BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Sektor air bersih semakin mendapatkan perhatian yang signifikan. Dalam World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johanesburg, 2 hingga 4 September 2002, air bersih menjadi sorotan diantara lima bidang yang didiskusikan, yakni water, energy, health, agriculture dan biodiversity (diberi akronim WEHAB). Diposisikan terdepan mengindikasikan bahwa air bersih (atau lebih luas sanitasi dan sumber daya air) memuat derajat kepentingan, kepekaan, dan kedalaman yang signifikan dalam pembangunan meliputi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Berbagai konvesi dunia untuk mengatasi permasalahan krisis air telah dibangun, melalui penyusunan pedoman pemanfaatan air secara arif untuk berbagai kepentingan yang sifatnya kompetitif seperti Konvensi Dublin 1992, Rio de Janeiro 1992, World Water Forum di Den Haag tahun 2000, dan Fresh Water Conference di Bonn tahun 2001 serta World Water Forum di Kyoto tahun 2003 (Suprojo Susposutadjo, 2006: xxi). Masalah air kemudian juga menjadi serius dengan munculnya pariwisata yang pada saat ini telah menjadi salah satu sektor penting bagi pelaksanaan pembangunan di tingkat lokal, regional dan Internasional yang dapat memberikan peningkatan bagi pendapatan devisa negara, memperluas lapangan kerja, dan memperkenalkan alam dan kebudayaan Indonesia kepada masyarakat dunia (Widiartha, 2010). Manajemen pengelolaan air juga menimbulkan sejumlah konflik di beberapa propinsi-propinsi di Indonesia tak terkecuali Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terletak di bagian tengah-selatan dari Pulau Jawa. Berdasarkan fisiografinya, DIY dapat dibagi menjadi 4 unit fisiografi, masing-masing Unit Fisiografi Gunung Merapi, Unit Fisiografi Gunung Kidul, Unit Fisiografi Pegunungan Seribu di Kulonprogo, dan Unit Fisiografi Dataran Rendah. 1
2 Unit Fisiografi Gunung Merapi, berjarak mulai dari kerucut vulkanik sampai dengan dataran fluvial vulkanik merupakan kawasan lindung sebagai kawasan resapan air dan tidak dapat dikembangkan. Pada Unit Fisiografi Gunung Kidul, dataran tersebut didominasi oleh batuan kapur dan pegunungan karst dan kekurangan air bersih. Kawasan ini juga dijadikan pemerintah sebagai kawasan lindung dan tidak dapat dikembangkan. Pegunungan seribu Kulonprogo terletak di bagian utara Kulonprogo, dataran dengan topografi perbukitan, lereng yang curam, dan potensi air tanah yang kecil. Daerah ini cocok untuk tanaman keras. Unit Fisiografi Dataran Rendah, sebuah dataran fluvial (hasil dari proses deposisi sungai), didominasi oleh dataran alluvial, dataran ini merupakan daerah yang subur. Dari keempat unit fisiografi yang disebutkan di atas, unit yang paling cocok untuk dikembangkan yaitu Unit Fisiografi Dataran Rendah. Pada unit fisiografi ini terjadi konversi lahan besar-besaran yaitu perubahan besar-besaran dari lahan pertanian berubah menjadi lahan non-pertanian. Semua sektor, baik perumahan, industri, pariwisata, dan pertanian berebut lahan di dataran rendah ini. Dengan hampir semua sektor tersebut menggunakan air tanah sebagai sumber air bersihnya, kelangkaan air bersih bisa saja menjadi masalah di DIY suatu saat nanti. Sektor pariwisata di DIY juga berkembang dengan pesat. Menurut Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, tercatat pada tahun 2011 saja jumlah kunjungan wisatawan ke DIY mencapai 3,2 juta, terdiri dari 3,058 juta wisatawan domestik dan 148,76 ribu wisawan asing dengan rata-rata lama menginap (Long of Stay/LOS) wisatawan domestik sebesar 1,61 malam sedangkan wisatawan asing sebesar 2,24 malam. Pada tahun 2011 juga, Tingkat Penghunian Kamar (TPK), yaitu persentase jumlah kamar yang terjual dari total kamar yang disediakan, untuk hotel berbintang yaitu sebesar 50,65%. Indonesia merupakan wilayah dengan curah hujan cukup tinggi, yaitu sebesar antara 2.000-4.000 mm/tahun. Perlu kita ketahui bahwa potensi air hujan yang begitu besar belum termanfaatkan dengan baik. Hal ini perlu diperhatikan 2
3 terkait ketimpangan akan kebutuhan air di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, ketika musim kemarau tiba terjadi kekeringan sedangkan pada musim penghujan terjadi banjir. Untuk menyeimbangkan hal tersebut, diperlukan adanya upaya pengelolaan air hujan supaya dapat dimanfaatkan dengan baik. Limpasan air hujan dapat dimanfaatkan kembali. Cara ini biasa disebut dengan Rain Water Harvesting (RWH) yang mana limpasan air hujan pada suatu bangunan dikumpulkan dalam suatu tempat atau tangki. Pada penelitian kali ini, akan dilakukan analisis mengenai penghematan konsumsi air pada bangunan hotel. Kegiatan utama dari penelitian kali ini yaitu melakukan feasibility study mulai dari kondisi bangunan yang sudah ada sampai dengan lahan yang belum termanfaatkan, dan merancang desain pengolahan air hujan yang sesuai untuk bangunan tersebut. Air hujan yang telah dikumpulkan tadi kemudian dapat digunakan untuk kebutuhan yang sifatnya non-potable (tidak untuk diminum) seperti untuk mencuci mobil, gardening, dan wc/toilet flush. Perancangan ini nanti akan mengacu pada kriteria yang ada pada kategori water conservation dengan kode WAC 1 tentang water use reduction, WAC 2 tentang water fixtures, dan WAC 5 tentang rainwater harvesting. Penelitian ini menggunakan Hotel Novotel sebagai studi kasus dengan menggunakan data yang ada pada bangunan tersebut maupun beberapa asumsi yang disesuaikan dengan keadaan sekitar hotel. Penelitian ini diharapkan menghasilkan desain perancangan yang sesuai dengan bangunan tersebut dan memenuhi beberapa poin yang sesuai dengan parameter standar. I.2 Perumusan dan Batasan Masalah Sistem Rainwater Harvesting pada umumnya masih belum banyak digunakan di Indonesia sehingga poin tentang sistem ini belum dicantumkan dalam acuan Greenship Rating Tools yang dirumuskan oleh GBCI (Green Building Council Indonesia) untuk existing building.
4 Komponen-komponen utama pada sistem Rainwater Harvesting yaitu penampang pengumpul (catchment surface), sistem pengumpulan air hujan, sistem penampungan, pompa dan sistem pendistribusian air hujan. Pada penelitian kali ini hanya akan dibahas mengenai perancangan Rainwater Harvesting dengan mengacu pada Greenship Rating Tools untuk New Building atau bangunan baru dengan studi kasus Hotel Novotel Yogyakarta. Perancangan ini termasuk di dalamnya dilakukan penghitungan besar volume air hujan yang dapat tertampung pada catchment surface, perancangan sistem pengumpulan, perancangan sistem penampungan, dan tidak membahas mengenai cost benefit analysis dari sistem rain water harvesting juga tidak membahas limbah cair (grey water) dari bangunan. Selain itu penelitian ini juga tidak membahas mengenai efisiensi energi yang dilakukan dengan adanya sistem Rainwater Harvesting ini. I.3 Tujuan 1. Melakukan perancangan sesuai dengan kriteria yang ada pada kategori water conservation pada Greenship Rating Tools yang dikembangkan oleh GBCI (Green Building Council Indonesia) yaitu poin WAC 5 tentang rainwater harvesting sehingga tercapai poin WAC 1 tentang water use reduction dan WAC 2 tentang water fixtures. 2. Mengkaji dan mengevaluasi penghematan air yang dengan sistem RWH. 3. Membuat rekomendasi terhadap hasil evaluasi yang telah dilakukan. I.4 Manfaat Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat: 1. Memperkenalkan teknologi penghematan air yang berkonsep green dan telah disesuaikan dengan Greenship rating tools untuk gedung baru yaitu sistem Rain Water Harvesting. 2. Pemanfaatan sumber daya alam dapat berjalan dengan maksimal yaitu dengan memanfaatkan sumber air hujan sebagai sumber air cadangan untuk kebutuhan air bersih hotel.
5 3. Memberikan rekomendasi peluang penghematan air potensi air hujan pada Hotel Novotel.