BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Besarnya arus pertumbuhan penduduk mengindikasikan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini mengakibatkan pemerintah dituntut untuk berusaha menyeimbangkan kepadatan penduduk tersebut dengan fasilitas yang memadai., kepadatan penduduk dan penggunaan lahan dapat menjadi potensi timbulnya kebakaran. Berbagai permasalahan yang disebabkan kepadatan penduduk seperti padatnya pemukiman, bangunan, serta sarana publik dapat menimbulkan risiko kebakaran (Raden, 2014). Kebakaran sering menimbulkan berbagai akibat yang tidak diinginkan baik yang menyangkut kerugian (material, stagnasi kegiatan usaha, kerusakan lingkungan, maupun menimbulkan ancaman terhadap keselamatan jiwa manusia). Bencana kebakaran juga merupakan bahaya yang mempunyai dampak yang sangat luas yang meliputi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang mengalaminya. Kebakaran yang terjadi dipemukiman padat penduduk ataupun pusat-pusat kegiatan ekonomi didaerah perkotaan dapat menimbulkan akibat-akibat sosial, ekonomi dan psikologis yang luas orang yang mengalami bencana ini, akan bisa mengalami shcok yang berkepanjangan. Menurut data National Fire Protection Association (NFPA) di U.S Tahun 2015, jumlah kasus kebakaran yang terjadi sebanyak 1.345.500 kasus dan mengalami kenaikan 3,7 % dibandingkan tahun 2014, angka kematian berjumlah 3280 orang dan 1
2 angka yang mengalami luka-luka berjumlah 15,700 orang (NFPA, 2015). Angka kejadian kebakaran di Indonesia masih sangat tinggi,dibanding tingkat kebakaran yang terjadi di luar negeri. Penyebabnya dari segi fasilitas dan infastruktur yang kurang memadai, serta kurangnya kemampuan personil kebakaran. Berdasarkan data Rekapitulasi Kejadian Kebakaran Tahun 2014 Provinsi DKI Jakarta, tingkat kejadian kebakaran yang terjadi di Jakarta pada tahun 2014 sebanyak 696 kasus dan tahun 2013 sebanyak 541 kasus. Kebakaran merupakan salah satu bencana yang dapat digolongkan baik sebagai bencana alam maupun bencana non-alam berdasarkan penyebab terjadinya kebakaran tersebut, sehingga menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, dan kerugian harta benda. Oleh karena itu peran pemerintah dan warga sangat penting untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran di Kota Medan. Salah satu lembaga guna menanggulangi tindak kebakaran yang dibentuk pemerintah yaitu Dinas Pencegahan Pemadam Kebakaran (DP2K) Medan. Pencegah dan Pemadam Kebakaran yang ada di berbagai kota di Indonesia, pada dasarnya memiliki kesamaan program-program yang telah mapan dari berbagai kota yang ada di Eropa dan Amerika Serikat. Dinas Pemadam Kebakaran yang ada di tiap kota di Indonesia berbeda penempatannya. Sebagian kota menempatkan pemadam kebakaran pada Dinas Pekerja Umum, Tata Ruang Kota, dan ada yang berdiri sendiri tanpa menggabungkan diri dengan badan yang lainnya (Bornok, 2008). Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap peristiwa bahaya kebakaran yang terjadi di Kota
3 Medan (Bornok, 2008). Hal ini terdapat dalam Peraturan Kota Medan Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja perangkat Daerah Kota Medan yaitu mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang pencegahan dan pemadaman kebakaran (DP2K) berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah dan/atau pemerintah provinsi yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah (Pemko Medan, 2016). Pelaksanaan penanggulangan pemadaman kebakaran di Kota Medan oleh DP2K Kota Medan dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT). UPT dipimpin oleh seorang Kepala UPT, yang dalam melaksanakan tugas berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas (Pemko Medan, 2010). Unit Pelaksana Teknis pada DP2K Kota Medan terdiri dari 4 UPT yaitu UPT Pemadam Kebakaran Wilayah I sebagai UPT induk yang bertugas menangani kebakaran di wilayah inti kota Medan dan sekitarnya yang berlokasi di Jl. Candi Borobudur, UPT Pemadam Kebakaran Wilayah II yang bertugas untuk daerah Amplas dan sekitarnya, UPT Pemadam Kebakaran Wilayah III yang bertugas untuk daerah Kawasan Industri Medan (KIM) dan UPT Pemadam Kebakaran Wilayah IV untuk daerah Belawan dan sekitarnya. Ketika terjadi kebakaran besar maka ke-empat UPT tersebut dapat saling berkoordinasi dan bekerja sama dalam melakukan pemadaman kebakaran (Pemko Medan, 2016). Menurut data Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan, pada tahun 2013 terjadi 196 kasus, tahun 2014 terjadi 230 kasus dan tahun 2015
4 terjadi 206 kasus, (DP2K Kota Medan, 2016). Meskipun terjadi penurunan pada tahun 2015 kasus kebakaran di kota Medan masih cukup tinggi. Petugas pemadam kebakaran adalah karyawan dinas yang dilatih dan bertugas untuk menanggulangi kebakaran dan penyelamatan (rescue). Selain terlatih untuk memadamkan api, menyelamatkan korban dari kebakaran, para petugas juga dilatih untuk menyelamatkan korban kecelakaan lalu lintas, gedung runtuh, dan lain-lain (Novianita, 2013). Pekerjaan pemadam kebakaran merupakan pekerjaan yang mengandung risiko kerja sangat tinggi berupa kecelakaan kerja yang berakibat fatal seperti cacat permanen bahkan kematian. Selain itu, saat menjalankan tugas di lapangan, pasukan pemadam kebakaran sering mengalami gangguan-gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja tersebut diakibatkan kondisi lingkungan kerja yang memiliki bahaya (hazard) tinggi. Menurut National Fire Protection Association (NFPA), angka kematian pemadam kebakaran di U.S Tahun 2015 berjumlah 24 orang, tahun 2014 berjumlah 22 orang, dan tahun 2013 berjumlah 56 orang. Sedangkan jumlah pemadam kebakaran yang mengalami luka-luka tahun 2014 sebanyak 27,015, tahun 2013 sebanyak 29,760 dan tahun 2012 sebanyak 31,490 Kematian ini diantaranya disebabkan karena serangan jantung,sesak nafas, kecelakaan kendaraan, terjatuh dari ketinggian, tersesat dan terjebak di dalam bangunan yang terbakar (NFPA, 2015). Dari hasil penelitian terhadap dampak risiko kecelakaan kerja pada petugas pemadam kebakaran tersebut, diketahui bahwa jabatan anggota regu memiliki tingkat risiko
5 tertinggi disusul jabatan komandan regu, supir pemadam, dan staf operasional (Andriyan, 2011). Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotesi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya. Seorang pemadam kebakaran mempunyai lingkungan dan kondisi kerja dengan hazard/pajanan serius terhadap kehidupan dan kesehatan mereka. Masalahmasalah utama yang akan dihadapi ialah mulai dari terpaparnya terhadap berbagai jenis agen fisik (beban kerja fisik dan suhu) dan agen kimia (bahan kimia beracun), dan juga berbagai jenis pengalaman kerja yang dapat menimbulkan stress selama operasi penyelamatan (Sepdyanti, 2013). Pekerjaan sebagai petugas pemadam kebakaran menempati posisi kedua dari sepuluh pekerjaan yang paling stressful berdasarkan job rated study di Amerika oleh carrercast.com (Dewi, 2013). Menurut data statistic bahaya keselamatan pemadam kebakaran yaitu runtuhnya bangunan, ledakan atau flashover, jatuh, sengatan listrik, keracunan gas, kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan lainnya. Bangunan yang runtuh dan ledakan menyebabkan korban kecelakaan yang paling serius yaitu sekitar 73% dan korban kecelakaan yang disebabkan oleh bangunan yang runtuh lebih dari 36% (Kang, 2016). Berdasarkan penelitian Shafwani (2012) tentang risiko pekerjaan petugas pemadam kebakaran bahwa semua informan menyebutkan Risiko dari pekerjaan Pemadam Kebakaran sebagian besar terjadi pada saat mereka di perjalanan yaitu risiko lalu lintas dan ketika dilokasi kebakaran berupa kecelakaan kerja dikarenakan listrik, suhu panas, api, bekerja di ketinggian, peralatan pemadaman, ledakan,
6 backdraft dan flashover, kondisi bangunan yang terbakar, benda tajam, dan adu fisik dengan warga. Berdasarkan hasil penelitian Kang (2016), dapat disimpulkan bahwa dari 17 jenis kecelakaan yang terjadi pada petugas pemadam kebakaran salah satu penyebabnya yaitu kurangnya kesadaran terhadap keselamatan pemadam kebakaran, kebiasaan petugas pemadam kebakaran sehingga mengakibatkan tindakan tidak aman yang menyebabkan timbulnya korban kecelakaan. Berdasarkan survey pendahuluan di DP2K Kota Medan pada UPT Pemadam Kebakaran Wilayah I yang berfungsi sebagai UPT induk diketahui bahwa dalam UPT Wilayah I terdiri dari seorang kepala UPT, seorang kepala sub bagian tata usaha, dan 3 regu pemadam kebakaran dengan masing-masing regu berjumlah 28 orang terdiri dari seorang komandan regu, seorang wakil komandan regu, supir pemadam, dan anggota regu pemadam dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Pemberangkatan regu pemadam kebakaran dipimpin langsung oleh kepala UPT dan/atau komandan regu. Dalam institusi ini yang menjadi hal penting adalah petugas lapangan yang langsung terjun menangani masalah kebakaran yang sudah pasti berisiko besar bahkan bisa menimbulkan kecelakaan. Sesaat setelah mendengar sirene atau lonceng tanda adanya kebakaran, seluruh petugas pemadam kebakaran harus segera bergegas masuk ke mobil pemadam kebakaran dan segera memakai helm yang telah tersedia di mobil masingmasing. Dalam perjalanan menuju lokasi terjadinya kebakaran petugas menempuh perjalanan dengan kecepatan yang tinggi untuk segera mencapai lokasi kebakaran
7 yang mengakibatkan risiko kecelakaan lalu lintas bisa saja terjadi. Seperti kecelakaan yang pernah terjadi yang dialami mobil pemadam kebakaran di jalan pemuda kota Medan yang mengakibatkan 6 orang korban petugas pemadam kebakaran. Setelah sampai di tempat lokasi terjadinya kebakaran petugas segera memadamkan api dan menolong korban kebakaran. Berdasarkan wawancara ketika di lokasi kebakaran petugas sering mengalami luka-luka berupa tertusuk paku, seng dan benda tajam lainnya, luka bakar, tersengat arus listrik yang belum sempat dimatikan kemudian dehidrasi, batuk dan tertimpa bahan bangunan seperti atap, papan dan tembok. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Faktor-faktor Bahaya Pekerjaan pada Petugas Pemadam Kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dari penelitian ini yaitu Faktor-faktor Bahaya Pekerjaan pada Petugas Pemadam Kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor bahaya pekerjaan pada petugas pemadam kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan Tahun 2017.
8 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi tentang Faktor-faktor Bahaya Pekerjaan pada Petugas Pemadam Kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan agar dapat melakukan upaya pencegahan kecelakaan dan gangguan kesehatan akibat kerja. 2. Sebagai sarana bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai petugas pemadam kebakaran. 3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya.