Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

Bab II Geologi Regional II.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah

BAB II GEOLOGI REGIONAL

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

MAKALAH PEMETAAN ENDAPAN BITUMEN PADAT DI DAERAH TIGABINANGA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN KARO, PROPINSI SUMATRA UTARA

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

LITOSTRATIGRAFI CEKUNGAN OMBILIN BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA SATELIT

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

EKSPLORASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DI DAERAH TALAWI, KOTAMADYA SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATRA BARAT Oleh : Syufra Ilyas dan Dahlan Ibrahim.

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

ANALISIS SKEMA PENGENDAPAN FORMASI PEMATANG DI SUB-CEKUNGAN AMAN UTARA, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH SEBAGAI BATUAN INDUK

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB II GEOLOGI REGIONAL

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

BAB II GEOLOGI REGIONAL

FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB II GEOLOGI REGIONAL

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG

BAB II GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

GEOLOGI DAERAH KOTOTUO DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SIJUNJUNG, KABUPATEN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATRA BARAT TUGAS AKHIR A

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Bab II Geologi Regional

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. BAB I PENDAHULUAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN BATUBARA DI KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU

PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

STRATIGRAFI KARBONAT FORMASI SELOREDJO ANGGOTA DANDER DI SUNGAI BANYUREJO KECAMATAN BUBULAN KABUPATEN BOJONEGORO, JAWA TIMUR, INDONESIA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

EKSPLORASI BITUMEN PADAT DENGAN OUT CROP DRILLING DI DAERAH KEBON TINGGI, KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH LUBUK JAMBI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAGIRI HULU, PROPINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian

Transkripsi:

OIL SHALE FORMASI KILIRAN DI DAERAH KILIRANJAO: KEBERADAAN DAN KARAKTERISTIK Oleh : M. Iqbal 1), N. Suwarna 1), Ildrem Syafri 2) 1) Badan Geologi, Jln. Diponegoro 57 Bandung 2) Fakultas Teknik Geologi UNPAD ABSTRAK Penelitian oil shale dilakukan di Formasi Kiliran, yang terletak dalam Kawasan Tambang Batubara PT. Karbindo Abesyapradhi. Penelitian dilaksanakan meliputi kajian pustaka dan pengamatan lapangan dengan metodologi standar pengamatan litologi. Sub-cekungan Kiliranjao yang berbentuk semi terban (half-graben) dan dialasi oleh batuan metamorf Formasi Kuantan berumur Permokarbon, terisi secara periodik oleh batuan sedimen dominan silisiklastika Formasi Kiliran, berumur Eosen Akhir (?) Oligosen. Sedimen silisiklastika tersebut merupakan batuan pembawa oil shale yang berlapis tipis-tipis, berstruktur papery flaggy, fissile, dan sebagian flaky, dengan perselingan warna kelabu gelap, kecoklatan, dan sedikit kemerahan. Fosil yang terdeteksi adalah moluska air tawar. Lingkungan pengendapan runtunan batuan sedimen diduga lakustrin dengan adanya pengaruh marin. Kata-kunci: oil shale, Formasi Kiliran, semi-terban, sub-cekungan Kiliranjao PENDAHULUAN Sebagai salah satu bagian dari peta geologi skala 1:250.000, kawasan PT. Karbindo Abesyapradhi, Kiliranjao telah diteliti oleh Silitonga dan Kastowo (1975). Selanjutnya pada kurun waktu 1995 1998, di Sumatra bagian selatan yang mencakup kawasan Kiliranjao, telah dilakukan penelitian stratigrafi, sedimentologi, dan tektonik yang difokuskan terhadap batuan Pratersier dengan tambahan batuan sedimen Tersier (Suwarna drr., 2000). Lebih lanjut lagi, pada 2000 dan 2001, Suwarna drr. telah melaksanakan penelitian potensi oil shale di kawasan Sumatra bagian tengah dan barat, termasuk Formasi Kiliran di Sub-cekungan Kiliranjao. Sementara itu, di daerah ini, Bachri drr. (2002) melakukan penelitian stratigrafi dan sedimentologi batuan pembawa batubara dan oil shale. Daerah penelitian, secara administratif termasuk Kecamatan Kiliranjao, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatra Barat, yang terletak sekitar 120 km arah timur Padang, dan dapat dicapai dengan kendaraan darat lebih kurang 4 jam-an. Gambar 1 memperlihatkan lokasi daerah kajian. 126

Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian. Maksud dan Tujuan Penelitian Untuk mencapai maksud penelitian ini, kajian pustaka sejumlah laporan dan makalah terbit yang berkaitan dengan daerah Kiliranjao telah dilaksanakan, terutama yang membahas stratigrafi, sedimentologi, dan potensi oil shalenya. Sementara itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan keberadaan oil shale, yang berguna bagi kajian karakteristik oil shale, terutama kandungan bahan organiknya, termasuk jenis maseral, terutama eksinit. Tataan Geologi Fisiografi Secara fisiografi, daerah Kiliranjao terletak di bagian timur Pegunungan Barisan, yang secara pola struktur umumnya berarah barat laut tenggara, sejajar dengan poros panjang Pulau Sumatra. Daerah ini dibatasi oleh sesar naik Takungmudik Tanjunggadang di sebelah selatan, dan 127

sesar naik Surau di sebelah timur laut (Gambar 2). Morfologi daerah ini dikarakteristik oleh timbulan-timbulan kasar yang merupakan pegunungan bergelombang. Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian (Silitonga dan Kastowo, 1975). Stratigrafi Geologi daerah kajian telah diperikan oleh Silitonga dan Kastowo (1975) dalam Peta Geologi Lembar Solok skala 1:250.000 (Gambar 2). Menurut kedua penulis ini, daerah kajian ditempati oleh Anggota Bawah Formasi Telisa yang tersusun oleh napal lempungan, batupasir lignit, tuf, breksi andesit, dan batupasir glokonitan, serta berumur Miosen Awal. Daerah penelitian ditafsirkan terletak di tepi ujung barat daya Cekungan busur-belakang Sumatra Tengah (Gambar 3) yang kaya akan minyak atau bisa juga merupakan suatu subcekungan tersendiri yang berbentuk lonjong memanjang, berarah hampir barat laut tenggara, hampir sejajar dengan Cekungan intra-mountain Ombilin yang terletak sekitar 60 km ke arah barat. 128

Sub-cekungan Kiliranjao ini dialasi oleh batuan metamorf Formasi Kuantan berumur Permokarbon (Silitonga dan Kastowo, 1975), yang berupa kuarsit dan batugamping-malih di sebelah selatan, filit dan serpih-malih di sebelah utara, dan batugamping malih di sebelah ujung barat. Gambar 3. Peta cekungan Sumatra dan posisi daerah penelitian (Aswan drr., 2009; modifikasi dari Heidrick dan Aulia (1993). Menurut Suwarna drr. (2000 dan 2001) serta Bachri drr. (2002), sub-cekungan ini terisi oleh batuan sedimen dominan silisiklastika Formasi Kiliran, yang diduga berumur Eosen Akhir (?) Oligosen. Batuan sedimen Formasi Kiliran ini diduga terendapkan secara periodik di dalam suatu sub-cekungan 129

berbentuk semi terban (half-graben). Hal serupa, yakni terbentuknya terban dan semi terban terjadi pula di Cekungan Sumatra Tengah (Eubank dan Makki, 1981; Heidrick dan Aulia, 1993; Yarmanto drr., 1995). METODOLOGI Penelitian lapangan awal meliputi observasi sedimentologi, paleontologi, karakteristik bahan organik, dan stratigrafi. Selain pengumpulan data lapangan secara makroskopis, dilakukan pula pemercontohan batuan sedimen yang diperlukan untuk sejumlah analisis, termasuk petrografi bahan organik dan sedimentologi. Dengan mendeterminasi kandungan dan tipe bahan organik, serta kematangan termalnya, karakteristik oil shale bisa ditentukan. Untuk meminimalkan efek pelapukan singkapan bagi kepentingan analisis, penelitian difokuskan terhadap singkapan batuan sedimen yang hadir sebagai working face, berupa bagian tebing curam yang batuannya relatif segar. Tebing ini terkupas oleh kegiatan eksploitasi batubara. Kegiatan lapangan ini yang meliputi pengukuran detil stratigrafi batuan pembawa oil shale dilakukan pada koordinat 0 o 50 52 LS 101 o 20 48 BT, dan 0 o 50 52 LS 101 o 20 48 BT, dan 0 o 50 58 LS - 101 o 21 15 BT, pada tebing ekskavasi batubara. Kegiatan penelitian detil dilakukan dengan menggunakan Metode Lintasan Pita Ukur/Tali dan Kompas atau Metode Bentang dan Tali. Pengambilan percontoh batuan dilakukan secara chanelling dan ply-by-ply pada lapisan oil shale yang tersingkap secara baik di tebing ekskavasi/eksplorasi batubara, untuk mendapatkan data geologi detil singkapan batubara dan batuan sedimen interseam/parting, bagi keperluan analisis makroskopis dan mikroskopis. Percontoh yang dihasilkan dari kegiatan ini dikirimkan ke Laboratorium Petrografi (oil shale dan batuan sedimen pengapitnya/parting) Hasil dari penelitian geologi ini kemudian diinterpretasikan untuk mendapatkan gambaran lebih detil tentang lingkungan pengendapan dan karakteristik batuannya, termasuk kandungan maseral dan mineral matternya. HASIL dan DISKUSI Analisis runtunan batuan pembawa oil shale Formasi Kiliran secara umum ditampilkan pada Gambar 4. Batuan yang tersingkap di Subcekungan Kiliranjao, kawasan PT. Karbindo Abesyapradhi terutama terdiri atas mudstone, serpih, dan batulanau yang berlapis baik dan memperlihatkan struktur perarian sejajar (parallel lamination) (Gambar 5), mudstone yang non-laminated atau masif (Gambar 6), dan batupasir halus atau batulanau gampingan. Resin ditemukan setempat dalam mudstone masif berwarna coklat kemerahan. 130

Horizon pengandung fosil molluska (Gambar 4) seperti Brotia sp., Thiara sp., dan Paludina sp. (Aswan drr., 2009) sangat umum ditemukan. Kandungan fosil tumbuhan seperti daun, kulit kayu, dan ranting kecil (Gambar 7) juga ditemukan dalam satu horizon bagian atas runtunan. Mineral pirit juga umum ditemukan. Struktur sedimen yang ditemukan meliputi perlapisan dan perarian sejajar (Gambar 8). Menurut Suwarna, Dr. (2000), secara petrografi organik, di dalam runtunan serpih maupun mudstone terdeteksi kehadiran maseral eksinit yang terdiri atas lamalginit, telalginit (?Botryococcus), sporinit, resinit, dan eksudatinit yang bisa dipakai sebagai penentu lingkungan pengendapan dan potensi oil shale sebagai batuan sumber minyak bumi. Selain maseral juga terdeteksi kehadiran bahan mineral seperti pirit tipe framboid, yang menunjukkan adanya pengaruh kehadiran lingkungan marin. Berdasarkan data di atas, runtunan batuan dapat dinterpretasikan sebagai fasies tepi (marginal) danau air tawar (lakustrin), yang diinterupsi oleh fasies fluviatil, dengan ditemukannya kantung-kantung konglomerat endapan saluran (channel deposits; Suwarna drr., 2000). Selanjutnya Suwarna drr. (2000) menyatakan bahwa berdasarkan analisis XRD dan SEM (Scanning Electron Microscopy), secara mineralogis percontoh terpilih serpih dan mudstone Formasi Kiliran didominasi oleh mineral kuarsa (> 75 %), dan umum kaolinit (25 75 %), dalam rezim awal meso- sampai mesodiagenesis. 131

Gambar 4. Penampang kolom oil shale Formasi Kiliran. 132

Gambar 5. Foto struktur perarian sejajar (parallel lamination) pada serpihmudstone. Gambar 6. Foto singkapan mudstone yang non-laminated atau masif. 133

Gambar 7. Foto fosil tumbuhan dalam mudstone Formasi Kiliran. Gambar 8. Foto perlapisan dan perarian sejajar dalam mudstone Formasi Kiliran. 134

KESIMPULAN Berdasarkan hasil kajian, ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik, seperti berikut: Formasi Kiliran diduga terendapkan dalam lingkungan lakustrin dengan adanya pengaruh marin. Hal ini didukung oleh kehadiran submaseral alginit yang berupa lamalginit dan telalginit dan juga mineral pirit framboid. Selain kehadiran maseral alginit jenis telalginit, adanya fosil moluska air tawar, menunjukkan bahwa lingkungan pengendapan runtunan serpih-mudstone adalah danau air tawar. Dari butir 1 dan 2 bisa disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan Formasi Kiliran berkisar dari danau air tawar sampai fasies marginal (tepi/peralihan). Mineral utama penyusun mudstone adalah kuarsa diikuti oleh mineral lempung yang berupa kaolinit dengan sedikit smektit-ilit. Ucapan Terima-kasih Terima kasih penulis sampaikan kepada Pimpinan dan Staf PT. Karbindo Abesyapradhi, terutama Bapak Mamo Sediatma, S.T. dan Bapak Drs. Zaldi, yang banyak membantu kelancaran penelitian di lapangan. Terima kasih juga kami tujukan kepada Dekan Fakultas Teknik Geologi UNPAD, yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada kami untuk melakukan penelitian oil shale di Sumatra Barat. ACUAN Aswan, Rizal, Y., dan Pradana, A.K.A., 2009. Stratal Architexture of Pematang Group, Central Sumatra Basin based on Molluscan Taphonomic Study: Case Study in Kiliranjao Area. Majalah Geologi Indonesia, 24(3), h. 141-151. Bachri, S., Sukanta, U., Gafoer, S., Satria Nas, D., Kusnama, Suminto, Hasan, K., dan Nugroho, E.H., 2002. Stratigrafi Batuan Sedimen Paleogen Sub-cekungan Kiliranjao, Sumatra Barat. Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, h.24-32. Eubank, R.T. dan Makki, A.C., 1981. Structural geology of the Central Sumatra back-arc basin. Proceedings, Indonesian Petroleum Associations, 10 th Annual Convention, h.153-197. Heidrick, T.L. and Aulia, K., 1993. A structural and tectonic model of the Coastal Plain Block, Central Sumatra Basin. Proceedings, Indonesian Petroleum Associations, 21 nd Annual Convention, h.295-317. 135

Silitonga, P.H. dan Kastowo, 1975. Peta GeologiLembar Solok, Sumatera, skala 1:250.000. Direktorat Geologi, Bandung. Suwarna, N., Panggabean, H., and Heryanto, R., 2000. Penelitian Oil Shale Sumatera Bagian Tengah. Proyek Kajian dan Informasi Geologi Tematik, Tahun Anggaran 2000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, 62 h. Suwarna, N., Andi Mangga, S., Surono, Simandjuntak, T.O., dan Panggabean, H., 2000. Evolusi Tektonik Pratersier Sumatera Bagian Selatan. Publikasi Khusus, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 191 h. Yarmanto, Heidrick, T.L., Indrawardana, and Strong, B.L., 1995. Tertiary tectonostratigraphic development of the Balam depocentre, Central Sumatra Basin, Indonesia. Proceedings, Indonesian Petroleum Associations, 24 th Annual Convention, h.123-137. 136