HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

Pengaruh Aplikasi Isolat Methylobacterium spp terhadap Pertumbuhan dan Daya. Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

PENGARUH APLIKASI ISOLAT Methylobacterium spp TERHADAP PERTUMBUHAN DAN DAYA HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) MARIA AZIZAH A

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

EFEKTIVITAS ISOLAT Methylobacterium spp UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.) TAUFIQ HIDAYAT RS

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. yang dihasilkan dari proses-proses biosintesis di dalam sel yang bersifat

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan salah satu tanaman pangan penting

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill).

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. baku industri, pakan ternak, dan sebagai bahan baku obat-obatan. Di Indonesia,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tipe perkecambahan epigeal

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

(Glycine max (L. ) Merr. )

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Padi (Oryza sativa L.)

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

PENGARUH TEKNIK APLIKASI METHYLOBACTERIUM SPP TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

III. BAHAN DAN METODE. dengan Januari Pengujian viabilitas dilakukan di Laboratorium Pemuliaan

BAHAN DAN METODE. Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + + , BPF Hrp. , BPF Hrp -, IAA +, BPF + Hrp. , BPF Hrp. , BPF Hrp. Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pangan masyarakat antara lain dengan penganekaragaman pola makan sehari-hari

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Agustus 2011 sampai dengan Bulan

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk

III. BAHAN DAN METODE. dengan Januari Pengujian viabilitas dilakukan di Laboratorium Pemuliaan

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perlakuan Coating dengan menggunakan Isolat Methylobacterium spp. dan Tepung Curcuma untuk Meningkatkan Daya Simpan Benih Padi Hibrida

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk

Transkripsi:

13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Pengaruh Perendaman Benih dengan Isolat spp. terhadap Viabilitas Benih Kedelai. Aplikasi isolat TD-J7 dan TD-TPB3 pada benih kedelai diharapkan dapat meningkatkan perkecambahan benih karena adanya zat pengatur tumbuh yang dihasilkan oleh bakteri. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan perendaman benih pengaruh nyata pada tolok ukur Daya Berkecambah (DB), Indeks Vigor (IV), Kecepatan tumbuh (K CT), Bobot kering kecambah normal (BKKN) dan tidak berpengaruh nyata pada rata-rata bobot kecambah. waktu perendaman juga berpengaruh pada tolok ukur DB, IV, KCT, BKKN dan tidak berpengaruh nyata pada tolok ukur bobot kecambah. Namun, interaksi antara perlakuan perendaman dan waktu perendaman hanya berpengaruh pada tolok indeks vigor dan bobot kering kecambah normal. Viabilitas benih dengan tolok ukur DB, IV, KCT, BKKN perlakuan tanpa perendaman nyata lebih baik daripada perlakuan perendaman dengan media dan perendaman dengan isolat bakteri (Tabel 1). Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa aplikasi tidak dapat meningkatkan viabilitas benih pada benih yang mempunyai viabilitas awal yang tinggi. Tabel 1. Pengaruh perendaman dengan isolat dan waktu perendaman benih terhadap viabilitas benih. Tolok Ukur Bobot per DB (%) IV (%) K CT (% etmal -1 ) BKKN (g) kecambah (g) Perendaman benih Tanpa perendaman 89.25a 81.25a 1.273a 0.54a 0.026 Rendam media 80.50b 64.17b 1.044b 0.47b 0.024 Rendam isolat 81.83b 66.83b 1.004b 0.45b 0.040 Waktu perendaman 15 menit 89.33a 78.00a 1.199a 0.51a 0.025 30 menit 86.22ab 74.89ab 1.225a 0.52a 0.025 45 menit 80.89bc 66.00bc 1.004b 0.50a 0.025 60 menit 79.00c 64.11c 1.000b 0.41b 0.045 nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%. DB = daya berkecambah, IV = indeks vigor, K CT = kecepatan tumbuh, BKKN = Bobot kering kecambah normal. perendaman benih dengan tidak dapat meningkatkan daya berkecambah benih. Perendaman benih merupakan salah satu metode yang dilakukan dalam mempercepat perkecambahan benih. Perendaman (priming) biasanya dilakukan untuk mempercepat proses imbibisi benih sehingga benih yang ditanam akan tumbuh dengan serempak. Hasil pada Tabel 1 menunjukkan bahwa lama perendaman benih kedelai dengan isolat spp. dapat menurunkan viabilitas benih. Perendaman benih

14 selama 15 menit menunjukkan nilai viabilitas yang paling tinggi dan semakin menurun seiring dengan peningkatan waktu perendaman. Semakin lama perendaman dilakukan justru menurunkan viabilitas benih pada semua tolok ukur yang diamati. Hal ini diduga karena perendaman tanpa menggunakan aerator menyebabkan semakin lama aerasi semakin buruk dan menyebabkan kondisi benih kedelai yang direndam an aerob yang justru menghambat perkecambahan benih. Aplikasi pada benih kedelai lebih terlihat pada benih yang mempunyai viabilitas awal rendah (kurang dari 80%) daripada benih yang mempunyai viabilitas tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Hapsari (2013) yang menunjukkan bahwa perendaman benih dengan berpengaruh nyata pada peningkatan viabilitas benih kedelai yang mempunyai viabilitas awal 78% dan 83%, namun tidak pada benih dengan viabilitas awal 94%. Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perendaman benih kedelai dengan tidak memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol (tanpa perendaman). Pada tolok ukur indeks vigor, perlakuan kontrol secara nyata lebih baik dibandingkan dengan perendaman dengan isolat (30, 45 dan 60 menit perendaman) dan tidak berbeda nyata pada lama perendaman 15 menit. Pada tolok ukur bobot kering kecambah normal, kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan pada 15 dan 30 menit perendaman, namun berbeda pada 45 dan 60 menit perendaman. Tabel 2. Pengaruh interaksi perlakuan perendaman benih dengan isolat dan waktu perendaman terhadap Indeks Vigor dan Bobot Kering Kecambah Normal. perlakuan perendaman benih waktu perendaman (menit) Tanpa perendaman Rendam media Rendam isolat --------------- Indeks Vigor (%) ----------------- 15 82.00 ab 75.33 b 76.67 b 30 88.00 a 63.33 c 73.33 b 45 74.00 b 61.33 c 62.67 c 60 81.00 ab 56.67 c 54.67 c ----------- Bobot Kering Kecambah Normal (g) ---------- 15 0.51 ab 0.500 ab 0.51 ab 30 0.52 ab 0.51 ab 0.51 ab 45 0.58 a 0.46 bc 0.46 bc 60 0.54 ab 0.32 d 0.38 cd Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%. Bobot kering kecambah normal menggambarkan viabilitas potensial benih yang ditanam pada kondisi optimum. Bobot kering kecambah normal menunjukkan bobot biomassa yang dapat dihasilkan benih selama perkecambahan. Semakin tinggi bobot kecambah menunjukkan bahwa semakin baik vigor benih tersebut. Benih yang mempunyai viabilitas tinggi memiliki kemampuan untuk mensitesis material baru secara efisien dan dengan cepat mentransfer material tersebut

untuk pertumbuhan kecambah sehingga mengakibatkan peningkatan akumulasi bobot kering kecambah (Copeland & McDonald 2001). Penurunan viabilitas benih seiring dengan lamanya perendaman diduga karena benih tercekam dengan larutan garam yang ada pada media AMS. Hasil pengujian daya hantar listrik media AMS adalah 3154 µmosh cm -1. Daya hantar listrik media perendaman yang tidak merusak benih maksimum 2000 µmosh cm -1, Dengan konsentrasi garam yang tinggi maka benih tidak meningkat viabilitasnya justru tertekan pertumbuhannya karena cekaman abiotik. Hasil dari percobaan pertama menunjukkan bahwa aplikasi kultur cair isolat dengan cara perendaman pada benih kedelai kurang tepat karena dapat menurunkan viabilitas benih kedelai. Semakin lama waktu perendaman benih semakin menurunkan viabilitas benih kedelai. Perendaman benih kedelai dengan kultur cair isolat paling lama adalah 15 menit agar penurunan viabilitas tidak terlalu besar. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang media pembawa yang tepat dalam aplikasi isolat pada benih kedelai. Percobaan 2. Uji efektivitas isolat untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Penyemprotan tanaman dengan isolat pada permukaan daun bertujuan untuk menambahkan populasi sehingga tanaman mendapatkan tambahan zat pengatur tumbuh selain yang berasal dari dalam tanaman itu sendiri. Aplikasi isolat berpengaruh nyata meningkatkan tinggi tanaman pada 28 dan 49 HST dibandingkan dengan kontrol (Tabel 3). pemupukan berpengaruh nyata pada semua umur tanaman yang diamati. Pemupukan dengan dosis penuh berbeda nyata dengan kontrol, namun sebagian tidak berbeda nyata dengan pemupukan 1/3 dan 2/3 dosis pada semua umur tanaman. Interaksi antara pemupukan dengan aplikasi menunjukkan pengaruh nyata pada 28 HST (Tabel 4). Tabel 3. Pengaruh aplikasi dan tingkat pemupukan terhadap pertumbuhan tanaman tolok ukur tinggi tanaman. Umur Tanaman (HST) 14 21 28 35 42 49 ---------- cm -------- kontrol 10.32 16.27 21.08 b 29.23 36.83 45.44 b Semprot media 10.34 16.31 21.42 a 29.44 35.94 43.75 b Semprot isolat 10.40 16.85 22.58 a 31.15 39.10 48.85 a Tingkat Pemupukan kontrol 9.67 b 14.64 b 17.72 b 26.17 c 33.00 b 40.17 b Pupuk 1/3 dosis 10.46 a 16.69 a 22.42 a 30.19 b 37.83 a 47.17 a Pupuk 2/3 dosis 10.68 a 17.28 a 23.08 a 30.81 ab 37.92 a 47.42 a Pupuk dosis penuh 10.60 a 17.31 a 23.56 a 32.58 a 40.42 a 49.31 a nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%. 15

16 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan hanya berpengaruh nyata pada perlakuan tanpa pemupukan (kontrol). Interaksi antara aplikasi dengan tingkat pemupukan tidak berpengaruh nyata pada tinggi tanaman pada 1/3, 2/3 dan dosis penuh. Hal ini menunjukkan bahwa pemupukan mempunyai peranan yang lebih dominan dibandingkan dengan pengaruh aplikasi pada pertumbuhan tanaman kedelai. Danial (2011) menyatakan bahwa pengaruh aplikasi isolat spp terhadap tinggi tanaman kedelai mulai terlihat setelah penyemprotan umur 20 HST dan pada perlakuan perendaman benih dengan isolat TD-TPB3 yang dilanjutkan dengan penyemprotan pada daun umur 10 HST + 20 HST menunjukkan tinggi tanaman kedelai yang tertinggi. Tabel 4. Pengaruh interaksi antara pemupukan dan aplikasi pada 28 HST pada tolok ukur tinggi tanaman. Tingkat pemupukan kontrol Semprot media Semprot isolat ------ (cm) ------- kontrol 16.25 c 16.75 c 20.17 b Pupuk 1/3 dosis 22.42 a 21.75 ab 23.08 a Pupuk 2/3 dosis 22.08 ab 23.83 a 23.33 a Pupuk dosis penuh 23.58 a 23.33 a 23.75 a Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%. Daun merupakan organ penting dalam tanaman karena perannya dalam proses fotosintesis. Hasil pengamatan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata meningkatkan jumlah daun pada saat tanaman berumur 35 dan 42 HST. penyemprotan dengan isolat dan perlakuan pemupukan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada saat awal pertumbuhan tanaman (14 HST). Pemberian pupuk NPK menunjukkan pengaruh nyata pada jumlah daun yang dihasilkan dibandingkan dengan kontrol (tanpa pemupukan) saat tanaman berumur 21-49 HST. Tidak terdapat interaksi antara pemupukan dan aplikasi pada semua umur tanaman pada tolok ukur jumlah daun. Inokulasi sp. dapat meningkatkan jumlah nodul, ukuran daun dan berat daun cabai dan tomat (Deka Boruah et al. 2010). Aplikasi spp strain TD-J7+TD-TPB3 dengan perendaman benih ditambah penyemprotan pada 2 dan 4 MST dapat meningkatkan jumlah daun cabai (Goni 2010).

Tabel 5. Pengaruh aplikasi dan tingkat pemupukan terhadap jumlah daun. Umur tanaman (HST) 14 21 28 35 42 49 kontrol 3.0 4.8 5.3 7.8 b 9.5 b 11.7 ab Semprot media 3.0 4.8 5.4 7.6 b 9.3 b 11.3 b Semprot isolat 3.0 4.9 5.6 8.1 a 10.0 a 12.2 a Tingkat pemupukan kontrol 3.0 4.4 b 4.7 b 6.9 b 8.6 b 10.8 b Pupuk 1/3 dosis 3.0 4.9 a 5.6 a 8.0 a 9.8 a 11.9 a Pupuk 2/3 dosis 3.0 4.9 a 5.7 a 8.1 a 10.0 a 12.0 a Pupuk dosis penuh 3.0 5.0 a 5.9 a 8.2 a 10.1 a 12.1 a nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. Biomassa tanaman yang dihitung berdasarkan bobot kering tanaman menunjukkan laju pertumbuhan tanaman. Penghitungan biomassa tanaman pada penelitian ini dilakukan pada 35 HST dengan tujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif. Penyemprotan isolat dapat meningkatkan bobot kering tajuk dan total bobot kering tanaman kedelai (Tabel 6). pemupukan menunjukkan bahwa bobot kering tajuk pemupukan dosis penuh nyata lebih tinggi daripada perlakuan yang lain. Sedangkan pada bobot kering total perlakuan pemupukan penuh tidak berbeda nyata dengan 1/3 dosis pemupukan. Aplikasi sp. dan Bradyrhizobium japonicum SB120 pada benih secara signifikan dapat meningkatkan parameter pertumbuhan tanaman kedelai meliputi bobot tanaman, jumlah daun, berat kering akar dan total bobot kering pada penanaman dalam pot di rumah kaca (Radha et al. 2009), total bobot kering kedelai meningkat 41.67% pada perlakuan inokulasi sp. dan B. japonicum (Meenakashi & Savalgi 2009). Selain itu inokulasi suomiense dapat meningkatkan biomassa tanaman cabai sebesar 2.98% sampai 40.82% (Yim et al. 2009). Tabel 6. Pengaruh aplikasi dan tingkat pemupukan pada bobot kering tanaman kedelai Bobot kering tanaman (g) Akar Tajuk Total bobot kering tanaman kontrol 0.114 1.295 b 1.295 b Semprot media 0.144 1.488 b 1.488 b Semprot isolat 0.283 1.914 a 1.914 a Tingkat pemupukan kontrol 0.109 1.704 b 1.244 c Pupuk 1/3 dosis 0.250 1.360 b 1.610 ab Pupuk 2/3 dosis 0.215 1.342 b 1.556 b Pupuk dosis penuh 0.149 1.704 a 1.853 a nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. 17

18 dan tingkat pemupukan menunjukkan pengaruh yang nyata pada tolok ukur jumlah polong, produksi dan produksi per tanaman. Namun tidak terdapat interaksi antara dua perlakuan pada tolok ukur yang diamati. Jumlah polong pada perlakuan penyemprotan dengan isolat berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 7). Tingkat pemupukan dosis penuh berbeda nyata dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan pemupukan 2/3 dosis. Aplikasi isolat pada pertumbuhan tanaman cabai menunjukkan bahwa tingkat pemupukan dengan dosis yang lebih rendah lebih berpengaruh daripada pada pemupukan dosis tinggi (Chauhan et al. 2010). Produksi buah cabai pada aplikasi rendam benih+semprot tiap 1 bulan tidak berbeda nyata pada tingkat pemupukan setengah dosis dengan satu dosis rekomendasi (Azizah 2011). Semakin sering aplikasi isolat maka pertumbuhan tanaman semakin meningkat. Meenakashi & Savalgi (2009) menyatakan bahwa total bobot kering kedelai meningkat 41.67% pada perlakuan inokulasi sp.+ B. japonicum dengan penyemprotan pada 20, 30 dan 45 hari dibandingkan dengan kontrol. Selain itu Danial (2011) menyatakan bahwa teknik aplikasi spp isolat TD-TPB3 pada kedelai varietas Kaba dengan cara perendaman yang dilanjutkan dengan penyemprotan pada daun umur 10 HST + 20 HST memberikan peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman. Peningkatan terjadi pada peubah tinggi tanaman 35 HST, bobot kering tajuk, bobot kering akar, jumlah polong, polong isi, bobot 100 butir dan produksi. Tabel 7. Pengaruh aplikasi dan tingkat pemupukan pada tolok ukur jumlah polong, produksi dan produksi per tanaman. Tolok Ukur Produksi Bobot biji / tanaman Jumlah polong Produksi (g) (g) kontrol 13.42 b 11.73 b 2.93 b Semprot media 12.00 b 11.05 b 2.76 b Semprot isolat 19.50 a 19.47 a 4.87 a Tingkat Pemupukan kontrol 11.00 c 9.67 b 2.42 b Pupuk 1/3 dosis 14.00 bc 13.79 a 3.45 a Pupuk 2/3 dosis 16.67 ab 16.20 a 4.05 a Pupuk dosis penuh 18.22 a 16.67 a 4.17 a nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. Zat pengatur tumbuh (auksin, sitokinin dan giberelin) diketahui berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Sitokinin berperan dalam morfogenesis, pertunasan, pembentukan kloroplas, pembentukan umbi pada kentang, pemecahan dormansi, dan pembukaan stomata (Wattimena et al. 1992). Aplikasi spp dapat meningkatkan jumlah auksin, sitokinin dan giberelin pada tanaman. Sitokinin pada jumlah tertentu dapat memacu pertumbuhan tanaman karena sitokinin berperan dalam memacu perkembangan sel dan pembentukan organ pada tumbuhan. Ryu et al. (2006) menyatakan bahwa terdapat akumulasi

sitokinin yaitu trans zeatin pada tanaman cabai yang diberi isolat sp. CBMB20 dan CBMB110. Zat pengatur tumbuh yang dihasilkan oleh isolat Metylobacterium berperan penting pada peningkatan pertumbuhan tanaman. spp. strain TD-J7 menghasilkan auksin 9.13 ppm, trans-zeatin 74.37 ppm dan gibrelin 98.75 ppm dan isolat strain TD-TPB3 menghasilkan IAA 96.56 ppm, trans zeatin 33.14 ppm dan giberelin 129.83 ppm (Widajati et al. 2008). Zat pengatur tumbuh yang dihasilkan bakteri dapat menstimulasi translokasi fotoasimilat dengan membantu proses pembungaan, pembuahan dan pembentukan biji yang sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman (Amanullah et al. 2010). Hasil penghitungan jumlah koloni pada permukaan daun saat tanaman berumur 35 HST menunjukkan bahwa kelimpahan pada daun yang disemprot isolat adalah berkisar antara 3.2 x 10 2-1.18 x 10 4 cfu gram -1 daun (Tabel 8). Kelimpahan paling besar terdapat pada perlakuan yang diberi pupuk 1/3 dosis. Jumlah koloni yang terlihat lebih rendah dari populasi isolat yang disemprotkan (10 7 cfu ml -1 ) menunjukkan bahwa koloni isolat yang disemprotkan tidak mampu bertahan hidup seperti pada populasi awal. Hasil ini juga menunjukkan bahwa jumlah koloni yang telah diaplikasikan akan berkeseimbangan dengan populasi yang ada di alam. Tabel 8. Kelimpahan bakteri daun kedelai pada 35 HST. Jumlah koloni Tanpa isolat 1.12 x 10 2 Semprot media AMS 3.50 x 10 2 tanpa pemupukan 2.70 x 10 3 + pupuk 1/3 dosis 1.18 x 10 4 + pupuk 2/3 dosis 3.20 x 10 2 + pupuk dosis penuh 5.40 x 10 3 Kelimpahan yang berada di alam berbeda menurut jenis tanamannya. Pada daun poh-pohan dan kemangi asal Bogor terdapat 10 4 cfu g -1 daun, kecambah kacang hijau (taoge) 8.75x10 2 cfu g -1 daun (Riupassa 2003), tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai) serta tanaman hortikultura (mentimun, tomat, terong, cabai merah, gambas dan labu) berkisar 10 2-10 5 cfu g -1 tanaman (Salma et al. 2004). Hasil penghitungan kelimpahan bakteri yang telah diaplikasikan menunjukkan bahwa penyemprotan isolat yang masih hidup diduga kurang menguntungkan karena bakteri yang disemprotkan banyak yang mengalami kematian. Kelimpahan populasi di permukaan tanaman dipengaruhi oleh musim tanam, iradiasi ultra violet dan suhu lingkungan (Omer et al. 2004). Perlu dipertimbangkan kembali apakah perlu dilakukan perbaikan cara aplikasi bakteri misalnya dengan menambahkan perekat agar bakteri tidak mudah tercuci. Selain itu dapat pula dilakukan pemanfaatan metabolit yang dihasilkannya saja yaitu auksin, sitokinin dan giberelin sehingga mengurangi biaya pembuatan isolat karena tidak perlu menggunakan isolat segar. Serapan NPK jaringan tanaman dihitung berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman (Lampiran 7). Aplikasi dapat meningkatkan serapan N, 19

20 P, dan K dibandingkan dengan kontrol (Tabel 9). Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan berpengaruh penting terhadap penyerapan NPK tanaman. Semakin tinggi tingkat pemupukan maka unsur hara yang diserap oleh tanaman kedelai juga semakin tinggi. Tabel 9. Serapan unsur N, P dan K jaringan tanaman kedelai. total serapan N (g) total serapan P (mg) total serapan K (mg) Kontrol 47.264 4.763 30.978 Semprot media 61.862 5.921 44.107 Semprot isolat 69.201 7.753 48.620 Tingkat pemupukan Kontrol 49.957 4.636 16.492 Pupuk 1/3 dosis 57.822 6.244 44.220 Pupuk 2/3 dosis 58.640 6.098 47.519 Pupuk dosis penuh 71.349 7.604 56.709 Auksin berperan dalam mendorong pemanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xilem dan floem, pembentukan akar. dapat menambahkan jumlah auksin tanaman. Hasil pada Tabel 6. menunjukkan bahwa penambahan jumlah auksin dengan penyemprotan isolat pada tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan akar. Semakin banyak akar pada tanaman maka penyerapan hara pada tanaman dapat menjadi lebih efisien seperti yang terlihat pada serapan N, P dan K tanaman kedelai pada tabel 9. Hal ini sejalan dengan penelitian Kim et al. (2010) yang menunjukkan bahwa kombinasi aplikasi oryzae dan cendawan Arbuskula Mikorhiza secara signifikan meningkatkan akumulasi nitrogen (N) yang lebih besar pada akar dan tajuk tanaman cabai serta meningkatkan jumlah Fosfor (P) sampai 23.3% dibandingkan dengan tanpa inokulasi. Berbagai faktor dapat mempengaruhi penyerapan hara pada tanaman kedelai. Ghulamahdi et al. (2006) menyatakan bahwa sistem budidaya jenuh mampu meningkatkan aktivitas nitrogenase, serapan N, P, K daun, bobot kering bintil, akar, batang, daun, polong, serta biji dibandingkan budidaya kering. Pertumbuhan kedelai pada sistem budidaya jenuh terus (BJ) lebih baik dibandingkan budidaya jenuh kering (BJK), dan budidaya jenuh kering (BJK) lebih baik dibandingkan budidaya kering (BK). Efisiensi Serapan N, laju pertumbuhan tanaman, efisiensi penggunaan N, laju pertumbuhan relatif, dan laju asimilasi bersih mempengaruhi hasil biji kedelai pada kondisi kekeringan (Agung & Rahayu 2004). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati pada tanaman, yaitu penyemprotan isolat spp dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai. Aplikasi isolat spp dengan cara penyemprotan di daun pada 14 dan 28 HST dapat meningkatkan serapan NPK tanaman, sehingga tanaman dapat memenfaatkan pupuk yang diberikan secara optimal. Namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai cara aplikasi isolat yang dapat mengurangi tingkat kematian isolat yang telah disemprotkan pada tanaman.