PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA/GAMBUT TERPADU TA.2017

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK

Tata at Ai a r Rawa (Makr

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

5/15/2012. Novitasari,ST.,MT

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut

PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN KERJASAMA DIREKTORAT JENDERAL DENGAN TNI-AD MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN (TMKP) TA. 2014

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2015 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN

1. Penjabaran Nawacita di dalam program dan kegiatan

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

(REVIEW) RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT IRIGASI PERTANIAN TA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI KABUPATEN BIREUEN

PT.PSP.A PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN OPTIMASI LAHAN TA. 2015

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

BAB I PENDAHULUAN I-1

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN BELITUNG

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Bab 3 Metodologi. Setelah mengetahui permasalahan yang ada, dilakukan survey langsung ke lapangan yang bertujuan untuk mengetahui :

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIP (PIP) DI KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

BIMBINGAN TEKNIS PENGUMPULAN DATA NERACA LAHAN BERBASIS PETA CITRA

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 /PRT/M/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM DRAINASE PERKOTAAN

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN MERAUKE

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PT.PSP.A PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN OPTIMASI LAHAN APBN-P TA. 2015

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN

TATA CARA PEMBUATAN STUDI KELAYAKAN DRAINASE PERKOTAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2015 Direktur Jenderal, Sumarjo Gatot Irianto Nip

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

TATA PENGELOLAAN BANJIR PADA DAERAH REKLAMASI RAWA (STUDI KASUS: KAWASAN JAKABARING KOTA PALEMBANG)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN LAHAN RAWA LEBAK PENDAHULUAN

Seminar Nasional Lahan Sub- Optimal Palembang, 8-9 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Drainase Sistem Sungai Tenggang 1

Transkripsi:

PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN

KATA PENGANTAR Pedoman Desain Optimasi Lahan Rawa dimaksudkan untuk memberikan acuan dan panduan bagi para petugas Dinas Pertanian khususnya yang menangani Penanganan Lahan Rawa, baik di Provinsi dan Kabupaten maupun petugas lapang dalam membuat rancangan kegiatan penanganan Lahan rawa yang bersumber dari dana APBN maupun dana lainnya. Pedoman Desain ini bersifat umum karena berlaku secara nasional sehingga Dinas Pertanian Provinsi perlu menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan yang berisikan kebutuhan makro regional di wilayah Provinsi dan Dinas Pertanian lingkup Kabupaten/ Kota perlu menerbitkan Petunjuk Teknis yang menjabarkan secara lebih rinci Pedoman Desain ini sesuai dengan kondisi spesifik daerah masing-masing. Diharapkan Pedoman Desain Optimasi Lahan Rawa dapat menjadi acuan bagi para petugas dalam membuat rancangan kegiatan penanganan rawa sehingga pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan. i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Maksud dan Tujuan... 2 C. Sasaran... 3 D. Pengertian dan Batasan... 3 II. KETENTUAN DAN KRITERIA... 6 A. Ketentuan... 6 B. Kriteria Lokasi... 6 C. Kriteria Petani... 7 III. PEMBINPELAKSANAAN, PEMBIAYAAN DAN RUANG LINGKUP... 8 A. Pelaksanaan... 8 B. Pembiayaan... 8 C. Ruang Lingkup... 8 IV. PEMBINAAN, PENGAWASAN, EVALUASI DAN PELAPORAN 10 A. Pembinaan... 10 B. Pengawasan da Evaluasi... 10 V. INDIKATOR KINERJA... 12 A. Indikator Keluaran (Outputs)... 12 B. Indikator Hasil (Outcomes)... 12 C. Indikator Manfaat (Benefits)... 12 D. Indikator Dampak (Impacts)... 12 VI. PENUTUP... 13 ii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya memenuhi ambang baku kebutuhan lahan untuk produksi pangan, pilihan yang tersedia adalah membuka sawah dilahan rawa, baik di rawa pasang surut maupun rawa lebak, Kementerian Pertanian telah menetapkan kebijakan pengembangan kawasan pertanian sesuai Permentan No. 36 Tahun 2016 yang didasarkan pada (1) kondisi biofisik wilayah, (2) kondisi sosial budaya masyarakat, (3) faktor produksi, dan (4) infrastrukutr penunjang menjadi bagian dalam perencanaan pengembangan lahan rawa sebagai lumbung pangan. Kebijakan penetapan kawasan pangan pada wilayah agroekosistem rawa harus disesuaikan dengan sifat dan kondisi lahan antara lain (1) daerah rawa didesain dalam pengembangannya yang sudah ada berdasarkan skim-skim jaringan tata air berbasis pada hidrologi dan topografi dalam hubungannya dengan perwilayahan pengelolaan air ; 2) pemukiman daerah rawa bersifat terintegrasi dengan daerah aliran sungai (DAS) dan karakteristik lahannya dalam hubungannya dengan kesatuan hidrologis rawa dan/atau gambut (KHG); (3) usaha pertanian daerah rawa berkembang mengikuti perkembangan kebutuhan pasar sehingga perlu memperhatikan potensi dan kemampuan petani. PEDOMAN DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA 1

Potensi lahan rawa yang cocok untuk pertanian lahan basah sekitar 14,18 juta hektar, dan sebagian besar sudah digunakan. Menurut BBSDLP (2015) lahan rawa pasang surut dan lebak yang berpotensi untuk perluasan lahan pertanian khususnya lahan sawah adalah sekitar 5,12 juta hektar. Dari luasan tersebut 1,19 juta hektar berada di kawasan APL, sekitar 1,18 juta hektar di kawasan HPK, dan 2,75 juta hektar berada di kawasan HP. Lahan berpotensi tersebut tersebar terutama di 3 pulau besar, yakni Kalimantan, Papua, dan Sumatera, serta beberapa di Sulawesi. Sesuai dengan pedoman teknis optimasi rawa, maka target pengembangan pertanian lahan rawa adalah pada wilayah : (1). wilayah pasang surut maupun lebak yang sudah dibuka dan sudah dibudidayakan; (2) wilayah pasang surut dan yang sudah dibuka, tetapi terlantar (bongkor), dan (3), wilayah pasang surut dan lebak yang belum dibuka, tetapi direncanakan sebagai wilayah pengembangan baru. Agar pelaksanaan optimasi lahan rawa dapat berjalan dengan baik dan dapat dilaksanakan, maka disusun pedoman teknis Desain Optimasi Lahan Rawa, sebagai acuan kerja bagi aparat dinas dan petani di daerah. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Maksud penerbitan pedoman teknis adalah : a) Acuan bagi petugas tentang mekanisme pelaksanaan pembuatan disain optimasi lahan rawa. b) Agar diperoleh pemahaman dan persepsi yang sama disain untuk optimasi lahan rawa baik pasang surut maupun lebak. PEDOMAN DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA 2

2. Tujuan Tujuan penerbitan pedoman teknis pembuatan disain ini adalah untuk memberikan pedoman dan acuan kepada jajaran Dinas Pertanian di Provinsi dan Kabupaten, dalam melaksanakan disain optimasi lahan rawa. B. Sasaran Sasaran kegiatan pembuatan disain optimasi lahan rawa adalah : 1. Petugas dinas dan kelompok tani padi sawah di lahan rawa pasang surut maupun rawa lebak yang akan melaksanakan optimasi lahan rawa untuk pangan. 2. Tersedianya informasi dasar tentang gambaran situasi dan kondisi rawa serta langkah-langkah prioritas yang diperlukan untuk pembangunan dan atau rehabilitasi infrastruktur lahan rawa. C. Pengertian dan Batasan Dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan dan pemanfataan lahan rawa/ gambut terpadu terdapat pengertian-pengertian/ istilah, sebagai berikut : 1. Lahan Rawa adalah lahan yang sering tergenang secara terus menerus akibat inrastrukture/drainase yang kurang baik. Berdasarkan tipologinya lahan rawa dibagi menjadi dua, yaitu rawa pasang surut dan rawa lebak. 2. Sawah Rawa Pasang Surut adalah sawah yang irigasinya tergantung pada gerakan pasang dan surut serta letaknya di wilayah datar tidak jauh dari laut. Sumber air sawah pasang surut PEDOMAN DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA 3

adalah air tawar sungai yang karena adanya pengaruh pasang dan surutnya air laut dimanfaatkan untuk mengairi melalui saluran irigasi dan drainase. 3. Sawah Rawa Lebak adalah lahan sawah di rawa yang tidak lansung dipengaruhi oleh pasang surut air laut, namun selalu mengalami genangan dengan tinggi muka air >50 cm sampai dengan 200 cm dan lamanya minimal 3 bulan sampai satu tahun, terletak pada daerah cekungan (depresi) dan terlepas dari pengaruh gerakan pasang surut laut/sungai. Rawa lebak merupakan wilayah penampungan air suatu daerah aliran sungai (DAS). Lebak terbagi tiga type yaitu: a) Lebak Dangkal, tergenang air dimusim hujan dengan kedalaman <50cm selama <3bulan; b) Lebak Tengahan, genangan air 50-100cm selama 3-6 bulan; dan c) Lebak Dalam, genangan air > 100cm selama > 6 bulan. 4. Stoplog adalah model infrastruktur pintu irigasi berupa papan / beberapa kayu yang disusun untuk menahan/ mengatur ketinggian air pada level tertentu sesuai kebutuhan. Bila menginginkan air pasang masuk maka semua papan dibuka, dan untuk menghindari air asin masuk pada waktu pasang semua papan dipasang. 5. Disain adalah dokumen perencanaan yang terdiri dari peta rancangan yang digunakan sebagai pedoman atau acuan teknis dalam pelaksanaan pembangunan dan atau merehabilitasi infrastruktur lahan rawa, yang dilengkapi dengan RAB / rencana Anggaran Biaya. PEDOMAN DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA 4

6. Pintu Klep Otomatis (Flap Gate) adalah infrastruktur pintu irigasi ang lebih modern yaitu berupa pintu yang dapat membuka dan menutup secara otomatis akibat perbedaan tinggi muka air di hulu dan hilir bangunan, dan dapat mengatur pemasukan air waktu pasang dan menahan pada waktu surut atau sebaliknya tergantung kebutuhan. 7. Polder adalah sistem pengelolaan rawa yang membutuhkan tanggul pengaman dari luapan pasang baik dari pengaruh pasang surut maupun genangan lama dari rawa lebak, dengan membangun infrastruktur polder/tanggul, pompa Inlet dan Outlet, saluran pembagi, drainase, gorong-gorong dn pintu air 8. Sistem Tabat adalah pengelolaan tata air dengan cara memfungsikan saluran sekunder menjadi saluran penampung, dengan dipasang pintu tabat berupa stoplog untuk mengatur tinggi air di petakan lahan sawah sesuai dengan keperluan. PEDOMAN DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA 5

II. KETENTUAN DAN KRITERIA Ketentuan dalam pengembangan disain kegiatan optimasi lahan rawa, harus mengikuti ketentuan dan kriteria sebagai berikut : A. Ketentuan Optimasi lahan rawa merupakan kegiatan yang difokuskan pada aktifitas: a) Rehabilitasi dan atau penyempurnaan infrastruktur pintu pintu air irigasi di tersier maupun sub tersier, penguatan pematang/ tanggul, drainase, tabat dan surjan dan lain-lain b) rehabilitasi dan penataan infrastruktur lahan sawah sesuai tipology lahan, dan c) penerapan teknologi budidaya padi sesuai tipology lahan. Pembuatan desain dan RAB kegiatan optimasi lahan rawa mengacu kepada ketentuan tersebut diatas. B. Kriteri Lokasi Desain optimasi lahan rawa dilaksanakan pada typologi lahan rawa: 1. Lahan rawa lebak diutamakan pada rawa lebak dangkal dan atau lebak tengahan yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat/petani. 2. Lahan rawa pasang surut; diutamakan type B dan atau C yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat/petani. Dengan kondisi tersedianya sumber air rawa dalam keadaan baik terutama yang berada pada jaringan irigasi primer, sekunder PEDOMAN DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA 6

maupun pada saluran drainase yang difungsikan sebagai long storage. kepemilikan lahan Clear dan Clean, serta tidak masuk kawasan hutan, moratorium pengembangan lahan gambut, HGU dan tidak sengketa. C. Kriteria Petani 1. Petani tergabung dalam Kelompok Tani/ Gabungan Kelompok Tani dan atau P3A/ GP3A. 2. Kelompok Tani sudah memiliki badan hukum yang pembentukan dan pengukuhan dilakukan oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten. 3. Petani bersedia sebagian lahannya digunakan untuk bangunan infrastruktur tanpa menuntut ganti rugi. PEDOMAN DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA 7

III. PELAKSANAAN, PEMBIAYAAN DAN RUANG LINGKUP Untuk tercapainya sasaran teknis maupun output dari kegiatan optimasi lahan rawa TA. 2018, diperlukan disain dengan output peta rancangan yang dapat membantu pelaksanaan/digunakan pada kegiatan optimasi lahan rawa : A. Pelaksanaan Disain optimasi lahan rawa dilaksanakan oleh dinas pertanian kabupaten dengan mekanisme pelaksanaan antara lain: a) swakelola mandiri, dan atau b) dengan instansi pemerintah lainnya (IPL), dan atau c) dilakukan dengan menggunakan jasa konsultan. Output dari pelaksanaan disain adalah dokumen adalah peta rancangan teknis yang digunakan sebagai pedoman/acuan teknis dalam pelaksanaan pembangunan/rehabilitasi infrastruktur lahan rawa sesuai dengan kebutuhan pengambangan optimasi rawa, yang dilengkapi dengan RAB / Rencana Anggaran Biaya. B. Pembiayaan Biaya pembuatan disain untuk kegiatan optimasi lahan rawa dibebankan pada dana Dekonsentrasi pada APBN TA 2018, mata anggaran 526311 C. Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan pembuatan disain optimasi lahan rawa meliputi: PEDOMAN DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA 8

1. Pengambilan data pendukung yang terdiri dari: a. Kompilasi data usulan calon petani atau kelompok tani yang menjadi bagian dari dokumen Identifikasi dan verifikasi cpcl b. Ketinggaian muka air pasang utama (pasang tertinggi) yang menyebabkan terjadinya banjir dilahan sawah. c. Jenis tanah dan sifat fisik tanah dapat diambil dari data sekunder (peta tanah, dll). 2. Pembuatan peta situasi yang terdiri dari: a. Polygon lokasi dan luasan lahan rawa yang diusulkan petani. b. Pengukuran lahan/ kepemilikan lahan per petani Pembuatan peta petakan lahan eksisting. c. Kondisi infrastruktur jaringan utama (primer dan sekunder) yang ada dilokasi rawa. d. Kondisi dan ketersediaan jaringan tersier e. Kondisi pintu-pintu air maupun pematang yang tersedia saat ini. 3. Pembuatan peta desain/peta kerja yang mencakup rencana rehabilitasi dan pembangunan infrastruktur. 4. Rencana Anggaran Biaya (RAB), sebagai dasar pembuatan RUKK. PEDOMAN DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA 9

IV. PEMBINAAN, PENGAWASAN, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Pembinaan 1. Pusat Dalam rangka keberhasilan pelaksanaan optimasi lahan rawa, secara berjenjang tim Pusat melakukan soialisasi dan pembinaan terhadap SDM sampai tingkat Provinsi, selanjutnya Dinas Pertanian Propinsi kepada Kabupaten. 2. Provinsi Provinsi melakukan pembinaan pola pengembangan dan koordinasi pembuatan disain kegiatan optimasi lahan rawa, yang dilakukan oleh Kabupaten. 3. Kabupaten/ Kota Kabupaten melakukan pembinaan Teknis, kepada Kelompok Tani, Penyuluh Pertanian serta pejabat tingkat kecamatan dan desa yang difokuskan pada pelaksanaan identifikasi lokasi dan verifikasi calon petani dan calon lokasi, pembuatan disain dan pelaksanaan optimasi lahan rawa, pengendalian, dan mekanisme monitoring serta pelaporan. B. Pengawasan dan Evaluasi 1. Pengawasan PEDOMAN DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA 10

Pengawasan dalam pembuatan disain optimasi lahan rawa dilakukan oleh tim yang ditunjuk oleh PPK terhadap pelaksanaan pembuatan disain yang dilakukan secara swakelola oleh dinas pertanian Kabupaten maupun dilakukan dengan menggunakan konsultan maupun IPL. 2. Evaluasi dan Pelaporan 2.1. Evaluasi pelaksanaan disain dilakukan oleh tim teknis/ pengawas yang beranggotakan baik yang berasal dari Dinas Propinsi, Kabupaten maupun Instansi Pemerintah,dan bekerja mulai dari persiapan sampai akhir pelaksanaan kegiatan. Apabila diperlukan, Ketua Tim Teknis Kabupaten dapat membentuk POKJA Monitoring dan Evaluasi tingkat Kabupaten untuk melakukan evaluasi awal, evaluasi pelaksanaan yang sedang berjalan dan evaluasi akhir. 2.2. Laporan pelaksanaan kegiatan pembuatan disain optimasi rawa dilakukan oleh pelaksana yang ditunjuk PPK, dan harus melaporkan kemajuan pekerjaan sesuai dengan jadwa waktu yang sudah disepakati antara PPK dengan tim pelaksana Selain pelaporan secara fisik, Dinas Pertanian Kabupaten dan Provinsi juga harus melaporkan perkembangan kegiatan secara online melalui Media Pelaporan Online (MPO) Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian secara berkala. PEDOMAN DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA 11

V. INDIKATOR KINERJA Untuk mengetahui kinerja kegiatan disain optimasi rawa maka ditentukan indikator kinerja sebagai berikut : A. Indikator Keluaran (Outputs) Terealisasi kegiatan pembuatan disain optimasi lahan rawa. B. Indikator Hasil (Outcomes) Tersedianya disain pengembangan optimasi lahan rawa untuk pembangunan infrastruktur lahan rawa yang dapat bermanfaat bagi kelompok tani sasaran. C. Indikator Manfaat (Benefits) Tersedianya data dan informasi untuk meningkatkan kapasitas infratruktur lahan rawa dalam rangka optimasi. D. Indikator Dampak (Impacts) 1. Terwujudnya blue print jangka panjang peningkatan produksi di lahan rawa melalui optimasi. 2. Terwujudnya Ketahanan Pangan Daerah dan Nasional. PEDOMAN DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA 12

VI. PENUTUP Kegiatan disain optimasi lahan rawa, diharapkan dapat menyediakan data, informasi dan peta kerja untuk pelaksanaan kegiatan optimasi lahan rawa dalam rangka meningkatkan produksi dan produktifitas hasil serta meningkatnya indeks pertanaman. Untuk pengembangan disain optimasi lahan rawa difokuskan pada upaya perbaikan infrastruktur lahan dan air melalui pembangunan/perbaikan. Untuk pencapaian tujuan kegiatan lokasi optimasi lahan rawa, sesuai dengan disain yang sudah dikembangkan maka perlu bimbingan, pembinaan dan pengawalan secara terus-menerus oleh Dinas lingkup Pertanian Kabupaten dan Provinsi serta petugas penyuluh pertanian di lokasi kegiatan, sehingga hasil yang didapat dapat bermanfaat bagi petani. PEDOMAN DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA 13