua. setelah penyakit jantung, menyumbang 11,13% dari total

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dua puluh empat subyek penelitian ini dilakukan secara consecutive

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama

Peran Sistem Komplemen pada Patogenesis Aterosklerosis

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan

Hubungan Angka Neutrofil dengan Mortalitas Infark Miokard Akut. The Relationship between Neutrophil Count and Acute Myocardial Infarction Mortality

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

AYU CANDRA RAHMAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan katup jantung merupakan keadaan dimana katup jantung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan sampai dengan tahun 2020 diprediksikan merupakan penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia (Misbach, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Angka kematian penyakit kardiovaskular di Indonesia meningkat setiap tahunnya, tahun 2004 mencapai 30% dibandingkan tahun 1975 yang hanya 5%. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga Indonesia saat ini menunjukkan penyakit serebrokardiovaskuler adalah penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Sebuah penelitian kohort selama 13 tahun di 3 wilayah di propinsi Jakarta ibukota Indonesia menunjukkan penyakit arteri koroner merupakan penyebab kematian tertinggi di Jakarta (Dharma et al., 2012). Tahun 2020 diperkirakan akan terdapat 25 juta kematian setiap tahun akibat penyakit kardiovaskular dimana hampir setengahnya akibat penyakit jantung koroner (Dharma et al., 2012; Nurulita et al., 2011). Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan bentuk paling berbahaya dari penyakit jantung koroner (PJK) dengan angka kematian tertinggi (Alwi., 2006). Diperkirakan 700.000 penduduk Amerika akan mengalami kejadian koroner pertama pada tahun 2006 dan 500.000 diantaranya akan rekuren (ACC/AHA, 2002). Acute Myocardial Infarction adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung (Fenton, 2009). Acute Myocardial Infarction mempunyai etiologi yang heterogen. Penyebab yang paling sering adalah penyakit aterosklerosis pada arteria koroner dengan erosi atau ruptur dari plak aterosklerosis. Erosi atau ruptur plak menyebabkan paparan faktor-faktor prokoagulan pada inti ateroma dengan trombosit yang bersirkulasi dan protein 1

2 koagulasi. Hasil akhir dari proses ini adalah terbentuknya trombus intrakoroner (Fenton, 2009). Proses inflamasi pada aterosklerosis diketahui berperan sebagai kunci patofisiologi AMI (Bassand et al., 2008). Inflamasi yang terjadi berpotensi terus meningkat yang berimbas pada perburukan klinis dan Kejadian Kardiovaskular Mayor (KKM) (Ertürk et al, 2013). Kejadian Kardiovaskular Mayor digunakan secara rutin untuk evaluasi prosedur dan outcome jangka pendek maupun jangka panjang karena menggambarkan tingkat keparahan serta kondisi morbiditas dan mortalitas yang dialami pasien (Kip et al, 2008). Banyak penanda inflamasi diperkenalkan untuk menilai perjalanan KKM (Libby, 2001). Kendala yang dijumpai adalah biaya dan praktikabilitas dari pemeriksaan penanda inflamasi tersebut. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti hs- CRP (high sensitivity C-Reactive Protein), Lp-a (Lipoprotein a), SAA (Serum Amyloid A), dan prediktor lainnya terhitung mahal. Pemeriksaan-pemeriksaan itu juga belum tersedia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tipe C ke bawah. Berbagai penelitian kemudian dikembangkan untuk prediktor KKM yang murah dan praktis. Hitung Lekosit dan subtipe-nya yang terdapat dalam pemeriksaan darah rutin memenuhi kriteria tersebut, terutama terkait perannya dalam inflamasi aterosklerotik dan perburukan klinis yang terjadi (Gurm et al, 2003; Gillum et al, 2005; Margolis et al, 2005; Tsai et al, 2007). Lapisan endotel arteri akan mengalami inflamasi akibat lesi aterosklerotik yang terjadi, menyebabkan migrasi lekosit, terutama netrofil dan monosit, ke dalam intima (Libby et al., 2002; Jialal dan Devaraj, 2001; Azab et al, 2013).

3 Inflamasi akan terus berlanjut dan mempengaruhi stabilitas plak serta berperan pada terjadinya penipisan lapisan penutup/fibrous cap yang menyebabkan ruptur plak. Infiltrasi netrofil diketahui meningkat pada plak yang ruptur dan tidak stabil (Elabbassi dan Al-Nooryani, 2006; Jialal dan Devaraj, 2001; Libby et al., 2002). Plak tidak stabil memberi risiko komplikasi klinis yang lebih tinggi, sehingga semakin tinggi jumlah netrofil yang terukur, semakin besar potensi perburukan klinis dan kejadian KKM (Ertürk et al, 2013). Subtipe lekosit lain, limfosit, merupakan faktor protektif kejadian iskemik dan infark (Mallat, 2004). Penurunan limfosit berkorelasi dengan derajat keparahan aterosklerosis, luaran klinis dan KKM pada SKA, Penyakit Jantung Koroner (PJK), dan penyakit jantung kongestif (Ommen, 1998; Mallat, 2004; Tamhane et al, 2008). Gabungan netrofil dan limfosit dalam rasio netrofil per limfosit diketahui memberikan informasi lebih baik dalam menilai tingkat inflamasi dan risiko KKM (Horne et al, 2005). Rasio ini menggambarkan netrofil sebagai komponen inflamasi aktif serta limfosit sebagai regulator dan komponen protektif dalam satu kesatuan parameter. Semakin tinggi rasio netrofil per limfosit, semakin tinggi inflamasi yang terjadi (Bhutta et al, 2011; Imtiaz et al, 2012; Gibson et al, 2010). Peran rasio netrofil per limfosit pada penyakit kardiovaskular telah diteliti di berbagai negara dengan populasi dan cut off yang berbeda-beda. Mayoritas menggunakan pembagian tertil, kuartil, atau kuintil dari rasio netrofil per limfosit yang diperoleh pada populasi penelitiannya (Arbel et al, 2012; Gazi et al, 2012; Abbase dan Khadim, 2010; Azab et al, 2010; Azab et al, 2013; Nunez et al, 2008;

4 Han et al, 2013; Lee et al, 2012; Shah et al, 2013; Suliman et al, 2010). Peneliti lainnya menggunakan cut off, yang nilainya untuk memprediksi perburukan kondisi atau KKM juga bervariasi antara penelitian satu dengan penelitian lain (Poludasu et al, 2009; Ergelen et al, 2013; Akpek et al, 2012). Poludasu dan rekan (2009) menggunakan cut off >3,5 pada populasi Acute Coronary Syndrome (ACS), Akpek dan rekan (2012) menggunakan cut off >3,3 pada populasi STelevation Myocardial Infarction (STEMI), Ergelen dan rekan (2013) menggunakan cut off >6,97 pada populasi STEMI. Penelitian terkini dilakukan oleh kalkan dan rekan (2014) dengan cut off >6,37 pada populasi STEMI. Dari penelitian-penelitian tersebut, hampir semua mendapatkan hasil yang sama, rasio netrofil per limfosit pada tertil/kuartil/kuintil tertinggi atau rasio netrofil per limfosit di atas cut off yang digunakan, merupakan prediktor bebas untuk kejadian kardiovaskular mayor selama perawatan maupun selama pengamatan jangka panjang (Arbel et al, 2012; Gazi et al, 2012; Abbase dan Khadim, 2010; Azab et al, 2010; Azab et al, 2013; Nunez et al, 2008; Han et al, 2013; Lee et al, 2012; Shah et al, 2013; Suliman et al, 2010; Poludasu et al, 2009; Ergelen et al, 2013; Akpek et al, 2012). Ada beberapa penelitian lain yang mendapatkan hasil berlawanan, seperti penelitian Cho dan rekan (2011) serta Kruk dan rekan (2008) yang tidak mendapatkan hubungan antara rasio netrofil per limfosit dengan perburukan klinis yang terjadi. Penelitian tentang pengaruh rasio netrofil per limfosit terhadap KKM di Indonesia belum dilakukan, sehingga belum diketahui apakah rasio netrofil per limfosit ini dapat digunakan untuk memprediksi kejadian KKM pada populasi ini.

5 B. Permasalahan Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Insidensi AMI dari tahun ke tahun terus meningkat, dan memiliki angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. 2. Proses inflamasi diketahui berperan sebagai kunci patofisiologi AMI. 3. Inflamasi yang meningkat pada AMI dapat mengarah pada perburukan klinis dan terjadinya KKM. 4. Penanda inflamasi untuk menilai perjalanan KKM masih terkendala biaya dan praktikabilitas. 5. Rasio netrofil per limfosit yang parameternya terdapat dalam pemeriksaan darah rutin diperkenalkan dalam berbagai penelitian untuk menilai tingkat inflamasi dan risiko KKM. 6. Penelitian tentang peran rasio netrofil per limfosit pada penyakit kardiovaskular telah diteliti di berbagai negara dengan populasi dan cut off yang berbeda-beda; cut off yang digunakan peneliti pada populasi myocardial infarction diantaranya adalah >6,37 7. Penelitian tentang rasio netrofil per limfosit untuk KKM di Indonesia belum dilakukan, sehingga belum diketahui aplikasinya pada populasi ini. C. Pertanyaan Penelitian Apakah rasio netrofil per limfosit >6,37 merupakan prediktor bebas kejadian kardiovaskular mayor selama perawatan intensif pasien AMI di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?

6 D. Keaslian Penelitian Rasio netrofil per limfosit telah diperkenalkan sebagai penanda prognostik pada pasien yang mengalami ACS, AMI, menjalani Percutaneous Coronary Intervention (PCI), sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1. Penelitian tentang rasio netrofil per limfosit dengan Kejadian Kardiovaskular Mayor (KKM) Peneliti, tahun, Kalkan et al, 2014 Ergelen et al, 2013 Akpek et al, 2012 Gazi et al, 2012 Abbase & Khadim, 2010 Azab et al, 2010 Suliman et al, 2010 Poludasu et al, 2009 Nunez at al, 2008 Tempat penelitian Turki Populasi Metode Hasil 72 STEMI pasca PCI Turki 2140 STEMI menjalani PCI Turki 428 STEMI menjalani Cross sectional Kohort retrospektif Kohort PCI Turki 525 STEMI Kohort retrospektif Rasio netrofil per limfosit tinggi (>6,37) memiliki fraksi ejeksi ventrikular rendah dan berasosiasi dengan luaran buruk yang tinggi. Rasio netrofil per limfosit >6,97 adalah prediktor bebas untuk mortalitas jangka panjang dan selama perawatan. Rasio netrofil per limfosit >3,3 adalah prediktor bebas non reflow dan KKM. Rasio netrofil per limfosit tertil ketiga (>5,77) adalah prediktor bebas untuk mortalitas jangka pendek dan selama perawatan. Marjan, Irak 98 AMI Kohort Rasio netrofil per limfosit dan hitung lekosit tertil ketiga adalah prediktor bebas untuk mortalitas selama perawatan. New USA York, 1345 NSTEMI Kohort Rasio netrofil per limfosit tertil ketiga (>4,7) adalah prediktor bebas untuk mortalitas jangka pendek dan jangka panjang. Oman 300 ACS Kohort Rasio netrofil per limfosit saat masuk (tertil ketiga) adalah prediktor bebas untuk mortalitas. New USA York, 372 ACS Kohort retrospektif Rasio netrofil per limfosit >3,5 adalah prediktor bebas untuk mortalitas jangka panjang dan selama perawatan. Spanyol 515 STEMI Kohort Rasio netrofil per limfosit kuintil kelima (>4,7) lebih baik dari lekosit dalam memprediksi mortalitas jangka panjang. Sepengetahuan penulis belum ada penelitian tentang pengaruh besarnya rasio netrofil per limfosit terhadap KKM selama perawatan intensif pasien AMI di Indonesia.

7 E. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Manfaat Teoritis Dapat memberikan bukti ilmiah tentang manfaat rasio netrofil per limfosit dalam pelayanan laboratorium klinis sebagai faktor prognostik pada pasien AMI selama perawatan intensif. 2. Manfaat Praktis Rasio netrofil per limfosit sebagai parameter yang sederhana, murah, dan rutin diperiksa dapat digunakan untuk menentukan prognosis dan memprediksi kejadian kardiovaskular mayor pada penderita AMI guna pencegahan sekunder terhadap perkembangan komplikasi. F. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran rasio netrofil per limfosit >6,37 sebagai prediktor bebas kejadian kardiovaskular mayor selama perawatan intensif pasien AMI di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta