BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. memandang remaja itu sebagai kanak-kanak, tapi tidak juga sebagai orang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penerus bangsapun dibutuhkan sebagai sumber daya dalam pembangunan. Peran

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja dianggap sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan dalam bidang pendidikan dan teknologi yang pesat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya karena pengaruh yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

EMOSI NEGATIF SISWA KELAS XI SMAN 1 SUNGAI LIMAU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya (dalam Munawar & Mujiono, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat

REGULASI EMOSI PADA REMAJA PANTI ASUHAN MUHAJIRIN BALIKPAPAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Padang, terdapat 24 panti asuhan yang berdiri di Kota Padang.

Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah. masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. dengan perubahan pesat dalam setiap aspek kehidupan. Salah satu aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang bulan) yang pertama. Sedangkan usia 13 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang pemuda ketika ia mengalami masa mimpi yang pertama, yang tanpa disadarinya mengeluarkan sperma. Biasanya pada gadis perkembangan biologisnya lebih cepat satu tahun dibandingkan dengan perkembangan biologis pemuda karena gadis lebih dahulu mengawali masa remaja yang akan berakhir pada usia sekitar 19 tahun, sedangkan pemuda baru mengakhiri masa remajanya pada sekitar usia 21 tahun (Zulkifli, 2009). Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak banyak mengalami perubahan pada psikis dan fisiknya. Terjadinya perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan dikalangan remaja sehingga masa ini disebut oleh orang barat sebagai periode strum und drag. Sebabnya karena mereka mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan-aturan dan norma-norma sosial yang berlaku dikalangan masyarakat (Zulkifli, 2009). Secara emosional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa di mana ketegangan meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Adapun meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada di bawah tekanan sosial dan kondisi yang baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaankeadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial baru. Meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali dan tampaknya irasional, tetrkurang menjelang api pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan emosional (Hurlock, 1997). 1

2 Pada masa ini pula keadaan emosi remaja masih labil. Suatu saat ia bisa sedih sekali, di lain waktu ia bisa marah sekali. Hal ini dapat terlihat dari remaja yang baru putus cinta atau remaja yang tersinggung perasaanya. Kalau sedang senangsenangnya mereka mudah lupa diri karena tidak mampu menahan emosi yang meluap-luap itu, bahkan remaja mudah terjerumus ke dalam tindakan tidak bermoral. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis (Zulkipli, 2009). Namun pada saat remaja berada pada masa remaja akhir ia mendapatkan ketenangan emosional. Walaupun cetusan-cetusan kemarahan, kekhawatirankekhawatiran dan kecemasan yang tidak tertentu sebab-sebabnya, yang seringkali dialaminya dalam masa remaja awal tidak lenyap sekaligus, bilaman anak remaja telah mendapatkan kebebasan yang lebih banyak akan tetapi dengan sedikit demi sedikit pemuda-pemudi dalam masa ini akan dapat menguasai emosi-emosinya (Soesilowindradini, 1981). Sejalan dengan pendapat Gesell dan kawan-kawan (Hurlock, 1997), yaitu remaja empat belas tahun sering kali mudah marah, mudah dirangsang, dan emosinya cenderung meledak, tidak berusaha mengendalikan perasaanya. Sebaliknya remaja enam belas tahun mengatakan bahwa mereka tidak punya keprihatinan. Jadi adanya badai dan tekanan dalam periode ini berkurang menjelang berakhirnya awal masa remaja. Disinilah peran serta orang tua sangat diperlukan dalam masa remaja ini, karena remaja yang memiliki relasi yang nyaman dengan orang tuanya memiliki harga diri dan kesejahteraan emosional yang lebih baik (Armsden & Greenberg, 1987). Attachment dengan orang tua selama masa remaja dapat berlaku sebagai fungsi adaptif, yang menyediakan landasan yang kokoh di mana remaja dapat menjelajahi dan menguasai lingkungan-lingkungan baru dan suatu dunia social yang luas dalam suatu cara yang secara psikologis sehat. Attachemnt yang kuat dengan orang tua dapat menyangga remaja dari kecemasan dan potensi perasaan-perasaan depresi atau tekanan emosional.yang berkaitan dengan transisi dari masa kanakkanak menuju masa dewasa (Santrock, 2002). Namun tidak semua remaja beruntung hidup dengan lingkungan perkembangan yang memiliki anggota keluarga yang harmonis ataupun lengkap

3 dengan suasana rumah yang nyaman serta memiliki kehidupan ekonomi yang berkecukupan. Karena adapula remaja yang terlantar, memiliki orang tua yang tidak harmonis, tidak lengkap entah dikarenakan meninggal dunia atau bercerai atapun keadaan ekonomi yang mengharuskan mereka hidup di panti asuhan sehingga perkembangan mereka dipantau atau dibina oleh pengurus panti asuhan. Menurut UU no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, panti asuhan adalah suatu tempat atau sarana untuk memberikan bantuan berupa pemeliharaan dan pendidikan kepada anak-anak yang terganggu perkembangan kepribadiannya dan terlantar. Oleh sebab itu pola pembinaan yang baik dan efektif sangat dibutuhkan oleh remaja yang tinggal di panti asuhan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Anjangsari (2011), untuk meningkatkan kesejahteraan anak asuh dan meningkatkan kualitas diri anak asuh pembinaan yang diberikan tidak bisa hanya sebatas pembinaan dasar saja yaitu pembinaan agama dan moral anak asuh akan tetapi juga diperlukannya pembinaan lain seperti halnya dalam pendidikan dan keterampilan, pembinaan motivasi dan pembinaan perilaku Semua remaja tidak terkecuali remaja yang tinggal dipanti asuhan mengalami masa remaja dan dalam masa remaja ini pula remaja rasanya dia menghadapi masalah yang banyak sekali dan sukar untuk diselesaikan (Soesilowindradini, 1981). Pada remaja penghuni panti asuhan tentu saja kurang atau bahan tidak mendapatkan pengajaran dari orang tua tentang bagaimana individu menilai dirinya sendiri, sedangkan ibu atau bapak pengasuh panti asuhan yang dianggap sebagai pengganti orang tua sepertinya tidak bisa diharapkan untuk dapat memberikan pengajaran secara mendalam mengenai bagaimana menilai diri sendiri. Hal ini disebabkan karena perbandingan yang tidak seimbang antara remaja panti yang sangat banyak jumlahnya dengan pengasuh panti asuhan (seperti yang disebut Yoel, 2006). Anak yang tidak memperoleh perhatian dan kasih sayang orang tua menjadi haus akan kasih sayang, mereka merasa takut dikesampingkan lagi pula mereka terlampau ingin ingin menyenangkan orang lain melakukan sesuatu bagi orang lain ini semua usaha bentuk kompensasi dan usaha membeli perhatian dengan cara apapun (Hurlock, 1989)

4 Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa masa remaja adalah masa badai dan tekanan, masa yang mudah stress dan banyak menghadapi masalah. Penelitian yang dilakukan oleh Ni matuzahroh (2005), remaja panti asuhan mudah mengalami stress dan sulit untuk menghadapi stress bahkan cenderung menghindar dari permasalahan yang ada. Kemudian penelitian yang dilakukan Hasan (2005) Menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara strategi coping dan kematangan emosi terhadap pemilihan strategi coping pada remaja, kematangan emosi mempunyai pengaruh yang secara signifikan terhadap pemilihan strategi coping yang berorientasi pada penyelesaian masalah kematangan emosi juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemilihan strategi coping yang berorientasi pada meredakan ketegangan berarti kematangan emosi mempunyai pengaruh yang efektif terhadap pemilihan strategi coping yang berorientasi pada strategi coping yang berorientasi meredakan tegangan. Dari penelitian yang telah dipaparkan di atas dapat dikatakan bahwa remaja termasuk juga remaja panti asuhan bahwa kematangan emosi mempunyai pengaruh yang secara signifikan terhadap pemilihan strategi coping. Kemudian dari pengamatan peneliti, masyarakat dan teman-teman dalam lingkungan sosial sering memberi label negatif kepada remaja yang tinggal di panti asuhan, sering memandang rendah bahkan menghina tanpa melihat terlebih dahulu bagaimana kehidupan mereka. Hal-hal ini dapat memicu luapan emosi negative remaja panti asuhan seperti sedih, marah, takut dan lain sebagainya. Oleh sebab itu remaja panti asuhan diharapkan mampu meregulasi emosi dalam kehidupannya. Menurut Pnalp (Hude, 2006) regulasi emosi tidak hanya menyangkut masalah penghentian kecenderungan tindakan sebelum seseorang berbuat sesuatu. Namun, kendali emosi adalah bagian tidak terpisahkan dari keseluruhan proses emosi dan dibangun di atas empat komponen lain dalam proses yaitu objek, penilaian fisiologi, dan kecenderungan atau ungkapan tindakan. Seringkali seseorang mengendalikan emosi secara tidak sadar dan otomatis, mengingat seseorang telah mulai mengendalikan emosi sejak dini. Regulasi emosi ini penting dilakukan karena menurut christiany dan Prawasti (seperti yang disebut Imamiar, 2010) meregulasi emosi individu dapat menurunkan

5 komponen-komponen pengalaman dan tingkal laku dari emosi-emosi negative sehingga ia memiliki kesiapan untuk melepaskan emosi negative yang disebabkan perilaku. Menurut Campos, Barrett, Domba, Goldsmith, & Stenberg (seperti yang disebut Immaniar, 2010) emosi tidak hanya mengatur tindakan individu tetapi juga sebaliknya, tindakan individu dapat mengatur emosi. Hal ini merupakan umpan balik antara tindakan dan emosi dalam menghadapi karakter emosi dan tindakan yang saling bergantung. Regulasi emosi ialah kemampuan secara fleksibel untuk mengendalikan emosi yang dirasakan dan ditampilkan sesuai dengan tuntutan lingkungan. Saat melakukan regulasi emosi, seseorang belajar untuk mengurangi atau mengendalikan emosi negatif dan mempertahankan atau membangun emosi positif (seperti yang disebut Ikhwanisifa, 2011). Seseorang yang mampu meregulasi emosinya akan mendapatkan dampak positif bagi kesehatan fisik, tingkah laku, dan hubungan sosial. Sementara itu, regulasi emosi juga dapat membuat individu berpikir jernih, bersikap lebih tenang serta bijaksana dalam bertindak. Tindakannya dapat diperhitungkan dengan baik sehingga tidak mendatangkan kerugian bagi individu itu sendiri dan dapat berdampak besar terhadap peningkatan kesehatan mental seseorang. Dampak regulasi emosi bagi hubungan sosial adalah seseorang dapat memperbaiki hubungan interpersonal, menumbuhkan cinta antar manusia, meningkatkan rasa solidaritas, berkomunikasi dengan tulus dan terbuka sehingga lebih mudah akrab maupun bersahabat dengan orang lain (seperti yang disebut Ikhwanisifa, 2011) Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi penting dilakukan oleh seseorang agar dapat mengendalikan emosi dengan baik sesuai dengan waktu, tempat dan keadaan agar tidak terjadi keadaan-keadaan yang dapat merugikan baik untuk diri sendiri maupun orang lain terlebih pada remaja panti asuhan yang tidak mendapatkan perhatian dari keluarga seperti remaja pada umumnya. Oleh sebab itu peneliti merasa perlu melakukan penelitian mengenai regulasi emosi remaja yang tinggal di panti asuhan menghadapi emosi terlebih saat mereka dihadapkan pada sesuatu yang dapat menimbulkan emosi negatif. Berdasarkan penjelasan inilah peneliti mengambil judul penelitian Regulasi Emosi pada Remaja Panti Asuhan.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana regulasi emosi dan kecerderungan pemilihan strategi regulasi emosi pada remaja panti asuhan? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana regulasi emosi dan strategi regulasi emosi yang cenderung dipilih pada remaja panti asuhan. D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam memberikan informasi dan perluasan teori dibidang psikologi perkembangan, yaitu mengenai regulasi emosi remaja panti asuhan. Selain itu juga, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber kepustakaan di bidang psikologi perkembangan sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai penunjang untuk bahan penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan masukan bagi banyak kalangan, antara lain: a. Bagi Panti Asuhan dapat dijadikan sebagai masukan bagi pihak pengelola dan pengasuh panti asuhan tentang bagaimana kemampuan regulasi emosi/mengontrol emosi pada remaja panti asuhan. b. Masyarakat umum dapat mengetahui bagaimana regulasi emosi pada remaja panti asuhan c. Bagi remaja panti asuhan khususnya diharapkan dapat meningkatkan kemampuan regulasi emosi d. Sebagai referensi bagi Praktisi Psikologi khususnya bidang Psikologi perkembangandalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan regulasi emosi.