BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah IPA merupakan salah satu mata pelajaran bagian dari kurikulum yang harus dikuasai siswa sesuai tingkat sekolah dari jenjang dasar sampai tingkat lanjutan. Semakin tinggi tingkat sekolah, semakin kompleks pula materi yang harus dikuasai. Mata pelajaran IPA menarik untuk dipelajari karena berhubungan dengan cara mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Hal ini telah tertuang dalam Permendiknas No.22 tahun 2006 yang menyebutkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sesuai dengan Permendiknas No. 22 tahun 2006, Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Selain itu untuk mengajarkan IPA kepada siswa SD melalui proses penemuan ilmiah secara sistematis dengan menggunakan benda/objek nyata atau benda tiruan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyentuh, melakukan tindakan, melihat dan merasakan benda-benda yang dihadapinya membantu siswa memperoleh dan memahami konsep yang harus mereka kuasai sesuai dengan tahap perkembangan berpikir siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Jean Piaget dalam Trianto (2011:15) yang mengatakan bahwa Tahap operasional konkret yaitu anak usia 7 hingga 11 tahun (perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis). Adanya proses penemuan ilmiah dalam pembelajaran IPA sejalan pula dengan Permendiknas No.41 tahun 2007 Pasal 1 yang menyatakan bahwa Standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah diberlakukan oleh pemerintah sekarang ini adalah salah satu langkah konkret dalam rangka memenuhi 1
2 tuntutan pembaharuan pendidikan nasional guna peningkatan kualitas sumber daya manusia (Muslich M.,2007). Dalam KTSP Mata Pelajaran IPA di SD/MI bahwa mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan antara lain : (1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya, (2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran akan adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, (4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan, (5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam, (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS. Pembelajaran IPA di SD/MI berpedoman pada Standar Isi (SI) IPA SD/MI. Standar Isi tersebut memuat Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA SD/MI. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) merupakan standar minimum yang harus dicapai peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru (BSNP, 2006:143). Dengan adanya standar tersebut diharapkan proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efisien untuk mencapai Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Proses pembelajaran melibatkan adanya interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan sumber belajar yang mendukung sehingga tercipta pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran yang bermakna artinya pembelajaran yang diberikan oleh guru dapat bermanfaat untuk merancang dan membuat karya melalui penerapan konsep IPA secara ilmiah dan bijaksana sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna, peran guru dalam merencanakan
3 pembelajaran sangat dibutuhkan. Guru harus dapat bekerja secara professional mengembangkan kemampuannya untuk dapat melakanakan pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning). Pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna diatur dalam PP No.74 tahun 2008 Pasal 1 yang menyatakan bahwa Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Berdasarkan PP No.74 tahun 2008 Pasal 1 mengenai tugas utama sebagai seorang pendidik, keprofesionalan guru dapat diamati dari pengelolaan kelas, hasil belajar siswa, dan tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Dalam hal ini keaktifan siswa sangat dibutuhkan dalam pembelajaran supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Kegiatan belajar mengajar yang sesuai untuk mengaktifkan siswa adalah pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran yanag Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Dengan pembelajaran PAIKEM diharapkan belajar akan lebih efektif, anak lebih kritis dan kreatif, suasana dan pengalaman belajar bervariasi, meningkatkan kematangan emosional/sosial, produktivitas siswa tinggi, siap menghadapi perubahan dan berpartisipasi dalam proses perubahan. Dalam proses pembelajaran IPA, ada beberapa komponen penting agar pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal. Komponen tersebut meliputi guru, siswa, lingkungan, sarana, dan prasarana serta materi ajar. Komponen tersebut saling mendukung satu sama lain untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Tanpa adanya dukungan dari salah satu komponen, maka hasil yang didapat juga kurang maksimal. Berdasarkan hasil observasi hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Sawahjoho 01 Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang pada mata pelajaran IPA ternyata masih banyak siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Berikut disajikan data distribusi nilai ulangan harian pada semester I mata pelajaran IPA kelas V SD Negeri Sawahjoho 01 tahun pelajaran 2013/2014
4 Tabel 1 Hasil Belajar IPA Pra Siklus Siswa SD Negeri Sawahjoho 01 Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014 No. Ketuntasan Frekuensi Presentase Keterangan 1. Tuntas 10 33 % KKM = 65 2. Tidak Tuntas 20 67 % Skor 65: Tuntas Skor < 65 : Tidak Rata-rata 54 Tuntas Skor Maksimal 90 Skor Minimal 30 Tabel 1 menunjukkan kondisi kelas V SDN Sawahjoho 01 Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang dengan rentang presentase ketuntasan, rata-rata skor kelas, dan nilai maksimal minimal. Pada tabel tersebut kecenderungan prosentase tuntas lebih sedikit daripada prosentase tidak tuntas. Pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk pelajaran IPA adalah 65. Dari jumlah siswa sebanyak 30 orang, yang mendapat nilai di atas 65 sebesar 10 siswa (33%) dan yang lainnya sejumlah 20 siswa (67%) mendapat nilai di bawah KKM. Sedangkan untuk nilai rata-rata kelas hanya mencapai 54,6. Dengan hasil ini maka siswa kelas V SD Negeri Sawahjoho 01 belum mampu menyerap pelaksanaan pembelajaran. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya : kurangnya aktivitas siswa dalam belajar, kurangnya motivasi belajar siswa, kurangnya respon siswa terhadap proses pembelajaran, dan guru belum menggunakan model pembelajaran yang tepat. Untuk mengatasi hal tersebut, tindakan yang dapat diambil yaitu dengan memperbaiki model pembelajaran. Adapun model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL), di mana proses pembelajaran ini dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajikan, munculnya motivasi belajar, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif, nyaman dan menyenangkan. Proses
5 pembelajaran berlangsung alamiah, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti melakukan penelitian dengan judul Penggunaan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) Komponen Inkuiri Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas V SDN Sawahjoho 01 Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014. 1.2 Identifikasi Masalah Dari berbagai permasalahan tersebut, peneliti mengadakan penelitian terhadap hasil formatif mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Sawahjoho 01. Ternyata dari 30 siswa di kelas V hanya ada 10 siswa yang mendapat nilai di atas KKM, sedangkan 20 siswa lainnya mendapat nilai di bawah KKM yaitu 65. Setelah dikaji ada beberapa hal yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Faktor-faktor yang menyebabkannya yaitu sebagai berikut : a) Pandangan siswa yang belum mengetahui materi yang ia pelajari tujuannya untuk apa, b) Siswa cenderung pasif saat guru menjelaskan materi pelajaran. Bahkan isi materi yang diajarkan guru hanya bersifat pengetahuan saja, sehingga pembelajaran kurang bermakna. c) Kurangnya media yang tepat dan membuat siswa tertarik pada pembelajaran IPA karena terbatas waktu untuk menyelesaikan materi, sehingga ingatan siswa hanya sementara, d) Guru yang tidak menerapkan model pembelajaran yang inovatif dengan prinsip CBSA, kontekstual karena metode yang digunakan yaitu ceramah, tanya jawab, sesekali dengan diskusi sehingga terasa monoton. 1.3 Cara Pemecahan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, perlu dipikirkan untuk mencari solusi permasalahannya. Salah satu langkah awal yang harus dipersiapkan dalam mencapai tujuan pembelajaran yaitu dengan menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, materi ajar, kebutuhan dan lingkungan fisik. Pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual mengacu pada
6 standar isi dan standar proses. Inti dari model pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah inquiry/menemukan. Jadi pembelajaran dikemas dalam format siswa menemukan sendiri. Dalam proses pembelajarannya, diusahakan dengan mengaitkan materi pelajaran dengan lingkungan sekitar dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pelaksanaannya secara berkelompok agar sinergi dalam belajar bersama sehingga tercipta suasana belajar yang efektif dan menyenangkan. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan oleh peneliti, dan mencari pemecahan masalah dari masalah tersebut, maka peneliti ingin melakukan penelitian peningkatan hasil belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual komponen inkuiri pada siswa kelas V SD Negeri Sawahjoho 01 Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang semester I tahun pelajaran 2013/2014. 1.4 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah penerapan model pembelajaran kontekstual komponen inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri Sawahjoho 01 Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang Semester I tahun ajaran 2013/2014. 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengan penggunaan model pembelajaran kontekstual komponen inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Sawahjoho 01 Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang Semester I Tahun Ajaran 2013/2014. 1.5.2 Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat yang diharapkan supaya dapat tercapai dalam penelitian ini adalah: Manfaat teoritis 1) Dapat menambah pengetahuan mengenai penggunaan model pembelajaran kontekstual komponen inkuiri bagi siswa SD Negeri Sawahjoho 01 Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang.
7 2) Sebagai dasar implementasi kurikulum mata pelajaran IPA SD Negeri Sawahjoho 01. 3) Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya. Manfaat Praktis 1) Bagi siswa Dapat membawa siswa dalam situasi pembelajaran yang aktif dan menyenangkan untuk menemukan pengetahuan dengan bimbingan guru menuju pada pembelajaran bermakna sehingga hasil belajar dapat meningkat. 2) Bagi guru Dapat memberikan pandangan kepada guru untuk menggunakan model pembelajaran yang bervariasi sehingga dapat meningkatkan kualitas seorang guru yang profesioanal dalam rangka meningkatkan mutu dan hasil belajar siswa. 3) Bagi sekolah Sebagai sumbangan yang penting bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran guru di kelas sehingga hasil belajar IPA dapat meningkat.