LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 10 SERI E

Transkripsi

1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 10 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG USAHA KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan pemerintah Nomor 10 tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, maka perlu diatur Usaha Ketenagalistrikan Daerah; b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Usaha Ketenagalistrikan Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;

2 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara RI Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2831); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara RI Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3317); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolahan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3699); 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3833); 6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3685), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4048); 2

3 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4548); 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4438); 9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4725); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3394) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4628); 3

4 11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik (Lembaran Negara RI Tahun 1995 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 33603); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembara n Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3737); 13. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA dan BUPATI BANJARNEGARA MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG USAHA KETENAGALISTRIKAN DAERAH. 4

5 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud : 1. Daerah adalah Kabupaten Banjarnegara. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Bupati adalah Bupati Banjarnegara. 4. Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik. 5. Tenaga Listrik adalah salah satu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan dan didistribusikan untuk segala macam keperluan dan bukan listrik yang dipakai untuk komunikasi dan atau isyarat. 6. Penyediaan Tenaga Listrik adalah pengadaan tenaga listrik mulai dari titik pembangkitan sampai titik pemakaian. 7. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri yang selanjutnya disebut UKS adalah usaha pembangkitan, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk kepentingan sendiri. 8. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum yang selanjutnya disebut UKU adalah usaha pembangkitan, transmisi dan distribusi tenaga listrik yang memberikan kegunaan bagi kepentingan umum. 9. Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut UPTL adalah badan usaha yang secara spesifikasi bergerak di bidang ketenagalistrikan. 5

6 10. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk usaha lainnya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri yang selanjutnya disebut IUKS adalah izin yang diberikan oleh Bupati kepada badan usaha untuk melakukan usaha penyediaan tanaga listrik untuk kepentingan sendiri. 12. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum yang selanjutnya disebut IUKU adalah izin yang diberikan oleh Bupati kepada badan usaha untuk melakukan usaha penyediaan tanaga listrik untuk kepentingan umum. 13. Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut IUPTL adalah izin yang diberikan oleh Bupati kepada badan usaha untuk melakukan kegiatan usaha di bidang jasa penunjang ketenagalistrikan. 14. Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri yang selanjutnya disebut PIUKS adalah badan usaha yang telah mendapat izin dari Bupati untuk melakukan usaha penyediaan tanaga listrik untuk kepentingan sendiri. 15. Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum yang selanjutnya disebut PIUKU adalah badan usaha yang telah mendapat izin dari Bupati untuk melakukan usaha penyediaan tanaga listrik untuk kepentingan umum. 16. Pemegang Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut PIUPTL adalah badan usaha yang telah mendapat izin dari Bupati untuk melakukan usaha di bidang jasa penunjang ketenagalistrikan. 6

7 17. Instalasi Ketenagalistrikan yang selanjutnya disebut instalasi adalah bangunan sipil dan elektromekanik, mesin-mesin, peralatan, saluransaluran dan perlengkapannya yang digunakan untuk pembangkitan, konversi, transformasi, distribusi dan pemanfaatan tenaga listrik. 18. Jaringan Dstribusi adalah jaringan tenaga listrik yang bertegangan kerja sampai dengan volt. 19. Jaringan Distribusi adalah jaringan listrik yang bertegangan di atas volt. 20. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh Bendahara Umum Daerah. 21. Sumber Energi Terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bio energi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. 22. Irigasi teknis adalah saluran irigasi yang badan saluran airnya dibangun khusus secara teknis untuk pengaturan irigasi. 23. Irigasi Non Teknis adalah saluran irigasi yang badan saluran airnya terbentuk secara alamiah. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud dan tujuan ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah : a. Memberikan dasar hukum dalam rangka pemberian IUKS, IUKU, IUPTL dan Wajib Terdaftar Usaha Ketenagalistrikan; b. Mengelola dan melestarikan lingkungan hidup; c. Memberikan dasar hukum dalam rangka pembinaan dan pengawasan usaha ketenagalistrikan di daerah. d. Memberikan dasar hukum bagi usaha ketenagalistrikan dalam pemberdayaan masyarakat. 7

8 BAB III USAHA KETANAGALISTRIKAN Pasal 3 (1) Jenis Usaha Ketenagalistrikan di daerah terdiri dari : a. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri (UKS); b. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (UKU); c. Usaha Penunjang Tenaga Listrik (UPTL). (2) Jenis Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b, meliputi : a. Pembangkitan Tenaga Listrik; b. Transmisi Tenaga Listrik; c. Distribusi Tenaga Listrik. (3) Berdasarkan sumber energinya, pembangkit listrik berasal dari : a. Sumber energi terbarukan; b. Sumber energi tak terbarukan. (4) Jenis Usaha Penunjang Tenaga Listrik (UPLT) sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, meliputi : a. Konsultasi yang berhubungan dengan ketenagalistrikan; b. Pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan; c. Pemeliharaan peralatan ketenagalistrikan; d. Pengembangan teknologi peralatan yang menunjang penyediaan tenaga listrik. 8

9 BAB IV PERIZINAN Bagian Pertama Wewenang Pemberian izin Paragraf 1 I U K S Pasal 4 (1) Setiap Usaha Penyediaan Listrik Untuk Kepentingan Sendiri (UKS) dengan kapasitas 200 KVA (dua ratus kilo Volt Ampere) ke atas wajib mendapatkan IUKS dari Bupati. (2) Dikecualikan terhadap kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang kapasitasnya di bawah 200 KVA ( dua ratus kilo Volt Ampere) wajib terdaftar di Pemerintah Daerah. (3) Tata cara dan persyaratan wajib terdaftar sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 5 (1) IUKS diberikan menurut sifat penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan meliputi : a. Penggunaan Utama; b. Penggunaan Cadangan; c. Penggunaan Darurat; d. Penggunaan Sementara; (2) Penggunaan IUKS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan c hanya diberikan apabila kapasitas pembangkitnya tidak melebihi besar daya tersambung dari PIUKS Utama. Pasal 6 IUKS sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) wajib : 9

10 a. Diperbaharui apabila diadakan perubahan sifat penggunaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1). b. Diperbaharui apabila diadakan perubahan kapasitas pembangkit dari jumlah kapasitas pembangkit tenaga listrik yang diizinkan. Paragraf 2 IUKU Pasal 7 Setiap usaha penyediaan listrik untuk kepentingan umum (UKU) wajib mendapatkan IUKU dari Bupati. Pasal 8 IUKU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, wajib diperbaharui apabila diadakan perubahan kapasitas pembangkit tenaga listrik yang diizinkan. Paragraf 3 IUPTL Pasal 9 Setiap Usaha Penunjang Tenaga Listrik (IUPTL) wajib mendapatkan IUPTL dari Bupati. Bagian Kedua Persyaratan dan Tata Cara Mendapatkan Izin Pasal 10 (1) Untuk mendapatkan IUKS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), pemohon wajib mengajukan permohonan secara tertulis Kepada Bupati. (2) Untuk mendapatkan IUKU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pemohon wajib mengajukan permohonan secara tertulis Kepada Bupati 10

11 (3) Tata cara dan persyaratan untuk mendapatkan IUKS, IUKU dan IUPTL diatur lebih lanjut oleh Bupati. Bagian Ketiga Masa Berlaku IUKS, IUKU, IUPTL DAN Wajib Terdaftar Pasal 11 (1) IUKS diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. (2) IUKU diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang. (3) IUPTL diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. (4) Wajib Terdaftar diberikan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat didaftar ulang. (5) IUKU menjadi batal demi hukum apabla dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkannya IUKU, pembangunannya belum dimulai. (6) Permohonan perpanjangan IUKS, IUKU IUPTL dan Wajib Terdaftar hanya dapat disampaikan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa izin berakhir. (7) Tata cara pengajuan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), diatur lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 12 IUKS, IUKU, IUPTL dan Wajib Terdaftar berakhir karena : a. Habis masa berlakunya; b. Dikembalikan; c. Dicabut. 11

12 Bagian Keempat Pengalihan Kepemilikan Izin Pasal 13 IUKS, IUKU dan IUPTL hanya dapat dialihkan kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan tertulis dari Bupati BAB V HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 14 PIUKS berhak melakukan kegiatan usahanya sesuai dengan IUKS yang telah diberikan. PIUKS wajib : Pasal 15 a. Bertanggungjawab atas segala akibat yang timbul dari pelaksanaan IUKS yang diberikan; b. Melaksanakan pemeriksanaan secara berkala terhadap instalasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Melaksanakan ketentuan-ketentuan teknik, keamanan dan keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. Menyampaikan laporan secara berkala kepada Bupati mengenai usahanya setiap 3 (tiga) bulan. Pasal 16 PIUKU berhak melakukan kegiatan usahanya sesuai dengan IUKU yang telah diberikan. 12

13 PIUKU wajib : Pasal 17 a. Bertanggungjawab atas segala akibat yang timbul dari pelaksanaan IUKU yang diberikan; b. Melaksanakan ketentuan-ketentuan teknik, keamanan dan keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Menyampaikan laporan mengenai usahanya secara berkala sekurangkurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Bupati; d. Mengutamakan memakai tenaga kerja setempat sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Pasal 18 PIUPTL berhak melakukan kegiatan usahanya sesuai dengan IUPTL yang telah diberikan. PIUPTL wajib : Pasal 19 a. Bertanggungjawab atas segala akibat yang timbul dari pelaksanaan IUPTL yang diberikan; b. Melaksanakan ketentuan-ketentuan teknik, keamanan dan keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Menyampaikan laporan mengenai usahanya secara berkala sekurangkurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Bupati.; d. Mengutamakan memakai tenaga kerja setempat sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. 13

14 Pasal 20 (1) PIUKS dan PIUKU wajib memberikan kontribusi kepada Pemerintah Daerah (2) Besarnya konstribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan : a. PIUKS dan PIUKU pada jaringan irigasi teknis sebesar 3 % (tiga persen) dari pendapatan kotor selama tujuh tahun sejak mulai beroperasi, 21 % (dua puluh satu persen) dari pendapatan kotor setelah 7 (tujuh) tahun produksi. b. PIUKS dan PIUKU pada sungai sebesar 2 % (dua persen) dari pendapatan kotor selama sepuluh tahun sejak mulai beroperasi, 17,5 % (tujuh belas koma lima persen) dari pendapatan kotor setelah 10 (sepuluh) tahun produksi. BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pasal 21 (1) Pemegang PIUKS dan PIUKU wajib melakukan pemberdayaan masyarakat setempat sesuai dengan potensi lokal. (2) Program-program yang akan dilaksanakan dalam pemberdayaan masyarakat telah mendapat persetujuan dari Bupati. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 22 (1) Pembinaan dan Pengawasan atas pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Instansi yang ditunjuk Bupati. 14

15 (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. Aspek keselamatan manusia; b. Aspek keselamatan lingkungan; c. Aspek teknis/produksi; d. Aspek standarisasi kualitas; e. Aspek profesionalisme; f. Aspek iklim usaha yang sehat. BAB VIII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 23 Dalam hal PIUKS, PIUKU dan PIUPTL melanggar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi administrasi berupa : a. Peringatan tertulis ; atau b. Pencabutan sementara PIUKS, PIUKU dan atau PIUPTL; atau c. Pencabutan PIUKS, PIUKU dan atau PIUPTL. BAB IX PENYIDIKAN Pasal 24 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Usaha Kelistrikan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 15

16 (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Usaha Kelistrikan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan tindak pidana di bidang Usaha Kelistrikan Daerah; c. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Usaha Kelistrikan Daerah; d. melakukan menggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan buktu tersebut; e. meminta bantuan tenaga ahli dalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Usaha Kelistrikan Daerah; f. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; g. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang Usaha Kelistrikan Daerah; h. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; i. menghentikan penyidikan; j. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Usaha Kelistrikan Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. 16

17 (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mem beritahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 25 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 7 ayat (10, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 Pasal 19 dan Pasal 20, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling tinggi Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 26 (1) Setiap orang atau badan hukum yang pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini telah melaksanakan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9 dan telah memiliki izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelumnya, maka pendaftaran atau izin tersebut tetap berlaku sampai masa berakhirnya izin tersebut, untuk kemudian dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya izin wajib memiliki izin sesuai dengan Peraturan Daerah ini. 17

18 (2) Setiap orang atau badan hukum yang pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini telah melaksanakan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9 dan belum memiliki izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelumnya, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak berlakunya Peraturan Daerah ini wajib memiliki izin berdasarkan Peraturan Daerah ini. (3) Setiap orang atau badan hukum yang pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini telah melaksanakan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2), wajib mendaftarkan kepada Pemerintah Daerah selambat-lambatnya 3 (tiga) bu lan terhitung sejak berlakunya Peraturan Daerah ini. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaan akan diatur lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 26 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan 18

19 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara. Diundangkan di Banjarnegara Pada tanggal 17 April 2008 SEKRETARIS DAERAH, Cap ttd, S Y A M S U D I N Ditetapkan di Banjarnegara Pada tanggal 27 Pebruari 2008 BUPATI BANJARNEGARA, Cap ttd, D J A S R I LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 10 SERI E Diumumkan di Banjarnegara Pada tanggal 17 April 2008 KEPALA BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI DIDIK KLISTYO BINTORO, S.H., MM Pembina Tingkat I NIP

20 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG USAHA KETENAGALISTRIKAN DAERAH I. UMUM Sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan pemerintah Nomor 10 tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, maka perlu diatur Usaha Ketenagalistrikan Daerah. Peraturan Daerah ini juga berpedoman pada : 1. Keputusan Menteri ESDM Nomor 1455.K/40/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri, Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum dan Usaha Penunjang Tenaga Listrik; 2. Keputusan Menteri ESDM Nomor 2046.K/40/MEM/2001 tentang Pemberlakukan Pengusahaan Usaha Instalasi Ketenagalistrikan (PUIL); 3. Keputusan Menteri ESDM Nomor 1752.K/34/MEM/2002 tentang Inspeksi Ketenagalistrikan; Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Usaha Ketenagalistrikan. 20

21 II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 21

22 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR