BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

I. PENDAHULUAN. bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi akibat akses kebersihan yang buruk. Di dunia, diperkirakan sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Proportional Mortality Ratio (PMR) masing-masing sebesar 17-18%. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab. mortalitas dan morbiditas anak di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. cair, dengan atau tanpa darah dan atau lendir, biasanya terjadi secara

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB 1 PENDAHULUAN. utama kematian balita di Indonesia dan merupakan penyebab. diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. 1

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dunia melalui WHO (World Health Organitation) pada tahun 1984 menetapkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di dunia. kedua pada anak dibawah 5 tahun. 1

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

diantaranya telah meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 26,8%. Penyakit

Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. Diare adalah sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya meninggal serta sebagian besar anak-anak berumur dibawah 5

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada masa anak-anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan. Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare Depkes RI 2011).

BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan anak. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare % dari semua penyebab kematian (Zubir, 2006).

Grafik 1.1 Frekuensi Incidence Rate (IR) berdasarkan survei morbiditas per1000 penduduk

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting

BAB 1 PENDAHULUAN. anak yang berusia di bawah 5 tahun terdapat kematian di. miliar kasus diare yang terjadi setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja (Manalu, Marsaulina,

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 2001 sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. yaitu buang air besar yang tidak normal. berbentuk tinja encer dengan frekuensi

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitas dari penyakit diare masih tergolong tinggi. Secara global, tahunnya, dan diare setiap tahunnya diare membunuh sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara

UKDW. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan,

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan 2010 bahwa kejadian diare pada bayi terus meningkat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya (frekuensinya lebih dari 3 kali dalam 24 jam). Neonatus dikatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali (Depkes RI, 2005). Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah di Indonesia padahal berbagai upaya penanganan, baik secara medik maupun upaya perubahan tingkah laku dengan melakukan pendidikan kesehatan terus dilakukan. Namun upaya-upaya tersebut belum memberikan hasil yang menggembirakan. Setiap tahun penyakit ini masih menduduki peringkat atas, khususnya di daerah-daerah miskin (Depkes RI, 2007). Di tingkat dunia, penyakit diare merupakan penyakit kedua terbanyak setelah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Diperkirakan 1 milyar kasus ditemukan per tahunnya bahkan penyakit ini merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di Asia, Afrika, dan Amerika Latin (Abdullah dkk, 2006). Hal yang sama juga dikemukakan oleh World Health Organization (WHO) bahwa diare merupakan

penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun (WHO, 2009) Di negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009). Di Indonesia, Hasil survei Program Pemberantasan (P2) Diare menyebutkan bahwa angka kesakitan diare pada tahun 2000 adalah sebesar 301 per 1.000 penduduk dengan episode diare balita adalah 1,0-1,5 kali per tahun. Tahun 2003 angka kesakitan penyakit ini meningkat menjadi 374 per 1.000 penduduk. Sementara Survei Departemen Kesehatan (2003) menyatakan penyakit diare menjadi penyebab kematian nomor dua pada balita, nomor tiga pada bayi, dan nomor lima pada semua umur. Kejadian diare pada golongan balita secara proporsional lebih banyak dibandingkan kejadian diare pada seluruh golongan umur (Depkes RI, 2005). Berdasarkan data WHO (2007), setiap tahun 100.000 anak Indonesia meninggal akibat diare. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010, Case Fatality Rate (CFR) sebesar 1,74%. Angka kematian ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 100 orang, dengan jumlah penderita diare adalah 5.756 orang (Kementerian Kesehatan, 2010). Di Sumatera Utara, penyakit diare merupakan penyakit yang menempati urutan teratas pada 10 penyakit menular terbanyak (kasus baru) pada pasien rawat

jalan di rumah sakit di Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 dengan persentase 43,66%. Berdasarkan gambaran perkembangan penyakit diare tersebut di atas, terlihat bahwa penyakit diare masih merupakan ancaman yang dapat menimbulkan kematian dan kesakitan bagi semua golongan usia. Demikian juga dengan wilayah Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. Dilihat dari data sekunder Kabupaten Humbang Hasundutan yang ditangani penderita diare pada tahun 2009 sebanyak 6.234 orang dengan Insiden Rate 37 per 1000 penduduk dan pada tahun 2010 sebanyak 2.374 orang dengan Insiden Rate 13,8 per 1000 penduduk, sedangkan pada tahun 2011 jumlah penderita diare sebanyak 6.065 orang dengan Insiden Rate 35 per 1000 penduduk. Menurut data pada tahun 2012 mulai bulan Januari sampai dengan April, penyakit diare menempati urutan ke-4 dari 10 penyakit terbesar di puskesmas dengan jumlah kasus 212 kasus di 22 desa wilayah kecamatan Lingtongnihuta, dimana jumlah kasus menurut kelompok umur yang terbanyak adalah umur diatas 5 tahun sebanyak 121 kasus. Berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kecamatan Lintongnihuta, diketahui bahwa salah satu penyebab tingginya kasus diare di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan adalah masih kurangnya informasi tentang penyakit diare. Dinas Kesehatan Kecamatan Lintongnihuta diharapkan semakin meningkatkan peran petugas dalam menyampaikan informasi kesehatan terutama tentang perilaku sehat untuk memelihara kesehatan lingkungan sebab penyakit diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan.

Lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong. Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2008). Hal yang sama dikemukakan oleh Blum dalam Kusnoputranto (1986) bahwa derajat kesehatan masyarakat yang optimal dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu : faktor lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan dan keturunan. Keempat faktor tersebut saling terkait dengan faktor lain, yaitu sumber daya alam, keseimbangan ekologi, kesehatan mental, sistem budaya dan populasi sebagai satu kesatuan. Pentingnya perilaku sehat dalam mencegah penyakit diare juga ditekankan Departemen Kesehatan RI (2003) bahwa bahwa perilaku sehat merupakan perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah faktor resiko, terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Peningkatan peran petugas khususnya dalam mengomunikasikan pesan kesehatan adalah merupakan bagian dari pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007) bahwa masyarakat

atau komunitas merupakan salah satu dari strategi global promosi kesehatan pemberdayaan (empowerment) sehingga pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk dilakukan agar masyarakat sebagai primary target memiliki kemauan dan kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Pemberdayaan masyarakat ialah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Mengenai lingkup peran petugas kesehatan, Notoatmodjo (2007) secara rinci memaparkan bahwa peran petugas kesehatan adalah mencakup 1). Memfasilitasi masyarakat melalui kegiatan-kegiatan maupun program-program pemberdayaan masyarakat meliputi pertemuan dan pengorganisasian masyarakat, 2). Memberikan motivasi kepada masyarakat untuk bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan agar masyarakat mau berkontribusi terhadap program tersebut dan 3). Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi kepada masyarakat dengan melakukan pelatihan-pelatihan yang bersifat vokasional (Notoatmodjo, 2007) Dari pemaparan tentang peran petugas tersebut di atas dapat dipahami bahwa tujuan utama peningkatan peran petugas dalam mengomunikasikan pesan kesehatan adalah untuk mempercepat pengalihan pengetahuan, ketrampilan dan teknologi kepada masyarakat. Tetapi, untuk memperlancar proses pengkomunikasian pesan kesehatan tersebut, diperlukan kompetensi atau kecakapan komunikasi petugas sehingga informasi tentang kesehatan dapat mengalir secara efektif dan tepat sasaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Spitzberg (1988) bahwa kecakapan

berkomunikasi merupakan kemampuan untuk dapat berinteraksi secara baik dengan orang lain. Secara baik disini adalah dalam hal; ketelitian, kejelasan, bisa dimengerti, bertalian (nyambung), menguasai, efektif dan pantas. Pengertian tentang kecakapan berkomunikasi juga dikemukakan oleh Friedrich (1994) bahwa kecakapan berkomunikasi merupakan kemampuan situasional dalam upaya untuk mendapatkan tujuan yang pantas dan realistis dengan cara meningkatkan kemampuan berkomunikasi melalui pengetahuan diri sendiri, orang lain, konteks yang sedang terjadi dan teori komunikasi sehingga bisa digeneralisasikan dalam tindakan komunikasi yang adaptif. Dengan adanya aliran informasi yang efektif, diharapkan pengetahuan dan sikap masyarakat semakin meningkat dalam mencegah dan mengobati penyakit sebab pengetahuan itu sendiri adalah muatan informasi yang dikomunikasikan. Pengetahuan adalah informasi yang merubah sesuatu atau seseorang baik dengan menjadikannya sebagai dasar melakukan tindakan, maupun membuat individu atau organisasi menjadi cakap dalam melakukan tindakan yang lebih efektif (Peter Drucker, 2001). Achterbergh & Vriens (2002) lebih jauh menuliskan bahwa pengetahuan memiliki 2 fungsi yakni : pertama, berfungsi sebagai latar belakang untuk pengkajian gejala, yang sebaliknya akan memungkinkan pelaksanaan tindakan. Fungsi kedua adalah untuk menilai apakah bentuk tindakan akan memberikan hasil yang diharapkan dan untuk menggunakan penilaian dalam memutuskan cara mengimplementasikan tindakan tindakan tersebut.

Menurut Schramm mengatakan bahwa apabila kita berkomunikasi, berarti kita sedang mengusahakan kesamaan makna antara komunikator dengan komunikan. Seorang komunikator harus mempunyai kemampuan untuk mengubah sikap komunikan melalui mekanisme daya tarik, artinya komunikan merasa bahwa komunikator terlibat atau turut serta dengan mereka. Sebagaimana dikatakan oleh Severin dan Tankard (1992), bahwa komunikasi massa adalah sebagian keterampilan (skill), sebagaian seni (art) dan sebagian ilmu (science)., tanpa dimensi seni menata pesan, tidak mungkin media surat kabar, majalah, radio siaran televisi dan film dapat memikat perhatian khalayak, yang pada akhirnya pesan tersebut dapat mengubah sikap, pandangan dan perilaku komunikan. Penyampaian informasi yang baik adalah komunikator harus mampu mengenal latar belakang dari sikomunikan dari segi pendidikan, ekonomi, suku - budaya, keyakinan atau kepercayaan, kultur budaya atau negara sehingga maksud dan tujuan yang ingin disampaikan bisa dimengerti dan diterima dengan jelas tanpa ada kesalahpahaman maupun hambatan atau gangguan lainnya ( Marhaen, 2009). Setelah Dinas Kesehatan Kecamatan Lintongnihuta meningkatkan peran petugas dalam mengomunikasikan pesan kesehatan,terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap penyakit diare. Meningkatnya pengetahuan dan sikap masyarakat tersebut juga disertai dengan menurunnya kasus penyakit diare di Kecamatan Lintongnihuta. Hal ini sesuai dengan hasil pra-penelitian yang dilakukan dimana masyarakat Humbang Hasundutan mempunyai tradisi dengan sifat kommunikasi yang terbuka melalui perkumpulan arisan marga dan kerohanian.

Pemberian informasi mengenai penyakit diare telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan melalui promosi kesehatan dengan bentuk jaringan komunikasi yaitu siaran radio swasta yang dilakukan setiap tahun di Kabupaten. Petugas kesehatan dalam penyampaian komunikasi pada masyarakat belum optimal karena masih banyaknya petugas belum mendapat pelatihan dan pembinaan tentang komunikasi masalah kesehatan khususnya penyakit diare. Adanya kecenderungan penurunan kasus diare setelah petugas kesehatan meningkatkan perannya dalam mentransfer pengetahuan melalui penyampaian pesan kesehatan, membuat pentingnya melakukan penelitian tentang peran petugas kesehatan dalam mengomunikasikan pesan kesehatan terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat kelompok usia 15-44 tahun tentang penyakit diare di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2012. Dapat ditambahkan bahwa penetapan kelompok masyarakat usia 15-44 tahun dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat dibawah usia 15 tahun masih kurang mampu menjawab kuesioner penelitian. Pertimbangan lainnya adalah masyarakat di atas usia 44 tahun dianggap sudah memiliki pengetahuan yang memadai tentang penyakit diare, sehingga kalaupun mereka menderita penyakit diare besar kemungkinan bukan lagi karena kurangnya pengetahuan dan sikap melainkan karena pengaruh faktor usia. Sehingga kelompok usia ini dianggap tidak lagi relevan dengan topik penelitian sehingga tidak disertakan dalam penelitian.

1.2. Permasalahan Program pengkomunikasian informasi tentang penyakit diare di Humbang Hasundutan Kecamatan Lintongnihuta belum mencapai hasil optimal. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui penyebab belum efektifnya pelaksanaan mengomunikasikan penyakit diare pada masyarakat tersebut dan bagaimana peran petugas kesehatan meningkatkan pengetahuan dan sikap.masyarakat melalui pengkomunikasian pesan kesehatan tentang penyakit diare di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk menganalisis peran petugas kesehatan dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat umur (15-44) tahun melalui pengkomunikasian pesan kesehatan tentang penyakit diare di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengaruh petugas kesehatan terhadap pengetahuan masyarakat umur (15-44) tahun tentang penyakit diare di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. 2. Untuk mengetahui pengaruh petugas kesehatan terhadap sikap masyarakat umur (15-44) tahun tentang penyakit diare di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan.

1.4. Hipotesis Ada pengaruh peran petugas kesehatan dalam mengomunikasikan pesan kesehatan terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat umur (15-44) tahun tentang penyakit diare di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. 1.5. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.5.1. Untuk meningkatkan dan memperbaiki komunikasi dalam penyampaian informasi terhadap masyarakat umur (15-44) tahun tentang pencegahan penyakit diare di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. 1.5.2. Untuk menurunkan angka penderita penyakit diare dengan cara mengomunikasikan pencegahan penyakit diare kepada masyarakat. 1.5.3. Sebagai bahan kajian dalam pelaksanaan program promosi kesehatan khususnya tentang pencegahan penyakit diare.