126 Jurnal Hukum Uniski, Vol.5 No.2 Edisi Juli- Desember 2016 PENGAKUAN DALAM PARADIGMA PENGUASAAN SUMBER DAYAALAM YANG BERKEADILAN Janto Chandra Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya e-mail: chandra.janto@hotmail.com ABSTRAK Indonesia kaya akan sumber daya alam, diantaranya bahan tambang batubara. Tetapi dalam kenyataan penguasaan negara terhadap bahan tambang batubara lebih untuk kepentingan investasi. Hak-hak ekonomi rakyat belum terakomodir. Masih sering terjadi konflik menyangkut tanah dengan masyarakat. Pengakuan akan hak-hak rakyat harus menjadi dasar tujuan hukum yang berkeadilan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan atau disebut juga metode penelitian kepustakaan. Diharapkan ada perubahan paradigma penguasaan sumber daya alam bahan tambang batubara yang lebih mengakui hak-hak ekonomi rakyat. Kata kunci: pengakuan, keadilan, tujuan hukum, penguasaan, sumber daya alam, kesejahteraan, hak-hak ekonomi. I. Pendahuluan Keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu. Upayainiseringkalijuga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam kerangka umum tatanan politik unt uk mengaktualisasikannya. 1 Orang dapat menggangap keadilan sebagai suatu hasrat naluri yang diharapkan bermanfaat bagi dirinya. Realitas keadilan absolut diasumsikan sebagai suatu masalah universal yang berlaku untuk semua manusia, alam, dan lingkungan, tidak boleh ada monopoli yang dilakukan oleh segelintir orang atau sekelompok orang.atau orang mengganggap keadilan sebagai pandangan individu yang menjunjung tinggi kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi dirinya. Jika demikian bagaimana pandangan keadilan 1 FriedrichCarlJoachim, 2004,FilsafatHukum Perspektif Historis, Nuansa dan Nusamedia, Bandung, hlm.239 menurut kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang berlaku umum yang mengatur hubungan manusia dalammasyarakatatauhukumpositifdiindonesia. 2 Secara konkrit hukum adalah perangkat asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antar manusia dalam masyarakat, baik yang merupakan kekerabatan, kekeluargaan dalam suatu wilayah negara. Dan masyarakat hukum itu mengatur kehidupannya menurut nilai-nilai sama dalam masyarakat itu sendiri(shared value) atau sama-samamempunyaitujuantertentu. 3 Pembangunan nasional merupakan upaya mewujudkan cita-cita Negara Republik Indonesia yaitu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dirumuskan pada Pasal33 ayat 3 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum maupun setelah amandemen yang menyatakan Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 2 MochtarKusumaatmadja,danB.AriefSidharta, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Perrtama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, hlm. 4 3 Ibid.,hlm.4 126
Pengakuan Dalam Paradigma, Janto Chandra 127 Pasal 33 Undang-Undang Dasar tahun 1945 adalah pasal mengenai keekonomian yang berada pada Bab XIV Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang berjudul Kesejahteraan Sosial. Kesejahteraan sosial adalah bagian tak terpisahkan dari cita-cita kemerdekaan. Dengan menempatkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 di bawah judul Bab Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial, berarti pembangunan ekonomi nasional haruslah bermuara pada peningkatan kesejahteraan sosial. Pengelolaan sumber daya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan umat manusia, sebaliknya pengelolaan sumber daya alam yang tidak baik akan berdampak buruk bagi umat manusia. Oleh karena itu, persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaansumber daya alam adalah bagaimana mengelola sumber daya alam tersebut agar menghasilkan manfaat yang sebesarbesarnya bagimanusia dengantidak mengorbankan kelestariansumberdayaalamitusendiri. 4 Hak-hak ekonomi masyarakat masih sering diabaikan demi kepentingan pembangunan. Penghormatan terhadap hak asasi manusia belum menjadi perhatian utama bila dihadapkan dengan kepentingan pembangunan. Sengketa pertambangan di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1967, yaitu sejak saat dilakukannya kegiatan pertambangan oleh PT Freeport di Papua. Jenis sengketa yang terjadi meliputi sengketa hak atas tanah, lingkungan dan kekerasan. Sengketa pertambangan PT Freeport di Papua dimana PT Freeport beroperasi tanpa memperhatikan hakhak ekonomi masyarakat lokal. Masyarakat adat AmungwediPapuahanyamenjadipenonton. 5 Sampai akhir dekade 1980-an teori-teori sosial, seolah didominasi oleh dua pendekatan intelektual besar, yakni Marxisme di Eropa dan Teori Keadilan John Rawls di Amerika Serikat. Di dalam kedua teori itu tatanan politis haruslah diatur berdasarkan prinsip-prinsip normatif yang tegas dan jelas. Semua bentuk ketidaksamaan atau ketidakadilan sosial haruslah dilenyapkan. Akan tetapi sejalan dengan perkembangan jaman, fokus filsafat politik kini tampaknya telah berubah arah. Jika dahulu filsafat politik dominan dengan ide-ide dasar tentang distribusi yang transparan dan setara (equal distribution) dan kesetaraan ekonomis (economic equality), maka sekarang ide-ide yang dominan adalah ide-ide yang berkaitan dengan penghormatan (respect) dan martabat (dignity). 6 Hal inilah yang disebut oleh Nancy Fraser sebagai perubahan dari redistribusi (redistribution) menuju ke pengakuan (recognition). Sementara konsep yang pertama terkait dengan visitentang keadilan yang bertujuan untuk mencapai kesetaraan sosial dalam hal redistribusi kebutuhan-kebutuhanmendasar setiap orang sebagai subyek yang bebas, maka konsep kedua, yakni konsep tentang pengakuan, lebih ingin menciptakan masyarakat yang adil sebagai masyarakat yang mengenali identitas personal partikularsetiapindividuyangada. 7 Tulisan ini akan membahas tentang pengakuan sebagai dasar tujuan hukum yang berkeadilan khususnya dalam dalam bidang penguasaan Negara atas sumber daya alam bahan tambang batubara. 4 Fauzi,Akhmad,2004,EkonomiSumberDayaAlam dan Lingkungan, teori dan aplikasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 5 Bustomi,HThomas, KonflikFreeport,sebuah Ketidak-adilan, Pikiran Rakyat, 24 Maret 2006, dalam H Salim HS dan Idrus Abdullah, Penyelesaian Sengketa Tambang, Studi Kasus Sengketa Antara Masyarakat Samawa dengan PT Newmont Nusa Tenggara, Mimbar Hukum Volume 24 No.3, Oktober 2012. 6 Axel Honneth, 2002, Recognition or Redistribution?. Changing Perspectives on the Moral Order of Society, Recognition and Difference. Politics, Identity, and Multiculture, Scott Lash dan Mike Featherstone(eds), SAGE Publications, London, hlm. 43-55 7 NancyFraser, 1995, From Redistribution to Recognition? Dilemmas of Justice in a Post-Socialist Age,NewLeftReview212,hlm.68-93
128 Jurnal Hukum Uniski, Vol.5 No.2 Edisi Juli- Desember 2016 I. MetodePenelitian Penelitian yangdilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan meneliti hukum positif, yang berupaya untuk memperoleh gambaran dan pemahaman tentang mengapa hak-hak ekonomi trakyat belum diakui dalam pengelolaan sumber daya alam bahan tambang batubara. Soerjono Soekanto dan SriMamudji mengemukakan bahwa penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan adalah: penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Oleh karena itu penelitian ini membatasi kajianpada suatu pemerian, analisis atau klasifikasi, dan penafsiran guna menemukan konsep hukum ideal tentang penguasaan negara atas bahan tambang batubara. Maka penelitian ini tidak secara langsung ditujukan untuk membangun ataumengujihipotesaatauteori. 8 II. Pembahasan Teori-teori Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, selalu membicarakan masalah keadilan sebagai masalah hukum yang utama. Teori HukumAlam mengutamakan the search for justice. 9 Berbagaimacam teori mengenai keadilan dan masyarakat yang adil. Teori-teori ini menyangkut hak dan kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Diantara teori-teori itu yang dapat disebut teori awal adalah teori keadilan Aristoteles dalam bukunya Nicomachean Ethics, Politics, dan Rethoric. Selanjutnya teorikeadilan menurut John Stuart Mill, teori keadilan sosial John Rawl dalam bukunyaatheoryofjustice, Teorikeadilan Robert Nozick, serta teori keadilan menurut Reinhold Niebuhr(Karen Lebacqz, 2015: v-vii). Selain itu juga terdapat teori keadilan Hans Kelsen dalam bukunya General Theory of Law and State, dan terakhir teori tujuanhukum Gustav Radbruch. 8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta. 9 TheoHuijbers,1995,FilsafatHukum,penerbit Kanisius, hlm. 196 Mineral dan batubara dapat dikelompokkan kedalam kekayaan yang tersimpan didalam tanah. Dengan demikian, mineral dan batubara merupakan obyek kajian dari hukum agraria. Karena pengertian tanah dalam Pasal 1 ayat(2) Undang-Undang PokokAgraria meliputi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi mineral tambang pada awalnya ditempuh melalui UUPA. Namun, UUPAini, dikemudian hari tidak cukup mengakomodir peraturan terkait mineral dan batubara karena UU ini lebih memfokuskan pembahasan agraria dalam lingkup agraria yang berada diatas tanah sedangkan agraria dibawah tanah dalamhal ini barang tambang mineral belum terlalu diatur, sehingga kemudian pemerintah melahirkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang di kemudian hari dirubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Makna sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dalam perspektif hukum adalah adanya jaminan hukum atas hak-hak sosial ekonomi rakyat, sehingga dapat hidup dengan layak sebagai warganegara. Dalam kaitannya dengan hak penguasaan dalam pertambangan maka makna itu dapat ditafsirkan keterlibatan rakyat secara hukum dalam penguasaan dan menikmati pemanfaatan segala potensi bahan galian terutama yang ada di lingkungannya.(saleng,abrer, 2004) Dalam kenyataan sering kali terjadi konflik antara pengusaha tambang dengan masyarakat adat di daerah tambang tersebut. Hipotesis dari penyebab konflik pertambangan dan masyarakat diindonesiaadalahfaktorpolitikdanekonomi. 10 10 Ardhyanti,Ermy,AnomaliKonflikPertambangan dan Pemenuhan Hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia, 17 Maret 2014, http://www.article33.or.id/a/ id/3/tata-kelola-ekstraktif/127-anomali-konflikpertambangan-dan-pemenuhan-hak-hak-masyarakatadat-di-indonesia, diunduh tanggal 3 Septeber 2014
Pengakuan Dalam Paradigma, Janto Chandra 129 Pertama, penguasaan lahantanah ulayat oleh perusahaan tambang dengan payung Ijin Usaha Pertambangan oleh Pemerintah Daerah. Sepanjang tahun 2013 tercatat 369 konflik agraria dimana kasus pertambangan sebanyak 38 kasus (10,3%). Tekanan penduduk dan kelangkaan lahan untuk produksi akanmenyebabkan konflik, karena tekanan penduduk menyebabkan perbedaan akses terhadap sumber daya ekonomi. Konflik penguasaan lahan inidisebabkan oleh tidak adanya pengakuan kuat tentang Hak-Hak masyarakat adat terhadap tanah, wilayah dan sumber daya pertambangan. Kedua, konflik vertikal kerapkali dipakai untuk menjelaskan konflik yang terjadi dalam interaksi antara negara dan rakyat. Negara sebagai entitas politik yang memiliki otoritas dan kewenangan memaksa, tampil secara antagonis berhadap-hadapan dengan rakyat. Konflik dalam kategori ini terjadi secara tidak berimbang dan kerapkali rakyat sebagai pihak yang dikalahkan. Konflik tambang dan masyarakat adat adalah cermin kegagalan dialog Pemda, Masyarakat Adat dan Pengusaha, mulai dari memutuskan mengekstrak sampai ke rantai nilai distribusi pendapatan dan pengelolaannya. Ketiga, distribusi sumber daya ekonomi yang tidak adil pada masyarakat adat. Sebagai akibat dari tidak diakuinya hak masyarakat adat untuk pertambangan, maka masyarakat adat tidak memperoleh bagi hasilatas kegiatan pertambangan di tanah ulayat. Banyak studi ekonomi dan politik untuk mempelajari akar masalah konflik. Apabila hal tersebut tercampur, maka akan menyebabkan eskalasi konflik yang lebih besar disertai dengan tindak kekerasan. Hubungan antara masyarakat hukum adat dengantanah ulayatnya melahirkanhak ulayat, dan hubungan antara perorangan dengan tanahmelahirkanhak-hakperoranganatastanah. 11 11 BudiHarsono,2003,PenggunaandanPenerapan Azas-azas Hukum Adat pada Hak Milik Atas Tanah, Makalah Simposium Hak Milik atas Tanah menurut UUPA, Bandung, Januari 1983 Idealnya hubungan hak menguasai tanah oleh negara, hak ulayat dan hak perorangan atas tanah terjalin secara harmonis dan seimbang. Artinya, ketiga hak itu sama kedudukan dan kekuatannya, dan tidak saling merugikan, namun peraturan perundang-undangan di Indonesia, memberi kekuasaan yang besar dan tidak jelas batasbatasnya kepada negara untuk menguasai semua tanah yang ada di wilayah Indonesia. Akibatnya, terjadi dominasi hak menguasai tanah oleh negara terhadap hak ulayat danhak peroranganatas tanah, sehingga memberi peluang kepada negara untuk bertindak sewenang-wenang dan berpotensi melanggar hak ulayat dan hak perorangan atas tanah. Salah satu wewenang negara yang bersumber pada hak menguasai tanah oleh negara yakni memberikan suatu hak atas tanah atau hakhak lainnya kepada orang, baik sendiri maupun bersama orang-orang lain, serta badan-badan hukum. Pemberian hak ini dapat melanggar hak ulayat masyarakat hukum adat yang diakui, dihormatidansekaligusjuga diingkariolehperaturan perundang-undangan yang mengingkarihak ulayat. Peraturan perundang-undangan di Indonesia, di samping ada yang mengakui dan menghormati hak ulayat seperti halnya dalam UUPA, juga ada yang mengingkari hak ulayat masyarakat hukum adat. Pengingkaran tersebut dilakukan dengan cara mengingkari eksistensi tanah ulayat yang dinyatakan sebagai tanah negara. Dengan dinyatakannya tanah ulayat sebagai tanah negara, menyebabkan hilangnya hak-hak masyarakat hukum adat/warga masyarakat hukum adat yang berdasar hak ulayatnya, karena hak-hak itu ada di atas tanah ulayat. Oleh karena itu, pengingkaran terhadap tanah ulayat juga berarti pengingkaran terhadap hak ulayat masyarakat hukum adat. Peraturan perundang-undanganyang mengingkari tanah ulayat diantaranya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan ; Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan ; Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
130 Jurnal Hukum Uniski, Vol.5 No.2 Edisi Juli- Desember 2016 ketentuan Pokok Pertambangan dan Undangundang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pengakuan bersyarat terhadap masyarakat adat dalam sejarah Republik Indonesia dimulai pada UUPA, undang-undang kehutanan lama, undang-undang pengairan undang-undang kehutanan baru dan beberapa peraturan departemen dan lembaga pemerintahan. Setelah Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 mengadopsi empat pesyaratan bagi masyarakat adat, kemudian berbagai undang-undang yang lahir pasca amandemen mengikuti alur tersebut, antara lain oleh undang-undang sumberdaya air, undangundang perikanan dan undang-undang perkebunan. Pengakuan bersyarat ini mengindikasikan bahwa pemerintah masih belum bersungguhsungguh membuat ketentuan yang jelas untuk menghormati danmengakuihak ulayat masyarakat hukum adat. Pengaturantentang masyarakat adat dan hak ulayatnya sampai hari ini masih bersifat tidak jelas dan tidak tegas. Tidak jelas karena belum ada aturan yang konkret tentang apa saja hak,hak yang terkait dengan keberadaan masyarakat yang dapat dinikmatinya. Dikatakan tidak tegas karena belum ada mekanisme penegakan yang dapat ditempuhdalam pemenuhan hak masyarakat adat, yang dapat dituntut di muka pengadilan (justiciable). Ketidakjelasan dan ketidaktegasan itu terjadi dikarenakan dua hal, yaitu antara ketidakmampuan dan ketidakmauan pemerintahmembuat ketentuanyang umumtentang pengakuan(hak-hak) masyarakat adat. Tidak mampu karena persekutuan masyarakat adat di Indonesia sangat beragam berdasarkan sebaran pulau, sistem sosial, antropologis dan agama. Tidak mau karena pengaturan yang kabur tentang masyarakat memberikan ruang diskresi dan hegemoni kepada pemerintah untuk dapat memanipulasi hak-hak asli masyarakat demi kepentingan eksploitasi sumberdaya alam yang berada di wilayahmasyarakat adat. Ketidakmauan ini menguntungkan penguasa dan merugikan masyarakatadat. 12 Perlindungan hukum bagi pemegang hak adat atas tanah ulayat tidak lepas dari ketentuan Pasal 18 ayat(2) UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tegas negara mengakui dan memberikan pengakuan dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat termasuk hakhak tradisionalnya. Hal ini merupakan bukti komit men dan upaya dari negara untuk mengembalikan hak-hak masyarakat adat (termasuk hak ulayatnya) yang selama ini terpinggirkan. Sangat disayangkan pengakuan terhadap hak ulayat lebih pada law in book, karena pelaksanaannya tidak jarang terbentur pada persyaratan diakuinya keberadaan hak ulayat itu sendiri yang mengharuskan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara. Hak atas sumberdaya alam merupakan hak terpenting bagi masyarakat adat, di samping hal itu menjadi penanda keberadaan masyarakat adat, juga merupakan hak yang menentukan keberlanjutan suatu persekutuan masyarakat adat. Dinamika konstitusionalindonesia memperlihatkan pasang surut diskursus tentang hak ulayat. Tetapi dalam tataran gerakan, perjuangan hak-hak masyarakat adat semakin menguat baik secara nasional maupun internasional. Hasil amandemen UUD 1945 yang menambahkan Pasal 18B ayat (1) dan ayat(2) sudah membedakan antara hak atas pemerintahan yang istimewa(dirujuk dari sistem pemerintahan kerajaan masa lalu) dengan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat beserta dengan hak-hak tradisionalnya (hak ulayat). Hal ini memberi landasan yang kuat untuk menyatakan bahwa perjuangan hak-hak 12 Marchel R Maramis, 2013, Kajian Atas Perlindungan Hukum Hak Ulayat Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, dalam ejournal.unsrat Vol.XXI/ No.4/April-Juni/2013 Edisi Khusus, hlm. 98 13 Ibid.,hlm.108
Pengakuan Dalam Paradigma, Janto Chandra131 masyarakat hukum adat bukanlah perjuangan untuk menghidupkan kembali sistem feodal dari masa lalu, melainkanperjuangan untuk pengakuan dan penghormatan hak ulayat yang menjadi faktor produksi, budaya dan keberlangsungan masyarakatadat. 13 III. Penutup Paradigma penguasaan sumber daya alam belum mengakui hak-hak ekonomi rakyat, termasuk hak-hak ekonomi masyarakat adat yang berada di wilayah pertambangan tersebut. Penguasaan sumber daya alam belum menerapkan pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan sumber daya alam masih mengangap sumber daya alam sebagai karunia yang boleh dieksploitasi habishabisan tanpa memperhatikan keberlanjutannya. Pembangunan yang hanya mengandalkan sumber daya alam juga telah menimbulkan sengketa antara pemerintahdan/atau pelaku usaha dengan komunitas-komunitas masyarakat adat, karena pembangunan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan keamanan dan represif. Pembangunan mengabaikan, dan memarjinalkan nilai-nilai, norma-norma hukum lokal, tradisi dan kepercayaan masyarakat setempat, juga hak-hak masyarakat adat at as penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam di daerah. Kondisi ini kemudian menyebabkan cost of development yang harus dibayar menjadi sangat mahal oleh bangsa, yaitu: hilangnya atau semakin terbatasnya sumber-sumber kehidupan ekonomi masyarakat di daerah(economical cost); kerusakan tatanan kehidupan sosial dan budaya masyarakat adat di daerah(social and cultural cost) yang tidak pernah dihitung dan diwacanakan sebagai bagian dari hasil negatif proses pembangunan nasional. Maka keberadaan hukum adat harus direvitalisasi dan hukum adat harus terus dikembangkan dan menjadi dasar hukum penguasaan sumber daya alam di Indonesia. Hak penguasaan Negara terhadap sumber daya alam harus diartikan sebagai hak mengadakan kebijakan(beleid), tindakan pengurusan (bestuursdaad), Pengaturan (regelendaad), Pengelolaan (beheersdaad) dan Pengawasan (toezichthoundensdaad). Dalam pasal 33 ayat(3) UUD 1945, pengertian dikuasai oleh negara itu harus dipahami sebagai beheersdaad, bukan eigensdaad. Di mana artinya, negara lebih bertindak sebagai pengurus daripada sebagai pemilik. Sehingga katanya, hak menguasai, milik negara merupakan instrumen, sedangkan dipergunakanuntuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan tujuan (objective). Paradigma baru dalam penguasaan sumber daya alam harus mengakui hak-hak ekonomi rakyat yang pada akhirnya untuk kesejahteraanseluruh rakyat. Selainitu pengelolaan sumber daya alam juga harus memperhatikan pembangunan keberlanjutan. DAFTAR PUSTAKA Achmad Sodiki dan Maladi, 2009, Politik Hukum Agraria, (Mahkota Kata), cetakan pertama. Adrian Sutedi, 2012, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta. Akhmad Fauzi, 2004, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, teori dan aplikasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Axel Honneth, 2002, Recognition or Redistribution?. Changing Perspectives on the Moral Order of Society, Recognition and Difference. Politics, Identity, and Multiculture, Scott Lash dan Mike Featherstone(eds), SAGE Publications, London. Ton Dietz, 1998, Pengakuan Hak atas Sumber Daya Alam, kerjasama Pustaka Pelajar, Insist Press dan Remdec. Bagir Manan, 2004, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta, Pusat Studi Hukum UII, dalamadrian Sutedi,
132 Jurnal Hukum Uniski, Vol.5 No.2 Edisi Juli- Desember 2016 2012 Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta. Bagir Manan, 1995, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Mandar Maju, Bandung. Budi Hardiman, 2004, Filsafat Modern, dari Machiavelli sampai Nietzsche, Gramedia, Jakarta. Budi Harsono,, 1983, Penggunaan dan Penerapan Azas-azas Hukum Adat pada Hak Milik Atas Tanah, Makalah Simposium Hak Milik atas Tanah menurut UUPA, Bandung. Bernard Arief Sidharta, 2000, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung. Bonnie Setiawan, 1999, Peralihan Kapitalisme di Dunia Ketiga, Insist Press, KPA dan Pustaka Pelajar. Carl Joachim Friedrich, 2004, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung, Nuansa dan Nusamedia. Franz Magnis-Suseno, 2005, Pemikiran Karl Marx, Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. I Nyoman Nurjaya, 2008, Pengelolaan sumber daya alam dalam perspektif antropologi hukum, Prestasi Pustaka. George Ritzer, 2009, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Raja Grafindo Persada Press, Jakarta. Kusumandaru, Ken Budha, Karl Marx, 2006, Revolusi dan Sosialisme, Resist Book, cet ketiga, Jogjakarta. Karen Lebacqz, 2015, Teori-teori Keadilan, terj. Yudi Santoso, Penerbit Nusa Media cet 5, Bandung. Lili Rasjidi & I.B Wyasa Putra,1993, Hukum Sebagai Sistem, Remaja Rosda Karya. Bandung. Mochtar Kusumaatmadja, Sidharta, B Arief, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Perrtama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Alumni, Bandung. Moh. Mahfud MD,2011, Politik hukum di Indonesia, edisi revisi, cet 4, Rajawali Pers, Jakarta. --------------------, 2000, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Rineka Cipta, cet. Pertama, 2000. Marchel R. Maramis, Kajian Atas Perlindungan Hukum Hak Ulayat Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, dalam ejournal.unsrat Vol.XXI/No.4/April-Juni/ 2013 Edisi Khusus Nancy Fraser, 1995, From Redistribution to Recognition? Dilemmas of Justice in a Post-Socialist Age, New Left Review 212 Peter Mahmud Marzuki,2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenadamedia Group, cetakan 6, Jakarta. Satjipto Rahardjo, 2009, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, Genta Publishing, Yogyakarta. --------------------, 2000, IlmuHukum, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke V, Bandung. - -------------------, 2006, Membedah Hukum Progresif, Buku Kompas. Saleng, Abrer, Hukum Pertambangan, UII Press 2004, cet 1, Jogjakarta, 2004 Sigit Soetaryo dan S. Yoedonarpodo, 1993, Legal Aspect of The Mineral Industry in Indonesia, Indonesia Mining Association, Jakarta.
Pengakuan Dalam Paradigma, Janto Chandra 133 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta.,1986,PengantarPenelitian Hukum, Universitas Indonesia Cet 3, Jakarta. Sri Edi Swason, 2005, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas, Pusat studi Ekonomi Pancasila UGM. Susan George, 2002, Republik Pasar Bebas, PT Bina Rena Pariwara. Theo Huijbers, 1995, Filsafat Hukum, Penerbit Kanisius. Jurnal Achmad Ali, 2012, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence), dalam Masalahmasalah Hukum, Volume 41, Biro Penelitian Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Ahmad Zaenal Fanani, Menomorsatukan keadilan, Artikel Rubrik Opini Koran Nasional Banjarmasin Post tanggal 5 Mei 2010.Djoko Darmono, ed, 2009, Mineral dan Energi Kekayaan Bangsa, Sejarah Pertambangan dan Energi Indonesia,Penerbitan dan Publikasi Departemen Energi Sumber Daya Mineral. Bayu Krisnamurthi, 2000, Ekonomi Rakyat dan Pengelolaan Sumberdaya Pantai dan Laut, Makalah pada Lokakarya Pengelolaan Sumberdaya Pantai dan Laut, Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta, Nopember 2000.,2001, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Mencari Format Kebijakan Optimal. Makalah pada Seminar Pemberdayaan Ekonomi Rakyat : Strategi Revitalisasi Perekonomian Indonesia. CSIS- Bina Swadaya, Jakarta 21 Februari 2001; telah pula dipublikasikan dalam Jurnal Ekonomi Rakyat (online, www.ekonomirakyat.org). Ermy Ardhyanti, Anomali Konflik Pertambangan dan Pemenuhan Hakhak Masyarakat Adat di Indonesia, 17 Maret 2014, http://www.article33.or.id/a/ id/3/tata-kelola-ekstraktif/127-anomalikonflik-pertambangan-dan-pemenuhanhak-hak-masyarakat-adat-di-indonesia, diunduh tanggal 3 Septeber 2014. Erlin Indarti, Diskresi dan Paradigma, pidato pengukuhan, 4 November 2010. Fahmi, Kepastian Hukum, hal 21, mengutip Satjipto Rahardjo dengan judul: Membedah Hukum Progresif, Harian Kompas, Media Oktober 2006. Greenpeace Indonesia, Bagaimana pertambangan batubara melukai p e r e k o n o m i a n Indonesia,Maret2014,http:// www.greenpeace.org/seasia/id/pagefiles/ 595527/Bagaimana%20pertam bangan%20batubara%20melukai% 20perekonomian%20Indonesia.pdf diunduh 12 September 2014. Haris Retno Susmiyati, Tinjauan Terhadap Permasalahan Dalam Pengusahaan Pertambangan Batubara di Indonesia, Risalah Hukum, Edisi Nomor 2, Desember 2005. H Thomas Bustomi, Konflik Freeport, sebuah Ketidak-adilan, Pikiran Rakyat, 24 Maret2006,dalamHSalimHSdanIdrus Abdullah, Penyelesaian Sengketa Tambang, Studi Kasus Sengketa Antara Masyarakat Samawa dengan PT
134 Jurnal Hukum Uniski, Vol.5 No.2 Edisi Juli- Desember 2016 Newmont Nusa Tenggara, Mimbar Hukum Volume 24 No.3, Oktober 2012. HP Panggabean, Inkonsistensi Undang-Undang No 4 tahun 2009 tentang Minerba dalam hal hak masyarakat hukum adat, LawreviewVolume11,No1tahun2011. Kebijakan Pertambangan di Nusa Tenggara Timur : Suatu Pendekatan Evaluatif Menuju Tata Kelola Pertambangan Komprehensif Ramah Lingkungan dan Memenuhi HAM Ekosob (ringkasan eksekutif) Majalah Tambang, 22 November 2011. Mubyarto dan Daniel W. Bromley, 2002, Ilmu Ekonomi Dan Pembangunan Indonesia (A Development Manifesto f or Indonesia). Jurnal Ekonomi& Bisnis Indonesia, Vol.17, No.1, 1-12, dalam Santika, IBM, jurnal Paham Kapitalisme dalam Sistem Ekonomi Indonesia. Mubyarto, Membangkitkan Ekonomi Kerakyatan Melalui Gerakan Koperasi: Peran Perguruan Tinggi, Jurnal Ekonomi Rakyat, Th.1, No. 6 tahun 2002(www.ekonomirakyat.org). Puslitbang Transformasi Konflik Kemhukham RI dan DPA-SKPD Badan Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi NTT(Nusa Tenggara Timur), 2013. Putusan MahkamahKonstitusi No. 001-002-022/ PUU-I/2003 tentang ketenaga-listrikan. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 012/PUU-I/ 2003 tentang pengujian UNDANG- UNDANG Ketenaga-kerjaan. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-X/ 2012 tentang BP Migas Romli Atmasasmita, Hubungan Negara Dan Masyarakat Dalam Konteks Perlindungan Hak Asasi Manusia Makalah Seminar Dan Lokakarya Pembangunan HukumNasional VIII Bali, 14 18Juli2003. Soetaryo Sigit, Potensi Sumber Daya Mineral dan Kebangkitan Pertambangan Indonesia, Pidato ilmiah penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa di ITB, Bandung, 9 maret 1996, Dalam majalah FHUI-2010. Sut andyo Wignjosoebroto, Makalah Memperbincangkan Hukum Dari Perspektif Filsafat: Paradigma Hukum dan Pergeserannya Dalam Sejarah. Sri Edie Swasono, Sistem Ekonomi Indonesia, Makalah disampaikan dalam Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, Jakarta, 19 Februari 2002. Sandra Moniaga, Hak-hak Masyarakat Adat dan Masalah serta Kelestarian Lingkungan Hidup di Indonesia, Wacana HAM, Media Pemajuan Hak Asasi Manusia, No. 10/Tahun II/12 Juni 2002, Jakarta. Teuku Mohammad Radhie, Pembaruan dan Politik Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, dalam majalah Prisma No.6 tahun II, Desember 1973. Wachid R. Fuady, Makalah, Arah dan Kebijakan Pengelolaan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Berdasarkan UUD 1945. Warta Minerba edisi XV, April 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/ Indeks_Pembangunan_Manusia. http://www.bps.go.id/tab_sub/ view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=10¬ab=3.