PERANCANGAN SISTEM DRAINASE Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya pelak-sanaan dan pemeliharaan yang minimum. Ruas-ruas saluran harus stabil terhadap erosi dan sedimentasi harus minimal pada setiap potongan melintang dan harus seimbang. Dengan adanya pembuang, air dari persawahan menjadi lebih bersih dari sedimen. Erosi di saluran pembuang merupakan kriteria yang menentukan. Kecepatan aliran rencana hendaknya tidak melebihi kecepatan maksimum yang diijinkan. Kecepatan maksimum yang diijinkan tergantung pada jenis tanah serta kondisinya. Saluran pembuang dirancang di tempat terrendah dan melalui daerah depresi Kemiringan alamiah lahan menentukan kemiringan memanjang saluran pembuang tersebut. Apabila kemiringan dasar terlalu curam dan kecepatan maksimum akan terlampaui, maka harus dibuat bangunan terjun. Kecepatan rencana sebaiknya diambil sama atau mendekati kecepatan maksimum yang diijinkan, karena debit rencana atau debit puncak tidak sering terjadi maka debit dan kecepatan aliran air di saluran pembuang akan lebih rendah di bawah kondisi rata-rata. Jika debit alirannya rendah, aliran akan cenderung berkelok-kelok bila dasar salurannya lebar. Oleh karena itu, biasanya saluran pembuang dirancang relatif sempit dan dalam dibandingkan dengan saluran irigasi. Variasi tinggi air dengan debit yang berubah-ubah, biasanya tidak mempunyai arti penting pada saluran pembuang lain. Potongan melintang yang dalam akan memberikan pemecahan yang lebih ekonomis. Dalam merencanakan sistem drainase lahan, ada beberapa data yang harus disediakan, yaitu, (1) deskripsi lingkungan fisik sistem drainase, (2) tata guna lahan, (3) prasarana lain, (4) topografi, (5) pola aliran alam. Peletakan dan jumlah kerapatan fasilitas sangat mempengaruhi debit limpasan yang terjadi di suatu kawasan. Dalam kaitan ini, seorang perencana dituntut untuk selalu peka dalam menginterpretasikan data yang tersedia baik berupa data sekunder yang berupa peta dasar dan fenomena banjir yang pernah terjadi, maupun pola aliran alam yang ada. Dimana informasi tentang pola aliran alam ini juga bisa diperoleh dari observasi langsung di lapangan saat terjadi hujan (banjir). Tata guna lahan merupakan peta yang dapat menggambarkan tentang pola
penggunaan lahan didaerah rencana drainase. Pola penggunaan lahan yang dimaksud harus mencakup tentang kondisi eksisting maupun rencana pengembangan di masa mendatang. Informasi tersebut diperlukan untuk menentukan lingkup sistem drainase yang diperlukan dan untuk merencakan drainase yang tingkatnya sesuai dengan kategori tata guna tanah dari daerah yang bersangkutan. Informasi tentang prasarana lain yang dimaksud meliputi jaringan jalan dan jaringan lain yang diperkirakan dapat menyebabkan gangguan pada sistem drainase. Ini dimaksudkan sebagai pertimbangan dalam menentukan tinggi saluran drainase dan untuk mengindentifikasi jenis bangunan penunjang yang diperlukan. Informasi yang diperlukan untuk menentukan arah saluran drainase dan batas wilayah penanmpungnya. Pemetaan kontur di suatu daerah pertanian perlu dilakukan pada skala 1:5000 atau 1:10.000 dengan beda kontur 0.5 meter di daerah datar, dan beda kontur 1.0 meter pada daerah curam. Pemetaan tersebut perlu mengacu pada suatu bench mark di lapangan yang dikenal. Maka dikenal beberapa pola aliran yaitu : Pola Aliran Alam Informasi tentang pola aliran alam diperlukan untuk mendapatkan gambaran tentang kecenderungan pola letak dan arah aliran alam yang terjadi sesuai dengan kondisi lahan daerah rencana. Secara tidak langsung sebenarnya informasi ini dapat diinterpretasikan dari peta topografi dengan cara mengidentifikasi bagian lembah dan punggung lahan. Dimana pola aliran buangan alam cenderung mengarah pada bagian lembah. Namun untuk dapat memperoleh hasil informasi yang lebih akurat, observasi lapangan kerja diperlukan. Agar pekerjaan observasi lebih efisien, hendaknya diidentifikasi terlebih dahulu daerah-daerah yang akan disurvei melalui informasi yang tersedia. Daerah pembuangan yang dimaksud adalah tempat pembuangan kelebihan air dan lahan yang di rencanakan, baik berupa sungai, danau atau atau laut. Informasi ini sangat penting terutama berkaitan denaan penempatan fasilitas outletnya. Elevasi fasilitas outlet harus ditetapkan di atas muka
maksimum daerah pembuangan, sehingga gejala terjadinya muka air balik pada rencana saluran drainase dapat dihindari. Pola Alamiah Letak saluran pembuang harus berada di bagian terendah atau lembah dari suatu daerah akan sangat efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran pengumpul drianase, dimana saluran pengumpul dan pembuang merupakan saluran alamiah Gambar 15. Pola Aliran Alamiah a = Saluran pengumpul (colector) b = Saluran pembuang (conveyor) Pola Siku Saluran pembuang terletak di lembah dan merupakan saluran alamiah, sedangkan saluran pembuang dibuat tegak lurus terhadap saluran pengumpul drainase. Gambar 15. Pola Aliran Siku a = Saluran pengumpul (colector) b = saluran pembuang (conveyor)
Pola Paralel Saluran pengumpul drainase yang menampung debit dari sungai-sungai yang lebih kecil, dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian masuk ke dalam saluran pembuang drainase. Gambar 16. Pola Aliran Paralel Pola Gridiron Beberapa interceptor drain dibuat satu dan lainnya sejajar, kemudian ditampung di saluran pengumpul (collector drain) untuk selanjutnya masuk ke dalam saluran pembuang (conveyor drain). Gambar 17. Pola Aliran Gridion Pola Radial Suatu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa saluran pengumpul dari satu titik menyebar ke segala arah sesuai dengan kondisi topografi daerah.
Gambar 18. Pola Aliran Radial Pola Jaring-jaring Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa saluran pengumpul tambahan (a) yang kemudian ditampung ke dalam saluran pembuang (b) dan selanjutnya dialirkan menuju saluran pembuang utama Gambar 18. Pola Aliran Jaring-jaring ORDE SALURAN PADA SISTEM DRAINASE Dalam pengertian jaringan drainase, maka sesuai dengan fungsi dan sistem kerjanya, jenis saluran dapat dibedakan menjadi: Saluran Interseptor (Interceptor Drain) Saluran interceptor drain adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain dibawahnya.
Saluran ini biasa dibangun dan diletakkan pada bagian yang relatif sejajar dengan garis kontur. Outlet dari saluran ini biasanya terdapat di saluran kolektor, konveyor atau langsung di saluran drainase alam. Saluran Pengumpul (Collector Drain) Saluran kolektor adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran konveyor (pembawa). Saluran Pembawa (Conveyor Drain) Saluran konveyor adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui. Lelak saluran conveyor di bagian terendah lembah dari daerah. sehingga secara efektif dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada. Sebagai contoh adalah saluran banjir kanal atau sudetan atau saluran bypass yang bekerja secara khusus hanya mengalirkan air secara cepat sampai ke lokasi pembuangan. Dalam pengertian yang lain, saluran ini berbeda dengan drainase bawah tanah. Dalam hal ini masuknya air melalui resapan tanah secara gravitasi masuk ke dalam lubang-lubang yang terdapat pada saluran drainase yang ditanam dalam tanah. Dalam kenyataan dapat terjadi suatu saluran bekerja sekaligus untuk kedua atau bahkan ketiga jenis fungsi tersebut. Prosedur Perancangan Tata Letak Sistem Jaringan Drainase Dengan melihat peta topografi, dapat ditentukan arah aliran yang merupakan sistem drainase alam yang terbentuk secara alamiah, dan dapat mengetahui toleransi lamanya genangan dari daerah rencana. Informasi situasi dan kondisi fisik lahan, baik kondisi saat ini, maupun yang direncanakan perlu diketahui, antara lain: Sistem jaringan yang ada (drainase, irigasi, listrik, dan lain lain). Bottleneck yang mungkin ada. Batas-batas daerah pemilikan. Letak dan jumlah prasarana yang ada. Tingkat kebutuhan drainase yang diperlukan. Gambaran prioritas daerah secara garis besar.
Semua hal di atas dimaksudkan agar dalam penyusunan tata letak sistem jaringan drainase tidak terjadi pertentangan kepentingan. Dalam menentukan tata letak jaringan drainase bertujuan untuk mencapai sasaran sebagai berikut, yaitu: Sistem jaringan drainase dapat berfungsi sesuai tujuan (sasaran). Menekan dampak negatif lingkungan sekecil mungkin. Dapat bertahan lama ditinjau dari segi konstruksi dan fungsinya. Biaya pembangunan serendah mungkin. Untuk menjamin berfungsinya saluran drainase secara baik maka diperlukan bangunan pelengkap di tempat tertentu. Jenis bangunan pelengkap yang dimaksud meliputi: (a) Bangunan silang, misal gorong gorong. (b) Bangunan pemecah energi, misalnya bangunan terjun dan saluran curam. (c) Bangunan pengaman erosi, misalnya ground sill. (d) Bangunan inlet misal, grill samping/datar. (e) Bangunan outlet misal, kolam loncat air (f) Bangunan pintu air, misal pintu geser, pintu atomatis. (g) Bangunan rumah pompa (h) Bangunan kolam pengumpul. (i) Bangunan lobang kontrol (man hole) Semua bangunan diatas tidak selalu harus ada pada setiap jaringan drainase. Keberadaanya tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya dipengaruhi oleh fungsi saluran, kondisi lingkungan dan tuntutan akan kesempurnaan jaringannya.