STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ACEH MELALUI PRAKTEK ADAT MAWAH (BAGI HASIL USAHA) DI KECAMATAN KUTA BARO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PELAKSANAAN PRAKTEK MAWAH DIKECAMATAN INGIN JAYA. A. Mawah Dalam Hukum Islam dan Hukum Adat Aceh.

1 Risnawati 388 /06. 10/351 /PPS/2018 P Aron LULUS. 2 Muhammad Tarmizi 330 /06. 10/351 /PPS/2018 L Aron LULUS

BAB III PRAKTIK AKAD MUKHA>BARAH DI DESA BOLO KECAMATAN UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK. sebagaimana tertera dalam Tabel Desa Bolo.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas mengenai rencana pengembangan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Wawancara Kamituwo desa Golan Tepus. Pada tanggal 9 Maret 2016

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

mewujudkan lingkungan permukiman di Kawasan Prioritas yang teratur, aman, dan sehat, sesuai kebutuhan kehidupan dan penghidupannya

BAB III MEKANISME GADAI TANAH SAWAH DI DESA BAJUR KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era teknologi tinggi, penggunaan alat-alat pertanian dengan mesin-mesin

TINGKAT KESIAPSIAGAAN GABUNGAN KELOMPOKTANI (GAPOKTAN) DALAM MENGHADAPI BENCANA KEKERINGAN DI DESA BULU KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III PRAKTIK UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

I PENDAHULUAN. Petani merupakan pekerjaan yang telah berlangsung secara turun-temurun bagi kehidupan

BAB V PENUTUP. kehidupan sosial ekonomi masyarakat akan meningkat, ketika masyarakat

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan


II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

METODE PENELITIAN. yang diambil dari buku dan literatur serta hasil-hasil penelitian terdahulu.

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

tersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan faktor-faktor alam yang satu dengan yang lainnya. Kabupaten Simalungun memiliki 4 daerah kecamatan yang wilayahnya

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

BAGI HASIL DAN SEWO MANGSAN (Studi Kasus Petani di Desa Jagoan Kecamatn Sambi Kabupaten Boyolali Tahun 2011) NASKAH PUBLIKASI

Profil Kota Lhokseumawe

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mewujudkan ketahanan pangan, penciptaan lapangan kerja,

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satu periode, yaitu data Program

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

I. PENDAHULUAN. Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia sangat menentukan kelangsungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

IDENTIFIKASI FAKTOR PENDORONG ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN

BAB III KERJA SAMA PENGAIRAN SAWAH DI DESA KEDUNG BONDO KECAMATAN BALEN KABUPATEN BOJONEGORO. Tabel 3.1 : Batas Wilayah Desa Kedung Bondo

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ( 10,27 % dari luas wilayah Kab. Tanah karo ). dan produksi sebanyak ton sehingga produktivitasnya adalah 56,10

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Hutan lindung sesuai fungsinya ditujukan untuk perlindungan sistem

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB III DESKRIPSI PEMBAYARAN ZAKAT PERTANIAN MENUNGGU HASIL PANEN KEDUA DI DESA TANGGUNGHARJO KECAMATAN GROBOGAN KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

BAB I PENDAHULUAN. Tanah di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting karena Indonesia

1. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama

BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

Transkripsi:

STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ACEH MELALUI PRAKTEK ADAT MAWAH (BAGI HASIL USAHA) DI KECAMATAN KUTA BARO Nelly dan Rahmi Email : Nelly_a@yahoo.co.id ABSTRAK Praktek mawah telah dilakukan di Aceh sejak abad ke-16, praktek ini terus berlangsung sampai dengan sekarang. Praktek adat Mawah ini sangat popular di Aceh sehingga dengan adanya praktek adat Mawah ini banyak membantu kehidupan para masyarakat miskin. Penelitian ini bertujuan Melahirkan suatu model pelaksanaan praktek adat mawah di Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar. Dan Menghasilkan suatu strategi pengentasan kemiskinan berbasis kearifan lokal masyarakat melalui praktek adat mawah Kecamatan kuta Baro Kabupaten Aceh Besar. Lokasi penelitian ini di Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar, dengan populasi masyarakat yang ada di 5 (lima) wilayah mukim. Jumlah sampel penelitian ini adalah 5 (lima) desa yang mewakili masing-masing mukim. Yaitu; desa Cot Preh yang terdapat dimukim Lam Rabo, desa Lam Alue Cut yang terdapat di mukim Leupung, desa Lam Seunong yang terdapat di mukim Lam Blang, desa Supeu yang terdapat di mukim Bueng Cala, desa Lam Asan yang terdapat di mukim Ateuk. Pengolahan data yang terkumpul akan diolah dengan pendekatan Trianggulasi, yaitu lebih dari satu metoda, dengan pendekatan metoda kuantitatif dan metoda kualitatif. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data wawancara, observasi dan dokumentasi. Wilayah kecamatan Kuta Baro memiliki lahan yang sangat luas, dan salah satu lahan yang sering digunakan oleh masyarakatnya adalah lahan sawah. Hasil padi yang diperoleh oleh masyarakat di kecamatan Kuta Baro sangat baik, sehingga dapat menjadi sumber penghasilan masyarakat. Cara mempraktekkan adat Mawah oleh penduduk kecamatan Kuta Baro Aceh Besar adalah, dengan membuat satu perjanjian lisan dengan pemilik sawah, rasa saling percaya menjadi modal dalam perjanjian, prinsip kejujuran menjadi dasar perjanjian. Hal ini sudah dilakukan turun temurun. Perjanjian dimulai apablia musim tanam padi tiba yaitu dua bulan setelah pemotongan padi dilakukan, maka para penggarap bersiap untuk menanam kembali dan perjanjian untuk praktek Mawahpun dimulai. Model pelaksanaan praktek adat mawah yang dapat diterapkan di kecamatan Kuta Baro adalah dengan melakukan perjanjian secara lisan yang didasari kepercayaan. Hal ini sudah dilakukan secara turun temurun. Hasil wawancara dan observasi peneliti di lapangan menjelaskan bahwa tidak pernah terjadi sengketa atau konflik selama praktek adat mawah ini dilaksanakan. Yang menjadi strategi pengentasan kemiskinan berbasis kearifan lokal masyarakat melalui praktek adat mawah di Kecamatan kuta Baro Kabupaten Aceh Besar adalah adanya lembaga Bank dan Non Bank atau lembaga lain untuk membantu modal penggarap. Di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa mukim seperti mukim Lam Rabo sudah ada perhatian dari unsur Desa dalam peminjaman pupuk. Di kecamatan Kuta Baro praktek adat Mawah sangat membantu masyarakat setempat dalam mencukupi kehidupannya sehari-hari. Kata Kunci: Kata kunci: Mawah, Strategi Pengentasan Kemiskinan, Kearifan Lokal 1. LATAR BELAKANG PENELITIAN. 1.1. Fenomena Praktek Adat Mawah Pengentasan kemiskinan merupa-kan masalah pokok dalam pembangunan di Indonesia dan kualitas ekonomi menjadi kunci permasalahannya. Permasalahan utama dalam upaya pe-ngentasan kemiskinan di Indonesia saat ini terkait dengan adanya fakta bahwa pertumbuhan ekonomi tidak tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia, ini dibuktikan dengan tingginya disparitas 345 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017)

pendapatan antar daerah. Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat bagi perekonomian Nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia antara lain: potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar, besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan menjadi basis pertumbuhan perekonomian di pedesaan. Potensi di sektor pertanian sangat besar, namun sebagian besar dari petani banyak yang termasuk dalam golongan masyarakat miskin dan hal ini sangat ironis terjadi di Indonesia. Praktek bagi hasil ini (mawah) telah dilakukan di Aceh sejak abad ke-16, praktek ini terus berlangsung sampai dengan sekarang.praktek adat Mawah ini sangat popular di Aceh sehingga dengan adanya praktek adat Mawah ini banyak membantu kehidupan para masyarakat miskin. Dengan praktek adat Mawah ini mempunyai peranan yang cukup besar dalam aktifitas ekonomi, ketersediaan gabah yang cukup, terbantunya ekonomi masyarakat miskin, dapat membuka lapangan pekerjaan, masyarakat yang mempunyai lahannya bisa tergarap, dan meningkatknya produktifitas padi dan gabah sehingga tidak ada lagi lahan dan sawah yang terlantar. Mawah adalah bagian dari hukum adat Aceh dan sangat sesuai dengan konsep yang ada dalam sistem Islam yaitu Mudharabah.Sistem perekonomian Islam merupakan masalah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan pada awal terjadinya kontrak kerja sama (akad) yang ditentukan adalah porsi masing-masing pihak, misalkan 50:50 yang berarti bahwa atas hasil usaha yang diperoleh akan didistribusikan sebesar 50% bagi pemilik dan 50% bagi penggarap. Penggarapan tanah pertanian dengan konsep bagi hasil tersebut telah dilaksanakan sejak dahulu bahkan sudah turun-temurun dari generasi ke generasi hingga sekarang ini. Ada beberapa konsep mawah yang dilaksanakan pada tatanan kehidupan masyarakat kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar adalah: 1. Mawah sawah adalah pemilik sawah memberikan sawahnya kepada penggarap untuk digarap dan setelah panen hasilnya dibagi sesuai perjanjian. 2. Mawah tanah (mawah tanoh) yaitu kesepakatan antara dua belah pihak yang mana pihak pemilik memberikan lahan kepada pengelola untuk digarap/dikelola sampai lahan menjadi bersih siap untuk ditanam ditanam, akan tetapi sebelum ditanam lahan tersebut dibagi dua antara pemilik lahan dengan pengelola lahan. 3. Mawah kebun yaitu kesepakatan antara dua belah pihak dimana pemilik kebun memberikan kebunnya kepada pihak pengelola untuk dikelola hingga panen dan hasilnya dibagi dua. 4. Mawah ternak yaitu pemilik hewan memberikan hewannya kepada pengembala/pemelihara untuk dipelihara dan setelah berkembang, anak dari hewan tersebut dibagi dua. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan gambaran latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan praktek adat mawah di Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar. 2. Bagaimana strategi pengentasan kemiskinan berbasis kearifan lokal masyarakat melalui praktek adat mawah. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dalah sebagai berikut: Tujuan Penelitian, yaitu: 1. Melahirkan suatu model pelaksanaan praktek adat mawah di Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar. 2. Menghasilkan suatu strategi pengentasan kemiskinan berbasis kearifan lokal masyarakat melalui praktek adat mawah 346 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017)

Kecamatan kuta Baro Kabupaten Aceh Besar. 2. STUDI KEPUSTAKAAN 2.1. Pengertian Mawah Mawah di Indonesia merupakan hukum adat yang dikenal dengan berbagai istilah setempat, seperti maro atau jejuron (Jawa Barat, Priangna), nyakap (Lombok), mawah (Aceh), memperduai (Sumatera Barat), melahi atau pebalokan (Tanah Karo), belah pinang (Toba), toyo (Minahasa), tesang(sulawesi Selatan),separoan (Palembang). Menurut kamus Aceh Indonesia, secara terminologi, Mawah dalam adat Aceh berarti cara bagi hasil yang mengerjakan sawah dengan mempergunakan alat-alat sendiri, memelihara ternak seseorang dengan memperoleh setengah bagian dari penghasilannya bagi dua laba. Konsep bagi hasil menurut Muhammad (2000:129), terjadi bila pemilik modal (sahibul mall) meyerahkan modalnya kepada pengelola (mudharib) untuk dikelola atau diusahakan, sedangkan keuntungannya dibagi menurut kesepakatan bersama. Menurut Muhammad (2000:10), terdapat beberapa ketentuan tentang konsep bagi hasil atau pembagian keuntungan dan pertanggung jawaban kerugian pada system kerja sama dalam Islam adalah: 1. Kerugian merupakan bagian modal yang hilang, karena kerugian akan dibagi kedalam bagian modal yang diinvestasikan dan akan ditanggung oleh para pemodal. 2. Keuntungan akan dibagi diantara sekutu atau mitra dengan bagian yang telah ditentukan oleh mereka dengan bagian atau persentase tertentu, bukan dalam jumlah nominal yang pasti ditentukan oleh pihak manapun. 3. Dalam suatu kerugian usaha yang berlangsung terus, diperkirakan usaha akan menjadi baik kembali melalui keuntungan sampai usaha tersebut menjadi seimbang kembali. Penentuan jumlah iniditentukan kembali dengan menyisihkan modal awal dan jumlah nilai yang tersisa akan dianggap senagai keuntungan atau kerugian. 2.2 Strategi Pengentasan Kemiskinan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi.sedangkan program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah / lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta untuk memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Usaha penanggulangan kemiskinan sudah dilakukan sejak lama walaupun intensitasnya beragam sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya (Kementrian Kokesra (dalam Yulianto, 2005). 2.2.1 Kemiskinan. Definisi kemiskinan menurut BPS adalah kemiskinan merupakan suatu kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi makanannya kurang dari 2100 kalori per kapita per hari (Tibyan, 2010). Sedangkan definisi kemiskinan menurut BKKBN (2003) adalah tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, seluruh anggota keluarga: tidak mampu makan dua kali sehari, seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian, bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah, tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan, World Bank, juga mendefinisikan kemiskinan sebagai berikut: kemiskinan adalah keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan USD 2,00 per hari( 1US$ = Rp. 10.000,00) (Yulianto, 2005). Selanjutnya Bappenas mendefinisikan kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Apriayanti, 2011). Hak-hak dasar masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, 347 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017)

air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidak berdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri (Suryawati, 2005). 2.3 Kearifan Lokal Kearifan lokal (local wisdom) dalam disiplin antropologi dikenal juga dengan istilah local genius. Dalam Sibarani (2012: 112-113) juga dijelaskan bahwa kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur. Tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. Dalam masyarakat kita, kearifankearifan lokal dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Pengumpulan Data Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh melalui wawancara, kuesioner dan observasi. Wawancara dan kuesioner akan dilakukan kepada masyarakat dan kantor Camat Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi dan berbagai literatur yang terkait yang disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini. 3.2. Lokasi dan Objek Penelitian Lokasi penelitian ini di Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar, dengan populasi masyarakat yang ada di 5 (lima) wilayah mukim.seluruh unsur terkait yang dianggap memiliki informasi dan pengetahuan yang relevan dengan praktek adat mawah ini seperti pemilik sawah, penggarap sawah, unsur-unsur desa dan kantor Camat Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar. Jumlah sampel penelitian ini adalah 5 (lima) desa yang mewakili masingmasing mukim. Yaitu; desa Cot Preh yang terdapat dimukim Lam Rabo, desa Lam Alue Cut yang terdapat di mukim Leupung, desa Lam Seunong yang terdapat di mukim Lam Blang, desa Supeu yang terdapat di mukim Bueng Cala, desa Lam Asan yang terdapat di mukim Ateuk. 3.3. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data yang terkumpul akan diolah dengan pendekatan Trianggulasi, yaitu lebih dari satu metoda, dengan pendekatan metoda kuantitatif dan metoda kualitatif. Dengan usaha mengumpulkan data dari berbagai sumber sehingga data yang diperlukan dapat terkumpul secara maksimal. Data yang terkumpul melalui angket akan di olah dengan bantuan statistik deskriptif, akan disajikan dalam bentuk prosentase-prosentase sehingga menghasilkan indikator-indikator di setiap masalah yang akan dijelaskan. Data yang terkumpul melalui wawancara, observasi dan seminar akan di olah dengan pendekatan deskriptif kualitatif, tujuannya untuk menggambarkan katagori-katagori yang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, sehingga melahirkan luaran penelitian yang sempurna sebagaimana yang ingin dicapai dalam penelitian. Reduksi data dilakukan sebagai usaha sejak awal penelitian dimulai secara terus menerus, hal ini ditempuh untuk menghindari penumpukan data dalam waktu yang lama, 348 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017)

sehingga memungkinkan peneliti dan mengumpulkan data secara terus menerus untuk memperdalam setiap temuan sebelumnya dan untuk mempertajam data-data yang sudah ada. 3.4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Wawancara. 2. Observasi, 3. Studi dokumentasi 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Kecamatan Kuta Baro Secara Geografis Kecamatan Kuta Baro terletak di kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh pada garis 5,05 0-5,75 0 Lintang Utara dan,99 0 95,93 0 Bujur Timur. Luas wilayah Aceh Besar adalah 2.903,50 km 2, sebagian besar wilayahnya berada di daratan, dan sebagian kecil di kepulauan. Sekitar 10% desa di Kabupaten Aceh Besar merupakan desa pesisir, Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 23 Kecamatan, 68 Mukim, dan 604 Gampong. Kecamatan Kuta Baro terdiri dari 5 Mukim dengan luas kecamatan 61,07 Km² (6.107 Ha) yang terdiri dari 47 Gampong, yaitu Bueng Cala dengan jumlah gampong 10, Leupung dengan jumlah gampong 9, Lamblang dengan jumlah gampong 9, Ateuk dengan jumlah gampong 10, dan Lamrabo ada 10 gampong. dan sebagian kecil di kepulauan. Sekitar 10% desa di Kabupaten Aceh Besar merupakan desa pesisir. Berdasarkan observasi lahan sawah di kecamatan Kuta Baro adalah 2.199 Ha lebih besar daripada lahan bukan sawah, yaitu 300 Ha. Hal ini menunjukkan banyaknya lahan sawah yang tersedia di kecamatan Kuta Baro. Kecamatan Kuta Baro memiliki 5 (lima) wilayah mukim yang terdiri dari mukim Bung Cala dengan luas 9,66 Km2 dan memiliki 10 gampong, Mukim Leupung dengan luas 8,72 dan memiliki 9 jumlah gampong, Mukim Lamblang dengan luas 22,57 Km2 dan memiliki 9 jumlah gampong, Mukim Ateuk dengan luas 5,41 Km2 dan memiliki 9 gampong dan Mukim Lam Rabo memiliki luas 14,70 Km2 dengan 10 jumlah gampong. Wilayah kecamatan Kuta Baro memiliki lahan yang sangat luas, dan salah satu lahan yang sering digunakan oleh masya-rakatnya adalah lahan sawah. Hasil padi yang diperoleh oleh masyarakat di kecamatan Kuta Baro sangat baik, sehingga dapat menjadi sumber penghasilan masyarakat. Secara umum luas tanam di kecamatan Kuta Baro berjumlah 2.709/Ha, dengan luas panen mencapai 2.601/ha dan jumlah produksi mencapai 17.427/ton. Penelitian ini mengambil sampel secara acak sebanyak 150 orang, dengan distribusi pada desa yang mewakili masing-masing mukim, yaitu : 10 responden di desa Cot Preh yang terdapat di mukim Lam Rabo, 10 responden di desa Lam Alue Cut yang terdapat di mukim Leupung, 10 responden di desa Lam Seunong yang terdapat di mukim Lam Blang, 10 responden di desa Supeu yang terdapat di mukim Bueng Cala, dan 10 responden di desa Lam Asan yang terdapat di mukim Ateuk 4.2. Karakteristik Responden Karakteristik responden pada 5 kecamatan menunjukkan bahwa jumlah jenis kelamin responden adalah 13.096 laki-laki yang lebih sedikit dari perempuan sebesar 13.143orang. lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1 yang menunjukkan karakteristik responden penelitian. 4.3. Masyarakat dalam melakukan praktek adat mawah Adapun cara mempraktekkan adat Mawah oleh penduduk kecamatan Kuta Baro Aceh Besar adalah, Pertama kali membuat satu perjanjian lisan dengan pemilik sawah. Pendapat ini diperkuat oleh Hera yaitu penduduk Gampoeng Cot Preh mukim Lam Rabo. Sebelum melakukan garapan sawahnya, terlebih dahulu mengadakan perjanjian lisan antara petani penggarap dan pemilik sawah. (Hera). 349 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017)

Tabel 4.1. Jumlah penduduk menurut gampong dan jenis kelamin dalam Kecamatan Kuta Baro 2016 No Nama Gampong Jenis Kelamin Pria Wanita Jumlah Seks Ratio 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 Gue Babah Jurong Lambro Deyah Lam Baed Krueng Anoi Cot Masam Cot Mancang Bueng Bakjok Cot Beut Ujong Blang Seupeu Lam Neuheun Lam Puuk Lambroe Bileu Lampoh Keude Cot Peutano Cot Cut Lam Glumpang Meunasah Bak Trieng Lam Asan Lamceu Cot Preh Puuk Lam Seunong Lam Trieng Beurangong Rabue Deyah Cucum Cot Yang Cot Raya Lampoh Tarom Aron Lam Roh Bak Buloh Lam Raya Tumpok Lampoh Lambunot Tanoh Lambunot Paya Lamteube Mon Ara Lamteube Geupula Lam Alu Cut Lam Sabang Lam Alue Raya Leupung Ulee Alue Leupung Mesjid Cot Lamme 248 687 250 444 568 197 263 354 260 296 315 191 147 979 354 222 416 151 170 306 545 458 236 273 171 201 297 276 374 349 288 245 84 54 109 260 138 72 175 106 168 304 363 227 182 134 189 221 677 243 467 549 188 280 377 267 288 340 204 165 702 427 225 410 154 191 287 535 491 248 270 187 191 293 295 393 367 311 246 87 52 112 270 149 72 206 107 167 346 354 242 164 138 188 469 1.364 493 911 1.117 385 543 731 527 584 655 395 312 1.681 781 447 826 305 361 593 1.080 9 484 543 358 392 590 571 767 716 599 491 171 106 221 530 287 144 381 213 335 650 717 469 346 272 377 112 103 95 103 105 97 103 93 89 139 83 99 98 89 107 102 93 95 91 105 95 95 93 100 97 104 97 96 93 100 85 99 88 103 111 97 Total 13.096 13.143 26.239 100 Dari hasil wawancara diatas bahwa terlihat bahwa bentuk praktek Mawah dilakukan melalui perjanjian antara pihak petani dan pemilik tanah (sawah). Bentuk 350 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017)

perjanjian yang dilakukan melalui perjanjian lisan. Disini dapat kita lihat rasa saling percaya menjadi modal dalam perjanjian, prinsip kejujuran menjadi dasar perjanjian. Hal ini sudah dilakukan turun temurun. Perjanjian dimulai apablia musim tanam padi tiba yaitu dua bulan setelah pemotongan padi dilakukan, maka para penggarab bersiap untuk menanam kembali dan perjanjian untuk praktek Mawahpun dimulai. 4.4. Bentuk pembagian hasil antara pemilik sawah dan penggarap. Adapun bentuk bagi hasil yang di dapatkan setelah panen adalah tergantung dari letak sawah dan perjanjian lisan tadi. Terdapat dua musim, yaitu musim Rendengan (musim hujan) dan musim Gadu ( musim kemarau). Pada musim rendengan lebih banyak panen daripada musim gadu. Apabila letak sawah dekat irigasi, maka pembagiannya 1:3 sedangkan sawah yang jauh irigasi pembagiannya 1:4. Menurut Bapak Sudirman selaku Camat Kuta Baro Mukim yang paling bagus irigasinya adalah mukim Lam Rabo dan Bueng Cala. Menurut ibu Zubaidah pembagian diberikan setelah di potong seluruh biaya yang diperlukan untuk menggarap sawah dan juga untuk memotong padi dan pemberian zakat padi apabila hasil panen kami ini sampai nisab untuk membayar zakat. Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa bagi hasil yang dilakukan sesuai dengan sumbangsih para pihak dalam perjanjian Mawah, jika banyak hasil, maka keduanya akan menerima porsi yang banyak dan juga adanya unsur pemberian zakat untuk membersihkan dan mensucikan harta dari pernyataan Hera, sehingga membuat sistem bagi hasil Mawah ini bisa membantu masyarakat miskin lainnya dengan sampainya nisab untuk membayar zakat. 4.5. Bentuk masalah yang dihadapi oleh petani penggarap. Masalah-masalah yang dihadapi di lapangan adalah apabila terjadi kekosongan padi artinya padi tidak berisi atau gagal panen, maka seperti petani penggarap seperti kami akan mengalami kerugian yang sangat besar yaitu tidak mendapatkan hasil panen, maka kerja petani selama empat bulan akan sia-sia, karena tidak ada ganti rugi (leman dari desa Lam Alue Cut mukim Leupung) Dan masalah yang lain adalah apabila petani tidak mengerjakan secara sungguh-sungguh yang mengakibatkan hasil panen sangat kurang, maka kami untuk priode mendatang tidak akan mendapatkannnya lagi sawah tersebut dari pemiliknya, karena sawahnya itu sudah diberikan pengelolaannya kepada orang lain. Kemudian masalah yang lain apabila petani tidak punya modal. Tapi hal ini sudah ada solusi dari geuchik seprti di desa Cot Preh para penggarap bisa meminjamkan pupuk, dan akan dibayarkan kembali pada saat panen. Dari hasil keterangan diatas jelas terlihat akan profesionalitas para petani dan disinilah dituntut kesungguhan kerja para penerima lahan garapan, sehingga petani penggarap betul-betul menerima sawah garapan sebagai amanah yang harus dijaga, sehingga dimasa yang akan datang petani dengan mudah mendapatkannya kembali sawah tersebut. Di kecamatan Kuta Baro masalah yang dihadapi oleh penggarap adalah air, sedikit sekali permasalahan dari hama, masalah air yang sering diahadapi adalah penggarap dari mukim Leupung, mukin Lam Blang, dan mukim Ateuk (Camat Kuta Baro). Selain memiliki manfaat yang sangat berguna bagi masyarakat, Mawah juga memiliki kendala yang dihadapi masyarakat dalam pelaksanaannya. Berikut hasil wawancara dari para informan: Kendala yang dihadapi oleh pelaksana bagi hasil Mawah adalah sulitnya memperoleh biaya, dikarenakan tidak adanya lembagalembaga yang memberikan pinjaman pada petani dan kendala yang lain adalah kalau musim kering sering panennya itu gagal yang mengakibatkan ruginya pihak petani pengggarap yang sama sekali mengharapkan air tadah hujan karena air irigasi agak jauh(bapak Ridwan dari mukim Leupung). Kendala yang dihadapi oleh masyarakat adalah, adanya kelemahan pemerintah dalam megendalikan harga gabah, karena diwaktu panen selalu saja harga gabah murah, sehingga petani sangat dirugikan dan kalau tidak ada musim panen maka padinya cukup mahal. Ini 351 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017)

adalah kendala yang dihadapi petani secara umum khususya petani penggarap sawah bagi hasil Mawah. Padahal kalau pemerintah mengontrol harga pembelian diwaktu panen, maka Ali Muhammmad, hasil wawancara ketua mukim Bueng Cala sudah barang tentu petani akan sangat beruntung, Hal yang demikian, karena rata-rata masyarakat menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kemudian kendala yang lainnya adalah kendala diwaktu bajak sawah, dimana ongkos bajaknya itu sekarang sangat mahal, dikarenakan biaya ongkos traktor yang tinggi dan juga petani sekarang harus membayar upah yang agak tinggi kepada orang lain diwaktu masa tanam tiba, kalau tidak mengupahkan orang untuk membantunya menanami padi sekaligus, maka padinya akan tidak serentak panen. 4.6. Model pelaksanaan praktek adat mawah Model pelaksanaan praktek adat mawah yang dapat diterapkan di kecamatan Kuta Baro adalah dengan melakukan perjanjian secara lisan yang didasari kepercayaan. Hal ini sudah dilakukan secara turun temurun. Hasil wawancara dan observasi peneliti di lapangan menjelaskan bahwa tidak pernah terjadi sengketa atau konflik selama praktek adat mawah ini dilaksanakan. 4.7. Strategi Pengentasan kemiskinan berbasisn kearifan lokal masyarakat melalui praktek adat mawah di kecamatan Kuta Baro Yang menjadi strategi pengentasan kemiskinan berbasis kearifan lokal masyarakat melalui praktek adat mawah di Kecamatan kuta Baro Kabupaten Aceh Besar adalah adanya lembaga Bank dan Non Bank atau lembaga lain untuk membantu modal penggarap. Di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa mukim seperti mukim Lam Rabo sudah ada perhatian dari unsur Desa dalam peminjaman pupuk. Di kecamatan Kuta Baro praktek adat Mawah sangat membantu masyarakat setempat dalam mencukupi kehidupannya sehari-hari. 5. Kesimpulan 1. Model pelaksanaan praktek adat mawah yang dapat diterapkan di kecamatan Kuta Baro adalah dengan melakukan perjanjian secara lisan yang didasari kepercayaan. Hal ini sudah dilakukan secara turun temurun. Hasil wawancara dan observasi peneliti di lapangan menjelaskan bahwa tidak pernah terjadi sengketa atau konflik selama praktek adat mawah ini dilaksanakan. 2. Selama ini manajemen mawah masih bersifat tradisional, belum terlaksana secara manajemen moderen. 3. Yang menjadi strategi pengentasan kemiskinan berbasis kearifan lokal masyarakat melalui praktek adat mawah di Kecamatan kuta Baro Kabupaten Aceh Besar adalah adanya lembaga Bank dan Non Bank atau lembaga lain untuk membantu modal penggarap. Di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa mukim seperti mukim Lam Rabo sudah ada perhatian dari unsur Desa dalam peminjaman pupuk. Di kecamatan Kuta Baro praktek adat Mawah sangat membantu masyarakat setempat dalam mencukupi kehidupannya sehari-hari. DAFTAR KEPUSTAKAAN Abdurrahman. 2014. Praktek mawah melalui mudharabah dalam masyarakat Aceh, Banda Aceh: UIN Ar-Ranniry Anton, M. Moeliono. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Depdikbud Balai Pustaka, Anton, M. Moeliono. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Depdikbud Balai Pustaka, Jakarta. Ataupah. 2004. Peluang Pemberdayaan Keraifan Lokal Dalam Pembangunan Kehutanan. Kupang: Dephut Press. Damanhur dan Muammar Khaddafi, 2013. Konsep Mawah dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Aceh Utara, Journal 352 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017)

Economic Management dan Bussiness, Vol. 14 No. 4 Tahun 2013. Edi Marsudi. 2011. Identifikasi Sistem Kerjasama Petani dan Penggarap dan Pemilik Tanah dalam Kaitannya dengan Pemerataan Pendapatan Petani Sawah Beririgasi (Studi Terhadap Kelembagaan Petani pada Wilayah Jaringan Sekunder Irigasai Daya Daboh dan Lamcot Kabupaten Aceh Besar). Jurnal Agrisep, Vol. 12 No. 1 2011. Keraf, Sony, 2006. Etika Lingkungan. Kompas, Jakarta Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga. Bangsa. Prosiding The 5 th International Conference on Indonesian Studies: Ethnicity and Globalization. Medan: Universitas Sumatera Utara. Yulianto, T. 2005. Fenomena Program- Program Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Klaten (Studi Kasus Desa Jotangan Kecamatan Bayat). Tesis Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro. Semarang. Tidak Dipublikasikan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas Nababan, A. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat Adat. Makalah. http://dte.gn.apc.org/aman/puplikasi. Didownlod, tgl.16.4.2016. Nababan, 1995. Kearifan Tradisional dan Pelestarian Lingkungan Di Indonesia. Jurnal Analisis CSIS : Kebudayaan, Kearifan Tradisional dan Pelestarian Lingkungan. Tahun XXIV No. 6 Tahun 1995 Sahdan. G. 2005. Menanggulangi Kemiskinan Desa. Artikel Ekonomi Rakyat Dan Kemiskinan dalam Jurnal Ekonomi Rakyat (Maret 2005). http://ekonomirakyat.org/edisi Maret2005/artikel 4.htm (02/5/2016). Soegijoko. Budhy Tjahjati et al. 1997. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Sibarani, Robert. 2012. Pendekatan Antropolinguistik Dalam Menggali Kearifan Lokal Sebagai Identitas 353 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017)