BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan sekolah merupakan suatu kegiatan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 48.A 2012 SERI : E A BEKPERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 48.A TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dibangku perkuliahan. Magang termasuk salah satu persyaratan kuliah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan manajemen

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran kinerja pemerintah merupakan hal yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS

Pembiayaan Pendidikan Perspektif PP 48 Tahun 2008 dengan Perpres 87 Tahun Bahan Kajian

BAB I PENDAHULUAN. pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dialami lulusan lulusan perguruan tinggi. Hal ini terjadi karena adanya ketimpangan

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan ( SAP ) yang telah diterima secara umum.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dalam keuangan negara. Sejak disahkannya UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) BADAN PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sekarang ini dihadapkan oleh banyaknya tuntutan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas, dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik, maka akuntabilitas dan transparansi informasi bagi masyarakat luas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta caracara

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi telah memberikan peluang bagi perubahan cara-cara pandang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah merupakan suatu tuntutan yang perlu direspon oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah, salah satunya adalah terkait dengan manajemen keuangan

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian. Sebagai alat perencanaan mengindikasikan target yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era reformasi yang diikuti dengan diberlakukannya kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. merumuskan dan menyalurkan kepentingan masyarakat.partai politik juga

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban, serta pengawasan yang benar-benar dapat dilaporkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyusunan anggaran merupakan suatu proses yang berbeda antara

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 113 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk menjamin kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. governance dan penyelenggaraan organisasi sektor publik yang efektif, efisien,

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan penting bagi bangsa dan negara.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam

IMPLEMENTASI PRINSIP UMUM PENGELOLAAN DANA PENDIDIKAN DILINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN KOTA BANJARMASIN (TINJAUAN PASAL 59, PP.

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. berbasis sekolah (MBS). (Depdiknas, 2006). Penguatan akses publik atas informasi manajemen anggaran sekolah

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. nasional bertumpu pada tiga tema, yaitu : 1. Pemerataan dan perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.

REKAPITULASI HASIL WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut juga

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BAB I PENDAHULUAN. mencetak generasi bangsa yang harus diprioritaskan. Namun masih terdapat

BAB I PENDAHULUAN. langsung dengan masyarakat menjadi salah satu fokus utama dalam. pembangunan pemerintah, hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

PENGARUH PERSONAL BACKGROUND, POLITICAL BACKGROUND DAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PERAN DPRD DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan asas desentralisasi serta otonomi fiskal maka daerah diberikan wewenang untuk

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah yang merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Instansi pemerintah secara umum berperan dalam pemberian. pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan bidangnya masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BELITUNG

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan keuangan sekolah merupakan suatu kegiatan yang mempengaruhi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran bagi lembaga formal tersebut. Hal ini dinyatakan dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Karena posisi keuangan sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Berdasarkan PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, disebutkan bahwa ada 3 jenis biaya pendidikan, yaitu Biaya Satuan Pendidikan, Biaya Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan, serta Biaya Pribadi Peserta Didik. Sisi pengeluaran terdiri dari alokasi biaya pendidikan untuk setiap komponen yang harus dibiayai. Dari seluruh penerimaan biaya, sebagian dipergunakan untuk membiayai kegiatan administrasi, ketatausahaan, sarana dan prasarana pendidikan. Sumber dana penerimaan terdiri dari berbagai macam sumber yang harus dikelola menurut jenis data yang sesuai dengan point anggaran yang telah direncanakan sebelumnya. Tanpa perencanaan dana tidak bisa dialokasikan untuk kebutuhan yang harus dipenuhi terlebih dahulu dan juga memicu terjadinya penyelewengan penggunaan dana sekolah oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. 1

2 Manajemen keuangan harus dikelola dengan baik, karena terkait dengan hubungan dalam pelaksanaan kegiatan sekolah, sehingga dalam pengelolaan dana dapat diterapkan dengan secara profesional dan jujur. Pengelolaan keuangan sekolah sebenarnya sudah diterapkan dengan baik, hanya saja kadar tingkatan pelaksanaanya berbeda antara satu sekolah satu dengan sekolah lainya. Keragaman permasalahan pengelolaan keuangan sekolah tergantung pada kondisi fisik sekolah, kondisi geografis sekolah dan citra sekolah. Sekolah yang sangat diminati oleh masyarakat pengelolaan keuanganya jauh berbeda dengan sekolah yang kurang diminati masyarakat, karena sekolah harus mampu menanmpung keseluruhan kegiatan yang semakin banyak yang dituntut oleh masyarakat. Banyak sekolah yang kurang terbuka terhadap sistem pengelolaan keuangan sekolah kepada masyarakat, sehingga berakibat adanya tuduhan penyelewengan dana terhadap sekolah. Orang tua siswa mengeluhkan banyaknya biaya pembayaran sekolah terkesan mahal tanpa melaukan sosialisasi terlebih dahulu mengenai pungutan dana sekolah. Masyarakat terkadang menilai bahwa biaya sekolah terlalu berat dipenuhi, bahkan bagi masyarakat yang tidak mampu, karena pendidikan bukan lagi sebagai kebutuhan primer dengan biaya terjangkau. Berbagai macam pungutan liar kerap kali terjadi di sekolah dengan berbagai macam pungutan dana yang tidak masuk akal. Diantara alasan yang paling sering dijadikan tameng dalam melancarkan aksi penyimpangan tersebut anatara lain, demi meningkatkan kualitas, untuk menambah fasilitas, yang melibatkan stakeholders sekolah demi melancarkan aksi tersebut. Hal ini merupakan sebuah konsekuensi logis dari upaya mencapai standar mutu pendidikan yang telah

3 direncanakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan memberikan ruang gerak yang luas dalam berkerasi guna mseningkatkan eksistensinya di tingkat nasional (Rahmatullah Nabila Z, 2013 : 4) Proses pengelolaan dana sekolah tentunya melibatkan berbagai pihak seperti kepala sekolah yang mengatur jalanya keuangan dan pengelolaanya dilakukan oleh bendahara serta komponen lainya yang membantu proses pelaksanaan keuangan sekolah. Pengalaman praktis sekolah dalam mengelola anggaran, harusnya menjadi masukan dalam merancang proses penganggaran, penatausahaan dan petanggungjawaban anggaran yang mengakomodasikan aspirasi dan sumber daya pemangku kepentingan. Pengembangan model pengelolaan keuangan sekolah tidak sukup hanya dikembangkan sebatas pada pengelolaaan APBD. Partisispasi masyarakat harus perlu dijadikan dasar dalam memahami masalah kebutuhan pendidikan serta dukungan pemenuhan anggaran pendidikan (Ismanto, bambang, dkk 2011 : 2). Uang dalam kaitanya proses pendidikan, termasuk sumber daya essensial dan terbatas. Atas dasar asumsi itulah, uang perlu dikelola secara efisien agar tidak menghambat upaya dalam mencapai tujuan pendidikan. Permasalahanya terkadang bahwa, penerapan peraturan pembiayaan yang baku bersifat serampangan atau tidak sesuia dengan yang tertulis dalam rencana strategis lembaga pendidikan. Dari permasalahan tersebut hendaknya lembaga pendidikan perlu dikelola dengan baik dengan tata kelola manajmen yang baik, sehingga menjadikan lembaga pendidikan yang bersih, transparan dan kredibel dari berbagai penyelewengan yang merugikan pendidikan itu sendiri.

4 Fakta dilapangan menunjukkan bahwa, pengembangan model pengelolaan keuangan di tingkat sekolah mengalami kendala, yang diakibatkan oleh pengelolaan pembiayaan yang hanya berdasarkan pengalaman yang sudah dilaksanakan sebelumya dan kurang memfokuskan pada program atau kegiatan yang sebenarnya perlu dibiayai. Sehingga mengakibatkan distribusi dan pengalokasian dana yang dilakukan oleh sekolah tidak berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dalam Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah (RAKS) Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Zahra dan Maryati (2011), pengelolaan keuangan sekolah kelompok Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) secara rata-rata sama baiknya dengan kelompok Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN). Penelitian senada juga dilakukan oleh Haryati (2012) yang menemukan bahwa seringkali terjadi penyimpangan atau ketidaksesuaian antara rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah dengan realisasinya. Sebagaimana penelitian keuangan sekolah yang dilakukan oleh Hall (2007) menemukan bahwa telah terjadi trade off efisiensi dan keadilan dalam pengelolaan keuangan sekolah. Penelitian juga dilakukan oleh Loubert (2008) yang menemukan bahwa penambahan pendanaan pendidikan meningkatkan kualitas sekolah yang ditandai dengan meningkatnya prestasi belajar siswa. Lebih lanjut, Wijaya (2009) menemukan bahwa pendidikan yang mahal tidak secara otomatis menunjukkan kualitas pendidikan yang tinggi, karena tinggi rendahnya biaya pendidikan ditentukan oleh manajemen keuangan sekolah.muhajirin (2012), pada studi kasusnya di SIT MI Luqman Hakim, menyimpulkan bahwa

5 proses penyusunan Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah telah sesuai dengan peraturan tentang pelaporan keuangan sektor publik. Pemerintah daerah harus jeli dalam membedakan pembobotan biaya per unit bagi sekolah yang berada di daerah terpencil yang mempunyai jumlah siswa yang relatif sedikit. Implikasinya bahwa sumber-sumber yang ada ditetapkan untuk mencapai tujuan secara keseluruhan dari sistem. Selain itu, pemerintah harus mengawasi jalanya sistem dengan cara menggunakan informasi dari kinerja pendidikan tersebut. Terbatasnya dana pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan, menuntut sekolah berupaya melakukan penggalian dana untuk kelangsungan hidup sekolah. Upaya tersebut terkait dengan peningkatan peran serta masyarakat dalam pembiayaan pendidikan. Pendanaan pendidikan dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XIII, Peraturan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2008 Pasal 51 Ayat 1. Undangundang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 48 yang kemudian diimplementasikan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan Pasal 59 menerangkan bahwa pengelolaan dana pendidikan berprinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas public. Sehingga, dana yang dikelola oleh sekolah mengacu pada prinsip pengelolaan dana pendidikan guna mencapai kualitas pendidikan yang optimal. Upaya dalam mengembangkan model pengelolaan pembiayaan sekolah, perlu diterapkan prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bertindak dalam

6 pembiayaan pendidikan, seperti, objektivitas, kesatuan usaha, tarif harga, transparansi, kondisi sekolah, dan akuntabel. Dalam membuat perencanaan proses belajar mengajar di sekolah perlu melihat kekuatan internal dan memperhatikan aspek eksternal dalam mengelola proses pendidikanya, dengan didukung oleh pola pembiayaan yang efektif dan efisien agar dapat menghasilkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. Berdasarkan uraian tersebut, yang menjadi fokus pengelolaan pembiayaan dalam model ini lebih diarahkan pada biaya penyelenggaraan pendidikan, khususnya biaya operasi non personal, sesuai dengan PP No 48 Pasal 3 ayat (2) huruf (b). Hal ini ditetapkan karena sekolah memperolah dana yang sumbernya dari bantuan operasional sekolah yang harus digunakan untuk membiayai komponen biaya operasi non personal, di mana pengelolaanya diserahkan sepenuhnya kepada sekolah sehingga diperlukan perencanaan yang matang kompherensif dalam mendistribusikan dan mengalokasikan dana secara efektif, efisisen berdasarkan program yang telah ditetapkan, supaya proses belajar mengajar sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Tugas pengelola pendidikan menjadi sangat berat dengan adanya tuntutan transparasi dan akuntanbilitas keuangan yang harus dipublikasikan di media, demikian pula dalam memutuskan besaran biaya pendidikan kepada peserta didik harus dikomunikasikan kepada orang tua, karena mekanisme ini sangat baik dalam rangka menjaga akuntanbilitas akademik maupun non akademik. Terkait hal tersebut, dibutuhkan model yang memadai dalam penyampaian informasi keuangan sekolah kepada pihak yang berkepentingan untuk mewujudkan

7 transparansi dan akuntanbilitas atas pengelolaan keuangan sekolah. Berdasarkan permasalahan, teori dan penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik mengangkat masalah ini sebagai bahan penulisan ilmiah dengan judul MODEL PENGELOLAAN KEUANGAN SEKOLAH MENENGAH ATAS SWASTA (SMAS) DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI DI KOTA SURAKARTA (STUDI KASUS PADA SMA WARGA DAN SMAN 7 SURAKARTA) B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam proposal penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana perencanaan dan pengelolaan keuangan sekolah di SMA Warga dan SMAN 7 di Kota Surakarta? 2. Bagaimana realisasi anggaran dalam pengelolaan keuangan sekolah di SMA Warga dan SMAN 7 di Kota Surakarta? 3. Bagaimana kondisi pengelolaan keuangan sekolah di SMA Warga dan SMAN 7 Surakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis perencanaan dan pengelolaan keuangan sekolah di SMA Warga dan SMAN 7 di Kota Surakarta 2. Untuk menganalisis realisasi anggaran dalam pengelolaan keuangan sekolah di SMA Warga dan SMAN 7 di Kota Surakarta

8 3. Untuk mengetahui kondisi pengelolaan keuangan di SMA Warga dan SMAN 7 Surakarta. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini dapat memberikan sumbangan mengenai ilmu ekonomi dalam kajian teoritis bagi akademisi yang berkaitan dengan model pengelolaan keuangan sekolah. 2. Kegunaan Praktis a. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat memberikan manfaat pengetahuan secara mendalam dalam proses pengelolaan keuangan sekolah menengah atas baik negeri maupun swasta. b. Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat terkait model pengelolaan keuangan sekolah sehingga masyarakat dapat lebih kritis dalam menanggapi hal yang berkaitan dengan keuangan sekolah. c. Bagi Sekolah Penelitian ini dapat memberikan tolak ukur terkait model pengelolaan keuangan sekolah sehingga mutu sekolah dapat ditingkatkan sesuai keadaan keuangan sekolah.

9 d. Bagi Pemerintah Penelitian ini dapat dijadikan pedoman sebagai pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dalam bidang pengelolaan keuangan sekolah. Sehingga pemerintah dapat teliti dalam melakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran sekolah.