BAB III PROFIL LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT

dokumen-dokumen yang mirip
Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

ara urut ut UUD 1945 Hasil Amandemen

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DPR Sebagai Pembuat Undang Undang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

I. U M U M PASAL DEMI PASAL II.

LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit )

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

TATA TERTIB DPR. Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1. Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan :

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DAN AMANDEMENNYA

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

sherila putri melinda

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

BAB II TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA KEKUASAAN EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF DI INDONESIA

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA BAHAN TAYANGAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden Terhadap Praktik Ketatanegaraan Indonesia

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;


RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH

RANGKUMAN KN KEDAULATAN ARTI : KEKUASAAN TERTINGGI

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah

Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III. A. Urgensi Amandemen Undang Undang Dasar tahun 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI

SOAL VALIDITAS Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dengan memberikan tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d,!

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

Program Sasaran

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

Bab II. Tinjauan Pustaka

Jakarta, 11 Juli 2007

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DI DALAM PROSES LEGISLASI PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Montisa Mariana, SH.,MH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

1 BAB III PROFIL LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT Dalam bab ini akan dibahas mengenai profil lembaga perwakilan rakyat sejak orde lama, orde baru, hingga saat ini. Bagaimana perkembangan lembaga perwakilan rakyat dan eksistensinya dari masa ke masa akan dibahas dalam bab ini. Selain itu akan dibahas pula struktur lembaga perwakilan rakyat di Indonesia yang terdiri dari MPR, DPR, DPD dan DPRD. Keberadaan lembaga-lembaga perwakilan rakyat tersebut diatur dalam UUD 1945 maupun dalam UU MD3. Di dalam bab ini akan dijabarkan fungsi, tugas dan wewenang dari masing-masing lembaga perwakilan rakyat. A. Orde Lama (1945-1966) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) telah menetapkan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai presiden dan wakil presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 yang dilaksanakan dengan Pasal III Aturan Peralihan. Selain jabatan presiden dan wakil presiden, UUD 1945 masih mengadakan kelembagaan/jabatan lainnya sebagai pengejahwantahan negara berkedaulatan rakyat. Lembaga-lembaga itu ialah MPR, DPR, Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Mahkamah Agung (MA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jabatan-jabatan tersebut tidak mungkin diisi bersamaan waktunya dengan mengisi jabatan presiden dan wakil presiden. Untuk mengatasi kekosongan kelembagaan itu, diadakanalah Pasal IV Aturan Peralihan. Pasal tersebut berbunyi, Sebelum Majelis

2 Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut UUD ini, segala kekuasaanya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional. Akhirnya dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk menjalankan kekuasaan MPR, DPR dan DPA. Tanggal 29 Agustus 1945, KNIP dilantik oleh Presiden di Gedung Pasar Baru, Jakarta. 1 Keanggotaan KNIP pada awalnya berjumlah 60 orang yang terdiri dari perwakilan daerah, tokoh masyarakat dan mantan anggota PPKI. Tetapi dalam perkembangan menjadi 200 orang yang terdiri dari 110 utusan daerah, 60 utusan parpol dan 30 orang ditunjuk oleh presiden. Pada sidang pertama KNIP, disusun pimpinan yakni Kasman Singodimedjo sebagai Ketua, Sutardjo Kartohadikusumo sebagai Wakil Ketua I, J. Latuharhary sebagai Wakil Ketua II dan Adam Malik sebagai Wakil Ketua III. Berdasarkan ayat (1) Aturan Tambahan UUD 1945, KNIP menjalankan kekuasaan legislatif dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. Berhubung keadaan saat itu sedang genting karena adanya keputusan Belanda ingin menjajah Indonesia kembali, maka dibentuk Badan Pekerja KNIP (BP- KNIP) untuk menjalankan tugas sehari-hari KNIP. BP-KNIP terdiri dari 15 orang dengan Sutan Syahrir sebagai ketua, Mr. Amir Syarifuddin sebagai wakil ketua dan Mr. Soewandi sebagai penulis (sekretaris). BP-KNIP melaksanakan 1 Sekretariat DPR-GR, Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, h. 6.

3 tugas, yaitu bersama-sama dengan pemerintah membentuk Undang-undang dan ikut menetapkan garis-garis besar haluan negara. 2 Dengan semangat kebangsaan, lahirlah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah yang merupakan hasil penggunaan hak inisiatif KNIP. Jadi dalam waktu yang relatif singkat, KNIP telah menghasilkan dua hak inisiatif, yang pertama usul perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet ministerial dan yang kedua Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945. 3 Seluruh anggota KNIP menjalankan tugasnya sebagai DPR dan MPR sampai tahun 1949, hingga berdirinya negara Republik Indonesia Serikat. Pada mulanya KNIP tidak memiliki peraturan tata tertib, baru pada tahun 1949 ada peraturan tata tertibnya. Peraturan tata tertib tersebut mengatur pula hak-hak yang dimiliki anggota BP-KNIP, yaitu hak mengajukan usul, hak interpelasi, hak pengusutan dan hak pertanyaan. 4 Pada prinsipnya, KNIP dengan DPR sama-sama lembaga perwakilan rakyat yang melaksanakan fungsi perwakilan rakyat pada umumnya dan yang diatur oleh UUD 1945. Hanya saja KNIP mempunyai tugas dan fungsi lain yakni merangkap fungsi MPR dan DPA. Setelah praktik demokrasi liberal secara konstitusional dilakukan melalui negara Federasi RIS dengan konstitusinya, pada tahun 1950 Indonesia 2 Ibid., h. 9. 3 Muchtar Pakpahan, DPR RI Semasa Orde Baru, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994, h. 54-55. 4 Sekretariat DPR-GR, Himpunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Republik Indonesia 1945-1971 (BP-KNIP-DPR Pemilu II), h. 27.

4 meneruskan sistem demokrasi liberal melalui UUDS 1950. Pada masa UUDS 1950, bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum tahun 1955 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953. Pemilihan umum ini untuk memilih keanggotaan lembaga DPR dan Konstituante. Pembentukan Konstituante merupakan pelaksanaan dari Pasal 134 UUDS 1950 yang berbunyi Konstituante (sidang pembuat Undang-Undang Dasar) bersamasama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini. Tetapi Konstituante mengalami kesulitan atau kemacetan dalam melahirkan UUD baru, sementara iu krisis politik semakin meningkat. Akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang berisi pembubaran Konstituante, penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950. 5 Kembalinya Indonesia ke UUD 1945 tidak mengubah model legislasi. Padahal dengan menggunakan sistem presidensial, model legislasi seharusnya berubah dari pola legislasi ketika berlakunya sistem pemerintahan parlementer. Hal itu terjadi karena ketika kembali ke UUD 1945 fungsi legislasi dilaksanakan dengan Peraturan Tata Tertib DPR yang secara substansi hampir tidak berbeda dengan Peraturan Tata Tertib yang dipakai dalam sistem parlementer. Bedanya, sejak kembali ke UUD 1945, fungsi legislasi dilaksanakan dengan memberikan kewenangan besar kepada presiden (concentration of power and responsibility upon the President). Kewenangan 5 Alfian, Masalah Pelaksanaan Fungsi DPR yang Diinginkan oleh UUD 1945, dalam Sri Soemantri, ed., Ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan Politik Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, h. 288.

5 besar itu terjadi dengan memberi tafsir bahwa kekuasaan membentuk undangundang dalam UUD 1945 berada di tangan presiden. Karena itu, DPR hampir tidak punya peran berarti dalam fungsi legislasi. 6 Mengenai DPR, Presiden mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1959 yang intinya mengatakan bahwa DPR hasil pemilihan umum tahun 1955 tetap menjalankan tugasnya menurut UUD 1945. Penetapan ini didahului dengan adanya surat presiden tertanggal 13 Juli 1959 yang ditujukan kepada ketua DPR. DPR ini hanya bekerja hingga 24 Juni 1960 karena adanya perselisihan antara pemerintah dengan DPR mengenai penetapan anggaran belanja negara tahun 1960. Perselisihan inilah yang menyebabkan dikeluarkannya Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1960 tentang Pembaharuan Susunan Dewan Perwakilan Rakyat. 7 Sebagai kelanjutan Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1960, dikeluarkanlah Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1960 tertanggal 24 Juni 1960 yang mengatur susunan DPR-GR. Kemudian disusul dengan dua surat Keputusan Presiden Nomor 155 Tahun 1959 tentang Pemberhentian Anggota DPR Tahun 1959 dan Keputusan Presiden Nomor 156 Tahun 1959 tentang Pengangkatan Anggota-Anggota Baru DPR-GR. Susunan DPR-GR tidak lagi didasarkan atas perimbangan pemilihan umum 1955, tetapi berdasarkan jaminan atas adanya kerjasama yang baik antara DPR-GR dengan pemerintah. Jadi anggota yang diangkat adalah mewakili golongan politik, golongan karya, 6 Saldi Isra, Op. Cit. h. 152. 7 Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1987, h. 118.

6 dan satu wakil Irian Barat. Pada tanggal 25 Juni 1960 dilantiklah anggota DPR- GR yang berjumlah 283 orang. Dalam Keputusan DPR Nomor 8/DPR 45/59 memuat hak-hak anggota DPR yakni hak bertanya, hak meminta keterangan, hak menyelidiki dan hak inisiatif mengajukan RUU. Namun dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960, Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 1960, dan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 1964, hak bertanya, hak meminta keterangan dan hak menyelidiki tidak ada lagi. Hal ini disebabkan ketika menetapkan susuan pimpinan DPR-GR, Presiden meminta agar DPR-GR membantu Presiden/Mnadataris MPRS/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi. Ini berarti tidak ada peran DPR-GR atau anggotanya dalam pengawasan. Umumnya apa yang dilakukan DPR-GR atau anggotanya adalah penegasan menyokong apa yang dikehendaki oleh Presiden. 8 G 30 S/PKI adalah peristiwa yang kemudian menjadi titik balik terjadinya perubahan revolusioner secara nasional di segala bidang kehidupan. Terhadap peristiwa tersebut, DPR-GR mempunyai sikap yang tegas. Sikap anggota DPR- GR terlihat dari pernyataan pendapat DPR-GR tentang petualangan Gerakan 30 September yang diputuskan dalam persidangan DPR-GR (minus anggota dari PKI) tanggal 15 November 1965. Sejak saat itu, jumlah anggota DPR-GR menjadi 237 anggota dan disebut DPR-GR minus PKI. Implikasi lebih lanjut dari sidang tanggal 15 November 1965 ialah perubahan mendasar dalam rangka hubungan DPR-GR dengan Presiden. Perubahan mendasar itu ialah DPR-GR tidak lagi sebagai pembantu Presiden dan DPR-GR mempunyai hak- 8 Muchtar Pakpahan, Op. Cit., h. 67-69.

7 hak pengawasan. DPR-GR minus PKI berlaku sampai dengan 19 November 1966. Dalam rangka menanggapi situasi masa transisi, DPR-GR memutuskan untuk membentuk dua panitia: 1) Panitia politik, berfungsi mengikuti perkembangan dalam berbagai masalah bidang politik. 2) Panitia ekonomi, keuangan dan pembangunan, bertugas memonitor situasi ekonomi dan keuangan serta membuat konsepsi tentang pokok-pokok pemikiran ke arah pemecahannya. 9 B. Orde Baru (1966-1999) Berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966, yang kemudian dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1966, DPR-GR masa Orde Baru memulai kerjanya dengan menyesuaikan diri dari Orde Lama ke Orde Baru. berikut: Kedudukan, tugas dan wewenang DPR-GR 1966-1971 adalah sebagai 1) Bersama-sama dengan pemerintah menetapkan APBN sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya. 2) Bersama-sama dengan pemerintah membentuk Undang-Undang sesuai dengan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya. 3) Melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah sesuai dengan UUD 1945 dan penjelasannya, khususnya penjelasan bab 7. 9 Ibid., h. 69-79.

8 Setelah mengalami pengunduran sebanyak dua kali, pemerintahan Orde Baru akhirnya berhasil menyelenggarakan Pemilu yang pertama dalam masa pemerintahannya pada tahun 1971. Seharusnya berdasarkan Ketetapan MPRS No. XI Tahun 1966 Pemilu diselenggarakan pada tahun 1968. Ketetapan ini diubah pada Sidang Umum MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto, yang menggantikan Presiden Soekarno, dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan pada tahun 1971. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah bersama DPR-GR menyelesaikan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan (sistem proporsional). Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Sistem yang sama masih terus digunakan dalam enam kali Pemilu, yaitu Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Sejak Pemilu 1977, pemerintahan Orde Baru mulai menunjukkan penyelewengan demokrasi secara jelas. Jumlah peserta Pemilu dibatasi menjadi dua partai dari satu golongan karya (Golkar). Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Partaipartai yang ada dipaksa melakukan penggabungan (fusi) ke dalam dua partai tersebut. Sementara mesin-mesin politik Orde Baru tergabung dalam Golkar.

9 Hal ini diakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya. Keadaan ini berlangsung terus dalam lima kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu tersebut, Golkar selalu keluar sebagai pemegang suara terbanyak. Dalam masa ini, DPR berada di bawah kontrol eksekutif. Kekuasaan presiden yang terlalu besar dianggap telah mematikan proses demokratisasi dalam bernegara. DPR sebagai lembaga legislatif yang diharapkan mampu menjalankan fungsi penyeimbang (checks and balances) dalam prakteknya hanya sebagai pelengkap dan penghias struktur ketatanegaraan yang ditujukan hanya untuk memperkuat posisi presiden yang saat itu dipegang oleh Soeharto. 10 C. Reformasi (1999-Sekarang) DPR periode 1999-2004 merupakan DPR pertama yang terpilih dalam masa reformasi. Setelah jatuhnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 yang kemudian digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, masyarakat terus mendesak agar Pemilu segera dilaksanakan. Desakan untuk mempercepat Pemilu tersebut membuahkan hasil. Pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie, Pemilu untuk memilih anggota legislatif kemudian dilaksanakan. Pemilu ini dilaksanakan dengan terlebih dulu mengubah UU tentang Partai Politik (Parpol), UU Pemilihan Umum, dan UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (UU Susduk), dengan tujuan mengganti sistem Pemilu ke arah yang 10 www.parlemen.net dikunjungi pada tanggal 1 September 2016 pukul 14.10.

10 lebih demokratis. Hasilnya, terpilih anggota DPR baru. DPR hasil Pemilu 1999, sebagai bagian dari MPR, telah melakukan amandemen terhadap UUD 1945 sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1999, (pertama), 2000 (kedua), 2001 (ketiga), dan 2002 (keempat). Amandemen terhadap UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 1999-2002 membawa banyak implikasi ketatanegaraan yang kemudian diterapkan pada Pemilu tahun 2004. Beberapa perubahan tersebut yaitu perubahan sistem pemilihan lembaga legislatif (DPR dan DPD) dan adanya pemilihan presiden yang dilakukan secara langsung oleh rakyat. Dalam Pemilu tahun 2004 ini, mulai dikenal secara resmi lembaga perwakilan rakyat yang bernama Dewan Perwakilan Daerah (DPD). DPR merupakan representasi dari jumlah penduduk sedangkan DPD merupakan representasi dari wilayah. Implikasi lanjutannya adalah terjadi perubahan dalam proses legislasi di negara ini. Idealnya, DPR dan DPD mampu bekerja bersama-sama dalam merumuskan sebuah UU. Hanya saja karena cacatnya amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945, relasi yang muncul menjadi timpang. DPR memegang kekuasaan legislatif yang lebih besar dan DPD hanya sebagai badan yang memberi pertimbangan kepada DPR dalam soal-soal tertentu. 11 Mulai tahun 2019 mendatang, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 mengamanatkan pemilihan presiden dilakukan secara serentak dengan pemilihan anggota lembaga perwakilan rakyat. Artinya, dalam pemilu 2019 mendatang, rakyat akan memilih presiden dan wakil presiden, 11 Ibid.

11 DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Hal ini bertujuan untuk penataan sistem dan jadwal penyelenggaraan Pemilu serentak yang berorientasi pada penguatan kelembagaan partai politik dan sistem presidensiil. 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) MPR diatur dalam BAB II Pasal 2 dan Pasal 3 UUD 1945. MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD, yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 7 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2014 (UU MD3) mengatur keanggotaan MPR. Ketentuan mengenai MPR baik dalam UUD 1945 maupun UU MD3 menjelaskan beberapa hal penting. Pertama, keanggotaan MPR merupakan anggota dari dua institusi yang berbeda dan mandiri. Kedua, institusi tersebut memiliki tugas, wewenang, dan alat kelengkapan sendiri. MPR adalah lembaga yang berdiri sendiri dan bersifat permanen bukan joint session DPR dan DPD. Ketiga, anggota MPR dipilih oleh rakyat dalam pemilu dan tidak diangkat seperti pada era sebelum UUD 1945 diubah. 12 Tugas dan wewenang MPR mengalami perubahan yang sangat signifikan setelah terjadi perubahan UUD 1945. Sebelum amandemen, MPR merupakan lembaga tertinggi Negara. Kekuasaannya tidak terbatas. Namun 12 T.A.Legowo, dkk., Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia Studi dan Analisis Sebelum dan Setelah Perubahan UUD 1945, FORMAPPI, Jakarta, 2005, h. 201-202.

12 setelah perubahan, MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi Negara dan kewenangannya juga terbatas. 13 Wewenang MPR tercantum dalam Pasal 4 UU MD3, yakni: a. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum; c. memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden; d. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya; e. memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya; dan f. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon presiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya. Sedangkan tugas MPR tercantum dalam Pasal 5 UU MD3, yakni: a. memasyarakatkan ketetapan MPR; b. memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; c. mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta pelaksanaannya; dan d. menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 13 Ibid, h. 202.

13 2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) DPR diatur dalam BAB VII Pasal 19 sampai Pasal 22B UUD 1945. Anggota DPR terdiri dari 560 orang yang dipilih melalui pemilihan umum. DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Pasal 69 UU MD3 menyebutkan ada 3 fungsi yang dimiliki DPR yakni fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi adalah fungsi membentuk undang-undang bersama dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Fungsi anggaran adalah fungsi menyusun dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) bersama dengan presiden. Dan fungsi pengawasan adalah fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UUD 1945, UU dan peraturan pelaksanaannya. Ketiga fungsi ini dijalankan dalam kerangka representasi rakyat dan juga untuk mendukung upaya pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Terkait dengan fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang: menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas); menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU); menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah); membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD; menetapkan UU bersama dengan Presiden; dan menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU. Terkait dengan fungsi

14 anggaran, DPR memiliki tugas dan wewenang: memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden); memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan dan agama; menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK; dan memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara. Terkait dengan fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang: melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah; dan membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD (terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama). Selain tugas dan wewenang DPR yang berkaitan dengan ketiga fungsinya, ada pula tugas dan wewenang DPR lainnya yakni: menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat; memberikan persetujuan kepada Presiden untuk: (1) menyatakan perang ataupun membuat perdamaian dengan Negara lain; (2) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial; memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal: (1) pemberian amnesti dan abolisi; (2) mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain; memilih Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD; memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung

15 yang akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden; dan memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan ke Presiden. 14 3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perubahan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menghapuskan unsur utusan golongan dan mengubah utusan daerah menjadi DPD. Penghapusan golongan menurut Bagir Manan, lebih didorong oleh pertimbangan pragmatik daripada konseptual. Pertama, tidak mudah menentukan golongan yang diwakili. Kedua, cara pengisiannya mudah menimbulkan kolusi politik antara golongan yang diangkat dengan yang mengangkat. Perubahan sistem utusan daerah dimaksudkan agar lebih demokratik dan meningkatkan keikutsertaan daerah dalam penyelenggaraan sehari-hari praktik negara dan pemerintahan, disamping sebagai forum memperjuangkan kepentingan daerah. 15 DPD diatur dalam BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal 22D UUD 1945. DPD terdiri atas wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPD berjumlah 132 orang dengan komposisi 4 orang setiap provinsi. Pasal 248 UU MD3 menyebutkan fungsi DPD yaitu: a. pengajuan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR; b. ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan 14 http://www.dpr.go.id/tentang/tugas-wewenang dikunjungi pada tanggal 5 Agustus 2016 pkl 19.10. 15 Ni matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia Kajian Terhadap Dinamika Perubahan UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta, 2004, h. 258.

16 penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; c. pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undangundang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; serta d. pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama. Sedangkan wewenang dan tugas DPD tercantum dalam Pasal 249 UU MD3, yakni: a. mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR; b. ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. menyusun dan menyampaikan daftar inventaris masalah rancangan undang-undang yang berasal dari DPR atau Presiden yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a; d. memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; e. dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; f. menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti; g. menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN; h. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK; dan i. menyusun program legislasi nasional yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

17 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DPRD terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum. DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Di tingkat provinsi terdapat DPRD Provinsi dan di tingkat kabupaten/kota terdapat DPRD Kabupaten/Kota. DPRD mempunyai tiga fungsi yakni: 16 a. fungsi legislasi. Yang dimaksud dengan fungsi legislasi adalah legislasi peraturan daerah (Perda) di tingkat provinsi untuk DPRD Provinsi yang dibahas bersama Gubernur dan Perda kabupaten/kota untuk DPRD Kabupaten/Kota yang dibahas bersama Bupati/Walikota; b. fungsi anggaran. Yang dimaksud dengan fungsi anggaran adalah fungsi DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk menyusun dan menetapkan APBD yang di dalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan fungsi DPRD; c. fungsi pengawasan. Yang dimaksud dengan fungsi pengawasan adalah fungsi DPRD untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, Perda serta kebijakan yang ditetapkan Pemerintah Daerah. Sedangkan tugas dan wewenang DPRD, yaitu: 17 a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama; b. menetapkan APBD bersama dengan kepala daerah; 16 T.A.Legowo, dkk., Op. Cit., h. 240-241. 17 T.A.Legowo, dkk., Loc. Cit.

18 c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional di daerah; d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri; e. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah; f. meminta laporan keterangan pertanggugjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan tugas desentralisasi.