LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA PANGKALPINANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 10 SERI E

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2008

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 34 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 56 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 2

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2005

TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN PEMERINTAH BUPATI MUSI RAWAS,

b. bahwa atas dasar pertimbangan tersebut di atas perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Bongkar Muat Barang.

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PENGINAPAN / PESANGGRAHAN / VILLA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT USAHA DAN / ATAU IZIN GANGGUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

NOMOR 2 TAHUN 2006 SERI C

BUPATI BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RETRIBUSI TERMINAL TANAH LAUT. Daerah

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG RETRIBUSI IZIN MEMBUKA DAN MEMANFAATKAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI GOWA RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

P E R A T U R A N D A E R A H

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA TAHUN 2015 NOMOR 13 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 RETRIBUSI PELAYANAN PASAR

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 10 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENYEBERANGAN DI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 9 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH

Peraturan...

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 03 TAHUN 2003 TENTANG IJIN PENEMPATAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DAN ANGKUTAN DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa BUPATI SUBANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

L E M B A R A N D A E R A H

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 8 TAHUN 2003 RETRIBUSI PELAYANAN BIDANG KETENAGAKERJAAN BUPATI BANGKA,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2007

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2006

DAFTAR ISI NO. URAIAN HAL 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN 1-17

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 10 TAHUN 2006 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WAKATOBI, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, maka Retribusi Izin Usaha Ketenagalistrikan termasuk salah satu jenis Retribusi yang dapat dikelola oleh Daerah Kabupaten Wakatobi; b. bahwa dengan semakin berkembangnya berbagai sektor usaha Ketenaga Listrikan di Daerah, maka perlu segera dilakukan penataan, penertiban dan pengawasan terhadap semua penyelenggaraan usahanya berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b diatas, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenaga Listrikan; 4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Kolaka Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4339); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3394); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3603); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WAKATOBI dan BUPATI WAKATOBI MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN KABUPATEN WAKATOBI.

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Wakatobi. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Wakatobi. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Wakatobi. 4. Wakil Kepala Daerah adalah Wakil Bupati Wakatobi. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah DPRD Kabupaten Wakatobi. 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Wakatobi 7. Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan yang selanjutnya disebut PKUK adalah Badan Usaha Milik Negara yang diserahi tugas oleh Pemerintah semata-mata untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum; 8. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang selanjutnya disebut UKS adalah Usaha Pembangkit, transmisi dan distribusi tenaga listrik yang memberikan kegunaan bagi kepentingan sendiri; 9. Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk kepentingan sendiri yang selanjutnya disebut PIUKS adalah Koperasi, swasta, BUMN/BUMD atau Lembaga Negara lain yang telah mendapat Izin dari Kepala Daerah untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri; 10. Izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang selanjutnya disebut IUKS adalah izin yang diberikan oleh Kepala Daerah, kepada Koperasi Swasta dan BUMN/BUMD untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri; 11. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang selanjutnya disebut IUKU adalah usaha pembangkit, transmisi dan distribusi tenaga listrik yang memberikan kegunaan bagi kepentingan umum; 12. Izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang selanjutnya disebut IUKU adalah izin yang diberikan oleh Kepala Daerah, kepada Koperasi Swasta dan BUMN/BUMD untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum; 13. Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk kepentingan umum yang selanjutnya disebut PIUKU adalah Koperasi, swasta, BUMN/BUMD atau Lembaga Negara lain yang telah Mendapat Izin untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum; 14. Instalasi Ketenagalistrikan selanjutnya disebut Instalasi adalah bangunan sipil dan elektronik, mesin, peralatan, saluran-saluran dan perlengkapannya yang digunakan untuk pembangkit konversi, transformasi, distribusi dan pemanfaatan tenaga listrik; 15. Jaringan Distribusi adalah jaringan tenaga listrik yang bertegangan dibawah 35.000 Volt;

16. Jaringan Transmisi adalah jaringan tenaga listrik yang bertegangan diatas 35.000 Volt; 17. Pembangkit adalah pembangkit tenaga listrik termasuk gedung dan perlengkapan yang dipakai untuk maksud beserta alat-alat yang diperlukan; 18. Pengguna Umum adalah pengguna tenaga listrik yang dibangkit secara terus menerus untuk melayani sendiri tenaga listrik yang diperlukan; 19. Pengguna Cadangan adalah pengguna tenaga listrik yang dibangkitkan hanya pada saat terjadi gangguan tenaga listrik dari Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum (PIUKU); 20. Pengguna Darurat adalah pengguna tenaga listrik yang dibangkitkan hanya pada saat terjadi gangguan tenaga listrik dari Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk kepentingan umum (PIUKU); 21. Pengguna Sementara adalah pengguna tenaga listrik yang dibangkitkan untuk kegiatan yang bersifat sementara termasuk dalam pengertian ini pembangkit yang relatif mudah dipindah-pindahkan (jenis portable); 22. Tahap Pembangunan adalah kegiatan mulai perencanaan sampai dengan selesainya pembangunan atau pemasangan instalasi; 23. Tahap Eksploitasi adalah kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik dengan mengoperasikan instalasi; 24. Grid Nasional/Regional adalah sistem saluran tenaga listrik tegangan menengah, tegangan tinggi dan tegangan ekstra tinggi untuk kepentingan umum PKUK; 25. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum yang selanjutnya disebut IUKU adalah izin yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada Badan Usaha dan Swadaya Masyarakat untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum; 26. Swasta adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia yang berusaha di bidang usaha penyediaan tenaga listrik; 27. Koperasi adalah koperasi yang bergerak dibidang usaha penyediaan tenaga listrik; 28. Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum, yang selanjutnya disebut PIUKU adalah Badan Usaha atau Swadaya Masyarakat yang mendapat Izin untuk melakukan usaha penyediaan tenaga tenaga listrik untuk kepentingan umum; 29. Uji Layak Operasi adalah pengujian yang dilakukan untuk melindungi keselamatan umum, keselamatan kerja, keamanan instalasi, terpenuhinya standarisasi, kelestarian fungsi lingkungan, kekayaan ekonomi dan kelayakan teknis; 30. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk umum dan selanjutnya disebut UKU adalah usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang dapat meliputi salah satu atau gabungan dari usaha pembangkit, transmisi dan distribusi tenaga listrik yang disambung dengan jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik yang disambung dengan jaringan transmisi (grid) nasional/regional.

BAB II NAMA, SUBYEK DAN OBYEK Pasal 2 Dengan nama Retribusi Izin Usaha Ketenagalistrikan dipungut Retribusi. Pasal 3 Subyek Retribusi Izin Usaha Ketenagalistrikan adalah badan hukum dan atau perusahaan dan atau perorangan yang mendapatkan pelayanan usaha ketenagalistrikan dari Pemerintah Daerah. Pasal 4 Obyek Izin Usaha Ketenagalistrikan adalah pribadi atau badan hukum yang melakukan usaha dibidang usaha ketenagalistrikan. a. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri; b. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum; c. Usaha penunjang tenaga listrik. BAB III GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5 Retribusi Izin Usaha ketenagalistrikan digolongkan sebagai Retribusi Perizinan tertentu. BAB IV USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI Pasal 6 (1) UKS dapat dilakukan oleh pribadi, swasta, koperasi, BUMN/BUMD atau lembaga negara lainnya. (2) Jenis-Jenis usaha penyediaan tenaga listrik meliputi : a. Pembangkit Tenaga Listrik. b. Transmisi Tenaga Listrik. c. Distribusi Tenaga Listrik. (3) Usaha ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan bagi usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang jumlah kapasitas tertentu dan diatur dengan Kepala Daerah. BAB V USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Pasal 7 (1) Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum (IUKU) yang tidak termasuk jaringan transmisi (gird) nasional dan lintas Wakatobi

diberikan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD Kabupaten Wakatobi; (2) Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum (UKU) dapat dilakukan oleh Badan Usaha atau Swadaya Masyarakat; (3) Jenis-Jenis Usaha Penyediaan Tenaga Listrik adalah meliputi : a. Pembangkit Tenaga Listrik; b. Transmisi Tenaga Listrik; c. Distribusi Tenaga Listrik. BAB VI USAHA PENUNJANG TENAGA LISTRIK Pasal 8 (1) UPTL dapat dilakukan oleh Koperasi dan atau Usaha Swasta; (2) Pengembangan teknologi peralatan yang menunjang penyediaan tenaga listrik; (3) Jenis usaha penunjang tenaga listrik diklasifikasikan berdasarkan jenis dan golongan usaha, yang meliputi : a. Konsultan ketenagalistrikan terdiri dua bidang usaha yaitu perencanaan dan pengawasan yang diklasifikasikan penggolongannya yaitu A, B, C dan D; b. Usaha pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan digolongkan dan diklasifikasikan sesuai dengan kemampuan teknik badan usaha yang diatur sesuai klasifikasi golongan I, II, III dan IV; c. Usaha pemeliharaan ketenagalistrikan meliputi : 1. Peralatan ketenagalistrikan yang diklasifikasikan sesuai dengan golongan I, II, III dan IV. 2. Pengujian ketenagalistrikan disesuaikan dengan golongan A, B, C dan D. (4) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis usaha dibidang Retribusi, Izin Informasi dan Komunikasi. BAB VII PERIZINAN Pasal 9 (1) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri hanya dapat dilakukan dengan IUKS apabila jumlah kapasitas pembangkitnya diatas 200 KVA; (2) Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepala Daerah; (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) : a. Wajib Daftar apabila jumlah kapasitas pembangkit dari 25 KVA sampai dengan 200 KVA.

b. Tanpa wajib daftar apabila jumlah kapasitas pembangkit kurang dari 25 KVA. (4) IUKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk izik keselamatan kerja, izin gangguan dan izin lainnya yang menjadi tanggung jawab instansi lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pembangunan maupun eksploitasi instansi. Pasal 10 (1) IUKS diberikan menurut sifat penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan yaitu : a. Penggunaan Utama b. Penggunaan Cadangan c. Penggunaan Darurat d. Penggunaan Sementara (2) Penggunaan IUKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c hanya diberikan apabila jumlah kapasitas pembangkitnya tidak melebihi besar daya tersambung dari PKUK atau PIUKU; Pasal 11 IUKS sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 : a. Diperbaharui apabila diadakan perubahan sifat penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1); b. Diperbaharui apabila diadakan perubahan kapasitas pembangkit yang besarnya melebihi 10% dari jumlah kapasitas tenaga listrik yang telah diizinkan; c. Dilaporkan apabila diadakan perubahan kapasitas pembangkitnya yang besarnya sampai dengan 10 % dari jumlah kapasitas pembangkit tenaga listrik yang didaftar. Pasal 12 (1) IUKS sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 diberikan sesuai dengan kegiatan : a. IUKS Tahap Pembangunan; b. IUKS Tahap Eksploitasi (2) IUKS Tahap Eksploitasi dapat diberikan setelah, dilakukan pemeliharaan seluruh komponennya termasuk instalasinya yang hasilnya diterangkan dalam berita acara pemeriksaan dan telah dinyatakan dapat dioperasikan. Pasal 13 (1) IUKS Tahap Pembangunan diberikan untuk jangka waktu 1 (satu ) tahun dapat diperpanjang 2 (dua) kali. (2) UKS Tahap Esploitasi diberikan jangka waktu 5 (lima) tahun dapat diperpanjang.

(3) Permohonan perpanjangan IUKS harus disampaikan selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sebelum IUKS berakhir. (1) IUKS berakhir Karena: a. Habis masa berlakunya; b. Dikembalikan; c. Dibatalkan. Pasal 14 (2) IUKS yang habis masa berlakunya menurut hukum dan dalam beberapa hal tidak diberikan perpanjangan. (3) IUKS berakhir karena dikembalikan apabila PIUKS menyerahkan kembali IUKS dengan pernyataan kepada Kepala Daerah dengan ketentuan: a. Pernyataan tertulis yang disertai dengan alasan-alasan yang jelas; b. Pengembalian IUKS dinyatakan sah setelah disetujui oleh Kepala Daerah. (4) IUKS dibatalkan apabila : a. PIUKS tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan atau tidak mentaati petunjuk yang diberikan oleh Kepala Daerah; b. Sebelum IUKS dibatalkan oleh yang menangani pertambangan dan energi memberikan peringatan kepada PIUKS atas pelanggaran yang dilakukan. Pasal 15 IUKS hanya dapat dialihkan kepada pihak lain sesudah mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Daerah. Bagian Pertama Tata Cara Permohonan Pemberian IUKS Pasal 16 (1) Permohonan IUKS diajukan secara tertulis kepada Kepala Daerah dan bermaterai cukup sesuai dengan formulir yang telah disiapkan dengan melampirkan : a. Akte Pendirian Perusahaan. b. Gambar Tata Letak Lingkungan. c. Gambar Denah Instalasi. d. Gambar Diagram Garis Tunggal Instalasi. e. Uraian Rencana Penyediaan dan Kebutuhan Tenaga Listrik. f. Persetujuan Studi AMDAL/UKL/UPL. (2) a. Permohonan IUKS wajib membuat Surat Pernyataan diatas kertas materai bahwa jumlah bahan bakar yang digunakan tidak melebihi perkiraan kebutuhan pembangkit sesuai peruntukannya.

b. Khusus biaya pemeriksaan diberikan kepada petugas pemeriksaan yang terdiri dari uang harian, biaya transportasi, biaya akomodasi yang jumlahnya ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Daerah. Pasal 17 (1) Kepala Daerah memberikan persetujuan atas permohonan IUKS setelah memenuhi persyaratan dalam waktu selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja. (2) Apabila permohonan IUKS ditolak harus sesuai dengan alasan tertulis disampaikan secara tulisan kepada pemohon dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan di terima secara lengkap. Pasal 18 Hal yang dipertimbangkan dalam menolak IUKS adalah : a. Rekomendasi dari Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum (PIKU) mengenai kemampuan penyediaan listrik di wilayah usahanya. b. Kendala dan mutu penyediaan tenaga listrik yang disyaratkan permohonan dibandingkan dengan kendala dan mutu yang disediakan oleh PKUK atau PIUKU. c. Kelayakan ekonomis dan kelayakan teknis atas penggunaan pembangkit tenaga listrik. d. Penggunaan sumber energi untuk pembangkit yang akan digunakan. e. Dipenuhinya aspek keselamatan kerja, keamanan, instalasi, standarisasi dan lingkungan. Bagian Kedua Tata Cara Permohonan dan Pemberian IUKU Pasal 19 (1) Permohonan IUKU diajukan kepada Kepala Daerah dengan menggunakan formulir yang telah disiapkan dalam rangkap 2 (dua) dan bermaterai cukup dengan melampirkan antara lain : a. Alokasi proyek. b. Jenis dan kapasitas pembangkit tenaga listrik/transmisi/distribusi. c. Jenis energi primer yang digunakan. d. Wilayah usaha. e. Pembangunan. f. Jadwal pendanaan. g. Jadwal pengoperasian. h. Jadwal penggunaan tenaga kerja baik asing maupun lokal selama masa operasi.

i. Gambar peta dan dokumen lain yang diperlukan. j. Dokumen persetujan analisis mengenai dampak lingkungan. (2) Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan IUKU diterima dengan lengkap Kepala Daerah mengambil keputusan dapat tidaknya diberikan IUKU. (3) IUKU yang telah diterbitkan batal dengan sendirinya demi hukum apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal penerbitan IUKU pembangunannya belum dilaksanakan. (4) IUKU diberikan untuk jangka waktu 15 (lima belas) tahun dan dapat diperpanjang. Bagian Ketiga Tata Cara Permohonan dan Pemberian IUPTL Pasal 20 (1) Izin Usaha Penunjang Ketenagalistrikan diperlukan kepada koperasi dan swasta. (2) IUPTL diberikan berdasarkan permohonan BAB VIII TATA CARA PEMBERIAN IUPTL Pasal 21 (1) Izin usaha ketenagalistrikan diperlakukan kepada koperasi dan swasta. (2) Masa berlakunya IUPTL : a. IUPTL diberikan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun. b. IUPTL berakhir apabila : 1. Habis masa berlakunya 2. Dicabut 3. Dikembalikan. BAB IX PENGOPERASIAN INSTALASI TENAGA LISTRIK Pasal 22 (1) Pengoperasian secara komersial instalasi listrik dapat dilaksanakan setelah dilakukan uji laik operasi dan pemeriksaan uji laik lingkungan oleh Pejabat yang berwenang dan atau Perusahaan Inspeksi Teknis yang telah diakreditas. (2) Hasil laik operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini dituangkan dalam formulir berita acara yang telah disiapkan oleh Dinas yang menangani pertambangan dan energi.

Pasal 23 Apabila Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan mengoperasikan pembangkitnya tanpa melakukan uji laik operasi dan pemeriksaan lingkungan, maka akan dikenakan sanksi sesuai Peraturan Perundang- Undangan yang berlaku. Pasal 24 (1) Biaya untuk pelaksanaan uji laik operasi dan lingkungan dibebankan kepada pemohon dan pemohon perpanjangan. (2) Tata cara dan besarnya uji laik operasi dan lingkungan diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. BAB X CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 25 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan klasifikasi jenis izin dan jumlah kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik. BAB XI PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR BESARNYA TARIF Pasal 26 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian Izin Usaha Ketenagalistrikan. (2) Biaya penyelenggaraan pemberian Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Biaya keputusan atau rekomendasi setiap izin usaha. b. Biaya tehnis berupa survey lapangan, bimbingan dan penyuluhan, monitoring, pengendalian dan pengawasan. (3) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dipungut pada saat dikeluarkan keputusan atau rekomendasi Kepala Daerah. (4) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dipungut terus menerus dalam jangka waktu tertentu selama Izin Usaha berlaku. BAB XII STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 27 Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) huruf a, ditetapkan sebagai berikut : a. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Sendiri (IUKS) adalah :

1. Pembangkit Tenaga Listrik ditetapkan sebesar Rp. 2.500/KVA...Rp. 2.500/KVA.. 2. Transmisi Tenaga Listrik ditetapkan sebesar Rp. 100.000/KVA...Rp. 100.000/KVA. 3. Retribusi Tenaga Listrik ditetapkan sebesar Rp. 75.000/KVA...Rp. 75.000/KVA. b. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUKU) selesai dari pembangkit tenaga listrik Rp. 5.000/KVA. c. Izin Usaha Penunjang Ketenagalistrikan untuk : 1. Usaha perencanaan ketenagalistrikan untuk : - Golongan A sebesar Rp. 1. 500,000,- - Golongan B sebesar Rp. 1.250.000,- - Golongan C sebesar Rp. 1.000,000,- - Golongan D sebesar Rp. 700,000,- 2. Usaha Pengawasan Ketenagalistrikan untuk : - Golongan A sebesar Rp. 1..500,000,- - Golongan B sebesar Rp. 1.250.000,- - Golongan C sebesar Rp. 1.000,000,- - Golongan D sebesar Rp. 700,000,- 3. Usaha Pembangunan dan Pemasangan Ketenaga Listrikan Untuk : - Golongan I sebesar Rp. 2.250,000,- - Golongan II sebesar Rp. 2.000.000,- - Golongan III sebesar Rp. 1.750,000,- - Golongan IV sebesar Rp.1.500,000,- 4. Usaha Perawatan Peralatan Ketenagalistrikan untuk : - Golongan I sebesar Rp. 500,000,- - Golongan II sebesar Rp. 400.000,- - Golongan III sebesar Rp. 300,000,- 5. Usaha Pengujian Ketenagalistrikan untuk : - Golongan A sebesar Rp. 750,000,- - Golongan B sebesar Rp. 700.000,- - Golongan C sebesar Rp. 350,000,- - Golongan D sebesar Rp. 600,000,- Pasal 28 (1) Setiap pemasangan instalasi pada rumah-gedung dikenakan Retribusi jaringan instalasi. (2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar 2 % (dua persen) dari biaya pemasangan instalasi atau jumlah penerimaan.

BAB XIII WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 29 Retribusi yang terutang dipungut di Wilayah Daerah tempat Pelayanan Izin Usaha Ketenaga Listrikan diberikan. BAB XIV MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 30 Masa Retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun. Pasal 31 Saat Retribusi terutang adalah pada saat diterbitkanya Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau Dokumen lain yang dipersamakan. BAB XV TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN Pasal 32 (1) Pemungutan Retribusi tidak dapat dibongkar. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau Dokumen lain yang dipersamakan, dan Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKRDKBT). Pasal 33 (1) Pembayaran Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus. (2) Tata cara Pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran Retribusi diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. BAB XVI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 34 Pembinaan dan Pengwasan atas pelaksanaan IUKS dilakukan oleh Kepala Daerah. Pasal 35 Pembinaan dan Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 meliputi : a. Keselamatan dan keamanan bagi manusia dan pada keseluruhan sistem penyediaan tenaga listrik; b. Optimasi pemanfaatan Sumber Energi Domestik, termasuk pemanfaatan Energi terbarukan; c. Perlindungan lingkungan;

d. Pemanfaatan proses teknologi yang bersih, ramah lingkungan dan berefisiensi tinggi pada pembangkitan tenaga listrik; e. Pemanfaatan barang dan jasa Dalam Negeri termasuk kopentensi enginering dan keandalan penyediaan Tenaga listrik; f. Tercapainya standarisasi dibidang Ketenagalistrikan. Pasal 36 Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan Kepala Daerah; a. Menetapkan pedoman teknis dengan memperhatikan standar keamanan, keselamatan dan lingkungan dibidang ketenagalistrikan; b. Memberikan bimbingan dan pelatihan; c. Melakukan inspeksi teknis terhadap instalasi PIUKS. Pasal 37 (1) Dalam hal terjadi keadaan membahayakan keamanan umum dan lingkungan akan terjadi kekurangan penyedianaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, maka Kepala Daerah dapat mengambil tindakan penghentian operasi untuk keadaan : a. Membahayakan keamanan umum dan lingkungan; b. Peningkatan Kapasitas Pengoperasian untuk keadaan terjadi kekurangan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. (2) Kepala Daerah dapat mengambil tindakan penghentian Operasi untuk keadaan tersebut pada ayat (1) huruf a. (3) Kepala Daerah dapat mengambil tindakan untuk meningkatkan kapasitas pengoperasian untuk keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. BAB XVII HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 38 (1) Baik PIUKS maupun PIUKU berhak melakukan kegiatan usahanya sesuai izin yang telah diberikan. (2) Setiap pemegang izin harus membayar kewajibannya berupa Pajak, Retribusi dan Kewajiban-kewajiban lainnya. (3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. PIUKS dan PIUKU Wajib : Pasal 39 a. Bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dari pelaksanaan izin yang telah diberikan; b. Melaksanakan ketentuan-ketentuan, teknik keselamatan umum, keselamatan kerja, keamanan serta kelestarian fungsi lingkungan sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

c. Menyampaikan Laoporan secara berkala kepada Kepala Daerah dengan tembusan kepada Menteri. BAB XVIII SANKSI Pasal 40 (1) Apabila pemegang IUKS/IUKU melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini kepada Daerah memberikan sanksi sebagai berikut : a. Peringatan tertulis; b. Pencabutan sementara IUKS/IUKU; c. Pencabutan IUKS/IUKU. (2) Jenis pelanggaran dan kriteria pemberian sanksi akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah. BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 41 Barang siapa yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya adalah merupakan tindakan pidana pencurian sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal 42 (1) Barang siapa yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa mempunyai izin usaha ketenaga listrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk Daerah kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Perundang-Undangan; (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang jumlah kapasitas pembangkit dari 25 KVA sampai dengan 200 KVA dan kurang dari 25 KVA. BAB XX PENYIDIKAN Pasal 43 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. Menerima, mencari, menggumpulkan dan mencari keterangan atau laporan berkenaan dengan Tindak Pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau Laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan Tidak Pidana Retribusi Daerah; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana Retribusi Daerah; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga kerja ahli dalam rangka pelaksanaan tugas Penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah; g. Menyuruh berhenti dan melarang seorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. Memotret seseorang dan barang bukti seseorang yang berkaitan dengan tidak pidana Retribusi Daerah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperikasa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan Penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran Penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah menurut Hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya Penyidikan dan penyampaian hasil Penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XXI KETENTUAN LAIN LAIN Pasal 44 (1) Semua IUKS dan IUKU dan Perizinan lainnya yang menyangkut Usaha Ketenaga listrikan yang diberikan sebelum ditetapkan Peraturan Daerah ini, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perizinan tersebut. (2) Setelah ditetapkan Peraturan Daerah ini maka semua pemegang Izin Usaha Ketenaga listrikan yang telah diberikan sebelum Peraturan Daerah ini segera melapor kepada Kepala Daerah melalui Dinas yang menangani Pertambangan dan Energi Kabupaten Wakatobi.

Pasal 45 (1) Pemegang Izin Usaha Ketenaga listrikan untuk kepentingan sendiri (PIUKS) yang dalam uasahanya ternyata mempunyai kelebihan Tenaga listriknya kepada pelanggan tertentu atau umum dengan terlebih dahulu mendapati IUKU. (2) Penjualan kelebihan Tenaga listrik kepada umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebesar-besarnya 30 % dari jumlah pemakaian sendiri; (3) Penjualan kelebihan Tenaga listrik dilakukan sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku; (4) Tata cara permohonan Izin penjualan kelebihan Tenaga Listrik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah. BAB XXII KETENTUAN PENUTUP Pasal 46 hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dan ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Pasal 47 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Wakatobi. Ditetapkan di Wangi-Wangi pada tanggal 20 September 2006 BUPATI WAKATOBI, Ttd & Cap Diundangkan di Wangi-Wangi pada tanggal 20 September 2006 H U G U A SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN WAKATOBI, ANAS MAISA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI C