BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah sekelompok kondisi metabolik, dicirikan dengan kenaikan kadar glukosa darah dikarenakan ketidakmampuan tubuh untuk menghasilkan insulin atau resisten terhadap kerja insulin atau bisa keduanya (ADA, 2004). Penyakit ini awalnya ditandai dengan gangguan kadar glukosa (impaired fasting glucose) kemudian secara terus menerus akan berlanjut kepada fase hiperglikemia. Diabetes Mellitus dapat terjadi akibat interaksi yang kompleks antara faktor internal (genetis) dan faktor eksternal (lingkungan). Efek hiperglikemia ini kemudian akan memunculkan berbagai komplikasi baik komplikasi vasculopathy, neuropathy, nephropathy, immunopathy, dan retinopathy (Zaccardi et al., 2015). Berdasarkan patogenesis penyebab hiperglikemia, DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM Gestasional, dan DM tipe lain (Powers, 2011). Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan DM yang disebabkan karena destruksi sel beta pankreas akibat autoimun. Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan DM yang terjadi akibat meningkatnya resistensi terhadap kerja insulin dan tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin untuk mengatasi resistensi tersebut. Diabetes mellitus tipe 2 adalah tipe diabetes yang paling banyak menyerang manusia. Diabetes mellitus tipe 2 ini adalah salah satu diabetes dengan prevalensi tertinggi di dunia yaitu lebih dari 85% dari seluruh kejadian diabetes di seluruh dunia (ADA, 2015). Diabetes mellitus gestasional merupakan DM yang terjadi akibat intoleransi glukosa pada wanita sedang hamil yang disebabkan adanya perubahan hormonhormon pada tubuh. Diabetes Mellitus tipe lain dapat disebabkan oleh berbagai etiologi seperti defek genetik pada fungsi sel beta pankreas, penyakit pankreas, obat-obatan, ataupun senyawa kimia lainnya (Deshpande et al., 2008). 1
2 Diabetes Mellitus menjadi salah satu beban dunia dengan 6% populasi dunia menderita DM baik itu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, dan DM tipe lain. Menurut International Diabetes Federation, diperkirakan penderita DM dapat mencapai angka 300 juta jiwa pada tahun 2025. Dari jumlah tersebut, diperkirakan pula sekitar 97% di antaranya menderita DM tipe 2 (Adeghate et al., 2006). Indonesia sendiri termasuk dalam 10 negara dengan jumlah penderita diabetes tertinggi di dunia dalam kelompok umur 20-79 tahun pada tahun 2011 yaitu sebesar 7,3 juta orang dan diperkirakan akan bertambah menjadi 11,8 juta pada tahun 2030 (Whiting et al., 2011). Peningkatan ini akan menjadi tantangan bagi penyedia jasa layanan kesehatan di seluruh dunia sehingga penting untuk mengetahui faktor risiko beserta komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat DM. Diabetes Mellitus berkaitan dengan berkurangnya angka harapan hidup, berkurangnya kualitas hidup, meningkarnya morbiditas secara signifikan karena komplikasi mikrovaskuler, dan meningkatnya risiko komplikasi makrovaskuler (WHO, 2006). Komplikasi makrovaskular dari DM dapat berupa penyakit kardiovaskular, stroke, dan penyakit vaskular perifer. Sedangkan komplikasi mikrovaskuler DM adalah neuropathy, nephropathy, dan retinopathy (Deshpande et al., 2008). Retinopati Diabetika (RD) merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20-74 tahun. Pasien DM memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding non-diabetes. Risiko mengalami RD pada pasien DM meningkat seiring dengan lamanya menderita DM (Pandelaki et al., 2006). Retinopati Diabetika merupakan suatu kelainan vaskular retina yang timbul sebagai komplikasi kronik penyakit DM. Retinopati Diabetika merupakan penyebab kebutaan paling sering pada penduduk usia kerja di negara-negara berkembang termasuk Indonesia (Qiao et al., 1997).
3 Meningkatnya kejadian RD sesuai dengan durasi penyakit DM. Pada umumnya, pasien RD memiliki riwayat DM sekurang-kurangnya 10 tahun dan biasanya antara 15-25 tahun. Prevalensi RD rata-rata dari 59-73% pada pasien dengan durasi 15 tahun, 44-53% pada pasien dengan durasi 10-14 tahun, dan 10-37% pada pasien dengan durasi kurang dari 10 tahun (Morse et al., 1979). Anemia berpengaruh secara cukup signifikan terhadap perkembangan, progresi, dan proliferasi RD serta komorbiditas lain terkait dengan DM (McGill et al., 2006). Tingkat keparahan retinopati tersebut berbanding terbalik dengan nilai hematokrit (Adele et al., 2013). Penderita dengan hemoglobin kurang dari 12 g/dl memiliki risiko terjadi retinopati dua kali lebih besar daripada penderita dengan nilai hemoglobin normal. Selain itu, dengan nilai hemoglobin di bawah normal akan meningkatkan risiko 5% lebih tinggi untuk terjadinya retinopati dengan tipe proliferatif (Qiao et al., 1997). Anemia biasanya tidak terdeteksi dan tidak mendapatkan penanganan pada populasi penderita diabetes. Pengobatan anemia dianggap dapat meningkatkan toleransi dalam berolahraga dan menurunkan kemungkinan kejadian komplikasi mikro maupun makro vaskular dari diabetes mellitus (Silverberg et al., 2003). Deteksi dan penanganan dini anemia pada populasi penderita diabetes mellitus diharapkan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan kualitas hidup para penderita. Penelitian ini diharapkan dapat memperlihatkan kecenderungan kejadian RD dengan diabetes mellitus tipe 2, dengan membandingkan profil jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit penderita diabetes mellitus tipe 2 dan tanpa RD sehingga dapat menjadi perhatian kita dalam mencegah komplikasi DM tipe 2, khususnya RD.
4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah disebutkan, maka timbul masalah yang dapat dirumuskan adalah: Bagaimana perbedaan proporsi kadar normal dan rendah jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit pada diabetes mellitus tipe 2 dengan dan tanpa retinopati diabetika? C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: Untuk menentukan perbedaan proporsi kadar normal dan rendah jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit pada diabetes mellitus tipe 2 dengan dan tanpa komplikasi retinopati diabetika. D. Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya terkait hubungan anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 dengan kejadian Retinopati Diabetika:
Tabel 1. Keaslian penelitian 5 No. Judul (Penulis) Jumlah Sampel Desain Penelitian Hasil Kesimpulan 1. Association Between Diabetic Retinopathy and Hemoglobin Level (Bahar et al., 2013) Pasien DM tipe 2: 159 pasien (kasus) 318 pasien tanpa RD (kontrol) Casecontrol 159 pasien DM tipe 2 : 112 (70,4%) pasien dengan retinopati ringan sampai sedang tidak ada retinopati proliferatif (NPRD) Pasien DM tipe 2 memiliki kadar hemoglobin lebih rendah dan frekuensi anemia yang lebih tinggi. 47 pasien (29,6%) mengalami retinopati lanjut (NPRD atau proliferatif parah) Kadar hemoglobin rata-rata (p<0,001): 12,15 ± 1,50 (kasus) 12,73 ± 1,38 g/dl (kontrol) Prevalensi anemia (p<0,001): 45,9% (kasus) 26,1% (kontrol) 2. Anemia and diabetic retinopathy in type 2 diabetes mellitus (Ranil et al., 2010) 5999 subjek dengan DM tipe 2 Casecontrol Prevalensi anemia adalah 12,3%. Antara umur 40 dan 49 tahun, prevalensi anemia lebih tinggi pada wanita dibandingkan lakilaki (26,4% vs 10,3%). Setiap sepuluh individu dalam populasi diabetes melitus bisa menjadi anemia. Kejadian RD meningkat pada populasi penderita DM tipe 2 dengan anemia. Pria dengan anemia, memiliki 2 kali risiko terkena RD. OR 1,82 adanya RD pada pasien DM tipe 2 dengan anemia (95% CI 1,22-2,69).
6 3. Hubungan Antara Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Dengan Kecenderun gan Kejadian Retinopati Diabetika Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Suku Jawa (Dolyanov, 2012) 63 penderita DM tipe 2: 15 pasien nonproliferatif 17 orang proliferatif 31 orang tanpa RD. Crosssectional Kadar Hb kelompok RD non-proliferatif, RD proliferatif dan non-rd (g/dl) (p>0,5) adalah 13,74±3,58, 12,17±4,23 dan 12,61±3,26 (p=0,262). Kadar Hct kelompok RD nonproliferatif, RDproliferatif dan non- RD (p=0,025) adalah 43,93±7,59%, 38,35±7,87%, 41,91±5,78%. Tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar Hb dengan kecenderungan kejadian RD, namun terdapat hubungan bermakna antara kadar Hct dengan kecenderungan kejadian RD pada penderita DM tipe 2 suku Jawa. 4. Anemia in patients with type II diabetes mellitus with and without diabetic retinopathy (Baisakhiya et al., 2016) 135 subjek: 45 pasien tanpa DM tipe 2 kelompok A (kontrol) 45 pasien DM tipe 2 tanpa RD kelompok B (kasus) 45 pasien DM tipe 2 kelompok C (kasus) Casecontrol Kadar Hb rata-rata pada kelompok-a, B, dan C (p <0,001) adalah 14,23 ± 0,83 g/dl, 12,22 ± 0,11 g/dl, dan 10,44 ± 0,23 g/dl. Nilai Hct rata-rata di Grup-A, B, dan C (p <0,001) adalah 44,21 ± 0,34%, 41,11 ± 1,22%, dan 37,86 ± 1,12%. Jumlah Eritrosit rata-rata di Kelompok-A adalah 5,9 ± 0,11 juta/µl, Kelompok-B adalah 5,4 ± 0,83 juta/µl, dan Kelompok-C adalah 4,6 ± 1,3 juta/µl. Tingkat keparahan anemia lebih besar pada subjek dengan retinopati. Berdasar penelitian sebelumnya, belum ada penelitian tentang perbedaan proporsi jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit
7 rendah dan normal pada penderita DM tipe 2 dan tanpa RD di RSUP Dr. Sardjito. E. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Peneliti dan dokter sejawat, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran hubungan antara anemia dengan kecenderungan kejadian retinopati diabetika dan penderita diabetes mellitus tipe 2. 2. Peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan dasar dan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 3. Masyarakat, penelitian ini dapat memberikan wawasan baru mengenai penyakit diabetes mellitus sehingga masyarakat dapat mewaspadai.