Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2015-JTM Polinema 36 DESAIN PROSES LAS PENGURANG PELUANG TERJADINYA KOROSI 1 Muhammad Akhlis Rizza, 2 Agus Dani 1,2 Teknik Mesin Politeknik Negeri Malang, Jl. Sukarno Hatta 9, Malang 65141 1 Muh.Akhlis@polinema.ac.id 2 agus.dani@yahoo.co.id Abstrak Pada hasil proses las, sering ditemui kasus korosi pada sambungan las. Naiknya kadar polusi lingkungan yang terjadi saat ini meningkatkan risiko korosi pada logam. Korosi dapat dihindari dengan proses tambahan berupa pengecatan atau dengan merancang proses las yang mampu mengurangi laju korosi. Tujuan penelitian untuk analisis desain proses las yang mampu mengurangi korosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan tegangan sisa diupayakan untuk dihindari agar menurunkan laju korosi pada proses las. Pengelasan dengan preheating pada temperatur sekitar 500 dan 600 o C memberi pengaruh yang baik pada pengurangan kecepatan korosi dibandingkan dengan preheating pada temperatur sekitar 400 o C. Beberapa jenis kampuh las yang diteliti pada sampel bahan yang mengalami preheating pada temperatur sekitar 500 dan 600 o C terjadi kehilangan bahan 0,5-0,69% pada uji korosi selama 14 hari. Sedangkan bahan dengan preheating pada temperatur sekitar 400 o C mengalami kehilangan bahan senilai 0,57%-0,76%. Bentuk kampuh las juga mempengaruhi laju korosi. Pengelasan dengan kampuh las tipe X dan V lebih tahan korosi daripada pengelasan dengan kampuh las 1/2X dan 1/2V. Pada uji korosi selama 14 hari, sampel dengan kampuh las X dan V mengalami kehilangan berat senilai 0,5-0,59%. Sampel dengan kampuh las 1/2V dan 1/2X kehilangan 0,58-0,76% terhadap berat. Kata kunci-kata kunci: Korosi, pengelasan, tegangan sisa. 1. Pendahuluan Keselamatan pada transportasi sangat dipengaruhi oleh kekuatan bahan yang dipakai pada alat/sarana transportasi. Misal: kekuatan bahan sambungan las yang ada pada kerangka jembatan dapat menurun akibat korosi. Karena itu, korosi sedapat mungkin dikendalikan agar tidak membahayakan. Pada masa sekarang ini, perlu peningkatan perhatian terhadap korosi karena tingginya tingkat polusi pada lingkungan yang dapat mempengaruhi tingkat korosi (Rao dkk, 2014) Korosi adalah proses perubahan struktur logam yang menimbulkan kerapuhan yang disebabkan baik oleh reaksi elektrokimia maupun reaksi oksidasi, sebagai akibat adanya sel konsentrasi dari ion logam, atau juga akibat adanya proses galvanik. Korosi dapat menurunkan kekuatan susunan konstruksi jembatan, kendaraan, bangunan, sehingga dapat membahayakan manusia. Jutaan dollar hilang setiap tahun karena korosi. Kebanyakan kerugian terjadi pada kontruksi dengan bahan baku dalah baja dan besi (Kadry, 2008). Pengendalian laju korosi dapat dilakukan dengan cara sbb.: pengecatan, pengendalian lingkungan, serta pemilihan desain proses yang baik, termasuk desain pengelasan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses pengelasan yang dapat berpengaruh terjadinya korosi, antara lain: Desain Weldment, Teknik fabrikasi, Praktek pengelasan, Weld slag, Penetrasi las, Porositas,
Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2015-JTM Polinema 37 Retak, High residual stress, dan Pemilihan filler. Korosi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: korosi basah dan korosi kering (Fontana, 1987). Korosi basah terjadi ketika terdapat cairan elektrolit dalam lingkungan logam yang terkorosi. Hampir sebagian besar peristiwa korosi adalah termasuk tipe tersebut. Korosi kering terjadi pada kondisi ketika lingkungan berada di atas titik penguapannya, contoh: korosi akibat uap panas lanjut dan gas-gas korosif. Korosi kering seringkali berhubungan dengan temperatur tinggi. Teknik penyambungan logam dengan menggunakan las telah dipergunakan secara luas dalam bidang konstruksi, baik itu konstruksi bangunan maupun dalam bidang teknik mesin. Luasnya penggunaan tersebut adalah karena fleksibilitas dari proses las. Pada proses las konstruksi bangunan, konstruksi bidang teknik mesin atau untuk keperluan reparasi, diperlukan adanya perencanaan yang baik, meliputi: 1. Jenis dan bahan las yang akan dipergunakan, 2. Cara pengelasan, dan 3. Cara pemeriksaan hasil lasan. (Wiryosumarto dan Okumura, 2000) Selain tiga hal tersebut, penggunaan konstruksi las pada lingkungan yang korosif membutuhkan juga pertimbanganpertimbangan dari segi ketahanan korosinya. Korosi pada konstruksi las dapat menurunkan umur dari konstruksi las karena menurunkan sifat mekanik dari logam hasil lasan. Tegangan sisa (residual stress) adalah tegangan yang tetap berada pada bahan meskipun beban luar (external load) dilepas dari bahan tersebut. Tegangan sisa dapat ditimbulkan dari aktivitas termal maupun akibat deformasi, sehingga pada proses las dipastikan terjadi tegangan sisa (Wibowo, 2007). Residual stress dapat berupa tegangan tarik atau tekan. Hal tersebut menyebabkan residual stress dapat bermanfaat atau dapat merugikan. Tegangan sisa yang terjadi pada pengelasan mempengaruhi tingkat kecepatan korosi. 2. Metode Penelitian tersebut adalah penelitian eksperimental skala laboratorium untuk menganalisis pengaruh bentuk kampuh, dan pemanasan mula, terhadap ketahanan korosi sambungan las dengan bahan baku besi dengan menggunakan las listrik. Bahan pengkorosi adalah NaCl 5%. Alat dan bahan yang dipakai: a. Besi jenis SAE grade G 3500 (Komposisi persentase berat adalah 0,2% Al, 0,54% Si, 0,29% K, 0,41% Ca, 1,02% Mn, dan 97,55% Fe). b. Jenis bahan las adalah RB 26 dan B14 c. Peralatan las listrik dengan pengaturan arus sebesar 80-130A. d. Persentase pelarut NaCl adalah 5%. e. Camera dengan pembesaran mikro. Urutan proses penelitiannya ialah: a. Bahan di-machining untuk mendapatkan bentuk kampuh yang diinginkan, yaitu kampuh las dengan tipe V, X, 1/2V, 1/2X. Gambar 1: Desain kampuh las b. Proses preheating pada temperatur sekitar 400 o C, 500 o C, dan 600 o C selama 30 menit. c. Proses las oleh welder bersertfiikat
Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2015-JTM Polinema 38 Tabel 1. Hasil uji korosi selama 14 hari dengan pelarut NaCl sebesar 5% Hasil uji korosi Preheating Tipe (% berat) 0 C Kampuh Tersisa Yg hilang 400 1/2 V 99.24% 0.76% 500 1/2 V 99.36% 0.64% 600 1/2 V 99.31% 0.69% 400 1/2 X 99.29% 0.71% 500 1/2 X 99.42% 0.58% 600 1/2 X 99.40% 0.60% 400 V 99.41% 0.59% 500 V 99.49% 0.51% 600 V 99.42% 0.58% 400 X 99.43% 0.57% 500 X 99.43% 0.57% 600 X 99.50% 0.50% Gambar 2: Proses las d. Pengambilan sampel pada daerah HAZ e. Proses uji korosi selama 14 hari 3. Hasil Dan Pembahasan Hasil uji korosi selama 14 hari dengan pelarut NaCl sebesar 5% sebagaimana Tabel 1. Cooling rate yang lambat pada proses las akan menurunkan gradien temperatur saat pembekuan logam las. Cooling rate yang lambat juga mengurangi pembentukan tegangan sisa. Pada pengelasan dan preheating dengan temperatur tinggi dapat menurunkan angka cooling rate. Maka proses solidifikasi juga melambat. Hal tersebut menyebabkan butiran logam memiliki waktu cukup untuk tumbuh, sehingga kekerasan bahan menurun, artinya pada pengelasan tanpa preheating, cooling rate sangat cepat. Selain itu, pre heating membuat temperatur menjadi seragam khususnya pada daerah HAZ. Hal tersebut menurunkan gradient temperature. Pada pengelasan dengan pre heating 400 0 C, bahan yang hilang pada uji korosi 14 hari senilai 0,57-0,76%. Sedangkan proses las dengan preheating 500 0 C, bahan yang hilang senilai 0,51-0,64%. Untuk proses preheating 600 0 C, bahan yang hilang senilai 0,50-069%.
Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2015-JTM Polinema 39 Gambar 3: Berat spesimen vs waktu korosi untuk preheating 400 o C Gambar 4 Berat spesimen vs waktu korosi untuk preheating 500 o C
Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2015-JTM Polinema 40 Gambar 5: Berat spesimen vs waktu korosi untuk preheating 600 o C Bentuk kampuh las juga berpengaruh pada tingkat tegangan sisa yang terjadi. Hal tersebut dapat dipahami mengingat jumlah panas yang diberikan saat proses welding untuk masing-masing bentuk kampuh akan berbeda. Bentuk kampuh las X dan V mendapatkan panas yang tinggi, sedangkan bentuk kampuh las 1/2X dan 1/2V tidak memperoleh panas yang tinggi. Pada bahan yang menggunakan kampuh las tipe X dan V, kehilangan bahan akibat uji korosi selama 14 hari senilai 0,5-0,59%. Sedangkan sampel dengan kampuh las tipe 1/2V dan 1/2X kehilangan bahan senilai 0,6-0,76%. Dengan menggunakan kamera, secara mikrostruktur diketahui bahwa korosi yang terjadi ialah korosi jenis pitting corrosion. Hal tersebut menunjukkan peran Chlorida dalam terjadinya korosi. Gambar 3: Pitting Corrosion Penelitian laboratorium mengenai besarnya tegangan sisa yang terjadi menunjukkan sampel yang paling tahan korosi pada penelitian tersebut memiliki tegangan sisa sebesar 1,7 MPa, yaitu sampel dengan bentuk kampuh las X dan mengalami preheating 600 o C. Sedangkan sampel yang paling cepat mengalami korosi memiliki tegangan sisa sebesar 5,2 Mpa, yaitu sampel dengan bentuk kampuh las 1/2V dan preheating 400 o C. 4. Simpulan Simpulan atas pembahasan: a. Proses preheating dan bentuk kampuh las mempengaruhi terjadinya tegangan sisa.
Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2015-JTM Polinema 41 Tegangan sisa berpengaruh pada laju korosi, b. Temperatur proses preheating yang disarankan ialah di atas 400 o C, dan c. Bentuk kampuh las X dan V lebih tahan terhadap korosi daripada bahan las dengan bentuk kampuh las 1/2V dan 1/2X. Daftar Pustaka Fontana, M. G. (1987). Corrosion Engineering. New York: Mc Graw Hill Book Company. Kadry, S. (2008). Corrosion Analysis of Stainless Steel, European Journal of Scientific Research, pp. 508-516. Rao, N. V., Rajasekhar, M., dan Rao, G. C. (2014). Detrimental effect of Air pollution, Corrosion on Building Materials and Historical Structures. American Journal of Engineering Research, pp. 359-364. Wibowo, A. (2007). Pengaruh Tegangan Sisa Terhadap Frekuensi Nada Dasar Perunggu, Seminar Nasional Teknologi 2007, (pp. B1-B5). Yogyakarta. Wiryosumarto, H., dan Okumura, T. (2000). Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya Paramita.