BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1

dokumen-dokumen yang mirip
Modul E-Learning 1. Modul bagian pertama yaitu Pengenalan Pencucian Uang bertujuan untuk menjelaskan:

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

I. UMUM. Perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain meliputi:

2 lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor sebagai Pihak Pelapor; dan 2. menyatakan advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan

BAB I PENDAHULUAN. perorangan saja, akan tetapi juga bisa terdapat pada instansi-instansi swasta dan

GUBERNUR BANK INDONESIA,

UPAYA INDONESIA UNTUK KELUAR DARI DAFTAR NCCTs: KERJA KERAS YANG BERKELANJUTAN Oleh : Dr. Yunus Husein 1

UPAYA INDONESIA UNTUK KELUAR DARI DAFTAR NCCTs: KERJA KERAS YANG BERKELANJUTAN


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan di bidang komunikasi dan informasi dalan era globalisasi ini telah

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SULAIMAN BAKRI / D ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pencucian uang pada awalnya diatur dalam Undang-Undang. Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. istilah pencucian uang. Sutan Remi Sjahdeini menggaris bawahi, dewasa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003

Perpustakaan LAFAI

V PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK)

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IMPLEMENTASI REKOMENDASI FINANCIAL ACTION TASK FORCE (FATF) TERHADAP KEJAHATAN PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan

MENGENALI PROSES PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DARI HASIL TINDAK PIDANA. Oleh: Muhammad Fuat Widyaiswara Utama pada Pusat

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingannya di dalam masyarakat, sengketa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peranan Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan (PPATK) Dalam Pemberantasan Money Laundry. Amir Ilyas

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

KETENTUAN RAHASIA BANK DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG: SUATU ANALISIS YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, dimana tujuan dari pembangunan nasional itu sendiri

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2...

REZIM ANTI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) Jawablah pertanyaan dibawah ini!

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang kemudian

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Money Laundering)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQS)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ANDRI HELMI M, SE., MM HUKUM BISNIS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

BAB 7 PENUTUP. Universitas Indonesia 112

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAGI PIHAK PELAPOR DAN PIHAK LAINNYA. Bagian Kedua, Pengenalan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa

PENANGANAN KEJAHATAN ALIRAN DANA PERBANKAN, KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG. Oleh : Yenti Garnasih

Lampiran Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: 2/4/KEP.PPATK/2003

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Oleh : Putu Kartika Sastra Gde Made Swardhana Ida Bagus Surya Darmajaya. Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ANTISIPASI YURIDIS MENJERAT PELAKU TINDAK PIDANA MONEY LAUNDERING (PENCUCIAN UANG) SRI RAHAYU PURWANI DJATI, SH Dosen Fakultas Hukum UNISRI

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Undang Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tanggal 17 April ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi yang diikuti dengan Tindak pidana pencucian uang

TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP UPAYA INDONESIA AGAR TETAP BERADA DI LUAR DAFTAR NON-COOPERATIVE COUNTRIES AND TERRITORIES (NCCTs) TESIS

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum Wr.Wb.

PENCUCIAN UANG DALAM KEGIATAN PERBANKAN 1 Oleh : Sarah D. L. Roeroe 2

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

BAB I PENDAHULUAN. money laundering merupakan istilah yang sering didengar dari berbagai media

Peranan hasil..., Ni Komang Wiska Ati Sukariyani, FH UI, 2010.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1 / 9 /PBI/1999 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN NON BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG (ANTI MONEY LAUNDERING / "AML") FXPRIMUS


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

CAKRAWALA HUKUM Perjalanan Panjang Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Oleh : Redaksi

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Dalam penerapan program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN

PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN NON BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Huruf a Cukup jelas.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah money laundering atau pencucian uang telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat. Pada saat itu organisasi kejahatan mafia membeli perusahaan-perusahaan pencucian pakaian sebagai tempat pencucian uang yang dihasilkan dari bisnis ilegalnya (perjudian, pelacuran, dan minum-minuman keras). Kemudiaan istilah ini popular pada tahun 1984 tatkala Interpol mengusut pemutihan uang mafia Amerika Serikat yang terkenal dengan pizza connection. Kasus ini menyangkut dana sekitar US $ 600 juta yang ditranfer ke sejumlah bank di swiss dan Italia. Cara pencucian uang dilakukan dengan menggunakan restoranrestoran pizza yang berada di Amerika Serikat sebagai usaha untuk mengelabui sumber-sumber dana tersebut (Husein, 2007). Pencucian uang merupakan bentuk kejahatan yang sangat kompleks dan rumit hal ini menyebabkan kejahatan pencucian uang menjadi sulit untuk dilacak keberadaannya sehingga membutuhkan pendekatan dengan mentrasir proses penyembunyian asal-usul dana hasil kejahatan (Siahaan, 2005:7). Pola kegiatan pencucian uang meliputi arus peredaran uang yang berawal dari hulu hingga hilir melalui berbagai macam kegiatan yang bertujuan untuk mengaburkan asal-usul uang tersebut sehingga nampak berasal dari sumber yang sah (Muller dkk, 2007:3). Oleh karena itu guna memetakan kejahatan pencucian uang maka terdapat tiga kegiatan dalam proses pencucian uang. Menempatkan uang hasil kejahatan ke dalam sistem keuangan, melapisi uang tersebut dengan berbagai transaksi keuangan dan menyatukannya kembali kepada pelaku utama kejahatan asal (Reuter dan Truman, 2004). Ketiga kegiatan ini dikenal dengan istilah placement, layering dan integration. Kemajuan teknologi dan globalisasi memiliki andil besar dalam perkembangan kejahatan pencucian uang terutama dengan semakin canggihnya sistem keuangan yang ada. Sistem keuangan merupakan sarana utama kegiatan pencucian uang terutama yang berasal dari lembaga perbankan (Grosse, 2001; Universitas Indonesia 1

Alldrige, 2003; Stessen, 2003; Reuter dan Truman, 2004). Hal tersebut sejalan dengan upaya berbagai lembaga keuangan baik yang berasal dari lembaga keuangan formal dan non-formal seperti profesi atau penyedia barang dan jasa yang dituntut untuk terus melakukan aktualisasi mekanisme dan istrumen keuangan (Husein, 2002). Dengan terintegrasinya sistem keuangan yang memiliki oleh suatu negara ke dalam sistem keuangan global, maka tidak tertutup kemungkinan masuknya dana-dana ilegal yang berasal dari pencucian uang. Kejahatan ini menimbulkan dampak yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian dan kehidupan sosial suatu negara, bahkan merusak tatanan ekonomi dunia (Stessen, 2003). Kegiatan uang yang terjadi di suatu negara secara makro dapat mempersulit pengendalian moneter dan mengurangi pendapatan negara sedangkan secara mikro akan menimbulkan high cost economy dan menganggu sistem persaingan usaha yang sehat (PPTAK, 2007). Menurut Guy Stessen (2003:84-87) terdapat tiga alasan mengapa pencucian uang menjadi bentuk kejahatan yang harus diperangi dan dinyatakan sebagai tindak pidana. Pertama, pencucian uang memberi dampak negatif pada sistem keuangan dan ekonomi yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian dunia. Kedua, atas dampaknya yang begitu besar bagi perekonomian dunia maka penetapan pencucian uang sebagai tindak pidana merupakan usaha untuk menghentikan aliran dana hasil kejahatan asal. Hal ini akan memudahkan bagi aparat penegak hukum untuk menyita hasil tindak pidana yang seringkali sulit terjamah hukum (BPKP, 2007). Dengan demikian orientasi pemberantasan pencucian uang beralih dari menindak pelakunya ke arah menyita hasil tindak pidana. Melakukan kriminalisasi terhadap pencucian uang dapat menjadi landasan bagi aparat penegak hukum untuk memidanakan pihak ketiga yang dinilai menghambat upaya penegakan hukum. Ketiga, dengan dinyatakannya pencucian uang sebagai tindak pidana maka melahirkan sistem pelaporan transaksi dalam jumlah tertentu yang menghasilkan berbagai transaksi mencurigakan. Tujuannya agar aparat penegak hukum mampu menyelidiki kasus pidana sampai menjurus kepada tokoh-tokoh intelektual di belakangnya (Nasution, 2004). Inilah upaya-upaya yang dilakukan guna Universitas Indonesia 2

meminimalisir daya cengkram kegiatan pencucian uang guna memutus jaringan arus lalu lintas dana dan aset dengan jumlah yang sangat besar. Upaya untuk melawan kejahatan pencucian uang pada tingkat internasional dilakukan oleh negara-negara anggota OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dengan membentuk satuan tugas yang disebut Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) pada tahun 1989. FATF merupakan lembaga yang paling berkuasa dan paling berpengaruh di dunia, karena memiliki daya untuk menekan negara-negara manapun di dunia yang tidak memiliki anti-money laundering regime yang memenuhi standar-standar internasional. FATF merupakan pengambil prakarsa utama untuk mengidentifikasikan negara-negara dan wilayah mana yang tidak kooperatif dalam memeranggi money laundering. Saat ini FATF beranggotakan 31 negara dan 2 organisasi regional. Sejauh ini FATF telah mengeluarkan 40 rekomendasi pencegahan dan pemberantasan pencucian uang serta 9 rekomendasi khusus untuk memberantas terorisme. Empat puluh rekomendasi tersebut mencakup 4 bidang yaitu legal sistem, financial and non-financial businesses measure, Institutional measure, and International cooperation (Soewarsono, 2006). Untuk mengevaluasi tingkat kepatuhan suatu negara terhadap rekomendasi yang dikeluarkannya, maka FATF mengeluarkan NCCTs (Non Cooperative Countries and Territories) dengan maksud utama dari hal ini adalah mengembangkan suatu proses untuk mengetahui kelemahankelemahan dalam anti-money laundering sistem yang dapat menjadi penghalang bagi kerja sama internasional di wilayah yang bersangkutan. Tujuan dikeluarkannya NCCTs adalah untuk menguranggi kerentanan sistem keuangan terhadap pencucian uang dengan memastikan bahwa semua pusat keuangan mengadopsi dan melaksanakan tindakan-tindakan untuk melakukan pencegahan, pendeteksian dan pemidanaan pencucian uang yang sesuai dengan standar-standar yang diakui secara internasional. Negara yang termasuk dalam daftar ini diminta segera melakukan tindakan untuk memperbaiki kekurangan dalam rezim anti money launderingnya. Setiap transaksi atau hubungan dengan perorangan, badan usaha yang berasal dari negara yang berada pada NCCTs List akan diberikan perhatian khusus karena dianggap berasal dari high risk country. Universitas Indonesia 3

Pada saat itu terdapat 17 Negara yang dimasukkan kedalam daftar NCCTs diantaranya Nauru dan Indonesia. Berdasarkan catatan dari Departement of the Treasury Departmental Offices, Designation of Nauruand Ukraina as Primary Money Laundering Concern, pada bulan Juni 2000 FATF telah memasukkan Nauru ke dalam daftar NCCTs. Alasannya adalah karena Nauru memiliki suatu inadequate anti money laundering regime apabila dilihat dari kacamata standarstandar internasional. Menurut FATF Nauru memiliki kelemahan diantaranya belum melakukan kriminalisasi terhadap pencucian uang, bank tidak diharuskan melakukan identifikasi nasabah, memiliki ketentuan rahasia bank yang sangat ketat. Pada tanggal 28 Agustus 2001, Nauru mengundangkan Anti Money Laundering Act of 2001. Namun pada tanggal 25 September 2001 FATF mengindikasikan bahwa Anti Money Laundering Act tersebut tidak konsisten dengan standar-standar internasional, yaitu undang-undang tersebut tidak diberlakukan bagi lembaga keuangan dalam hal ini adalah bank. Dalam rapat pleno FATF tahun 2000, Indonesia ditetapkan untuk dimasukkannya ke dalam NCCTs. Pada mulanya disebutkan bahwa Indonesia diantara beberapa wilayah hukum lainnya mungkin telah memenuhi beberapa kriteria yang telah ditetapkan oleh FATF. FATF bermaksud untuk benar-benar memastikan apakah Indonesia memang telah memenuhi kriteria tersebut. Sehubungan dengan itu maka dilakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan dan terhadap praktik-praktik pencucian uang di Indonesia. FATF telah mengkaji peraturan perundang-undangan Indonesia dan mengumpulkan informasi yang diperlukan. Undang-undang yang telah dikaji adalah (Sjahdeini, 2007, hal. 106): 1. Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan 2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 3. Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia 4. Peraturan dan Pedoman Bank Indonesia untuk pelaksanaan Undnag- Undang Perubahan No.10 Tahun 1998 5. Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 6. Peraturan Pelaksanaan Usaha Asuransi No.73 Tahun 1992 7. Undang-Undang No.24 Tahun 1999 tentang Arus Valuta Asing dan Sistem Nilai Tukar 8. Peraturan Prosedur Audit di Sektor Pasar Modal No. 46 Tahun 1995 9. Undang-Undang No.9 Tahun 1976 tentang Narkotika Universitas Indonesia 4

10. Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN. 11. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 12. Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM 13. Rancangan Undang-Undang tentang Kepailitan 14. Rancangan Undang-Undang tentang HAM 15. Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang 16. Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hasil pengkajian terhadap Indonesia diperoleh kesimpulan bahwa Indonesia dinilai memenuhi (fully met) 9 (sembilan) kriteria dan sebagian memenuhi (partially met) untuk 4 (empat) kriteria, artinya bahwa masih banyaknya celah pada pengaturan sektor industri keuangan (Loopholes in financial regulations) dan belum adanya sarana yang memadai dalam mencegah dan memberantas kejahatan pencucian uang (Sjahdeini, 2007:106). Kondisi inilah yang membuat Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah-langkah strategis yaitu diantaranya menyusun Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendirian PPATK sebagai institusi dengan tugas pokok melakukan koordinasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Langkah-langkah tersebut selanjutnya diikuti dengan berbagai kebijakan yang meliputi penguatan kerangka hukum (legal framework), peningkatan pengawasan di sektor keuangan khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang tindak pidana pencucian uang, operasionalisasi PPATK sebagai financial intelligence unit, penguatan kerjasama antar lembaga domestik dan internasional, serta penegakan hukum. Meskipun berbagai upaya di atas telah dilakukan oleh Pemerintah RI dalam mengatasi berbagai kelemahan yang disorot oleh FATF, namun hal tersebut belum menjadikan Indonesia keluar dari daftar NCCTs hingga akhir tahun 2004. Bahkan menjelang sidang pleno FATF bulan Oktober 2003, nuansa untuk mengenakan sanksi tambahan kepada Indonesia dalam bentuk countermeasures sangat kental, apabila amandemen undang-undang pencucian uang belum dilaksanakan. Dengan diamandemen undang-undang tindak pidana pencucian uang pada bulan Oktober 2003 maka sanksi tambahan tersebut dapat dihindarkan Universitas Indonesia 5

meskipun posisi Indonesia masih tetap dalam daftar NCCTs. Dengan mempertimbangkan kemajuan yang dicapai oleh Indonesia, melalui surat tanggal 3 Oktober 2003 FATF meminta Indonesia untuk menyampaikan Implementation Plan. Untuk memenuhi persyaratan dari FATF tersebut, pemerintah RI telah menyampaikan Implementation Plan, yang antara lain berisi rencana tindak dari seluruh instansi terkait dalam rangka penanganan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, FATF meminta pemerintah Indonesia untuk lebih memperhatikan 3 (tiga) hal sebagai berikut (Sjahdeini, 2007:188) : 1. Penerapan bantuan hukum timbal balik sebagaimana daiatur dalam Pasal 44 dan Pasal 44 A UU No. 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003. 2. Penerapan Anti Money Laundering Compliance Audit Program, khususnya pemeriksaan terhadap Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk menyakinkan ketaatan PJK dalam melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan. 3. Keberhasilan dalam melakukan penuntutan kasus pencucian uang terutama untuk membuktikan bahwa unsur menyembunyikan dan menyamarkan harta kekayaan hasil tindak pidana pencucian uang. Pada tanggal 11 Februari 2005 akhirnya FATF memutuskan untuk mengeluarkan Indonesia dari daftar NCCTs. Sesuai dengan kebijakan FATF yang berlaku dalam proses pencabutan suatu negara dari daftar NCCTs (delisting procedure), FATF akan melakukan pemantauan (monitoring) yang pelaksanaannya akan dikoordinasikan dengan Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG) sebagai FATF-style regional body. Dalam fase monitoring ini, Indonesia diwajibkan menyampaikan laporan perkembangan penerapan rezim anti pencucian uang secara regular. Disamping itu, dalam fase monitoring ini juga akan dilakukan pertemuan bilateral dengan Tim Review FATF. 1.2. Permasalahan Keluarnya Indonesia dari NCCT list tidak hanya melegakan bagi kita namun juga menimbulkan tantangan dan konsekuensi lebih lanjut dimana apabila kita tidak terus jaga dan tingkatkan akan menjadi titik lemah bagi Indonesia dalam penanganan kebijakan pencegahan dan penanggulangan kejahatan pencucian uang. Kerjasama yang sangat baik diantara instansi terkait dan dukungan penuh dari Universitas Indonesia 6

seluruh komponen masyarakat Indonesia sangat diperlukan dalam masa monitoring yang ditetapkan oleh FATF guna menghindari masuknya kembali Indonesia ke dalam daftar NCCTs. Pencapaian ini pada akhirnya diharapkan dapat berdampak positif bagi perkembangan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Beberapa langkah penting yang harus segera dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam masa monitoring tersebut antara lain : Pertama, otoritas pengawas industri jasa keuangan bersama-sama dengan PPATK untuk tetap terus melakukan sosialisasi dan langkah-langkah persuasif lainnya termasuk dilaksanakannya audit kepatuhan guna meningkatkan peran serta penyedia jasa keuangan dalam memenuhi kewajiban pelaporannya. Kedua, melanjutkan sosialisasi kepada masyarakat tentang prinsip know your coustemer dan undangundang tindak pidana pencucian uang. Ketiga, otoritas pengawas lembaga keuangan maupun aparat penegak hukum dan PPATK untuk terus melakukan upaya peningkatan kapasitas guna mengantisipasi perkembangan kejahatan pencucian uang. Keempat, merealisasikan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menyediakan anggaran dan sumber daya manusia yang memadai untuk seluruh instansi yang terkait dengan pelaksanaan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Atas dasar berbagai hal tersebut, maka penelitian ini berusaha memfokuskan pada tinjauan kriminologi terhadap aspek penguatan kebijakan dan aspek kerjasama internasional sebagai upaya Indonesia agar tetap berada diluar daftar Non-Cooperative Countries and Territories (NCCTs). Hal ini mencakup implementasi kebijakan pencucian uang yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam memenuhi dan melaksanakan rekomendasi dari FATF sebagai standar internasional. 1.3. Pertanyaan Penelitian Bagaimana tinjauan kriminologi terhadap aspek penguatan kebijakan dan aspek kerjasama internasional sebagai upaya Indonesia agar tetap berada diluar daftar Non-Cooperative Countries and Territories (NCCTs)? Universitas Indonesia 7

1.4. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui dan menganalisa aspek penguatan kebijakan dan aspek kerjasama internasional sebagai upaya Indonesia agar tetap berada diluar daftar NCCTs serta implementasi dari kebijakan pencucian uang di Indonesia. 1.5. Signifikansi Penelitian a. Akademis Manfaat dari penelitian ini secara akademis adalah untuk menambah wawasan, memeperluas wacana dalam bidang kriminologi yaitu perubahan cara pandang terhadap kejahatan pencucian uang yang menghasilkan perkembangan baru dalam kajian kriminologi, dengan ditemukenalinya bentuk kejahatan yang mampu memanipulasi atau mengubah hasil kejahatan menjadi hasil yang sah dan perubahan cara penangganan terhadap kejahatan pencucian uang. Penelitian ini juga memiliki manfaat untuk mengetahui gambaran mengenai proses globalisasi yang telah menghilangkan kesempatan baru bagi korporasi transnasional dan organized crime ketika ikatan teritori suatu negara dan sistem peradilan pidananya tidak cocok dengan keadaan tersebut. Manfaat diatas oleh peneliti nantinya akan dikaitkan dengan upaya Indonesia agar tetap berada diluar daftar Non-Cooperative Countries and Territories (NCCTs). b. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan bahan masukan serta pertimbangan bagi para praktisi penegak hukum, PPATK, pemerintah Indonesia agar melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dengan sepenuh hati. Universitas Indonesia 8

1.6. Sistematika Penulisan Bab 1 Bab 2 Bab 3 Bab 4 Bab 5 Bab 6 PENDAHULUAN Merupakan pendahuluan yang menguraikan secara garis besar terjadinya money laundering di Indonesia sebagai latar belakang permasalahan, selain itu juga menetapkan perumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, signifikasi penelitian, dan sistematika penelitian. KERANGKA PEMIKIRAN Pada bab ini akan menguraikan tentang tinjaun pustaka yang berisikan hasil penelitian terdahulu, definisi konsep yang berisikan konsep-konsep yang digunakan dalam tesis ini, serta kerangka teori. METODE PENELITIAN Bab ini berisi penjelasan metodologi penelitian, pendekatan penelitian, pelaksanaan penelitian, tehnik pengumpulan data, subyek penelitian, kelemahan dan kendala penelitian. STRATEGI NASIONAL PEMERINTAH INDONESIA DALAM MEMBERANTAS PENCUCIAN UANG Bab ini akan menguraikan tentang Rekomendasi Internasional FATF, Strategi Nasional Pemerintah Indonesia, Langkah Pemerintah dalam Melaksanakan Strategi Nasonal dan perspektif kriminologi. ASPEK KERJASAMA INTERNASIONAL DAN ASPEK PENGUATAN KEBIJAKAN DALAM MENCIPTAKAN REZIM ANTI PENCUCIAN UANG Bab ini akan menguraikan tentang permasalahan yang terkait dengan data-data primer yaitu Aspek Penguatan Kebijakan dan Aspek Kerjasama Internasional ANALISA KRIMINOLOGI TERHADAP ASPEK PENGUATAN KEBIJAKAN DAN ASPEK KERJASAMA INTERNASIONAL SEBAGAI UPAYA INDONESIA AGAR TETAP BERADA DI LUAR DAFTAR NCCTs Bab ini akan menguraikan tentang analisa peneliti mengenai aspek Universitas Indonesia 9

Bab 7 kerjasama internasional dan aspek penguatan kebijakan dihubungkan dengan teori yang digunakan peneliti PENUTUP Sebagai bab penutup yang berisi beberapa kesimpulan yang dapat dirumuskan dari analisa pembahasan serta saran yang diberikan oleh penulis. Universitas Indonesia 10