BAB II Tinjauan Pustaka A. Tinjauan Teoritis 1. Analisis Saham Seorang investor perlu melakukan analisis terlebih dahulu terhadap sahamsaham yang akan dipilihnya guna memprediksi apakah saham tersebut akan memberikan tingkat return yang sesuai dengan tingkat return yang diharapkan. Secara umum ada dua analisis atau pendekatan yang sering digunakan dalam melakukan analisis saham, yaitu analisis teknikal (technical analysis) dan analisis fundamental (fundamental analysis). a. Analisis Teknikal Perhitungan analisis teknikal disebuat juga The Castle In The Air Theory. Teori ini memusatkan peratian pada nilai psikologis, karena tidak seorangpun dapat mengetahui dengan pasti apa yang terjadi di masa yang akan datang. Teori ini menekankan lebih penting menganalisa siapakah pembeli dan penjual, tingkat kegiatan pasar, dan bagaimana investor atau ekspestasi. Menurut Foster (1986) dalam Tendelilin (2001:239) beberapa alat analisis teknikal yang digunakan adalah : 1. The Dow Theory The Dow Theory digunakan untuk mengindikasikan pengulangan dan trend di pasar baik dalam keseluruhan saham maupun dalam satu saham tertentu. Teori ini menkankan bahwa ada tiga jenis gerakan, yaitu : a. Fluktuasi harga harian, yaitu gerakan yang kecil dari hari ke hari.
b. Gerakan sekunder, yaitu gerakan harga dari dua minggu sampai sebulan atau lebih. c. Trend primer, yaitu gerakan utama harga yang meliputi jangka waktu 4 tahun atau lebih. 2. The Price Volume System The Price Volume System merupakan sistem yang memperlihatkan bekerjanya price volume system. Teorinya adalah ketika penjualan suatu saham bergerak naik dalam jumlah besar, maka terdapat akses berupa keinginan untuk membeli sehingga harga bergerak naik. Demikian juga ketika penjualan saham turun dalam jumlah besar, maka terdapat akses berupa keinginan untuk menjual sehingga harga bergerak naik. 3. Chart Patterns and Graphs Penganut keyakinan ini berpendapat bahwa kejadian di masa lalu memiliki kebiasaan mengulangi dirinya, namun interpretasinya banyak yang merupakan evaluasi subyektif. Penganut The Castle In The Air Theory berkeyakinan bahwa pasar hanya 10 % bersifat rasional dan 90 % ditentukan faktor psikologis. Mereka mengikuti pola pemikiran The Castle In The Air dan memandang investasi sebagai permainan dimana kita harus menaklukan musuh dengan cara mengantisipasi bagaimana lawan tersebut akan berperilaku sehingga kita dapat menyusun strategi untuk melawan. Analisis teknikal biasanya menggunakan data yang dianalisis dengan menggunakan grafik, atau program komputer. Dengan mengamati grafik tersebut dapat diketahui bagaimana kecenderungan harga, memperkirakan kemungkinan waktu dan jarak kecenderungan dan memilih saat yang paling menguntungkan untuk masuk dan keluar pasar. Dengan menggunakan analisis teknikal maka analisis terhadap variabel ekonomi dan variabel perusahaan tidak perlu dilakukan untuk mengestimasi nilai saham berdasarkan asumsi-asumsi tertentu. Menurut Levy (1966) dalam Tendelilin (2001:248) terdapat beberapa asumsiasumsi yang mendasari analisis teknikal.
1) Nilai pasar barang dan jasa ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran. 2) Interaksi permintaan dan penawaran ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor rasional maupun faktor yang tidak rasional. Faktor-faktor tersebut meliputi berbagai variabel ekonomi dan variabel fundamental serta faktor seperti opini yang beredar, mood investor dan ramalan-ramalan investor. 3) Harga-harga sekuritas secara individual dan nilai pasar secara keseluruhan cenderung bergerak mengikuti suatu tren selama jangka waktu yang relatif panjang. 4) Tren perubahan harga dan nilai pasar dapat berubah karena perubahan hubungan permintaan dan penawaran. Hubunganhubungan tersebut akan dideteksi dengan melihat diagram reaksi pasar yang terjadi. b. Analisis Fundamental Perhitungan analisis fundamental dibakukan dalam Firm Foundation Theory. Teori ini pada hakekatnya menekankan penilaian suatu saham didasarkan pada pendapatan perusahaan yang dibayarkan dalam bentuk dividen income. Teori juga memperkenalkan konsep discounting yang pada dasarnya merupakan proses penilaian aliran di masa yang akan datang. Dalam konteks ini nilai yang dimaksud adalah sama dengan nilai sekarang dari seluruh aliran penerimaan dividen yang akan diterima dengan discount factor tertentu yang mencerminkan tingkat return alternative investasi yang diinginkan setelah memperhatikan unsur resiko dan waktu. Menurut William (1981) dalam Tendelilin (2001:252) asumsi asumsi yang digunakan dalam Firm Foundation Theory yaitu : 1. Investor yang rasional harus membayar harga yang lebih tinggi untuk suatu saham yang memiliki tingkat pertumbuhan dividen
yang lebih besar. Juga untuk tingkat pertumbuhan yang berlaku dalam jangka waktu yang lebih panjang. 2. Investor yang rasional harus mau membayar harga yang lebih tinggi atas suatu saham yang memiliki rasio kecil (jika faktor lainnya sama). 3. Investor yang rasional harus membayar harga yang lebih tinggi atas suatu saham yang memiliki kebijaksanaan dividen payout yang lebih tinggi (jika faktor lainnya sama). 4. Investor yang rasional harus mau membayar harga yang lebih tinggi atas suatu saham jika suku bunga turun atau lebih rendah (jika faktor lain sama). Widoatmodjo (2007:263) menyatakan bahwa analisis fundamental sebenarnya merupakan analisis saham yang dilakukan dengan melakukan penilaian atas laporan keuangan. Menurut Darmadji (2006:189) analisis fundamental merupakan salah satu cara melakukan penilaian saham dengan mempelajari atau mengamati berbagai indikator terkait makro ekonomi dan kondisi industri suatu perusahaan, termasuk berbagai indikator keuangan dan manajemen perusahaan. Dengan demikian analisis fundamental merupakan analisis yang berbasis pada data riil untuk mengevaluasi atau memproyeksi nilai suatu saham. Beberapa data atau indikator yang umum digunakan dalam analisis fundamental adalah : pendapatan, laba, pertumbuhan penjualan, imbal hasil atau pengembalian atas ekuitas, margin laba, dan data-data keuangan lainnya sebagai sarana untuk menilai kinerja perusahaan dan potensi pertumbuhan perusahaan di masa mendatang. Jogiyanto (2003:102) menyatakan bahwa pada analisis fundamental terdapat dua model penilaian saham yang sering digunakan para analisis sekuritas
1) Pendekatan Present Value Dalam pendekatan ini, perhitungan saham dilakukan dengan mendiskontokan semua aliran kas yang diharapkan di masa datang dengan tingkat diskonto sebesar tingkat return yang disyaratkan investor. 2) Pendekatan Price Earning Ratio Price earning ratio menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Dalam pendekatan ini, investor akan menghitung berapa kali nilai earning yang tercermin dalam harga suatu saham. 2. Price Earning Ratio Price earning ratio merupakan perbandingan antara harga pasar atau saham (market price) dengan earning per lembar saham yang bersangkutan. Price earning ratio merupakan suatu ukuran yang penting bagi para investor dalam berinvestasi karena PER diakui sebagai metode penilaian saham yang baik yang menentukan nilai saham di masa yang akan datang dan menentukan besarnya modal dalam saham. PER juga merupakan ukuran untuk menentukan bagaimana pasar memberi nilai atau harga pada saham perusahaan. Keinginan investor melakukan analisis saham melalui rasio-rasio keuangan seperti PER dikarenakan adanya keinginan investor atau calon investor akan hasil (return) yang layak dari suatu investasi saham. Pendekatan PER ini disebut juga pendekatan multiplier, investor akan menghitung berapa kali (multiplier) nilai earning yang tercermin dalam harga suatu saham. Hal ini menunjukkan bahwa harapan investor terhadap earning perusahaan direfleksikan pada harga saham yang bersedia mereka bayar atas saham perusahaan tersebut yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap nilai
PER. Jika dikatakan PER suatu saham sebanyak 2 kali berarti harga saham tersebut sama dengan 2 kali nilai earning perusahaan tersebut. Secara matematis rumus untuk menghitung PER adalah sebagai berikut: PER = PER menggambarkan optimisme dan pesimisme para investor terhadap prospek perusahaan di masa yang akan datang. Kesediaan investor untuk menerima kenaikan PER sangat bergantung pada prospek perusahaan. Perusahaan dengan peluang tingkat pertumbuhan yang tinggi, biasanya memiliki PER yang tinggi. Sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah cenderung memilki PER yang rendah. Price earning ratio merupakan ukuran yang paling banyak digunakan oleh investor untuk menentukan apakah investasi modal yang dilakukan menguntungkan atau merugikan. Price earning ratio berguna untuk melihat bagaimana pasar menghargai kinerja saham suatu perusahaan terhadap kinerja perusahaan yang tercermin dalam earning per share. Menurut Jogiyanto (2003:107) terdapat faktor-faktor yang menentukan besarnya price earning ratio. a. Price earning ratio berhubungan positif dengan rasio pembayaran dividen (Dividend Payout Ratio).
b. Price earning ratio berhubungan negatif dengan tingkat pengembalian yang diinginkan. c. Price earning ratio berhubungan positif dengan tingkat pertumbuhan dividen. 3. Dividend Payout Ratio Menurut Darmadji (2006:179), dividen merupakan pembagian sisa laba bersih perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham atas persetujuan RUPS. Dividen dapat berbentuk tunai (cash dividend) atau dividen saham (stock dividend). Menurut Brigham (2006: 101), dividen tunai merupakan bagian dari laba bersih yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk tunai. Sedangkan dividen saham adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk lembar saham tambahan, bukan dalam bentuk tunai. Dividen dalam bentuk saham ini dimaksudkan untuk mempertahankan harga saham pada suatu tingkat yang optimal. Rasio pembayaran dividen (DPR) menentukan jumlah laba yang dapat ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran deviden. Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan dan pembagian deviden merupakan aspek utama dalam kebijakan dividen. Besarnya atau kecilnya payout ratio ditentukan oleh kebijakan dividen suatu perusahaan. Kebijakan dividen adalah kebijakan yang berhubungan dengan
pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya pembayaran dividen dan besarnya laba ditahan untuk kepentingan pihak perusahaan. Kebijakan deviden ini melibatkan dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda yaitu para pemegang saham dan pihak perusahaan itu sendiri. Rasio dapat dihitung dengan rumus : DPR = 4. Current Ratio Current Ratio merupakan salah satu rasio yang paling umum digunakan untuk mengukur likuiditas atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek tanpa menghadapi kesulitan. Semakin besar current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (termasuk didalamnya kewajiban membayar dividen kas yang terutang). Unsur-unsur yang mempengaruhi nilai current ratio adalah aktiva lancar dan utang jangka pendek. Dalam hal ini aktiva lancar terdiri dari uang kas dan juga surat-surat berharga antara lain surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim
diperdagangkan dalam pasar uang dan pasar modal. Di lain pihak utang jangka pendek dapat berupa utang pada pihak ketiga (bank atau kreditur lainnya). Menurut Darsono (2005: 52), semakin tinggi rasio lancar, kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek juga semakin besar. Rasio lancar yang terlalu tinggi meskipun menunjukkan kemampuan untuk membayar kewajiban jangka pendek juga menunjukkan manajemen yang buruk atas sumber likuiditas. Kelebihan dalam aktiva lancar seharusnya digunakan untuk membayar dividen, membayar hutang jangka panjang atau untuk investasi yang bisa menghasilkan tingkat kembalian lebih. Dalam melihat rasio lancar, analis juga harus memperhatikan kondisi dan lingkungan perusahaan seperti rencana manajemen, sektor industri dan kondisi ekonomi makro secara umum. Rumus untuk menghitung rasio lancar adalah sebagai berikut: CR = 5. Variance of Earning Growth Menurut Syamsuddin (2000: 90), risiko didefinisikan sebagai kemungkinan untuk luka, rusak, atau hilang. Dalam pengertian investasi, risiko selalu dikaitkan dengan tingkat variabilitas return yang dapat diperoleh dari surat berharga. Menurut Jogiyanto (2003: 130), hanya menghitung return saja untuk
investasi tidaklah cukup. Risiko dari investasi juga perlu diperhitungkan. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisah, karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari kedua faktor ini. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar return yang harus dikompensasikan. Untuk menghitung risiko, metode yang banyak digunakan adalah deviasi standar yang mengukur absolute penyimpangan nilai-nilai yang sudah terjadi dengan nilai ekspektasinya. Seseorang dalam melakukan investasi cenderung untuk menghindar dari kemungkinan menanggung risiko, tetapi tidak ada seorang pun yang terbebas dari risiko. Analisis risiko dalam statistik mengkuantifikasi variabilitas return, var (r), atau menggunakan deviasi standar, ə, atau akar kuadrat dari var(r), var(r varian, dan deviasi) standar adalah ekuivalen sebagai ukuran risiko total suatu asset.. Setiap saham yang beredar dalam pasar modal mempunyai risiko yang dapat merugikan investor jika tidak cermat dalam menanganinya. Varian ini merupakan proxi dan risiko. Variance of earnings growth (VEG) mencerminkan ketidakpastian perusahaan dalam memperoleh laba. Perusahaan yang memiliki laba yang stabil akan cenderung akan cenderung memiliki reputasi yang baik dalam mempertahankan payout ratio. Dalam penelitian ini menggunakan variance of earning growth sebagai risiko yang akan ditanggung investor. Variance of earning growth (VEG) awalnya dicari melalui earning per share (EPS) atau laba per lembar saham yang diperoleh perusahaan tersebut, kemudian dicari pertumbuhan dari laba per lembar saham. Dari laba per lembar saham itu baru dicari varian dari pertumbuhan laba. VEG mengukur seberapa besar penyimpangan tingkat pertumbuhan laba emiten yang
menunnjukkan simpangan baku tingkat pertumbuhan laba yang menggambarkan risiko tiap saham. Menurut Anaroga (2006 : 300), risiko berhubungan positif dengan tingkat keuntungan. Semakin tinggi suatu risiko maka akan mengakibatkan semakin tinggi keuntungan yang diharapkan. Risiko merupakan ketidakpastian yang selalu menyertai seorang investor dalam melakukan kegiatan investasi di pasar modal. Untuk mengatasi masalah ini investor harus mempunyai pengetahuan tertentu agar dapat membuat perkiraan-perkiraan rasional pada masa yang akan datang. Dari perkiraan-perkiraan rasional ini dibuatlah keputusan investasi, yaitu jenis investasi yang diperkirakan dapat menghasilkan keuntungan yang paling besar dengan risiko yang paling kecil. Variabel ini menunjukkan varian tingkat pertumbuhan laba yang menggambarkan resiko dari masing-masing saham, dihitung dengan formula : σ g = dimana: σ g : varian pertumbuhan laba gt : pertumbuhan laba. g : rata-rata pertumbuhan laba. n : banyaknya pengamatan dalam satu sampel.
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai price earning ratio sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Halim (2005) menguji pengaruh likuiditas, leverage dan dividen terhadap price earning ratio pada perusahaan manufaktur selama periode 2001-2002. Variabel independen yang digunakan adalah current ratio, debt to equity ratio dan dividend payout ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2001, semua variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap price earning ratio. Tetapi pada tahun 2002 hanya dividend payout ratio yang berpengaruh terhadap price earning ratio. Sembiring (2008) menguji pengaruh DPR dan Earning Growth terhadap price earning ratio. Hasil penelitian menunjukkan DPR dan Earning Growth berpengaruh secara simultan terhadap price earning ratio sedangkan secara parsial hanya earning growth yang berpengaruh terhadap price earning ratio (PER). Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh profitabilitas, likuiditas, leverage, dividen dan profitabilitas terhadap price earning ratio yang dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Tahun Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 2005 Johan Halim 2008 Delvi A Sembiring Pengaruh likuiditas, leverage dan dividen terhadap price earning ratio. Pengaruh Dividend Payout Ratio (DPR) dan Earning Growth terhadap Price Earning Ratio perusahaan manufaktur di BEI Variabel independen dalam penelitian ini adalah Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Dividend Payout Ratio (DPR) sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah Price Earning Ratio Variabel independen dalam penelitian ini adalah DPR dan Earning Growth sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah Price Earning Ratio Baik secara parsial maupun simultan CR, DER dan DPR berpengaruh signifikan terhadap PER untuk periode 1 tahun ke depan tetapi untuk periode 2 tahun kedepan hanya DPR yang berpengaruh terhadap PER. Hasil penelitian menunjukkan hanya variabel Earning Growth yang berpengaruh secara parsial terhadap PER sedangkan DPR tidak berpengaruh signifikan terhadap PER. Jika diuji secara simultan DPR dan Earning Growth berpengaruh terhadap PER.
C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu variabel independen dan variabel dependen. Dalam penelitian ini variabel independen adalah dividend payout ratio, current ratio, dan variance of earning growth. Sedangkan variabel dependen adalah price earning ratio. Dividend pay out ratio selalu berpengaruh positif dengan PER, karena DPR dan PER mempunyai salah satu indikator yang sama yaitu earning per share, sehingga apabila DPR naik maka PER juga akan naik pula. Perusahaan akan selalu dinilai dari likuiditas perusahaan, jika nilai likuiditasnya baik maka dapat dianggap nilai perusahaan itu baik, tetapi jika nilai likuiditasnya turun atau kurang maka perusahaan itu bisa dinilai nilainya akan turun. Likuiditas perusahaan berbanding terbalik dengan risiko. Hal ini akan berhubungan negatif dengan PER, karena PER berhubungan negatif dengan risiko. Dengan kata lain semakin tinggi current ratio likuiditas akan mengakibatkan penurunan terhadap PER. Adanya harga saham yang tinggi diharapkan juga price earning ratio akan naik. VEG dikaitkan dengan price earning ratio. Price earning ratio dianggap sebagai risiko yang akan terjadi dan usaha tidak akan pernah lepas dari risiko. Risiko suatu saham berbeda-beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah. Suatu saham yang mempunyai risiko yang tinggi tidak menarik karena kebanyakan orang khususnya investor tidak berani mengambil
risiko yang besar. Sehingga hal ini mengakibatkan PER naik. Karena PER yang disukai investor adalah PER yang rendah yang berarti harga suatu saham tersebut adalah murah dan berisiko rendah. Variance of earning growth yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki profitabilitas yang stabil serta kurang perhatian pada manajemen laba, akibatnya terjadi ketidakpastian perolehan dividen bagi investor. Berdasarkan tinjauan teoritis dan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti membuat kerangka konseptual atas penelitian sebagai berikut : Dividend Payout Ratio (X1) Current Ratio (X2) Variance of Earning Growth (X3) H1 H2 H3 Price Earning Ratio (Y) H4 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2. Hipotesis Penelitian Menurut Erlina (2008: 29), Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Proporsi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena fenomena. Dengan demikian hipotesis merupakan penjelesan sementara tentang prilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Dalam penelitian ini mengemukakan hipotesis sebagai berikut : H1 : Dividend Payout Ratio berpengaruh secara signifikan terhadap price earning ratio. H2 : Current Ratio berpengaruh secara signifikan terhadap price earning ratio H3 : Variance of Earning Growth berpengaruh secara signifikan terhadap price earning ratio H4 : Dividend Payout Ratio, current ratio, dan varpiance of earning growth secara simultan berpengaruh signifikan terhadap price earning ratio