45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian 1. Gambaran umum Penelitian ini dilakukan di desa Kebondalem Kabupaten Batang dengan batas wilayah barat berbatasan dengan desa Yosorejo, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tambaksari, sebelah selatan berbatasan dengan desa Krengseng dan sebelah utara berbatasan dengan desa Jatipurwo. Berdasarkan luas wilayah Desa Kebondalem menurut penggunaan yaitu luas pemukiman 39,665 ha/m2 sedangkan luas persawahan 74,015 ha/m2. Berdasarkan data jumlah penduduk Desa Kebondalem 2113 orang dengan 601 kepala keluarga, sedangkan data jumlah kepala keluarga yang mempunyai balita di desa Kebondalem sejumlah 180 orang. Sebagian besar penduduk desa Kebondalem beragama islam, kewarganegaraan Indonesia, mata pencarian sebagai buruh tani serta nelayan. Sebagian besar berpendidikan tamat SD sebanyak 126 orang, SMP sebanyak 108 orang dan SMA sebanyak 110 orang sedangkan perguruan tinggi sebanyak 44 orang. Desa Kebondalem mempunyai sarana dan prasarana kesehatan yaitu 1 puskesmas, 5 unit posyandu di setiap dukuh dan I unit Pos kesehatan desa. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik Random Sampling atau acak sederhana yaitu dengan cara undian, adapun rencana jumlah sampel dalam penelitian ini sejumlah 129 orang dan penelitian sampel memenuhi target yaitu sebanyak 129 orang. Penyebaran quisioner ini dilakukan mulai bulan 01 Maret 2014 s.d 31 Maret 2014, peneliti dalam menyebar quisioner dengan cara mendatangi disetiap posyandu di masing-masing dukuh. Adapun jadwal posyandu antar dukuh berbeda. 45
46 2. Karakteristik responden a. Umur Ibu Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di Desa Kebondalem Gringsing Kabupaten Batang, 2014 (n=129) Mean Median Modus Nilai minimun Nilai maximum 31,01 30,00 28 23 40 Tabel 4.1 menunjukkan umur rata-rata responden 31,01, nilai tengah umur responden 30,00, umur yang sering muncul 28 tahun, umur minimum 23 tahun dan umur maximum 40 tahun. b. Pendidikan Ibu Tabel 4.2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan di Desa Kebondalem Gringsing Kabupaten Batang, 2014 (n=129) Pendidikan ibu Frekuensi Persentase SD 67 51,9 SMP 37 28,7 SMA 17 13,2 PT 8 6,2 Total 129 100,0 Tabel 4.2 Menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SD sebanyak 67 orang (51,9%) dan responden terkecil berpendidikan PT sebanyak 8 orang (6,2%). c. Pekerjaan Ibu Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di Desa Kebondalem Gringsing Kabupaten Batang, 2014 (n=129) menunjukkan mayoritas responden sebagai ibu rumah tangga sebanyak 129 (100,0%).
47 3. Analisis Univariat a. Pengetahuan Ibu Tabel 4.3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan responden di Desa Kebondalem Gringsing Kabupaten Batang, 2014 (n=129) Pengetahuan ibu Frekuensi Persentase Cukup 100 77,5 Baik 29 25,5 Total 129 100,0 Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan cukup sebanyak 100 orang (77,5%) dan responden terkecil mempunyai pengetahuan baik sebanyak 29 orang (25,5%). b. Frekuensi kejadian ISPA Tabel 4.4. Distribusi frekuensi responden berdasarakan kejadian ISPA di Desa Kebondalem Gringsing Kabupaten Batang, 2014 (n=129) Kejadian ISPA Frekuensi Persentase Sering 23 17,8 Jarang 106 62,2 Total 129 100,0 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden jarang mengalami ISPA sebanyak 106 orang (62,2%) dan responden terkecil sering mengalami ISPA sebanyak 23 orang (17,8%)
48 4. Analisis Bivariat Hubungan antara pengetahuan dengan frekuensi kejadian ISPA di Desa Kebondalem Kabupaten Batang Tabel 4.5 Hubungan pengetahuan responden dengan frekuensi kejadian ISPA di Desa Kebondalem Gringsing Kabupaten Batang, 2014 (n=129) Tingkat pengetahuan Frekuensi kejadian ISPA Total P value Sering Frekuensi (%) Jarang Frekuensi (%) Cukup 12 (9,3) 88 (68,2) 100 (77,5) 0,001 Baik 11 (8,5) 18 (14,0) 29 (22,5) Total 23 (17,8) 106 (82,2) 129 (100) Tabel 4.5 menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan cukup dengan sering mengalami kejadian ISPA sebanyak 12 (9,3%) sedangkan jarang mengalami ISPA sebanyak 88 (68,2%), ibu yang mempunyai pengetahuan baik dengan sering mengalami ISPA sebanyak 11 (8,5%) sedangkan jarang mengalami ISPA sebanyak 18 (14,0%). Hasil penelitian menggunakan Chi-square didapatkan nilai p value 0,001 (p< 0,05) menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan frekuensi kejadian ISPA di Desa Kebondalem Kabupaten Batang. B. Pembahasan 1. Tingkat pengetahuan ibu tentang status gizi Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan cukup sebanyak 100 orang dan responden terkecil mempunyai pengetahuan baik sebanyak 29 orang. Pengetahuan cukup tentang status gizi balita hal ini dikarenakan ibu dapat menjawab
49 pertanyaan quisioner sebanyak 60% - 75% pertanyaan sedangkan pengetahuan baik disini ibu dapat menjawab pertanyaan quisiner 75%- 100% pertanyaan. Hasil penelitian pendidikan ibu didapatkan hasil bahwa ibu-ibu desa kebondalem yang berpendidikan SD sebanyak 67 0rang, SMP 37 Orang, SMA 17 orang, PT 8 Orang. Data demografi desa Kebondalem kurang strategis berada di daerah pesisir dikarenakan jauh dari pusat kesehatan masyarakat induk, sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan dan banyak berpendidikan SD jadi masyarakat kurang menyadari pentingnya kesehatan untuk balitannya. Pengetahuan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Setiap ibu mempunyai pengetahuan yang berbeda-beda, hal ini disebabkan karena pengetahuan seorang ibu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman serta informasi yang diperoleh. Seseorang yang berpendidikan lebih tinggi dari SMA akan lebih mudah menerima informasi dan akan banyak menghasilkan perubahan yang menguntungkan bagi ibu. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah seperti SD tidak berarti mutlak pengetahuannya rendah pula. Menurut Azwar (2008) bahwa pengetahuan ibu dipengaruhi oleh adanya informasi mengenai sesuatu hal yang memberikan landasaan kognitif baru yang cukup bertahan akan memberikan dasar efektif dalam menilai suatu hal yang dipengaruhi oleh banyak pengalaman dan informasi yang diperoleh dari media-media yang ada, tetapi pada kenyataannya sebagian responden tidak pernah mendapatkan informasi tentang status gizi. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2009). Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan zat zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup
50 zat zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setnggi mungkin (Marmi, 2012). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Status Gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat - zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, pertumbuhan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat - zat lebih esensial (Muchtadi, 2005). Pengetahuan ibu yang cukup tentang status gizi balita biasanya balita akan mengalami penurunan berat badan akibat dari kekurangan gizi karena kurangnya informasi dan pendidikan yang rendah dari ibu biasanya ibu akan memberikan makanan yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lain seperti protein (Sulistyoningsih, 2011). 2. Frekuensi terjadinya ISPA di Desa Kebondalem Gringsing Batang Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden jarang mengalami ISPA sebanyak 106 orang dan responden terkecil sering mengalami ISPA sebanyak 23 orang. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi substansi asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan (Wong, 2003). Hasil penelitian ini sebagian besar balitanya jarang mengalami ISPA dikarenakan mata pencahariannya sebagian besar penduduk di desa Kebondalem adalah petani dan nelayan jadi secara otomatis balitanya mendapat asupan gizi dari hasil pertaniannya dan dari hasil nelayan. Dari hasil penelitian ditemukan pekerjaan ibu ibu semua ibu rumah tangga yaitu sejumlah 129 orang dengan pekerjaan ibu rumah tangga maka ibu
51 mempunyai waktu lebih banyak dalam memperhatikan tumbuh kembang balitanya. Pelayanan posyandu didesa kebondalem rutin setiap bulannya di 5 dukuh ini dapat meninggkatkan taraf kesehatan ibu dan balita karena dengan rajin ke posyandu balita dapat terpantau berat badannya dan ibuibu akan mudah mendapatkan informasi akan pentingnya kesehatan untuk balitannya. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi substansi asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan (Wong, 2003). Responden yang mengalami ISPA bisa menyebabkan balita menjadi panas, sering batuk dan pilek yang membuat rasa tidak nyaman pada balita sehingga menyebabkan penurunan nafsu makan. Balita yang mengalami ISPA akan mengalami penurunan berat badan (Ngastiyah, 2005). Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada anak terutama pada bayi, karena saluran napas pada bayi masih sempit dan daya tahan tubuh pada bayi masih rendah (Ngastiyah, 2005). ISPA merupakan infeksi yang terutama mengenai saluran pernafasan atas maupun bawah disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), tanda dan gejalanya sangat bervariasi antara lain demam, pusing, lemas, tidak nafsu makan, muntah, batuk, keluar sekret, stridor (suara napas), dyspnea (kesulitan bernapas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen) Batuk pilek adalah infeksi saluran pernafasan atas yang menular dan dapat ditularkan lewat batuk, bersin, dan tangan yang tidak dicuci yang pernah kontak dengan cairan hidung atau mulut (Taufan, 2010). Penyakit ISPA bisa menyebabkan pembengkakan tonsil yang mengalami edema dan berwarna merah, sakit tenggorokan, sakit ketika menelan, demam tinggi dan eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil, selain itu juga muncul abses pada tonsil (Rusepno, 2005).
52 3. Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang status gizi balita dengan Frekuensi terjadinya ISPA di Desa Kebondalem Gringsing Batang Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan cukup dengan sering mengalami kejadian ISPA sebanyak 12 orang sedangkan jarang mengalami ISPA sebanyak 88 orang, ibu yang mempunyai pengetahuan baik dengan sering mengalami ISPA sebanyak 11 orang sedangkan jarang mengalami ISPA sebanyak 18 orang. Penghitungan menggunakan rumus Chi-square didapatkan nilai p value 0,001 (p< 0,05) menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan frekuensi kejadian ISPA di Desa Kebondalem Kabupaten Batang. Masyarakat kebondalem sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani, dari hasil laut dan ladangnya bisa diolah untuk makanan yang dikonsumsi keluarga dan hasil laut sangat banyak mengandung gizi yang banyak dibutuhkan untuk peningkatan gizi balita. Dengan demikian tanpa disadarai dengan banyaknya asupan makanan yang mengandung gizi bisa meningkatkan daya tahan tubuh balita dan diharapkan angka frekuensi terjadinya ISPA akan jarang terjadi pada balita. Status gizi balita dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan zat zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Marmi, 2012). Kejadian ISPA pada balita dipengaruhi oleh status gizi balita itu sendiri, status imunisasi balita yang sudah diberikan dan berat badan bayi baru lahir seperti bayi yang BBLR disamping itu dipengaruhi oleh pemberian ASI, pendidikan orang tua yang mempengaruhi kualitas makanan pada anak, status sosial ekonomi yang berhubungan dengan asupan makanan pada anak, dan pemeriksaan kesehatan seperti apakah anak di bawa keposyandu untuk mengontrolkan kesehatan anak (Marmi, 2012).
53 Zat gizi merupakan unsur yang penting dalam nutrisi mengingat zat gizi tersebut dapat memberikan fungsi tersendiri pada nutrisi, kebutuhan nutrisi tidak akan berfungsi secara optimal kalau tidak mengandung beberapa zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, demikian juga zat gizi yang cukup pada kebutuhan nutrisi akan memberikan nilai yang optimal (Hidayat, 2005). Nutrisi yang cukup dapat membantu kecukupan gizi pada balita sehingga balita tidak mudah terserang penyakit ISPA yang dapat menggangu kesehatan balita. Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada anak terutama pada bayi, karena saluran napas pada bayi masih sempit dan daya tahan tubuh pada bayi masih rendah (Ngastiyah, 2005). ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Anonim, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Widiarini (2011) tentang hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi di dapatkan hasil ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi dengan nilai p value 0,003 (p< 0,05). Penelitian Dwi Handayani (2008) yang berjudul hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA dengan perawatan ibu pada balita penderita ISPA Non Pneumonia di Puskesmas Klaten Tengah didapatkan hasil adanya hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA dengan perawatan ibu pada balita penderita ISPA Non Pneumonia di Puskesmas Klaten Tengah (τ = 0,686; p < 0,010). Sebagian besar tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA cukup (65,6%) da,n perawatan ibu pada balita penderita ISPA Non Pneumonia baik (68,7%). Keterbatasan peneliti yang ada dalam penelitian ini adalah responden yang belum memahami dalam mengisi kuisioner, banyak ibu
54 ibu yang belum pernah menjadi responden penelitian sebelumnya sehingga harus diberi pemahaman dan harus diberi penjelasan tentang tujuan dan manfaat dilakukanya penelitian ini.