Andria Permatasari 1), Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep 2) dan Ns. Isnaini Rahmawati, MAN 2)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

EFEKTIFITAS HIPEROKSIGENASI PADA PROSES SUCTIONING TERHADAP SATURASI OKSIGEN PASIEN DENGAN VENTILATOR MEKANIK DI INTENSIVE CARE UNIT

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

The Effect of Oxygen Supply Via Oral Catheterization in the Suction Process to the Oxygen Saturation Level in the Patient with Head Injury

1) Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2) Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami

Analisis Dampak Penggunaan Varian Tekanan Suction terhadap Pasien Cedera Kepala Berat

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

STUDI DESKRIPTIF PEMBERIAN OKSIGEN DENGAN HEAD BOX TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PADA NEONATUS DI RUANG PERINATALOGI RSI KENDAL ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC,

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

LAPORAN ANALISA TINDAKAN SUCTION MELALUI OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA)

Jurnal Ilmiah Sehat BebayaVol.1 No. 2, Mei 2017

PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN KRITIS YANG DILAKUKAN TINDAKAN SUCTION ENDOTRACHEAL TUBE DI ICU RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

PENGARUH ROM PASIF TERHADAP LAJU PERNAPASAN DAN SpO 2 PADA PASIEN POST CRANIOTOMY DI ICU RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mencapai Derajat Sarjana. Oleh : EMI SURYANI

Guntur Prasetya*) Maria Suryani**) Mamat Supriyono***)

BAB I PENDAHULUAN. dimana pasien yang di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. WHO (1957) mendefinisikan sehat dengan suatu keadaaan sejahtera sempurna. merawat kesehatan (Adisasmito, 2007).

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ibnu Sutomo 1, Ir. Rahayu Astuti, M.Kes 2, H. Edy Soesanto, S.Kp, M.Kes 3

PENGARUH PELATIHAN TEHNIK MENYUSUI YANG BENAR PADA IBU NIFAS PRIMIPARA TERHADAP KETRAMPILAN DALAM MENYUSUI

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KETERAMPILAN KELUARGA DALAM MELAKUKAN ROM PADA PASIEN STROKE

BAB I PENDAHULUAN. peran penting pada angka kesakitan dan kematian di ruang perawatan intensif. ii

Oleh; Wahyu Riniasih 1). Fatchulloh 2) 1) Staf Pengajar STIKES An Nur Purwodadi Prodi Ners 2) Staf Pengajar STIKES An Nur Purwodadi Prodi Ners

2. PERFUSI PARU - PARU

Perawatan Ventilator

PENGARUH PEMBERIAN FISIOTERAPI DADA TERHADAP KEBERSIHAN JALAN NAPAS PADA PASIEN ISPA DI DESA PUCUNG EROMOKO WONOGIRI

OKSIGENASI DENGAN BAG AND MASK 10 LPM MEMPERBAIKI ASIDOSIS RESPIRATORIK (Oxygenation by Using 10 lpm Bag and Mask Improves Respiratory Acidosis)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN KAPASITAS VITAL PARU SEBELUM DAN SESUDAH BERENANG PADA WISATAWAN DI KOLAM RENANG TAMAN REKREASI KARTINI REMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

PENGARUH PENDAMPINGAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

AKURASI PEMASANGAN NASAL KANUL BERHUBUNGAN DENGAN PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN DI ICU

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TERHADAP PELAKSANAAN TINDAKAN SUCTION DI RUANG ICU RSUD GAMBIRAN KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

e-jurnal Keperawatan (e-kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

PEMAHAMAN PERAWAT TENTANG PEMBERIAN OKSIGEN DAN HUMIDIFIKASI PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS DI RUANG ICU RSI SAKINAH MOJOKERTO NAQI AYYUBI

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PELATIHAN PATIENT HANDLING TERHADAP PENURUNAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG AKIBAT KERJA

PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PERNAFASAN PADA TERAPI LATIHAN PASIF MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN LUKA BAKAR DERAJAT II DI RSUP SANGLAH DENPASAR

PENGARUH RELAKSASI BENSON TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS DENPASAR TIMUR II TAHUN 2014

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

RINGKASAN EFEKTIFITAS FISIOTERAPI DADA (CLAPPING) UNTUK MENGATASI MASALAH BERSIHAN JALAN NAPAS PADA ANAK DENGAN BRONKOPNEUMONI DI RUANG ANAK RSUD.

PERBEDAAN NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI SEBELUM DAN SESUDAH PELATIHAN SENAM LANSIA MENPORA PADA KELOMPOK LANSIA KEMUNING, BANYUMANIK, SEMARANG

Efektifitas Edukasi Diabetes dalam Meningkatkan Kepatuhan Pengaturan Diet pada Diabetes Melitus Tipe 2

NURSING CARE PLAN. Respiratory status : Airway patency setelah perawatan selama niminal 3x24 jam, pasien menunjukkan :

PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP SKALA NYERI ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) SELAMA TINDAKAN PENGAMBILAN DARAH VENA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

Berty Irwin Kitong Mulyadi Reginus Malara

BAB I PENDAHULUAN. peringkat kelima di seluruh dunia dalam beban penyakit dan peringkat

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN

PENGARUH LATIHAN NAFAS DALAM TERHADAP SENSITIVITAS BARORFLEKS ARTERI PADA KLIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI RSUD LABUANG BAJI KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

: PPOK, Frekuensi pernafasan, Pursed lip breathing, Deep breathing

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERAWATAN PAYUDARA TERHADAP PENGETAHUAN IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRISEMESTER III DI RSUD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN

Vol. 1 No. 1 ISSN Analisis Kapasitas Vital Paru Terhadap VO2Max Mahasiswa Baru FPOK IKIP Mataram Tahun Akademik 2015 / 2016

AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN (Jl. Flamboyan 3 No.

Aji Galih Nur Pratomo, Sahuri Teguh, S.Kep, Ns *)

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA 2016

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung

JUMLAH PASIEN MASUK RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK DI RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Berdasarkan data yang didapat dari studi pendahuluan

PENGARUH BERMAIN PERAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK DI TK KHUSNUL KHOTIMAH SEMARANG

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG

Abstrak. Anih Kurnia, M.Kep., Ners Program Studi D III Keperawatan STIKes BTH Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH NAFAS DALAM MENGGUNAKAN PERNAFASAN DIAFRAGMA TERHADAP NYERI SAAT PERAWATAN LUKA PASIEN POST OPERASI DI RUMAH SAKIT SARI ASIH SERANG

EFEKTIFITAS PELATIHAN PATIENT SAFETY DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BIDAN DI RAWAT INAP PUSKESMAS TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Dekubitus merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETERAMPILAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN TINDAKAN BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR

PERBEDAAN NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI SEBELUM DAN SESUDAH PELATIHAN SENAM LANSIA MENPORA PADA KELOMPOK LANSIA KEMUNING, BANYUMANIK, SEMARANG

APGAR SCORE PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM PASCA RESUSITASI JANTUNG PARU

TIDAK ADA HUBUNGAN ANTARA DURASI PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI NASAL KANUL NON HUMIDIFIER DENGAN INSIDEN IRITASI MUKOSA HIDUNG PADA PASIEN DI ICU

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

SKRIPSI HUBUNGAN PENERAPAN KOMUNIKASI EFEKTIF PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RSUD DR. ADNAAN WD PAYAKUMBUH TAHUN 2016

Budi Setyono, Lilis Murtutik, Anik Suwarni

Transkripsi:

Pengaruh Hiperoksigenasi Terhadap Status Oksigenasi Pada Pasien Kritis Yang Dilakukan Tindakan Suction Endotracheal Tube di ICU RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Andria Permatasari 1), Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep 2) dan Ns. Isnaini Rahmawati, MAN 2) 1) Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2) Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta ABSTRAK Salah satu intervensi aiway management yang dilakukan oleh perawat di pelayanan intensif adalah tindakan suction. Namun apabila tindakan suction tidak dilakukan dengan tepat maka pasien tersebut akan mengalami hipoksemia. Cara untuk mengatasi hipoksemia dapat dilakukan dengan pemberian hiperoksigenasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh hiperoksigenasi terhadap status oksigenasi pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) di ICU RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Desain penelitian menggunakan metode quasi eksperimen dengan pre-post without control design. Pengukuran dengan lembar observasi untuk menilai Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR) dan saturasi oksigen (SaO ) sebelum dan sesudah diberikan hiperoksigenasi. Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling, sejumlah 16 responden. Hasil analisis bivariat didapatkan tidak ada perbedaan bermakna antara Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR) sebelum dan sesudah pemberian hiperoksigenasi dengan p value 0,083 dan p value 0,173 (p > 0,05), sedangkan ada perbedaan yang bermakna antara saturasi oksigen (SaO ) sebelum dan sesudah pemberian hiperoksigenasi dengan p value 0,000 (p < 0,05). Hasil penelitian ini menyarankan pemberian hiperoksigenasi pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) untuk meningkatkan saturasi oksigen (SaO ) dan menghindari terjadinya hipoksemia. Kata kunci : Hiperoksigenasi, Suction, Endotracheal tube, Status Oksigenasi ABSTRACT One of airway management intervention done by a nurse in intensive care is suction. However, when suction is not performed properly, patient will suffer from hypoxemia. In order to handle hypoxemia, hyperoxygenation is provided. This study aims at investigating the influence of hyperoxygenation on the oxygenation status of patients with serious condition receiving suction endotracheal tube (ETT) in ICU at dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital (RSUD) of Wonogiri. This study applied quasi experimental method with pre-post without control design. Measurements of Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR) and Oxygen saturation (Sa ) were carried out before and after hyperoxygenation. Samples were taken using consecutive sampling, with 16 respondents. The results of bivariate analysis show that there is no significant difference found between Heart Rate (HR) and Respiratory Rate (RR) before and after hyperoxygenation with p value of 0.083 and 0.173 (p>0.05), while there is significant difference found between oxygen saturation (Sa ) before and after hyperoxygenation with p value of 0.000 (p<0.05). The research results suggest that hyperoxygenation is provided to patients with serious condition which is treated with suction endotracheal tube (ETT) to improve oxygen saturation (Sa ) and avoid hypoxemia. Keywords: Hyperoxigenation, Suction, Endotracheal Tube, Oxygenation Status.

PENDAHULUAN Pasien dengan fase kritis merupakan pasien dengan satu atau lebih gangguan fungsi sistem organ vital manusia yang dapat mengancam kehidupan serta memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi, sehingga membutuhkan suatu penanganan khusus dan pemantauan secara intensif (Kemenkes RI, 2011). Pasien kritis memiliki kerentanan yang berbeda. Kerentanan itu meliputi ketidakberdayaan, kelemahan dan ketergantungan terhadap alat pembantu (Sunatrio, 2010). Alat-alat pembantu termasuk alat bantu nafas (ventilator, humidifiers, terapi oksigen, Endotracheal Tube, resusitator otomatik) hemodialisa dan berbagai alat lainnya termasuk defebrilator (Suryani, 2012). Penggunaan Endotracheal Tube (ETT) sebagai konektor ventilator mengakibatkan, fungsi saluran pernafasan atas untuk penghangatan dan kelembaban akan tidak dapat berfungsi, selain itu pasien yang terpasang Endotracheal Tube (ETT) secara umum memiliki respon tubuh yang kurang baik untuk mengeluarkan benda asing sehingga pasien akan mengalami peningkatan dan penumpukan sekret. (Andarmoyo, 2012). Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas akan muncul diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas (Herdman, 2012). Intervensi untuk mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas sesuai dengan NIC (Nursing intervention classification), menggunakan Airway management (Bulechek et al, 2013). Salah satu intervensi aiway management yang dilakukan oleh perawat di pelayanan intensif adalah tindakan suction (Perry & Potter, 2006). Namun apabila tindakan suction tidak dilakukan dengan tepat maka pasien tersebut akan mengalami kekurangan suplai O 2 (hipoksemia), dan apabila suplai O 2 tidak terpenuhi dalam waktu 4 menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen (Wiyoto, 2010). Cara untuk mengatasi hipoksemia dapat dilakukan hiperoksigenasi. Hiperoksigenasi dapat dilakukan dengan menggunakan kantong resusitasi manual atau melalui ventilator dan dilakukan dengan meningkatkan aliran oksigen, biasanya sampai 100% sebelum penghisapan dan ketika jeda antara setiap penghisapan (Kozier & Erb, 2008). Pada akhirnya hiperoksigenasi diharapkan berdampak terhadap peningkatan status oksigenasi. Alat ukur yang digunakan untuk menilai keberhasilan status oksigenasi dapat dinilai dari Respiratory Rate (RR), Heart Rate (HR) dan saturasi oksigen (SaO 2 ) dengan menggunakan oksimetri (Santos, 2009). Hasil studi di Amerika melaporkan prevalensi pasien kritis selama 2004-2009 terdapat 3.235.741 pasien yang mendapat perawatan ICU dan 246.151 (7,6%) merupakan pasien kritis kronis. Pasien kritis kronis dengan sepsis (63,7%) dan yang lainnya seperti stroke, luka parah, cidera kepala dan tracheostomy (Kahn et al, 2015). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri selama bulan Oktober-Desember 2015, pasien yang mendapatkan perawatan ICU terdapat 105 pasien, diantaranya pasien stroke, penyakit jantung dan diabetes mellitus. Pasien dengan stroke paling banyak yang menggunakan Endotracheal Tube (ETT). Hasil penelitian dari Moraveji (2012) mengatakan bahwa hiperoksigenasi dapat mencegah hipoksia, meningkatkan PaCo2 dan mengurangi Ph. Selain itu hiperoksigenasi dapat meningkatkan saturasi oksigen, seperti hasil penelitian dari Widiyanto & Hudijono (2013) mengatakan nilai rata-rata saturasi oksigen setelah

suction endotrakheal tanpa preoksigenasi O2 100 % adalah 97,2941 % dan nilai rata-rata saturasi oksigen setelah suction endotrakheal dengan preoksigenasi O2 100 % adalah 99,7647 %, terdapat pengaruh peningkatan yang signifikan pemberian preoksigenasi sebelum dilakukan tindakan suction endotrakheal terhadap saturasi oksigen. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui adakah pengaruh pemberian hiperoksigenasi terhadap status oksigenasi pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) di ICU RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain Quasi Eksperimental pre and post test without control. Penelitian ini berlangsung dari bulan April-Juli 2016 di ICU RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Peneliti menggunakan 16 responden. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini ialah consecutive sampling. Peneliti menggunakan lembar observasi untuk menilai Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR) dan saturasi oksigen (SaO ) dengan melihat monitor sebelum dan sesudah suction. Hiperoksigenasi diberikan 100% selama 2 menit melalui bag valve atau ventilator sebelum tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) dilakukan. Analisis data yang digunakan ialah analisa uji Paired sample t-test pada data Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR) dan uji wilxocon pada data saturasi oksigen (SaO ). HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut ini adalah data dari gambaran umum responden pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) di ICU RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri a. Karakteriktik Responden Menurut Umur Tabel 1 Karakteristik Responden Menurut Umur (N=16) Klasifikasi Umur Responden Frekuensi 40-59 9 56,25 60-79 7 43,75 Total 16 100 Karakteristik menurut umur menunjukan sebagian besar responden berumur 40-59 sebanyak 9 responden (56,25%) dengan total 16 responden. Kisaran usia tersebut menggambarkan bahwa kegagalan pernafasan dapat terjadi merata pada semua usia, dari usia muda sampai lanjut usia dengan berbagai faktor resiko/penyebab. Martin, et al (2011) mengatakan bahwa klien dengan usia lebih muda membutuhkan perawatan lebih singkat dan memiliki survival lebih tinggi, sedangkan usia lebih tua memiliki ketergantungan terhadap ventilator lebih tinggi. b. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Tabel 2 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin (N=16) Klasifikasi Jenis Frekuensi % Kelamin Responden Perempuan 10 62,5 Laki-laki 6 37,5 Total 16 100 Jenis kelamin responden pada penelitian ini menunjukan sebagian besar responden memiliki jenis kelamin perempuan sebanyak 10 responden (62,5%) dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 6 responden (37,5%) dengan total 16 responden. Menurut Martin et al. (2011) kejadian gagal pernafasan pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki, karena secara fisiologis kemampuan compliance paru laki-laki lebih tinggi. %

c. Analisis Rerata Status Oksigenasi Pada Tindakan Suction Sebelum Pemberian Hiperoksigenasi Tabel 3 Analisis Rerata Status Oksigenasi Pada Tindakan Suction Sebelum Pemberian Hiperoksigenasi (N=16) Variabel Rerata Pada Tindakan Suction Sesudah Pemberian Hiperoksigenasi Mean Median Modus SD Min Max Heart Rate (HR) 81,9 84 85 8,9 67 98 Respiratory Rate (RR) 21,7 21 20 4,07 17 32 Saturasi Oksigen (SaO ) 99,3 99 99 0,47 99 100 Rerata Heart Rate (HR) pada tindakan suction sebelum pemberian hiperoksigenasi adalah 81,75 dengan SD=8,87. Rerata respiratory rate (RR) pada tindakan suction sebelum pemberian hiperoksigenasi adalah 21,4 dengan SD=4,33. Rerata saturasi oksigen (SaO 2 ) pada tindakan suction sebelum pemberian hiperoksigenasi adalah 97,68 dengan SD=0,87. Responden pada penelitian ini sebagian besar menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal, tetapi pencatatan menunjukkan peningkatan tandatanda vital (terutama denyut jantung dan frekuensi pernafasan) akibat adanya sekresi pada saluran nafas (indikasi suction) yang menyebabkan rangsangan batuk dan penurunan saturasi oksigen. Pada saat suction endotracheal dapat terjadi tekanan negatif di trakea sehingga menimbulkan risiko kerusakan paru parsial yang dapat menyebabkan penurunan saturasi oksigen dan hilangnya volume paru-paru (Almgren dkk, 2006). Komplikasi yang paling sering terjadi akibat tindakan suction adalah terjadinya hipoksemia. Pengaruh dari kejadian hipoksemia akan menyebabkan terjadinya keadaan hipoksia, di mana pasien yang sedang dalam kondisi kritis ditambah dengan kejadian hipoksia akan memperburuk kondisi pasien (Lindgren, 2007). d. Analisis Rerata Status Oksigenasi Pada Tindakan Suction Sesudah Pemberian Hiperoksigenasi Tabel 4 Analisis Rerata Status Oksigenasi Pada Tindakan Suction Sesudah Pemberian Hiperoksigenasi (N=16) Variabel Rerata Pada Tindakan Suction Sebelum Pemberian Hiperoksigenasi Mean Median Modus SD Min Max Heart Rate (HR) 81,8 84 85 8,87 67 97 Respiratory Rate (RR) 21,4 21,5 22 4,33 16 33 Saturasi Oksigen (SaO ) 97,7 98 97 0,87 96 99 Tabel 4 menunjukan rerata Heart Rate (HR) pada tindakan suction sesudah pemberian hiperoksigenasi adalah 81,9 dengan SD=8,93. Rerata Respiratory Rate (RR) pada tindakan suction sesudah pemberian hiperoksigenasi adalah 21,7 dengan SD=4,07. Rerata saturasi oksigen (SaO 2 ) pada tindakan suction sesudah pemberian hiperoksigenasi adalah 99,3 dengan SD=0,48. Menunjukan saturasi oksigen sebelum tindakan suction pada pasien yang diberikan hiperoksigenasi yang paling dominan adalah 100%. Hal tersebut didukung oleh pendapat Light, dkk (2009) bahwa saturasi oksigen sebelum tindakan suction sebagian besar adalah 100%. Kondisi tersebut disebabkan karena pasien diberikan hiperoksigenasi sebelumnya dengan memberikan fraksi oksigen 100% pada ventilator selama dua menit. Pemberian oksigenasi ini bertujuan untuk mempercepat dan memperlama transportasi oksigen ke jaringan sehingga diharapkan saat tindakan suction pasien tidak mengalami penurunan saturasi oksigen yang drastis (Hudak & Gallo, 2010). Hiperoksigenasi sebelum dilakukan suction antara pemberian FiO2 100% pada ventilator dan pemberian 10 liter/menit dengan menggunakan bag valve mask pada

pasien yang terpasang ventilator, dimana kedua protokol tersebut dapat meningkatkan saturasi hingga 100 % yang dapat mencegah hipoksemia pasca suctioning (Hahn, 2010). e. Analisis Perubahan Status Oksigenasi Pada Tindakan Suction Sebelum dan Sesudah Pemberian Hiperoksigenasi Tabel 5 Uji Bivariat Paired Sample t- test dan wilxocon Status Oksigenasi Sebelum dan Sesudah Pemberian Hiperoksigenasi Variabel N Mean SD Standar Eror P value Heart Rate (HR) - Sebelum 16 81,7 8,87 2,21 0,083 - Sesudah 16 81,9 8,93 2,23 Respiratory Rate (RR) - Sebelum 16 21,4 4,33 1,08 0,173 - Sesudah 16 21,7 4,07 1,02 Saturasi Oksigen (SaO ) - Sebelum 16 97,7 0,87 0,22 0,000 - Sesudah 16 99,3 0,48 0,12 Menurut hasil uji statistik yang dilakukan didapatkan hasil tidak ada perbedaan Heart Rate (HR) dan Respiratory Rate (RR) pada tindakan suction sebelum dan sesudah pemberian hiperoksigenasi (p > 0,05) sedangkan pada saturasi oksigen (SaO 2 ) uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara saturasi oksigen (SaO 2 ) pada tindakan suction sebelum dan sesudah pemberian hiperoksigenasi (p > 0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bourgault (2006) mengatakan pada pasien yang dilakukan tindakan suction yang diberikan hiperoksigenasi akan mengalami peningkatan Heart Rate (HR) sama halnya dengan pasien yang tidak diberikan hiperoksigenasi akan tetapi hipeoksigenasi dapat mempertahankan tingkat tekanan partial oksigen (PaO 2 ). Terkait Respiratory Rate (RR) hasil penelitian Mohammad (2014) mengatakan Suctiong mengakibatkan peningkatan pada frekuensi pernapasan walaupun diberi hiperoksigenasi. Penelitian yang dilakukan oleh Superdana & Sumara (2015) mengatakan hiperoksigenasi efektif pada saturasi oksigen (SaO 2 ) dalam prosedur suctioning pada pasien dengan ventilasi mekanik di ruang ICU Rumah Sakit Husada Utama Surabaya. Menurut Overend, et al (2009) hiperoksigenasi harus digunakan sebelum suction untuk mencegah desaturasi oksigen pada pasien ventilasi mekanik yang mengalami trauma, gangguan jantung atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Hiperoksigenasi dapat meningkatkan saturasi oksigen aterial (SaO 2 ) dan tekanan oksigen arteri (PaO 2 ) tanpa efek samping. Tindakan hiperoksigenasi sebelum suctioning dapat menurunkan angka kejadian hipoksemia akibat suction sebesar 32 %, sedangkan tindakan hiperoksigenasi yang dilakukan sebelum dan setelah suctioning dapat menurunkan angka kejadian hipoksemia akibat dari suctioning sebesar 49 % (Hendy, 2015). Ada banyak penyebab terjadinya hipoksia jaringan yang mengakibatkan ketidakcukupan oksigen. Salah satu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya hipoksia atau hipoksemia adalah dengan mengukur saturasi oksigen. Saturasi oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang masuk paru-paru (ventilasi), kecepatan difusi, dan kapasitas hemoglobin dalam membawa oksigen. Kapasitas darah membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang larut dalam plasma. Jumlah dan kecenderungan hemoglobin untuk berikatan oksigen (Widiyanto & Hudijono, 2013). Menurut (Rupii, 2005) saturasi oksigen adalah kemampuan hemoglobin mengikat oksigen. Ditunjukkan sebagai derajat kejenuhan atau saturasi (SaO 2 ). Pemberian oksigenasi yang adekuat pada pasien yang mengalami hipoksia atau

pasien yang tidak mendapatkan ventilasi dan oksigen akan sangat bermanfaat karena terapi oksigen pada keadaan ini dapat meningkatkan oksigenasi di arteri perifer dan alveoli paru-paru. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat langsung kadar saturasi oksigen pada monitor dan hasil analisis gas darah (Guyton & Hall, 2008). SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengaruh hiperoksigenasi terhadap status oksigenasi pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) di ICU RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Umur pasien kritis yang terpasang Endotracheal Tube (ETT) rata-rata 58,31 tahun, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan 62,5% dan laki-laki 37,5%. 2. Rerata Heart Rate (HR) pada tindakan suction sebelum pemberian hiperoksigenasi adalah 81,75, rerata Respiratory Rate (RR) pada tindakan suction sebelum pemberian hiperoksigenasi adalah 21,37 dan rerata saturasi oksigen (SaO ) pada tindakan suction sebelum pemberian hiperoksigenasi adalah 97,68 3. Rerata Heart Rate (HR) pada tindakan suction sesudah pemberian hiperoksigenasi adalah 81,93, rerata Respiratory Rate (RR) pada tindakan suction sesudah pemberian hiperoksigenasi adalah 21,68 dan rerata saturasi oksigen (SaO ) pada tindakan suction sesudah pemberian hiperoksigenasi adalah 99,31 4. Tidak ada perbedaan rerata antara Heart Rate (HR) dan Respiratory Rate (RR) pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) sebelum dan sesudah pemberian hiperoksigenasi. 5. Ada perbedaan bermakna antara rerata saturasi oksigen (SaO ) pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT) sebelum dan sesudah pemberian hiperoksigenasi. SARAN 1. Bagi Pelayanan Keperawatan Mengembangkan program seminar dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien kritis yang mendapatkan perawatan diruang intensif care unit (ICU) sesuai perkembangan penelitian jurnal terbaru. Menerapkan standar operasional prosedur (SOP) suction dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien kritis untuk meminimalkan efek samping dari suction. 2. Bagi Pendidikan Keperawatan Penelitian ini dapat dijadikan kajian mahasiswa tentang manfaat dan efektivitas pemberian hiperoksigenasi pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction Endotracheal Tube (ETT). 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Perlunya penelitian lebih lanjut dengan metode yang berbeda yaitu pemberian hiperoksigenasi terhadap status oksigenasi dengan mengontrol faktor lain yang dapat mempengaruhi status oksigenasi seperti kedalam suction, durasi suction, tekanan suction dan mode ventilator. DAFTAR PUSTAKA Almgren, B., Wickerts, CJ., Heinonen, E., & Hogman, M. 2006. Side Effects of Endotracheal Suction in Pressure and Volume Controlled Ventilation. Chestjournal. org. Melalui http://www.google.co.id. chestjournal.chest diakses pada 18/07/16

Andarmoyo Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi). Yogyakarta : Graha Ilmu. Bourgault AM, Brown CA, Hains SM, Parlow JL.2006. Effects of endotracheal tube suctioning on arterial oxygen tension and heart rate variability. Biol Res Nurs. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm ed/16581897 Bulechek, G.M., Butcher, H & Dochterman, J M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) sixth edition.united States of America. Elsevier. Martin Daniel, Barbara K Smith, et al.2011. Inspiratory muscle strength training improves weaning outcome in failure to wean patients: a randomized trial. Critical Care. http://ccforum.com/content/15/2/r8 4 Guyton, C.A & Hall, E,J. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran (Edisi ke-11). Jakarta: EGC. Hahn, M. 2010. 10 Consideration for Endotracheal Suctioning. rtmagazine.com. Melalui http://web.ebscohost.com/ehost/ pdfviewer/19. Diakses pada tanggal 18/7/16. Hendy dkk. (2015). Analisis Dampak Penggunaan Varian Tekanan Suction Terhadap Pasien Cedera Kepala Berat. Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran Herdman, T.H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012 2014, First Edition, Blackwell Publishing Ltd. Hudak, C.M. & Gallo, B.M. (2010). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Vol. 2. Terjemahan Allenidekania, Betty Susanto, Teresa, Yasmin, & Monica Ester. Jakarta: PT. EGC. Kahn JM et al. 2015. The epidemiology of chronic critical illness in the United States. Crit Care Med Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. http://www.depkes.go.id. Kozier, B., & Erb, G. 2008. Kozier and Erb's Techniques in Clinnical Nursing 8th Edition. New Jersey: Pearson Education. Light RW. (2009).Physiology of the pleural. In: Light RW editor. Pleural diseases. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins Lindgren, R.M. (2007). Open and closed endotracheal suctioning: Experimental and human studies (Doktoral thesis,. Institute of Clinical Sciences, Department of Anaesthesiology and Intensive Care, Goteborg University, Sweden). Diakses dari http://gupea.ub.gu.se/bitstream/207 7/3325/2/ Spikblad%20Sophie%20Lindgren.p df Mohammad Abbasinia, Alireza Irajpour, Atye Babaii, Mehdi Shamali and Jahanbakhsh Vahdatnezhad.2014. Comparison the Effects of Shallow and Deep Endotracheal Tube Suctioning on Respiratory Rate, Arterial Blood Oxygen Saturation and Number of Suctioning in Patients Hospitalized in the Intensive Care Unit: A Randomized Controlled Trial. Journal of Caring Sciences Potter & Perry. 2006. Fundamental of nursing fundamental keperawatan 1, Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.

Rupi i. 2006. Kumpulan makalah pelatihan PPGD,RSUP dr. Karyadi, Semarang: tidak dipublikasikan. Santos, C. I. S. Et al. 2009. Respiratory physiotherapy in children with community acquired pnemonia. Revue candienne de la therapie respiratoire Sunatrio. 2010. Penentuan mati/ pengakhiran resusitasi dan euthanasia pasif di ICU. PKGDI. Available from: http://www.freewebs.com/penentua nmati/daftarpustaka.htm Superdana & Sumara.(2015). Efektifitas Hiperoksigenasi Pada Proses Suctioning Terhadap Saturasi Oksigen Pasien Dengan Ventilator Mekanik Di Icu Rumah Sakit Husada Utama Surabaya. Universitas Muhammadiyah Surabaya Suryani. 2012. Aspek Psikososial Dalam Merawat Pasien Kritis. Fakultas Ilmu Keperawatan UNPAD TJ Overend, CM Anderson, D Brooks, et al. (2009) Updating the evidence base for suctioning adult patients: A systematic review. Can Respir J Vol 16 No 3 May/June 2009 Wiyoto. 2010, April. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Prosedur Suction Dengan Perilaku Perawat Dalam Melakukan Tindakan Suction di ICU Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang