BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005 (juta liter) (Wahyudi, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat

Biodiesel Dari Minyak Nabati

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

4 Pembahasan Degumming

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

Staf Pengajar Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang, Semarang 2

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

PENELITIAN PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR OSILATOR. Oleh:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB I PENDAHULUAN. BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

UJICOBA PERALATAN PENYULINGAN MINYAK SEREH WANGI SISTEM UAP PADA IKM I N T I S A R I

BAB I PENDAHULUAN. poly chloro dibenzzodioxins dan lain lainnya (Ermawati, 2011).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN BABI. bio-diesel.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah produksi, konsumsi dan impor bahan bakar minyak di Indonesia [1]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

A. Sifat Fisik Kimia Produk

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT BUAH KAKAO (CPH/COCOA POD HUSK) Kakao (Theobrema cacao L.) adalah salah satu komoditas unggulan sub sektor perkebunan. Kakao menempati luar areal keempat terbesar untuk sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit, kelapa, dan karet [5]. Kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) adalah limbah pertanian utama dari industri kakao [4]. Berikut ini merupakan komposisi kimia dari abu kulit buah kakao [4] antara lain : Tabel 2.1 Komposisi Kimia Dari Abu Kulit Buah Kakao Komposisi Kadar (g/100 g berat kering CPH Bahan kering (%) 89,5 Acid detergent fiber (ADF) 50,62 Neutral detergent fiber (NDF) 59,34 Ash (Abu) 10,02 Lignin 26.38 Cellulose (Selulosa) 24,24 Hemicelluloses (Hemiselulosa) 8,72 Nitrogen 1,12 Crude Protein (Protein Kasar) 10,74 Potassium (Kalium) (%) 43,85 Theobromine (zat Kakao) 0,34 Ether extract (Ekstrak Eter) 2,63 Kulit buah kakao telah ditemukan menjadi sumber yang kaya kalium karbonat (K 2 CO 3 ).Saat ini, teknologi yang digunakan untuk memproduksi K 2 CO 3 membuat produk yang lebih mahal dan tidak aman lingkungan.sementara itu, K 2 CO 3 dari abu CPH (Cocoa Pod Husks) merupakan sumber potensi tinggi sebagai katalis untuk produksi biodiesel [4]. K 2 CO 3 adalah senyawa kimia: putih, kristal, larutan basa kuat dalam air. K 2 CO 3 tersedia secara komersial sebagai bubuk granular putih.hal ini dapat diperoleh dari kayu dan limbah pertanian seperti CPH ketika dibakar menjadi abu.k 2 CO 3 merupakan salah satu senyawa yang paling berguna digunakan di aplikasi industri dan dapat diperoleh dari organik atau anorganik sumber (mis sekam kulit kakao). Abu dari kulit kakao (Cocoa Pod Husk/CPH) memiliki titik leleh 891 o C, 11

12 nilai kalori 4295-551 kkal / kg, kepadatan 2,29 g / cm 3, kelarutan standar 105,5 g / 100 g air dan ph 11,4-12. K 2 CO 3 dari abu CPH dianalisis mengandung sekitar 142mg/g karbonat, 3,7 mg / g nitrat, 1,23 mg / g fosfat dan beberapa jejak silikat dan sulfat [4]. Berikut ini adalah karakteristik dan komposisi logam yang diproduksi dari abu Cocoa Pod Husks (CPH) [4]. Tabel 2.2 Karakteristik dan Komposisi Logam dari Abu Kulit Kakao (Cocoa Pod Husks/CPH) Sifat Fisika Nilai Komposisi Logam Konsentrasi (ppm) penyerapan infra-merah yang kuat band (μμ) 6,50-11,00 Kalium (K) 128,1 Titik leleh ( o C) 889.00 Natrium (Na) 11,4 Titik didih ( o C) 108,00 Calcium (Ca) 1,19 Kelarutan dalam metanol 16488,00 Magnesium (Mg) 0,18 (ppm) Kelarutan dalam air pada 20 C (g /100 ml H 2 O) 112,00 Mangan (Mn) ND Spesifik gravimetri pada 19 2,43 Copper (Cu) ND o C Panas Spesifik (J.g -1 o C -1 ) 0,89 Iron (Fe) 0,12 ph 11,55 Zinc (Zn) 0,21 Panas larutan (J g -1 ) 201,25 Timbal (Pb) 0,07 Panas pembentukkan pada 25 8289,90 Silver (Ag) ND o C (J g -1 ) Panas fusi (J g -1 ) 234,46 Nickel (Ni) ND ND :Not detected Kulit buah kakao merupakan biomassaterbarukan dan ramah lingkungan Kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai katalis dalam pembuatan biodiesel. yang berfungsi sebagai katalis untuk produksi biodiesel yang berkelanjutan. Biodiesel diproduksi dari bahan baku dengan proses transesterifikasi dengan adanya katalis. Jenis katalis yang biasa digunakan untuk produksi biodiesel seperti katalis homogen,katalis heterogen dan enzim sebagai katalis. Katalis homogentradisionaldilaporkan sensitif terhadap asam lemak bebas dan menyebabkan pembentukan sabun[1].

13 Umumnya katalis heterogen basa/asam digunakan dalam pembuatan biodiesel komersial melalui proses transesterifikasi [2]. Katalis basa telah diakui memberikan konversi yang lebih besar daripada katalis asam [3]. Berikut adalah Tabel perbedaan antara katalis homogen, heterogen dan enzim [1,2] : Tabel 2.3 Perbedaan Antara Katalis Homogen, Heterogen Dan Enzim Katalis homogen Katalis heterogen Katalis enzim Sensitif terhadap asam lemak bebas Menyebabkan pembentukan sabun Aktifitas katalis yang sangat bagus dalam biodiesel. Membutuhkan pencuciaan dengan air yang mengubah hasil dalam hilangnnya fatty acid alkyl ester (FAAE), dan konsumsi energi yang besar Menyebabkan berkarat reaktor Susah untuk diperoleh kembali (reuse dan recycle) Jadi meningkatkan harga keseluruhan produksi biodiesel Katalis heterogen dapat digunakan untuk produksi biodiesel dari kelas rendah minyak dengan kurang langkah pemurnian. Memperlambat reaksi laju Memerlukan kondisi ringan, Dinonaktifkan ketika alkohol digunakan sebagai asil akseptor Mudah untuk memisahkan, Menggunakan kembali dan regenerasi, tanpa kehilangan banyak dalam aktifitas katallisnya membuat proses lebih ekonomis Katalis heterogen lebih mudah ditangani dan dipisahkan dari campuran reaksi, dan mudah untuk diperoleh kembali (reuse dan recycle) Kekerosiaan rendah, dan ramah lingkungan Biaya produksi dapat menjadi besar dikurangi Biaya produksi juga tinggi ketika enzim digunakan sebagai katalis.

14 Kulit buah kakao (CPH/Cocoa Pod Husk) adalah salah satu jenis katalis basa heterogen dalam produksi biodiesel [4]. Salah satu cara untuk memanfaatkan kandungan K 2 CO 3 dari kulit buah kakao yaitu dengan proses kalsinasi [4]. Pirolisis merupakan suatu proses yang melibatkan pemanasan bahan organik pada suhu lebih besar dari 400 C tanpa adanya oksigen [34]. Kalsinasi merupakan proses pemberian panas (thermal treatment) terhadap suatu material padatan untuk terjadinya dekomposisi termal, transisi fasa atau penghilangan fraksi-fraksi yang volatil, selain dekomposisi, selama kalsinasi terjadi pula : Sintering prekursor atau pembentukan oksida seperti kalium oksida (K 2 O) Reaksi oksida dengan penyangga [6] Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pirolisis: a. Suhu pirolisis, yang berpengaruh terhadap hasil pirolisis, karena dengan bertambahnya suhu maka proses peruraian semakin sempurna. b. Waktu pirolisis, yang berpengaruh terhadap kesempatan untuk bereaksi. Waktu pirolisis yang panjang akan meningkatkan hasil cair dan gas, sedangkan hasil padatnya akan menurun. Waktu yang dibutuhkan tergantung pada jumlah dan jenis bahan yang diproses. c. Kadar air bahan, dimana nilainya yang tinggi akan menyebabkan timbulnya uap air dalam proses pirolisis yang mengakibatkan tar tidak bisa mengembun di dalam pendingin sehingga waktu yang digunakan untuk pemanasan semakin banyak. d. Ukuran bahan, tergantung dari tujuan pemakaian, hasil arang dan ukuran alat yang digunakan [35]. Adapun reaksi yang terjadi pada saat kalsinasi, yaitu : K 2 CO 3 K 2 O + CO 2 [6] Gambar 2.1 Hasil Kalsinasi dari K 2 CO 3 Kalium karbonat memiliki titik leleh pada 891 o C. Diketahui bahwa K 2 CO 3 murni terdekomposisi pada suhu 890 o C, akan tetapi, karena kalsinasi dilakukan dalam kondisi vakum, maka diperkirakan kalium karbonat telah mengalami dekomposisi termal, membentuk sisi aktif basa yaitu K 2 O. Kalsinasi biasanya

15 dilakukan dibawah titik leleh produk yang diinginkan [6], sehingga meskipun kalsinasi dilakukan pada suhu 650 o C, kalsium karbonat telah terdekomposisi menjadi K 2 O. Amos O, et all., [17] melaporkan hasil analisa Atomic Absorption Spectrometric (AAS) dari kalsinasi kulit kakao pada suhu 600 o C selama 35 menit yaitu 13.05 ppm kalium (potasium), dan 6.65 ppm sodium (natrium). Sedangkan Ofori-Boateng, dan Keat [4] melaporkan hasil analisa kalsinasi kulit kakao pada suhu 650 o C selama 4 jam memberikan hasil kandungan potassium (kalium) sebesar 128,1 ppm, sodium (Na) 11,4 ppm, calcium (Ca) 1,19 ppm, magnesium 0,18 ppm dan lainlain. 2.2 BIODIESEL Biodiesel merupakan mono alkil ester dari minyak nabati dan lemak hewan yang digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil dan bersifat terbarukan (dapat diperbaharui), sebagai bahan bakar (energi) alternatif yang bersih, dan berkelanjutan [22 ; 23]. Biodiesel mampu menjadi pertimbangan menarik sebagai bahan bakar terbarukan alternatif untuk mesin diesel [23]. Biodiesel (Yunani, bio artinya hidup + diesel dari Rudolf Diesel) merupakan mono alkil ester dari asam lemak rantai panjang (seperti laurat, palmitat, stearat, oleat, dll) yang dapat dibuat dari sumber hayati terbarukan minyak organik seperti kacang kedelai, rapeseed, bunga matahari, kelapa, jagung, biji kapas, mustard, minyak sawit, kacang, lemak hewan, limbah minyak nabati dan ganggang melalui proses transesterifikasi dengan mereaksikannya dengan alkohol dan dikatalisasi oleh katalis untuk menghasilkan metil atau etil ester (biodiesel) dan gliserin (sabun, produk samping) [24 ; 25]. Umumnya metanol adalah pereaksi kimia yang lebih disukai untuk proses transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel karena biaya yang lebih rendah daripada etanol [25]. Biodiesel adalah sebuah bentuk energi yang bersih dan terbarukan, yang telah muncul sebagai pengganti untuk bahan bakar konvensional [1]. Bila dibandingkan dengan minyak solar yang digunakan pada mesin diesel, biodiesel memiliki manfaat yaitu lebih menurunkan emisi karbon monoksida, sulfur, hidrokarbon, dan asap pada

16 keluaran proses dan pada pembakaran biodiesel, tidak menambah tingkat level CO 2 pada atmosfer [26], toksisitas lebih rendah dan hampir nol emisi belerang [9]. Berikut adalah tabel perbandingan karakteristik antara bahan bakar biodiesel dengan solar (bahan bakar bensin) [27] : Tabel 2.4 Perbandingan Karakteristik Biodiesel dengan Solar Karakteristik Biodiesel Solar Komposisi Metil ester Campuran hidrokarbon Bilangan Setana 62,4 53 Densitas, g/ml 0,8624 0,8750 Viskositas, cst 5,55 4,6 Titik kilat, o C 172 98 Energi yang dihasilkan 40,1 MJ/kg 45,3 MJ/kg Lingkungan Ramah Lingkungan Bahaya (10 x dari biodiesel) Keberadaan Terbarukan Tak terbarukan Biodiesel memiliki keuntungan umum berikut : (1) Biodiesel adalah bahan bakar oksigen yang berisi sekitar 10-12 oksigen di struktur berat molekul, dan memiliki cetane number yang lebih tinggi daripada bahan bakar petro-diesel (bahan bakar diesel). Fakta-fakta ini menyebabkan kualitas pengapian yang lebih baik dan pembakaran yang sempurna. Dengan demikian penggunaan biodiesel sebagai pengganti bahan bakar diesel secara signifikan mengurangi emisi gas buang seperti karbon dioksida (CO), hidrokarbon yang tidak terbakar dan asap. Juga, menjadi bahan bakar bebas sulfur, biodiesel mengarah ke nol emisi sulfur oksida (SOx). (2) Biodiesel bersih, biodegradable dan bahan bakar non-toksik, yang bermanfaat untuk bahan bakar terbarukan alternatif pengganti bahan bakar fosil. (3) Biodiesel memiliki sifat unggul dibandingkan pelumas solar, dan dapat mengurangi penggunaan fosil. (4) Biodiesel memiliki potensi untuk meringankan ketergantungan negara pada sumber energi fosil karena dapat diproduksi dari bahan baku terbarukan dan domestik. (5) Suhu titik nyala biodiesel lebih tinggi dari bahan bakar diesel yang membuatnya lebih aman sehubungan dengan penyimpanan dan transportasi.

17 (6) Campuran bahan bakar Biodiesel-diesel atau bahkan biodiesel murni dapat digunakan dalam mesin diesel dengan modifikasi kecil [23]. Dari berbagai keuntungan ini dapat dikatakan bahwa biodiesel adalah bahan bakar yang ideal untuk pengganti bahan bakar mesin diesel. Namun, biodiesel memiliki beberapa kelemahan seperti sifat buruk suhu rendah aliran, viskositas lebih tinggi dan nitrogen oksida (NOx) emisi dan kandungan energi yang lebih rendah [28]. Juga, biodiesel yang dihasilkan dari minyak, tidak peduli apakah itu adalah minyak nabati murni atau lemak hewan, biasanya lebih mahal daripada bahan bakar diesel 10 sampai 50 %.Oleh karena itu, tingginya biaya biodiesel adalah kendala utama untuk komersialisasi [29]. Namun dapat dikurangi harga produksi biodiesel secara efektif hingga 60-70 % oleh penggunaan bahan baku yang berharga rendah berupa minyak jalantah [10 ; 11]. Berikut ini merupakan tabel perbandingan antara spesifikasi Sifat Fisika biodiesel dari minyak goreng segar, minyak jelantah (WCO) dan diesel (fosil) [30] : Tabel 2.5 Spesifikasi Sifat Fisika biodiesel dari minyak goreng murni, minyak goreng bekas (WCO) dan diesel (fosil) Karakteristik Biodiesel dari Biodiesel dari Diesel (fosil) minyak murni WCO Densitas pada 40 o C (kg/m 3 ) 870,6 876,08 807,3 Specific gravity pada suhu 15,5 o C 0,887 0,893 0,825 Suhu distilasi 10 % produk 324 343 165 15 % produk 335 345 265 90 % produk 312 320 345 Flash point ( o C) 159 160 53 Fire point ( o C) 165 164 58 Viskositas kenematik pada (40 o C) 2,701 3,658 1,81 (mm 2 /s) Nilai kalor (KJ / kg 40120,78 39767,23 42347,94 API gracvity 27,83 26,87 39,51 Indek Cetan 50,025 50,54 56,21 Anilin point ( o C) NA (tak ada data) NA (tak ada 77,5 data)

18 Biodiesel yang baik adalah biodiesel yang haruslah memenuhi berbagai persyaratan kualitas biodiesel.berikut ini adalah Persyaratan kualitas biodiesel [31] yang dapat dilihat pada tabel 2.6. Tabel 2.6 Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar (Biofuel) Jenis Biodiesel Properties ASTM D6751 EN 14214 Density (15 o C, g/cm 3 ) NS 0,86-0.90 Kinematic viscosity (40 1.9-6.0 3.5-5.0 o C, mm 2 /s) Cetane number 47 min 51 min Flash point ( o C) 130 min 120 min Sodium (ppm) Na & K combined 5 (max) Na & K combined 5 (max) Potassium (ppm) Acid Value (mg of 0.50 max 0.50 max KOH/g) Iodine Value (gi 2 /100 g NS 120 (max) Total Sulfur (ppm) 15 max 10 max NS : not specified. Max : maximum. Min: minimum. 2.3 BAHAN BAKU, DAN PELARUT BIODIESEL 2.3.1 Waste Cooking Oil (Minyak Goreng Bekas / Jelantah) Minyak jalantah merupakan hasil bekas penggorengan minyak goreng yang biasanya digunakan berkali-kali. Setiap tahun produksi WCO lebih dari 20 ribu ton[2].diperkirakan bahwa sekitar 29 jutaton WCO dihasilkan per tahun [12]. Hal tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah terhadap limbah pembuangan WCO [10]. Minyak goreng bekas/minyak jelantah (Waste Cooking Oil) dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel. Minyak jalantah adalah bahan baku yang menjanjikan sebagai pengganti dari minyak nabati untuk produksi biodiesel [2]. Hal ini karena minyak jalantah merupakan hasil bekas penggorengan minyak goreng. Selain itu, harga minyak jalantah kira-kira 40 70 % lebih murah dari minyak goreng segar sehingga dapat mengurangiharga produksi biodiesel secara efektif hingga 60-70 % oleh penggunaan bahan baku yang berharga rendah [2; 10 ; 11]. Lebih lagi, produksi biodiesel dari minyak jelantah tidak hanya menghindari kompetisi dari penggunaan WCO sebagai sumber pangan tapi juga dapat memecahkan berbagai masalah limbah pembuangan WCO [10]. Dengan cara yang sama harga katalis cukup memberi kontribusi pada harga total produksi biodiesel [2 ; 11].

19 Harga yang tinggi dari biodiesel adalah kunci persoalan untuk aplikasi skala besar dari biodiesel sebagai perbandingan dengan petroleum berdasarkan diesel. Harga yang tinggi dari biodiesel adalah keperihatinan utama dengan persediaan umpan sebagai keduanya minyak yang dapat dan tidak dimakan adalah sebagai batasan. Itu telah dilaporkan bahwa kurang lebih 70-95 % dari harga total produksi biodiesel berhubungan pada harga bahan baku [2 ; 11]. Untuk alasan ini, minyak goreng bekas menjadi lebih menarik dan bahan baku alternatif yang menjanjikan untuk produksi biodiesel. MinyakJelantah harganya sangat murah daripada minyak goreng murni. Secara utilitas, minyak jelantah dalam produksi biodiesel adalah sebuah solusi teknologi bersih menyumbangkan solusi untuk pembuangan dan untuk masalah kesehatan [32]. Berikut ini adalah tabel sifat fisika dan kimia dari minyak goreng segar dan minyak goreng bekas [32] : Tabel 2.7 Karakteristik Sifat Fisika-Kimia dari Minyak Goreng Murni dan Minyak Goreng Bekas Properties Nilai Minyak Goreng bekas Nilai Minyak Goreng murni Nilai Asam (mg KOH / g) 0.3 4.03 Nilai Kalori (J/g) - 39658 Nilai Saponifikasi (mg KOH / g) 194 177.97 Nilai Peroksida (mg/kg) <10 10 Densitas (gm/cm 3 ) 0.898 0.9013 Viscositas Kinematik (mm 2 /s) 39.994 44.956 Viscositas Dinamik (mpa.s) 35.920 40.519 Flash point (Titiknyala) ( o C) 161-164 222-224 Moisture content (kandungan air) 0,101 0.140 (wt %) 2.3.2 Metanol Alkohol seperti metanol, etanol, propanol, butanol dan amil alkohol yang digunakan untuk produksi biodiesel dalam proses transesterifikasi. Alkohol yang paling umum digunakan untuk produksi biodiesel adalah metanol dan etanol [14]. Biasanya, metanol adalah pereaksi kimia lebih disukai untuk proses transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel karena biaya yang lebih rendah daripada etanol [25].

20 Karakteristik positif yang paling penting dari metanol termasuk cocok sifat fisikokimia, biaya rendah, kondisi reaksi ringan, waktu reaksi cepat dan pemisahan fase mudah.namun, karena titik didih rendah, risiko ledakan terkait dengan uap metanol dan toksisitas ekstrim dari kedua metanol dan metoksida [15]. Alkohol seperti metanol atau etanol, bila digunakan sebagai aditif bahan bakar secara efektif dapat menurunkan keseluruhan viskositas campuran bahan bakar dan mempercepat proses penguapan bahan bakar [33]. 2.4 REAKSI PRETREATMENT BAHAN BAKU Minyak Jelantah (WCO) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel diyakini sudah memiliki kandungan asam lemak bebas yang cukup tinggi akibat pennggorengan yang dilakukan berulang-ulang dan jenis minyak jelantah bersifat campuran (heterogen) dari bekas pemakaiaan minyak jelantah. Minyak Jelantah biasanya mengandung asam lemak bebas (FFA), air dan impuritis lainnya [36]. Kandungan FFA dapat mempengaruhi reaksi transesterifikasi karena FFA akan bereaksi dengan katalis dan membentuk sabun dimana sabun akan meningkatkan viskositas dan mengakibatkan turunnya yield metil ester. Kandungan FFA bahan baku sebaiknya dibawah 1% untuk reaksi transesterifikasi [37]. Jika minyak jelantah akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel maka kadar air 0,5% dan kadar asam lemak bebas 3% [38]. Oleh kar ena itu perlu dilakukan pretreatment minyak jelantah sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku [39]. Adsorpsi adalah salah satu metode pemurniaan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak. Asam lemak bebas adalah pengganggu dalam pembuatan biodiesel.asam lemak bebas dapat bereaksi dengan basa dan berubah menjadi sabun, serta menurunkan efisiensi biodiesel [40]. Kheang, dkk [39] melaporkan karbon aktif dapat menurunkan kadar FFA dari 1,3 % menjadi 0,5 %, selain itu harganya yang murah (diproduksi secara komersial). Dan dapat diregenerasi atau digunakan kembali untuk fungsi pemurniaan [41].Putra, dkk [42] melaporkan bahwa proses preteatment minyak jelantah dengan karbon aktif 10 % (b/b) dapat menurunkan secara signifikan kadar air menjadi <0,1% dan FFA menjadi 0,23%.