BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu alat komunikasi yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan dengan sesama anggota masyarakat sebagai bentuk menyampaikan pendapat, mendapatkan pendidikan, melakukan transaksi jual-beli, dan sebagainya. Proses komunikasi memiliki tiga aspek penting, yaitu; (1) pihak yang berkomunikasi, (2) informasi yang dikomunikasikan, dan (3) alat berkomunikasi. Manusia tidak akan lepas dari tiga aspek tersebut ketika melakukan komunikasi. Mengenai pihak yang berkomunikasi ini sebenarnya terdiri dari penutur dan mitra tutur (Alwasilah, 1993: 8). Proses komunikasi yang dilakukan oleh penutur dan mitra tutur dapat diasumsikan bahwa seorang penutur mengartikulasin tuturan dengan maksud untuk menginformasikan sesuatu kepada mitra tuturannya. Komunikasi tersebut dapat dikatakan berhasil apabila mitra tutur dapat memahami apa yang hendak disampaikan oleh penutur. Peristiwa komunikasi tersebut sering kali disebut dengan istilah tindak tutur. Menurut Chaer (dalam Rohmadi 2004: 65) tindak tutur (speech act) adalah gejala individu yang bersifat psikologis dan berlangsungnya ditentukan oleh kemampuan bahasa di penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Peristiwa tutur (speech event) merupakan gejala sosial dan terdapat interaksi antara penutur dalam situasi dan tempat tertentu, maka tindak tutur (speech acts) lebih cenderung 1
2 sebagai gejala individual, bersifat psikologis dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam mnghadapi situasi tertentu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa jika dalam peristiwa maka dalam tindak tutur orang lebih memperhatikan makna atau arti tindak dalam tuturan itu. Berbicara mengenai tindak tutur maka hal ini dapat dikaitkan dengan cabang ilmu bahasa yaitu pragmatik. Pragmatik adalah cabang ilmu linguistik yang menelaah ucapan-ucapan, khususnya dalam situasi yang memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan aneka konteks sosial performasi bahasa mempengaruhi tafsiran atau interpretasi. Levinson (dalam Tarigan, 1996: 33) memberi batasan pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan pemakaian bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks secara tepat. Kata bahasa itu merupakan kesatuan statis yang abstrak seperti dalam sintaksis dan proposisi dalam semantik. Pragmatik memandang bahasa dalam tingkat yang lebih konkrit tindakan dalam mengatakan sesuatu, misalnya mengucapkan kata-kata tertentu dengan perasaan dan referensi atau acuan tertentu. Hal semacam ini dapat disebut sebagai bentuk tindak tutur Tindak tutur dalam hal ini bukan hanya sekedar menyampaikan pesan, melainkan di dalamnya harus memiliki muatan nilai pendidikan karakter kepada mitra tuturnya. Suatu karakter merupakan suatu cerminan dari nilai apa yang melekat dalam sebuah identitas. Nilai pendidikan karakter hendaknya ditanamkan kepada seseorang sedini mungkin. Penanaman nilai pendidikan karakter diperoleh melalui lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah. Sebagai kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap, dan perilaku Samsuri (dalam Barnawi, 2012: 20).
3 Lingkungan keluarga memiliki peran yang sangat besar kepada penanaman nilai pendidikan karakter karena seorang anak memiliki waktu yang sangat lama dalam lingkungan keluarga. Namun demikian, lingkungan sosial dan sekolah juga memiliki peran dalam menanamkan nilai pendidikan karakter. Lingkungan sekolah dalam hal ini dapat dimulai dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi. Lingkungan sekolah memberikan pengaruh yang sangat penting untuk membangun pengetahuan dan nilai pendidikan karakter siswa. Salah satu TK yang ada di daerah Malang yang menanamkan nilai pendidikan karakter pada siswanya yaitu TK Aisyiyah 26 jalan Danau Sentani, Sawojajar. Pada pelaksanaannya di TK ini hampir sama dengan TK yang lainnya. Dalam proses pembelajarannya di TK ini lebih mengedepankan nilai religiusitas karena latar belakang sekolah ini adalah berbasis agama Islam. Diketahui bersama dalam sebuah lembaga pendidikan, termasuk TK, dalam proses belajar mengajar melibatkan guru, murid, dan lingkungan sekitar. Kegiatan belajar mengajar tidak akan terlepas dari peran bahasa sebagai medianya. Oleh karena itu, seorang pendidikan hendaknya mampu berkomunikasi dan berbahasa dengan baik sehingga dengan hal tersebut pesan yang ingin disampaikan dapat diterima oleh peserta didik. Bahasa yang tersebar di dunia ini memiliki keunikan sendiri-sendiri karena ciri khasnya. Oleh karena itu pada dasarnya keunikan manusia sebenarnya tidak terletak pada kemampuan berfikirnya, melainkan terletak pada kemampuan dalam berbahasa (Suriasumantri, 1993: 171). Melalui kemampuan berbahasa yang baik inilah seseorang dapat menjalankan segala bentuk aktivitas komunikasinya dengan anggota masyarakat dengan saling berterima pesan
4 Berbahasa dalam hal ini dapat dilihat dari dua aspek yaitu, bahasa verbal dan non verbal. Bahasa non verbal dalam ha ini adalah bahasa gerak tubuh guru dalam berkomunikasi dengan murid atau dapat juga terjadi antara murid dengan murik. Salah satu contoh kecil dalam hal ini yaitu ketika guru mengajak berdoa murid dan kemudian kedua tangannya ditengadahkan ke atas. Hal ini merupakan salah satu contoh bentuk penanaman nilai pendidikan karakter dengan menggunakan bahasa non - verbal. Sehubungan hal diatas bahasa verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai medianya. Pendidikan dalam hal ini memiliki peran sentral dalam melakukan tindak tutur kepada muridnya sebagai bentuk usaha menanamkan ilmu dan nilai. Pendidikan pada tingkat TK ini rata-rata peserta didik berusia 4 sampai 5 tahun, dengan demikian pendidik dituntut untuk menyampaikan materi pelajaran dengan bahasa yang menarik. Penggunaan bahasa yang baik dan menarik, baik verbal maupun non verbal, akan menjadikan perasaan peserta didik senang serta nilai yang disampaikan dapat ditangkap oleh memori otaknya. Proses penanaman ilmu dan nilai tersebut merupakan salah satu bentuk tindak tutur yang terjadi di lingkungan sekolah. Pendidik dalam hal ini memiliki peranan penting dalam menanamkan nilai pendidikan karakter. Penanaman nilai pendidikan karakter dapat dilakukan ketika sedang menjelaskan, menyuruh, meminta tolong, dan lain sebagainya. Semua hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar peserta didik memiliki pengetahuan nilai pendidikan karakter. Adapun tujuan yang mendasar dari tindak tutur yang terjadi antara pendidik dan peserta didik dalam konteks penanaman nilai pendidikan karakter adalah adanya perubahan tingkah laku peserta didik. Perubahan tingkah laku tersebut
5 dapat terwujud dengan adanya peningkatan kualitas maupun kuantitas pemahaman siswa dan mampu mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari. Proses belajar mengajar pada tingkat TK ini sangat berbeda dengan tingkat satuan pendidikan yang lainnya. Pada tingkat ini, khususnya di TK Aisyiyah 26 Malang, peserta didik dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru membutuhkan waktu yang cukup lama mengingat usia peserta didik yang masih anak-anak. Kesabaran dalam berkomunikasi sangat penting dilakukan oleh pendidik agar peserta didik dapat memahami makna dan maksud pesan yang disampaikan. Adapun penelitian terdahulu mengenai tindak tutur adalah skripsi Martaulina (2011) yang berjudul Fungsi Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids Medan. Perbedaan yang mendasar penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada objek kajiannya. Pada penelitian ini objek yang dikaji adalah tingkat satuan pendidikan TK namun terdapat di lokasi yang berbeda. Tentu dalam hal ini data yang diperoleh akan berbeda. Selain hal tersebut, pada penelitian ini juga menggali nilai-nilai pendidikan karakter yang disampaikan oleh pendidikan melalui tindak tutur. Penelitian yang selanjutnya dilakukan oleh Purnomo (2012) dengan judul Penggunaan Makian dalam Tuturan Anak Usia Pra Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia. Peneliti ini sangat berbeda dengan bentuk kajian yang diteliti oleh peneliti. Letak perbedaan dalam hal ini yaitu adalah bentuk tuturan yang diteliti. Oleh karena itu, dengan bentuk tuturan yang berbeda maka data dan hasil kajian juga berbeda.
6 Berdasarkan uraian yang peneliti jelaskan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tindak tutur yang terdapat di TK ABA. Peneliti dalam hal ini menetapkan judul penelitian yaitu Analisis Kesantunan Tindak Tutur Guru dalam Menanamkan Nilai Pendidikan Karakter Pada TK Aisyiyah 26 Malang. Pada penelitian tersebut peneliti memfokuskan pusat penelitian kepada guru yang mengajar di TK ABA 26 Malang. Fokus penelitian dalam hal ini berkaitan dengan tindak tutur di dalam kelas. Tindak tutur guru dalam berkomunikasi kepada peserta didik tentunya memiliki arti dan makna. Hal ini berarti bahwa dalam berkomunikasi tuturan maupun sikap guru haruslah bermuatan nilai pendidikan karakter. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimanakah bentuk, jenis, dan strategi tindak tutur guru pada kegiatan awal pembelajaran dalam penanaman nilai pendidikan karakter di TK Aisyiyah 26 Malang? 2) Bagaimanakah bentuk, jenis, dan strategi tindak tutur guru pada kegiatan inti pembelajaran dalam penanamkan nilai pendidikan karakter di TK Aisyiyah 26 Malang? 3) Bagaimana bentuk, jenis, dan strategi tindak tutur guru pada kegiatan akhir pembelajaran dalam penanaman nilai pendidikan karakter di TK Aisyiyah 26 Malang?
7 1.3 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: a. Mendeskripsikan bentuk, jenis, dan strategi tindak tutur guru pada kegiatan awal pembelajaran dalam penanaman nilai pendidikan karakter di TK Aisyiyah 26 Malang. b. Mendeskripsikan bentuk, jenis, dan strategi tindak tutur guru pada kegiatan inti pembelajaran dalam penanamkan nilai pendidikan karakter di TK Aisyiyah 26 Malang. c. Mendeskripsikan bentuk, jenis, dan strategi tindak tutur guru pada kegiatan akhir pembelajaran dalam penanaman nilai pendidikan karakter di TK Aisyiyah 26 Malang. 1.4 Manfaat Keilmuan Adapun manfaat dari penelitian ini dapat di bagi menjadi sebagai berikut: a. Menganalisis tindak tutur di lembaga pendidikan TK dapat memperkaya khasanah keilmuan linguistik. b. Menganalisis tindak tutur pendidik dalam menanamkan nilai pendidikan karakter pada peserta didik akan memberikan kajian baru dalam keilmuan linguistik. 1.5 Penegasan Istilah Penegasan istilah ini digunakan untuk membantu pemahaman isi yang terkait dengan istilah-istilah yang dikaji sebagai berikut:
8 a. Tindak tutur adalah gejala individu yang bersifat psikologi dan berlangsungnya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. (Chaer, 2010:51). b. Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti berkata atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami (Chaer, 2010:53). c. Tindak tutur ilokusi menjelaskan tuturan berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu (Chaer, 2010: 53). d. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang lain (Chaer, 2010:53). e. Bentuk tindak tutur ilokusinya dikelompokkan berdasarkan kegiatan bertutur menjadi lima, yaitu (1) tindak tutur asertif, (2) tindak tutur direktif, (3) tindak tutur komisif, (4) tindak tutur ekspresif, dan (5) tindak tutur deklaratif (Searle dalam Leech, 1993:105-106). f. Jenis tindak tutur dikelompokkan menjadi (1) tindak tutur langsung, (2) tindak tutur tidak langsung, (3) tindak tutur literal, dan (4) tindak tutur nonliteral (Wijana, 1996:33). g. Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan, gagasan, perenrencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu (Wikepedia, 2013).
9 h. Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter pada peserta didik yang meliputi komponen; kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah SWT, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan sehingga menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya (Fadlilah, 2013:23).