BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2010, dengan masalah kesehatan). Menurut Sumiati Ahmad Mohammad, masa

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. sesuai kemampuannya (Darmajo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. normalnya secara perlahan (Darmojo, 2009). Dalam proses tersebut akan

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkat hingga dua kali lipat pada tahun 2025 (Depkes, 2013). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dapat memngganggu aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (Stanley and

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Indonesia menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti. diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya (Padila, 2013). Pada tahun 2012, UHH penduduk dunia rata rata

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN. Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai. membahayakan bagi fungsi kognitif lansia.

BAB I PENDAHULUAN. wajar akan dialami semua orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang. telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. terapi lingkungan untuk pasien dengan depresi yaitu Plant therapy di mana tujuan dari

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI DESA TAMBAK MERANG GIRIMARTO WONOGIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

tahun 2005 adalah orang, diprediksi pada tahun 2020 menjadi orang dan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat

BAB I PENDAHULUAN. Lansia yang berhenti bekerja, umumnya menderita post power. syndrome, kehilangan kepercayaan diri karena berkurangnya peran

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. System) pada vertebrata dan banyak invertebrata lainnya.otak mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia atau lansia

PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP GANGGUAN FUNGSI KOGNITIFPADA LANSIA DENGAN DEMENSIADI UPT PSLU JOMBANG. Lexy Oktora Wilda, Lica Ayu Kusuma

BAB I PENDAHULUAN. usia lanjut di Indonesia diperkirakan antara tahun sebesar 414 %

BAB I PENDAHULUAN. alami yang dialami oleh semua makhluk hidup. Di Indonesia, hal-hal yang

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), lanjut usia (lansia) adalah orang berusia

BAB I PENDAHULUAN di prediksikan jumlah lansia akan mengalami peningkatan sebesar 28,8 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO usia tahun adalah usia pertengahan, usia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan

PENGARUH SENAM OTAK (BRAIN GYM) TERHADAP TINGKAT DEMENSIA PADA LANSIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang. menurun. Menurut World Health Organization (WHO) lansia

BAB I Pendahuluan. Tabel 1.1 Situasi dan Analisis Lanjut Usia di Dunia (Dalam satuan milyar) jumlah penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN LANSIA MENGENAI SENAM LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI PERTIWI KOTA BANDUNG

RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI

BAB I PENDAHULUAN. lansia. Semua individu mengikuti pola perkemban gan dengan pasti. Setiap masa

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy); semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. yaitu lanjut usia yang berusia antara tahun, danfase senium yaitu lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB V PEMBAHASAN. A. Hasil Belajar Pretest Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok. Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai rerata pretest pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap anak akan melewati tahap tumbuh kembang secara fleksibel dan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan kesempatan untuk melewati masa ini. tahun 2014, jumlah lansia di Provinsi Jawa Tengah meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun) dan pada tahun 2025 jumlah

BAB I. empat dekade mendatang, proporsi jumlah penduduk yang berusia 60 tahun. 10% hingga 22% (World Health Organization, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan. kesehatan manusia, salah satu diantanranya stroke.

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan terjadi sangat cepat pada masa anak-anak. Tiga

BAB I PENDAHULUAN. mulus sehingga tidak menimbulkan ketidakmampuan atau dapat terjadi sangat nyata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap

BAB 1 PENDAHULUAN. lansia di Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,56%. Gorontalo

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT REUMATIK PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan ekonomi Menurut (BKKBN 2006). WHO dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) manusia. Indonesia. Hampir setiap tahunnya negara Indonesia selalu menempati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aspek yang mendukung siswa untuk mencapai prestasi

BAB I PENDAHULUAN. untuk diamati karena dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025

BAB I PENDAHULUAN. sedih bagi individu maupun anggota keluarga yang dapat menimbulkan. depresi. Depresi merupakan penyakit atau gangguan mental yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lansia (lanjut usia) bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Proporsi dan jumlah usia lanjut dalam populasi dunia mengalami

JURNAL PENELITIAN KEPERAWATAN

BAB I PENDAHULUAN. kesempurnaan iman seorang muslim terhadap Al-Qur an adalah meyakini

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Usia lanjut adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dapat dihindari oleh setiap orang. Sekarang ini banyak orang yang bertahan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun. Pada tahun 2010, diprediksi jumlah lansia sebesar 23,9 juta jiwa dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak,

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Jumlah penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas masa depan anak dapat dilihat dari perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (UU 13

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat alamiah dan normal terjadi pada setiap manusia. Setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Corwin (2009) menyatakan dalam Buku Saku

BAB 1 PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU No.13 tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang secara menyeluruh. Termasuk pembangunan di bidang kesehatan.

Gangguan Mental Organik (GMO) Oleh : Syamsir Bs, Psikiater Departemen Psikiatri FK-USU

BAB I PENDAHULUAN. (PP No. 72 Tahun 1991). Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini dengan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah. jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun (Bandiyah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pedoman untuk rehabilitasi medik (Gallo, 1998). Kualitas hidup dipakai

BAB I PENDAHULUAN. atau lebih (WHO, 1965). Saat ini di seluruh dunia jumlah lanjut usia di

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan manusia merupakan perubahan. yang bersifat progresif dan berlangsung secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2010, lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun atau lebih. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009, penduduk usia lanjut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kelompok usia prasenilis (45-59 tahun), kelompok usia lanjut (60 tahun ke atas), dan kelompok usia resiko tinggi (70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan masalah kesehatan). Menurut Sumiati Ahmad Mohammad, masa lanjut usia (senium) yaitu usia 65 tahun ke atas (Efendi & Makhfudli, 2009). Lansia secara alami akan mengalami proses yang disebut sebagai proses menua. Proses menua merupakan akumulasi semua perubahan yang terjadi dengan berlalunya waktu. Perubahan ini menjadi penyebab atau berkaitan dengan meningkatnya kerentanan tubuh terhadap penyakit, yang berakhir dengan kematian (Silalahi, 2006). Pada proses menua akan terjadi berbagai macam perubahan yakni perubahan fisik, mental, dan psikososial. Salah satu perubahan fisik yang terjadi pada lansia adalah perubahan pada sistem persarafan (Efendi & Makhfudli, 2009). 1

2 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan jumlah penduduk lansia 60 tahun akan meningkat dari 18,1 juta pada tahun 2010 menjadi dua kali lipat (36 juta) pada tahun 2025. Hasil sensus penduduk pada tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada 2010 atau 9,6 % dari jumlah penduduk (Menkokesra, 2013). Meningkatnya populasi lansia tersebut meningkatkan pula masalah kesehatan lansia yang dapat terjadi seiring dengan proses menua khususnya terkait dengan sistem persarafan. Salah satu masalah yang kerap kali terjadi pada lansia adalah kepikunan atau demensia senilis (Nadesul, 2011). Demensia merupakan kumpulan gejala penurunan fungsi intelektual umumnya ditandai minimal gangguan tiga fungsi yakni fungsi bahasa, memori, visuospasial, dan emosi (Pangkalan ide, 2008). Demensia senilismerupakan demensia yang terjadi pada lansia yang berumur > 65 tahun (Setiawan, 2014). Sebanyak 5% lansia yang berusia 65 75 tahun menderita demensia dan akan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45% pada usia di atas 85 tahun (Nugroho, 2010). Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2012, jumlah seluruh lansia di dunia yang hidup dengan demensia diperkirakan mencapai 36 juta jiwa.

3 Jumlah itu diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 115 juta pada tahun 2050. Menurut Nadesul (2011) demensia dapat disebabkan oleh penyakit alzheimer, stroke, tumor otak, depresi, dan gangguan sistemik (gizi, elektrolit, hormon, virus, dan alkohol). Demensia pada lansia dipengaruhi oleh kondisi sel-sel otak, yakni hilangnya beberapa fungsi otak akibat hilang atau rusaknya sel-sel otak dalam jumlah besar termasuk menurunnya zat kimia dalam otak. Menurut Tamher & Noorkasiani (2009) usia lanjut bukan merupakan penyebab langsung terjadinya demensia tetapi demensia merupakan gangguan penyerta akibat perubahan-perubahan pada sistem saraf pusat. Demensia memiliki 3 tingkat tergantung tingkat keparahannya. Tingkat demensia terdiri atas demensia ringan, demensia sedang, dan demensia berat. Pada masing-masing tingkat akan ditemui berbagai gejala yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bahkan dapat membahayakan lansia itu sendiri (Santoso & Ismail, 2009). Gejala yang dirasakan antara lain adalah hilang ingatan baru-baru ini bukan hanya lupa saja, lupa kata-kata atau tata bahasa yang tepat, perasaan berubahubah (moody), kepribadian mendadak berubah, atau mendadak tidak berminat melakukan aktivitas, sulit memahami konsep abstrak seperti matematika, tersesat atau tak ingat jalan pulang ke rumah, tidak ingat cara

4 mengerjakan tugas sehari-hari. Gejala lain yang mudah diketahui diantaranya adalah gangguan memori, kesukaran menghitung uang kembalian, kesulitan melakukan rutinitas sehari-hari (mandi, berpakaian, menelepon, dan mengancingkan baju), tidak dapat menemukan jalan pulang ke rumah saat bepergian, sulit berkonsentrasi, serta lebih banyak menyendiri (Pangkalan Ide, 2008). Menurut Stuart & Laraira (2010, dalam Setiawan, 2014) penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut antara lain dengan mengenal kemampuan-kemampuan yang masih dimiliki, terapi individu dengan melakukan terapi kognitif, terapi aktivitas kelompok dan senam otak. Senam otak adalah senam ringan yang dilakukan dengan gerakan menyilang, agar terjadi harmonisasi dan optimalisasi kinerja otak kanan dan otak kiri (Waluyo, 2010). Senam ini dapat mengaktifkan semua belahan otak dengan cara menstimulasi dimensi lateralis (otak kiri dan kanan), meringankan dimensi pemfokusan (batang otak dan otak depan), dan merelaksasi dimensi pemusatan (sistem limbik dan otak besar) (Dennison, 2008). Hal tersebut akan berdampak pada adanya koneksi neuron pada otak yang akan merangsang neuron sehingga dapat terjadi peningkatan fungsi otak (Sankanparan, 2010). Festi (2010) menyatakan bahwa ada pengaruh senam otak (brain gym) terhadap fungsi kognitif lansia pada penelitiaannya yang berjudul

5 Pengaruh Brain Gym terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif Lansia di Karang WerdhaPeneleh Surabaya. Rohana (2011) menyatakan bahwa senam vitalisasi otak meningkatkan fungsi kognitif lansia lebih besar dibanding senam lansia dalam penelitiannya yang berjudul Senam Vitalisasi Otak Lebih Meningkatkan Fungsi Kognitif Kelompok daripada Senam Lansia di Balai Perlindungan Sosial Propinsi Banten. Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti, jumlah seluruh lansia di Panti WerdhaHargodedali Surabaya sebanyak 40 orang. Berdasarkan data rekam medik, jumlah lansia yang terdiagnosa demensia sebanyak 20 orang (50 %).Rata-rata lansia tersebut sudah tinggal di panti selama 7,5 tahun. Intervensi yang dilakukan untuk lansia yang terdiagnosa demensia antara lain merangsang fungsi otak lansia dengan cara mengajak lansia untuk berjalan-jalan dan menyebutkan nama bendabenda, mengajak lansia untuk beraktivitas, dan terkadang melakukan pula senam lansia. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam otak terhadap tingkat demensia senilis di Panti WerdhaHargodedali Surabaya.

6 1.2 Rumusan Masalah Adakah pengaruh senam otak terhadap terhadap tingkat demensia senilis di Panti Werdha Hargodedali Surabaya? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui pengaruh senam otak terhadap terhadap tingkat demensia senilis di Panti Werdha Hargodedali Surabaya. 1.3.2 Tujuan Khusus 1) Mengidentifikasi tingkat demensia senilis sebelum dilakukan senam otak di Panti Werdha Hargodedali Surabaya. 2) Mengidentifikasi tingkat demensia senilis setelah dilakukan senam otak di Panti Werdha Hargodedali Surabaya. 3) Menganalisis pengaruh senam otak terhadap tingkat demensia senilisdi Panti Werdha Hargodedali Surabaya. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu keperawatan khususnya di bidang keperawatan

7 gerontik untuk meningkatkan standar pelayanan dalam menangani masalah demensia senilis melalui senam otak. 1.4.2 Manfaat Praktis 1) Bagi Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi bagi pelayanan keperawatankhususnya di bidang keperawatan gerontikdalam melakukan promosi kesehatan mengenai pengaruh senam otak terhadap tingkat demensia senilis dalam upaya peningkatan derajat kesehatan lansia. 2) Bagi Peneliti Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian-penelitian selanjutnya dan memberikan pengalaan, wawasan, dan pengetahuan di bidang keperawatan gerontik mengenai masalah demensia senilis. 3) Bagi Lansia Sebagai tambahan informasi mengenai pengaruh senam otak terhadap tingkat demensia senilis. 4) Bagi Masyarakat Sebagai referensi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan dan salah satu upaya untuk menyadarkan masayarakatakan pentingnya senam otak terhadap tingkat demensia senilis.