TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max (L) Merill).

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Mulsa dan PGPR Terhadap Insidensi Penyakit Busuk Pangkal Batang (Sclerotium rolfsii Sacc.) pada Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merill).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

Lampiran 2 Pengaruh kombinasi varietas, aplikasi mulsa, serta aplikasi PGPR terhadap insidensi penyakit busuk pangkal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman ± 150 cm, terutama pada tanah yang subur. Perakaran tanaman kedelai

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

Kompos, Mikroorganisme Fungsional dan Kesuburan Tanah

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah penduduk, sehingga bahan pangan yang tersedia harus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996).

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

TINJAUAN PUSTAKA Pisang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati.

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Jamur Patogen Sclerotium rolfsii. inang yang sangat luas. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur ini

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

I. TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen

PENDAHULUAN. Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

BAB 1 PENDAHULUAN. tempe, tahu, tauco, kecap dan lain-lain (Ginting dkk, 2009)

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Arti Penting Tanaman Tomat Penyakit Layu Bakteri pada Tomat oleh Ralstonia solanacearum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang terus meningkat. Segala upaya untuk meningkatkan produksi selalu

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus L. (Merr)) merupakan salah satu tanaman yang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosales, Famili: Leguminosae, Genus: Glycine, Species: Glycine max (L.) Merrill

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

serum medium koloni Corynebacterium diphtheria tampak putih keabuabuan, spesimenklinis (Joklik WK, Willett HP, Amos DB, Wilfert CM, 1988)

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis(zea mays var saccarata) merupakan tanaman pangan yang. bahan baku industri gula jagung (Bakhri, 2007).

Deskripsi FORMULA PUPUK HAYATI TANAMAN KEDELAI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cronquist (1981), tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

BAB I PENDAHULUAN. dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

Transkripsi:

4 TINJAUAN PUSTAKA Kedelai (Glycine max (L) Merill). Kedelai merupakan tanaman semusim. Kedelai termasuk kedalam klas Dicotyledonae, ordo Polypetales, family Leguminoceae (Agrios 1978). Tanaman kedelai memiliki rizobium yang merupakan bakteri yang dapat mengikat nitrogen dari alam secara langsung. Salah satu faktor untuk penekanan hama dan penyakit adalah pemilihan varietas yang resisten. Setiap varietas atau kultivar dari kedelai memiliki keunggulan tersendiri. Seperti kedelai varietas Anjasmoro yang dilepas pada 22 Oktober tahun 2001, melalui SK Menteri Pertanian No. 537/Kpts/TP.240/10/2001. Daya hasil varietas Anjasmoro mencapai 2,03 2,25 ton/ha. Ukuran biji termasuk kategori besar, berat 100 bijinya mencapai 14,8 15,3 gram. Salah satu keunggulan varietas Anjasmoro adalah ketahanannya pada penyakit rebah, serta moderat pada penyakit karat daun. Selain itu, varietas ini memiliki sifat polong yang tidak mudah pecah (Deptan 2008). Varietas Anjasmoro merupakan varietas unggul kedelai berbiji besar yang cocok digunakan sebagai bahan baku tempe. Varietas inilah yang banyak dibudidayakan di lapangan. Varietas Gepak Kuning juga memiliki kemampuan tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang. Mulsa Mulsa adalah semua atau setiap bahan yang digunakan menutup tanah, Pemulsaan tanah dapat mempertahankan kelembapan dan suhu tanah, sehingga dapat memperbaiki pengambilan zat hara oleh akar tanaman (Kartasapoetra et al. 1985). Peningkatan pori-pori mikro sebagai akibat kegiatan jasad mikro akan meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman (Khonke 1968). Mulsa tanah yang dibuat dengan pengolahan ringan, menunjukkan kegunaan pada tanaman kedelai yang tumbuh dalam musim kemarau yang kering, yakni menekan penguapan air sehingga mengawetkan persediaan air tanah, serta mengekang gulma yang sudah mulai tumbuh (Paada 1993). Mulsa jerami dapat

5 menekan serangan lalat bibit pada pertanaman kedelai (Soekarno dan Hartono 1985). Adisarwanto (1983) melaporkan, hasil percobaan pada tahun 1980 dan 1981 di Jawa Timur menunjukkan kenaikan hasil kedelai 30% akibat menggunakan mulsa jerami. Menurut Kramer (1963) fungsi air adalah sebagai komponen protoplasma, pelarut bahan-bahan organik dan anorganik yang akan didistribusikan pada bagian tanaman yang memerlukan, pereaksi dalam proses fotosintesis dan hidrolitik seperti perombakan pati menjadi gula, pemantapan turgor sel-sel untuk kelangsungan pembelahan sel, dan pemantap suhu tanah dan tanaman. Defisit air pada tanaman akan mempengaruhi semua sistem metabolik dalam tanaman sehingga akan menghambat pertumbuhan dan produksi. Untuk itulah penggunaan mulsa dilatarbelakangi untuk mengurangi kekurangan air pada tanaman kedelai tersebut. Sclerotium rolfsii Sacc. Klasifikasi Sclerotium rolfsii Penyakit busuk pangkal batang merupakan penyakit tanaman yang disebabkan oleh cendawan Sclerotium rolfsii. Serangan cendawan ini menjadi masalah serius karena menyerang hampir berbagai jenis tanaman kacangkacangan, khususnya kedelai dengan kerusakan hampir mencapai 100% (Gonsalves dan Ferreira 1993). Serangan penyakit akibat cendawan tersebut ditandai adanya lapisan coklat gelap pada batang atau dibagian bawah batang dekat dengan permukaan tanah (Gonsalves dan Ferreira 1993). Pada pangkal batang tanaman yang terserang layu akan terdapat benang-benang berwarna putih seperti bulu, yang kemudian membentuk butir-butir bulat atau jorong, mula-mula berwarna putih kemudian akhirnya berwarna coklat (Semangun 1991). Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi cendawan Sclerotium rolfsii penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kedelai adalah sebagai berikut :

6 Kerajaan Divisi Sub divisi Klas Sub Klas Ordo Bangsa Marga Jenis : Mycetae : Amastigomycota : Deuteromycotina : Deuteromycetes : Deuteromycetidae : Agronomycetales : Agronomycetaceae : Sclerotium : Sclerotium rolfsii Sacc. Gejala penyakit Sclerotium rolfsii pada kedelai Tanaman yang terserang penyakit akan menjadi layu dan menguning secara perlahan. Pada pangkal batang dan permukaan tanah di dekatnya terdapat miselium cendawan berwarna putih dan tumbuh sangat agresif pada jaringan tanaman yang diserang (Semangun 1991). Pangkal batang pada tanaman yang terserang penyakit akan membusuk, sehingga penyakit ini sering juga disebut penyakit busuk pangkal batang. S. rolfsii dapat menyerang kecambah atau semai. Dalam keadaan yang sangat lembab cendawan juga dapat menyerang daun, tangkai dan polong (Semangun 2004). Morfologi Sclerotium rolfsii S. rolfsii mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kapas. Di sini cendawan tidak membentuk spora. Untuk pemencaran dan untuk mempertahankan diri cendawan membentuk sejumlah sklerotium yang semula berwarna putih, kemudian menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1mm. Butir-butir ini mudah sekali lepas dan tersangkut air (Semangun 2004). Sklerotium mempunyai kulit yang kuat sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah sklerotium dapat bertahan sampai 6-7 tahun. Dalam cuaca yang kering sklerotium dapat mengeriput, tetapi ini justru akan berkecambah dengan cepat jika kembali berada di lingkungan yang lembab (Semangun 1993). Kelembaban tinggi diperlukan untuk pertumbuhan sklerotia secara optimal. Sklerotia gagal berkecambah ketika

7 kelembaban relatif jauh di bawah saturasi. Namun, ada beberapa penelitian yang menegaskan bahwa sklerotia berkecambah secara maksimal pada suhu 25-35% (Agrios 1978). Kerugian yang disebabkan Sclerotium rolfsii Kerugian hasil pada tanaman kedelai yang ditimbulkan oleh patogen mencapai 50% di Amerika Serikat (Diamonde dan Beute 1975 dalam Supriati 2005). Di Indonesia, kerugian akibat penyakit rebah semai pada tanaman kedelai bervariasi. Pada tahun 1991 di kebun percobaan Muneng (Jatim) serangan patogen busuk pangkal batang, menyebabkan hampir seluruh tanaman mati (Hardaningsih 1993). Di Nusa Tenggara Barat intensitas penyakit busuk pangkal batang khusus pada komoditas kedelai mencapai 35%, patogen penyebabnya adalah Sclerotium rolfsii, Fusarium solani dan Phythium sp. (Sudantha 1997). Faktor yang mempengaruhi daya hidup Sclerotium rolfsii Faktor yang mempengaruhi daya hidup S. rolfsii antara lain suhu, cahaya, kelembaban tanah, aerasi tanah, kandungan oksigen dan karbondioksida, ph tanah dan struktur propagul. Suhu optimal yang dibutuhkan untuk pertumbuhan S. rolfsii adalah 25-35 C, dengan suhu minimum 8 C dan suhu maksimum 32 C (Domsch et al. 1980). Semangun (2004) menambahkan bahwa penyakit dapat berkembang lebih cepat pada cuaca yang lembab, cendawan dapat menginfeksi baik melalui luka maupun tanpa melalui luka. Pengendalian penyakit busuk pangkal batang Sclerotium rolfsii Menurut Semangun (2004), pengendalian layu dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain : a) Pemilihan dan penggunaan benih yang tahan terhadap penyakit ini. b) Pemusnahan tanaman yang terserang. c) Pengendalian dengan menggunakan agen hayati. Tetapi pada umumnya mengendalikan penyakit dilakukan petani dengan menggunakan fungisida (bahan kimia) dan pengendalian dengan menggunakan agen hayati (pengendalian hayati). Pengendalian hayati dengan menggunakan

mikroba yang bersifat antagonis merupakan salah satu alternatif pengendalian patogen tular tanah selain menggunakan fungisida (Rahaju 2007). 8 Dampak negatif penggunaan fungisida Petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian sering menggunakan fungisida sintetis secara berlebihan sehingga menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Penggunaan fungisida yang kurang bijaksana seringkali menimbulkan masalah kesehatan, pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekologis. Semangun (1993) menambahkan tentang dampak negatif yang disebabkan oleh penggunaan fungisida sintesis, yaitu penyakit yang berkembang menjadi semakin resisten, resurgensi, terbunuhnya makhluk bukan sasaran dan gangguan kesehatan pada manusia. Plant Grwoth Promoting Rhizobacteria (PGPR) Perkembangan bakteri sebagai pengendalian hayati Pengendalian hayati terhadap patogen tanaman adalah pemanfaatan satu atau lebih organisme untuk mengurangi kepadatan inokulum, aktifitas patogen atau parasit dalam keadaan aktif atau dorman dengan cara mengintroduksi satu atau lebih antagonis pada lingkungan atau inang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Aspek dari pengendalian hayati adalah manipulasi mikroorganisme yang kompetitif atau yang bersifat antagonis terhadap patogen tanaman yang interaksinya di alam dapat menurunkan atau mencegah terjadinya penyakit tanaman (Cook dan Baker 1996). Untuk mencari pengendalian hayati, telah dilakukan isolasi dari rizosfer rumput pangola (Digitaria decumbens) dan ternyata mempunyai potensi antibiotik yang besar terhadap bakteri E.coli, S. aureus, cendawan C. albicans dan T. mentagrophytes (Rahayu 2009). Rizosfer tanaman merupakan habitat berbagai spesies bakteri yang secara umum dikenal sebagai rizobakteri. Isolat rizobakteri dapat berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman atau plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) dan sebagai agens antagonis terhadap patogen tanaman.

9 PGPR dapat memberi keuntungan bagi pertumbuhan tanaman dengan menggunakan kemampuannya dalam memproduksi hormon pertumbuhan, seperti asam indol asetat, asam giberelin, sitokinin dan etilen. Selain itu beberapa rizobakteria juga memiliki kemampuan dalam menambat N, menekan 2 pertumbuhan mikroorganisme fitopatogen dengan cara memproduksi siderofor, β- 1-3-glukanase, kitinase, antibiotik dan sianida serta kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Kemampuan tersebut bermanfaat bagi tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan ketersediaan fosfat, sedangkan siderofor yang diproduksi oleh rizobakteria dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan cara mengikat besi (Fe 3+ ) yang jumlahnya terbatas di daerah rizosfer dalam rangka berkompetisi dengan mikrob fitopatogen (Cook dan Baker 1996). Potensi Plant Grwoth Promoting Rhizobacteria (PGPR) Plant Grwoth Promoting Rhizobacteria (PGPR) berpotensi meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan tanaman. Terdapat berbagai mekanisme PGPR dalam menstimulasi pertumbuhan tanaman. Mekanisme ini dikelompokkan menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung, rizobakteria terkait dengan produksi metabolit seperti antibiotik dan siderofor, yang dapat berfungsi menurunkan pertumbuhan fitopatogen. Secara langsung PGPR mampu memproduksi zat pengatur tumbuh dan meningkatkan pengambilan nutrisi oleh tumbuhan (Kloepper 1999). Menurut Klopper juga menjelaskan bahwa antagonisme antara rizobakteri dengan cendawan patogen dapat terjadi melalui mekanisme antibiosis, kompetisi, parasitisme/predatorisme, produksi enzim ekstraseluler, atau induksi resistensi. Pseudomonas fluorescens Pseudomonas fluorescens adalah bakteri gram negatif yang berbentuk bulat panjang atau batang, hampir semuanya motil dengan flagella monotrikus, politrikus dan lofotrikus (Buchanan & Gibbons 1974 dalam Dianawati 1996). Schaad (2001) menerangkan bahwa ciri genus Pseudomonas terdiri atas satu sel berbentuk batang dengan ukuran 0,5-1,0 x 1,5-4,0 µm dan merupakan bakteri gram negatif. Ciri khusus bakteri ini adalah kemampuan yang dimilikinya dalam

10 membebaskan pigmen yang berfluorescence Kuning sampai hijau dibawah sinar ultraviolet bila ditumbuhkan di media yang mengandung besi rendah seperti King s B (King et al. dalam Schaad 2001). Proses metabolisme bakteri ini sangat sederhana sehingga langsung menuju substrat yang dikeluarkan tanaman, sangat singkat dalam regenerasi dan mobilitasnya tinggi (Schippers et al. 1987). Bakteri genus ini telah digunakan sebagai agens pengendali penyakit antara lain Pseudomonas sp. PT3, Pseudomonas fluorescens ES32 (Rustam 2005) dan Pseudomonas fluorescens RH4003 (Nawangsih dkk 2005). Karakter morfologi koloni Pseudomonas fluorescens RH4003 pada media King s B agar adalah koloni berwarna putih, tumbuh dengan cepat, dan berfluorescensi dengan warna hijau kebiruan dibawah sinar ultraviolet (Aditya 2006). Bacillus spp. Secara umum genus Bacillus adalah bakteri berbentuk batang, bersifat aerobik dan membentuk endospora atau sel berbentuk spora. Endospora bakteri ini bersifat lebih resisten terhadap panas, kekeringan, desinfektan, bahan-bahan kimia dan bahan yang bersifat merusak lainnya. Endospora Bacillus berbentuk bundar, oval, silindris (Gordon 1989). Keunggulan Bacillus dibandingkan dengan bakteri lain adalah kemampuannya menghasilkan endospora yang tahan panas dan dingin, juga terhadap ph yang ekstrim, pestisida, pupuk dan waktu penyimpanan (Gordon 1989). Bacillus yang menjadi agens pengendali penyakit adalah Bacillus subtilis AB89 dan Bacillus cereus L32 (Nawangsih dkk 2005), B. pumilus SE34, Bacillus cereus UW85 (Osburn et al. 1995). Karakter morfologi Bacillus subtilis AB89 pada media TSA adalah berwarna putih, tekstur kering, pinggiran tidak rata, dan tumbuh lambat (Aditya 2006). Bakteri Rizosfer Potensi bakteri rizosfer Bakteri rizosfer memang berpotensi sebagai agens pengendalian hayati dengan cara antagonis terhadap penyakit tanaman yang menyerang. Mikroorganisme juga mengekresikan enzim hidrolase untuk merusak dinding sel

11 cendawan. Kitinase yang diproduksi dan laminarinase yang disintesis oleh bakteri yang berfungsi menghancurkan dan melisis miselia (Chompant et al. 2005). Rizosfer merupakan bagian tanah yang berada disekitar perakaran tanaman dan berperan sebagai pertahanan luar bagi tanaman terhadap serangan patogen akar. Berdasarkan bibiliografinya, rizosfer dicirikan dengan aktivitas biologinya yang paling tinggi pada tanah (Patkowska 2002). Rizosfer merupakan zona atau areal disekitar perakaran yang terpengaruh oleh substrat yang dikeluarkan akar, yang berpengaruh terhadap aktivitas mikroba. Mikroba yang mengkolonisasi rizoplen dan atau endofit diketahui sebagai pengkolonisasi akar. Di dalam rizosfer, sekresi senyawa organik yang dikeluarkan oleh tumbuhan dapat mengaktifkan populasi mikroba. Berbagai macam mikroorganisme yang terdapat di dalam rizosfer dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Secara umum jumlah bakteri lebih banyak dalam tanah dari pada jumlah cendawan, untuk itulah potensi bakteri yang bersifat antagonis terhadap cendawan patogen sangat besar (Patkowska 2002). Mekanisme antagonisme Mikroorganisme dalam tanah dilingkungan alami mengadakan interaksi dengan mikroorganisme lainnya untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Baker dan Cook (1974) membedakan interaksi antagonisme menjadi beberapa tipe yaitu hiperparasit, kompetisi, antibiosis, dan lisis. Kompetisi dapat terjadi dalam hal makanan, air, udara dan ruangan. Kompetisi akan terjadi jika lebih dari satu macam organisme memenuhi kebutuhannya dari satu sumber yang sama dan terbatas (Singh & Faul 1986). Sedangkan parasitisme merupakan simbiosis antagonistik antara satu organisme dengan organisme lainnya. Seperti yang terjadi pada parasitisme Trichoderma memasuki hifa R. solani atau S. rolfsii dengan menembus dindingnya, membuat lubang penetrasi pada hifa inang. Antagonisme merupakan kondisi suatu organisme mengeluarkan satu atau lebih metabolit yang berpengaruh negatif terhadap organisme lain (Jackson 1970). Mekanisme antibiosis inilah yang banyak di miliki oleh beberapa bakteri yang bersifat antagonis terhadap patogen penyebab penyakit pada tanaman.

12 Kriteria yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi efek antagonis suatu mikroorganisme terhadap patogen penyebab penyakit, antara lain (Johnson et al. 1960) : 1. Terbentuknya zona penghambatan antara pertemuan kedua koloni dalam suatu cawan petri prcobaan. Jika pertumbuhan kedua koloni tersebut terhenti. Hal ini menunjukkan penghambatan pertumbuhan yang mutualistik. 2. Setelah kedua koloni bertemu dalam suat cawan petri percobaan, hifa patogen mengalami penghancuran, sedangkan antagonis terus tumbuh ke atas koloni patogen. 3. Terjadinya parasitisisme yang sebenarnya oleh hifa antagonis terhadap hifa patogen. 4. Terdapat perbedaan luas pertumbuhan koloni patogen.