BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dengan baik agar dapat menjadi sumber penghidupan bagi manusia

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang diunggulkan sebagai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BIRO HUKUM DAN HUMAS KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ervianto (2005), suatu proyek konstruksi merupakan suatu

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

Seminar Nasional. Basri. Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau ABSTRAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG IJIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KABUPATEN CILACAP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

BUPATI MADIUN PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN LINGKUNGAN KAWASAN

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19

-1- BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 45 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 3

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

-1- BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA KEGIATAN USAHA

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN, PENGENDALIAN LINGKUNGAN DAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DAN RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kawasan budidaya dan kawasan non budidaya. Pantai non budidaya dapat

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 810 TAHUN : 2011

Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI LANDAK BUPATI LANDAK,

PROFIL BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (BPLH)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 8 TAHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMBINAAN TEKNIS PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DAN UDARA BAGI INDUSTRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 45 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 45 TAHUN 2005 T E N T A N G

Bab II Perencanaan Kinerja

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

SALINA BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

I. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

I Gede Budiarta Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja-Bali

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAMPIRAN Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 122 Tahun 2005

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DAN RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Persoalan lingkungan hidup disebabkan berbagai hal, salah satunya pertumbuhan penduduk.

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kondisi lingkungan hidup sudah mulai memprihatinkan serta kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepetingan untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Berbagai regulasi terkait perlindungan lingkungan hidup mulai di bua, tak terkecuali di Negara Indonesia. Di Indonesia, pemerintah telah membuat beberapa peraturan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Peraturan yang terbaru mengenai lingkungan yakni Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan. Di dalam peraturan tersebut menjelaskan bahwa usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pemrakarsa wajib memiliki izin lingkungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Izin lingkungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH) antara lain: pembuangan air limbah ke air atau sumber air, pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke penyimpanan sementara limbah B3, pengumpulan limbah B3, pemanfaatan limbah B3, pengolahan limbah B3, penimbunan limbah B3, pembuangan air limbah ke laut, dumpig ke media lingkungan, pembuangan air 1

2 limbah dengan cara reinjeksi dan emisi, dan/atau pengintroduksian organisme hasil rekayasa genetika ke lingkungan. Regulasi lain yang dibuat pemerintah Indonesia terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH) yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Sedangkan Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain. Adapun sasaran dari pengelolaan lingkungan hidup yaitu; tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup, terwujudnya menusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup, terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan, tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup, terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana, serta terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah Negara yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup.

3 Melalui peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia ini pula diharapkan lingkungan hidup akan tetap terjaga serta memberikan dampak positif bagi kelangsungan hidup manusia. Salah satu dampak positif dari terciptanya alam atau lingkungan yang lestari yakni tereksplornya potensi alam sebagai daerah wisata. Jawa Barat terkenal sebagai daerah dengan potensi pariwisata alamnya yang beragam. Mulai dari pegunungan sampai dengan pantai. Banyak sekali tempat wisata yang dapat dikunjungi di berbagai penjuru di provinsi ini. Selain pegunungan destinasi favorit sebagai tujuan wisata adalah pantai. Jawa barat menyimpan banyak sekali kekayaan alam berupa pantai salah satu wisata unggulannya yaitu Pantai Pangandaran. Pantai Pangandaran terletak di wilayah selatan Jawa Barat yang menjadi salah satu obyek wisata unggulan di daerah tersebut. Selain menikmati pemandangan pantai yang begitu indah, pasir putih terhampar luas, pantai ini juga dijadikan cagar alam yang kaya akan flora dan fauna. Sebagai objek pariwisata, berbagai fasititas pun turut dibangun untuk menunjang kenyamanan pengunjung, seperti penginapan, hotel, restoran dan lain-lain. Peningkatan jumlah fasilitas wisata tersebut tentu tidak selalu membuahkan dampak positif, berbagai dampak negatif pun bermunculan seiring dengan pertumbuhan pembangunan yang pesat. Pertumbuhan pembangunan yang pesat ini memicu banyaknya masyarakat pendatang yang kemudian menetap di Pangandaran menyebabkan kepadatan penduduk di Pangandaran juga semakin meningkat. Berdasarkan perkembangan penduduk yang semakin meningkat, pencemaran lingkungan menjadi salah satu

4 permasalahan yang banyak ditemui pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Menyadari tentang dampak yang mungkin dapat timbul, pemerintah Kabupaten Pangandaran membentuk suatu badan khusus melalui Peraturan Bupati Pangandaran Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Unsur Organisasi Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) yang sekarang telah berganti nama menjadi Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Pangandaran. Adapun peraturan daerah yang mengatur hal tersebut adalah Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dimana Peraturan Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan melindungi wilayah Kabupaten Pangandaran dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Akan tetapi dalam implementasinya Peraturan Daerah belum mendapatkan hasil yang maksimal. Terbukti dengan masih ditemukannya pencemaran lingkungan dalam hal ini pencemaran air laut yang sebagian besar disebabkan oleh limbah domesik yang berasal dari sisa-sisa pembuangan perhotelan, rumah tangga dan restoran. Tercemarnya air laut oleh limbah domestik ini tentu menjadi permasalahan lingkungan yang serius mengingat visi pariwisata Pangandaran yakni untuk menjadikan pantai Pangandaran sebagai tujuan wisata internasional. Kenyamanan pariwisata merupakan modal utama untuk meningkatkan pariwisata di Pangandaran yang didukung dengan pengembangan fasilitas dan sarana pariwisata yang bebas dari limbah dan pencemaran lingkungan.

5 Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Kabupaten Pangandaran terdapat beberapa permasalahan, diantaranya yaitu : 1. Minimnya sumber daya peralatan untuk pengelolaan limbah. Dan banyak sekali sarana wisata dibangun seperti hotel dan restoran serta unit usaha lain yang berkembang pesat di sekitar objek wisata pantai Pangandaran yang belum memiliki izin lingkungan. Selain itu sistem pembuangan limbah yang dilakukan pihak pengelola hotel dan restoran serta unit usaha lain yang masih buruk yakni membuang limbahnya langsung ke pantai, mengakibatkan pencemaran air laut. Peningkatan jumlah pembangunan sarana perhotelan atau penginapan sebagai sarana penunjang pariwisata ini pun tidak dibarengi dengan pembangunan sarana pembuangan limbah seperti instalasi pembuangan air limbah atau disingkat IPAL. Bedasarkan data yang diperoleh dari sub Bidang Pengkajian AMDAL dan Teknologi Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kab. Pangandaran terkait jenis usaha yang membuat dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat UKL-UPL dan izin lingkungan. Berikut adalah jumlah kegiatan usaha yang membuat dokumen UKL-UPL dan izin Lingkungan tahun 2016 :

6 Tabel 1.1 Daftar Kegiatan Usaha yang Membuat Dokumen UKL-UPL dan Izin Lingkungan No Jenis Kegiatan Usaha Jumlah 2015 2016 1 Hotel 311 244 251 2 Pondok wisata 202 120 123 3 Bungalau 4 4 4 4 Losmen 9 7 7 5 Villa 21 16 20 6 Kafe & resto 183 142 143 7 Pelabuhan 1 1 1 8 Klinik 1 1 1 9 SPBU 2 1 1 10 Kawasan Pariwisata terpadu 1 1 1 11 Pasar 1 1 1 12 RSUD Pangandaran 1 1 1 13 Riset Kelautan 1 1 1 Sumber : Data Bidang Pengkajian AMDAL dan Teknologi Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kesehatan Kab. Pangandaran.Data tela diolah peneliti. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Pangandaran Bidang Pengkajian AMDAL dan Teknologi Lingkungan dapat dilihat sarana penginapan atau perhotelan di kawasan wisata pantai Pangandaran sangat banyak tiap tahunnya selalu

7 meningkat, tetapi peningkatan ini tidak diikuti dengan pembuatan surat izin lingkungan oleh tiap-tiap pelaku usaha termasuk para pengelola hotel. Tidak hanya perhotelan namun bangunan atau sarana penginapan lain pun sama seperti halnya pondok wisata, bungalau dan losmen. Selain banyaknya hotel yang tidak memiliki izin lingkungan, limbah hasil pembuangan perhotelan dan restoran yang dibuang langsung ke pantai itu pun tidak memenuhi baku mutu lingkungan sehingga mencemari air laut. Pencemaran air laut akibat limbah domestik seperti limbah perhotelan dan restoran ini terjadi pada hampir semua titik di pantai Pangandaran. 2. Permasalahan selanjutnya adalah komunikasi, kaitannya dengan limbah perhotelan yang berada di kawasan objek wisata Pantai Pangandaran pemerintah daerah dalam hal ini yaitu Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Pangandaran telah mengeluarkan surat edaran kepada pihak pengelola hotel serta Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Pangandaran. Dikatakan kepala DLHK Kabupaten Pangandaran Surya Darma, mewajibkan bagi seluruh unit kegiatan atau usaha untuk membuat dokumen lingkungan, serta tidak pembuangan limbah, baik limbah industri maupun limbah dari perhotelan dan restoran yang selama ini masih membuang ke pantai. Pantauan di lapangan, sedikitnya ada tiga titik parit yang dipenuhi limbah dari buangan hotel dan restoran. Salah satunya tepat di depan sebuah hotel dan yang paling parah, limbah hasil pembuangan perhotelan dan restoran juga terlihat di depan kantor Balawisata. Limbah tersebut meluber menjadi genangan air seperti danau kecil dengan

8 mengeluarkan aroma tak sedap. Kondisi seperti ini sangat disayangkan, mengingat masalah limbah dan pencemaran lingkungan ini menjadi pemikiran dan tanggung jawab semua pihak. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan dan menjaga kualitas lingkungan menjadi pelengkap dari permasalahan pencemaran pantai Pangandaran. Hal ini dikatakan Dodo Taryana, Ketua Balawisata Kabupaten Pangandaran bahwa tidak hanya hotel dan restoran rata-rata masyarakat pun ikut membuang limbahnya ke parit, tidak langsung ke laut, namun parit tersebut tetap saja akhirnya bermuara ke laut. Selain rendahnya kesadaran masyarakat setempat tentang pentingnya menjaga lingkungan khususnya kebersihan pantai, penerapan sanksi yang belum tegas terhadap pelaku pelanggaran kebijakan juga menjadi faktor utama yang mesti diperhatikan pemerintah. Alasan peneliti memilih penelitian tentang Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Pangandaran dengan menggunakan metode penelitian kualitatif adalah: 1. Implementasi kebijakan merupakan salah satu bagian dari kebijakan publik yang sangat penting untuk dilaksanakan dan menjadi tolak ukur berhasil atau tidaknya suatu kebijakan. Implementasi kebijakan merupakan regulasi pemerintah yang wajib di laksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. 2. Menjaga kelestarian lingkungan hidup merupakan hal pokok demi kesejahteraan keberlangsungan kehidupan semua mahluk. Termasuk menjaga

9 lingkungan daerah pantai dari berbagai ancaman yang dapat mencemari air laut. Diantaranya dari limbah baik padat maupun cair. 3. Pemerintah Pangandaran memiliki visi pariwisata yaitu menjadikan pantai Pangandaran sebagai destinasi wisata internasional. 4. Permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti merupakan masalah yang bersifat sosial dan dinamis. Oleh karena itu, peneliti memilih menggunakan metode penelitian kualitatif untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data hasil penelitian tersebut. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup masih belum berjalan secara maksimal sesuai dengan apa yang diharapkan, masih terdapat masalah-masalah seperti yang telah diutarakan diatas. Misalnya tentang limbah perhotelan yang masih dibuang ke pantai sehingga kualitas air telah tercemar, kesadaran masyarakat akan pencemaran akibat pembuangan air limbah domestik yang masih kurang, dan banyaknya unit usaha yang tidak memiliki atau membuat surat izin lingkungan. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas oleh peneliti dan alasan-alasan yang telah diungkapkan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN PANGANDARAN (Studi Kasus pada Pantai Pangandaran).

10 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah adalah sebagai berikut: 1. Pencemaran lingkungan hidup khususnya permasalahan air limbah domestik di Kawasan Objek Wisata Pantai Pangandaran. 2. Limbah hotel yang tidak memenuhi baku mutu sehingga menyebabkan tercemarnya pantai di Kabupaten Pangandaran. 3. Banyaknya pemilik hotel yang belum membuat surat izin lingkungan. 4. Kurangnya tindakan tegas bagi para pemilik usaha resto dan hotel yang belum memiliki surat izin lingkungan. C. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang menjadi fokus penelitian di atas, masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Pangandaran? 2. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Pangandaran? 3. Bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi hambatan implementasi Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Pangandaran?

11 D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Pangandaran. 2. Untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Pangandaran. 3. Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam mengatasi hambatan implementasi Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Pangandaran. E. Kegunaan Penelitian Penelitian mengenai pengendalian pencemaran dan pemantauan kualitas lingkungan dari limbah domestik ini diharapkan memberikan gambaran yang jelas dan bermanfaat bila dilihat dari teoritis maupun praktis, yakni: 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pengembangan Ilmu Administrasi Negara khususnya mengenai kebijakan publik, serta

12 dapat menjadi salah satu bahan referensi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian. 2. Kegunaan Praktis a. Bagi Peneliti Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik. Penelitian ini juga sebagai salah satu sarana bagi peneliti untuk dapat mengaplikasikan teori yang telah didapat untuk diaplikasikan dalam keadaan sesungguhnya. b. Bagi Pemerintah Daerah Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan informasi, masukan, pertimbangan, serta sebagai salah satu bahan evaluasi kebijakan pengendalian pencemaran air oleh limbah domestik. c. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sarana bagi masyarakat untuk menambah informasi serta wawasan mengenai kebijakan pengendalian pencemaran air oleh limbah domestik sehingga dapat memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam upaya yang dilakukan oleh pemerintah. F. Kerangka Pemikiran Air merupakan unsur yang sangat penting karena sangat diperlukan oleh mahluk hidup. Kualitas air yang terganggu dapat dilihat atau ditandai dengan

13 adanya zat polutan atau pencemar. Zat pencemar yang berada di air dapat berasal dari senyawa kimia dari limbah pabrik yang dibuang ke laut, detergen, plastik, sisa-sisa makanan restoran, perhotelan, dan sebagainya dari limbah rumah tangga, atau limbah domestik. Hal ini bisa menimbulkan kerusakan lingkungan dan pencemaran jika terus menerus dibuang ke laut. Maka dari itu perlu adanya kebijakan atau peraturan yang berguna untuk menghindari pencemaran tersebut. Kebijakan yang dijadikan pedoman dalam pengendalian pencemaran menggunakan kebijakan yaitu Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan menggunakan peraturan daerah yaitu Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Salah satu upaya untuk mengurangi pencemaran air oleh limbah domestik di kawasan pantai Pangandaran, maka perlu adanya implementasi kebijakan/ peraturan yang mengatur. Dalam implementasi kebijakan pengendalian pencemaran perlu memperhatikan indikator-indikator sesuai model kebijakan. Edward mengajukan empat faktor yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Faktor-faktor yang mempengauhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu faktor komunikasi (communication), sumber daya (resources), disposisi (disposition), dan struktur birokrasi (bureaucratic structure) (Edward dalam Widodo, 2007: 96-110). 1. Komunikasi, Menurut Edward III dalam Widodo (2017:97) komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan. Informasi mengenai kebijakan publik menurut Edward III

14 dalam Widodo (2017:97) perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan. 2. Sumber daya, Edward III dalam Widodo (2017:98) mengemukakan bahwa faktor sumber daya mempunyai peran penting dalam implementasi kebijakan. Menurut Edward III dalam Widodo (2007:98) bahwa sumber daya tersebut meliputi: Sumber Daya Manusia, Sumber Data Anggaran, dan Sumber Daya Peralatan Sumber Daya Informasi dan kewenangan (Information and Authority), 3. Disposisi, pengertian disposisi menurut Edward III dalam Widodo (2017:104) dikatakan sebagai kemauan, keinginan, kecenderungan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguhsungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan. 4. Struktur Birokrasi, Edward III dalam Widodo (2017: 106) menyatakan bahwa implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif karena ketidakefisienan struktur birokrasi. Struktur birokrasi ini menurut Edward III dalam Widodo (2017:106) mencakup aspek-aspek seperti struktur birokrasi, pembagian kewenangan hubungan antar unit-unit organisasi dan sebagainya. Peneliti mengacu pada model implementasi Edward III karena sangat berkaitan dengan apa yang diteliti dan dapat dianalisis sesuai dengan hasil

15 penelitian. Dari hasil analisis indikator-indikator tersebut maka akan menghasilkan masukan bagi proses implementasi dari kebijakan tersebut. Gambar 1.1 Skema Kerangka Pemikiran Wisata pantai Pangandaran tercemar akibat limbah air domestik. Kebijakan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Sumber daya Komunikasi Implementasi Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Disposisi Struktur birokrasi Terlaksananya proses Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kab. Pangandaran G. Hipotesis Kerja Implementasi Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Pangandaran akan terlaksana dengan baik jika memenuhi kriteria tentang Sumber daya, Komunikasi, Disposisi serta Struktur Birokrasi sesuai dengan Implementasi Kebijakan Edward III.