GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa gangguan jiwa yang terjadi dari tahun ke tahun dan dari. waktu ke waktu akan berdampak negatif pada setiap individu yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

PENGARUH GUIDED IMAGERY TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOAFEKTIF DI RSJD SURAKARTA

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

EFEKTIVITAS TERAPI GERAK TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dan penarikan diri dari lingkungan (Semiun, 2006). Skizofrenia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. juga menimbulkan dampak negatif terutama dalam lingkungan sosial. Gangguan jiwa menjadi masalah serius di seluruh dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. juga dengan masyarakat (Maslim, 2002 ; Maramis, 2010). masalah yang mesti dihadapi, baik menggunakan fisik ataupun psikologig

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB I PENDAHULUAN. adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

PENGARUH ELECTRO CONFULSIVE THERAPY TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN JUMLAH LIMFOSIT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA. Skripsi

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada fungsi mental, yang meliputi: emosi, pikiran, perilaku,

BAB I PENDAHULUAN. adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah kondisi maladaptif pada psikologis dan

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Permasalahan. Penderita dengan gangguan jiwa saat ini jumlahnya mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Masalah gangguan kesehatan jiwa menurut data World Health

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan lainnya ( Samuel, 2012). Menurut Friedman, (2008) juga

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

BAB I PENDAHULUAN. psikososial seperti bencana dan konflik yang dialami sehingga berdampak. meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa(keliat, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, dan sosialisasi dengan orang sekitar (World Health Organization,

Transkripsi:

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun oleh: VERA FITRIANA J 210 060 072 JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 0

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa yang dialami penduduk sebuah bangsa merupakan wajah nyata dari masyarakatnya yang hidup dalam beban derita yang tidak tertahankan. Derita ekonomi, sosial, budaya, maupun psikologis yang satu sama lainnya saling berkesinambungan dan saling memberi efek. Banyaknya penderita gangguan jiwa yang dialami masyarakat sekarang ini menjadi bahan perhatian bersama karena dengan itu sesungguhnya kesehatan mental masyarakat tengah berada dalam keadaan yang memprihatinkan. Sebuah pertanda bahwa masyarakat kita sedang mengalami kelelahan dan kecemasan hidup yang sangat hebat. Dewasa ini, jumlah penderita gangguan jiwa ini terus menunjukkan peningkatan prevalensi. Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering, hampir 1% penduduk dunia menderita psikotik selama hidup mereka di Amerika. Skizofrenia lebih sering terjadi pada negara industri terdapat lebih banyak populasi urban dan pada kelompok sosial ekonomi rendah. Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia seringkali ditemukan di gawat darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan untuk merawat diri dan pemburukan sosial yang bertahap. Kedatangan di ruang gawat darurat atau tempat praktek disebabkan oleh 1

2 halusinasi yamg menimbulkan ketegangan yang mungkin dapat mengancam jiwa baik dirinya maupun orang lain, perilaku kacau, inkoherensi, agitasi dan penelantaran. Pasien skizofrenia seringkali luput dari perhatian kita. Data demografik menyatakan terdapat sekitar 1% populasi dunia yang menderita gangguan jiwa jenis ini, suatu jumlah yang sangat besar dengan populasi manusia dunia saat ini. Hal ini karena berhubungan dengan beban masyarakat dan Negara yang ditanggung karena penyakit ini. Dalam masyarakat pasien skizofrenia sering dianggap sudah tidak punya perasaan lagi dan terkadang dianggap berbahaya padahal mereka juga pasien yang sangat membutuhkan perhatian dari dokter dan keluarga serta masyarakat. Seringkali pasien dengan gangguan skizofrenia menjadi bulan-bulanan masyarakat. Mereka lebih sering disebut masyarakat sebagai orang gila. Stigma yang begitu melekat pada pasien gangguan skizofrenia adalah mereka berbahaya. Beberapa pasien skizofrenia, berasal dari keluarga yang disfungsi selain itu, perilaku keluarga yang patologis dapat meningkatkan stres emosional pada pasien skizofrenia. Menurut data World Health Organisation (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu, menurut Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO Wilayah Asia Tenggara, hampir

3 satu per tiga dari penduduk di wilayah ini pernah mengalami gangguan neoropsikiatri. Dirjen Bina Kesehatan Depkes mengatakan, angka itu menunjukan penderita gangguan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stres, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Berdasarkan data statistik, angka penderita gangguan kesehatan jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global, sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan mental, sekitar 1 juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan kecil dibandingkan dengan upaya bunuh diri dari para penderita kejiwaan yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya (Yosep, 2007). Prevelensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 sampai 1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 15 sampai 45 tahun, namun ada juga yang berusia 11 sampai 12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka diperkirakan 2 juta jiwa menderita skizofrenia (Widodo, 2006). Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2007). Gejala skizofrenia dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu primer dan sekunder. Pada masyarakat umum terdapat 0,2-0,8% penderita skizofrenia (Maramis, 2004). Dengan jumlah yang lebih dari 200 juta jiwa, maka jumlah yang mengalami skizofrenia sebanyak 400 ribu sampai 1,6 juta jiwa. Angka

4 yang besar ini menjadi tantangan departemen kesehatan dalam menangani masalah ini. Angka kejadian skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta menjadi jumlah kasus terbanyak dengan jumlah 1.883 pasien dari 2.605 pasien yang tercatat dari jumlah seluruh pasien pada tahun 2004. Itu berarti 72,7% dari jumlah kasus yang ada. Skizofrenia hebefrenik 471, paranoid 648, tak khas 317, akut 231, katatonik 95, residual 116, dalam remisi 15. Angka kejadian skizofrenia pada tahun 2008 di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta tercatat dengan jumlah 1815 pasien dan jumlah pasien skizofrenia paranoid sendiri tercatat sebanyak 434 orang (Rekam Medik RSJD, 2008). Penderita gangguan jiwa dirawat di RSJD Surakarta mengalami peningkatan dalam kurung waktu 3 tahun terakhir. Pada tahun 2002 sebanyak 2.420 pasien dengan prosentase hunian (BOR) 74%, tahun 2003 sebanyak 2.560 pasien dengan prosentase hunian 84,40%. Pada tahun 2004 sebanyak 2.605 pasien dengan prosentase 75,6% (Rekam Medik RSJD, 2005) Skizofrenia mempunyai beberapa macam jenis, ada skizofrenia hibrefenik, katatonik, afektif, paranoid, dan skizofrenia simplek. Skizofrenia paranoid merupakan skizofrenia yang akan penulis teliti berhubungan dengan pola asuh keluarga.. Perlu kita ketahui bahwa skizofrenia paranoid, ditandai dengan adanya waham preokupasi (waham bahwa dia sedang diserang, dilecahkan, ditipu, disiksa, atau dikonspirasikan) atau grandious (waham yang ditandai dengan dibesar-besarkan terhadap betapa pentingnya,

5 berpengetahuan, berpengaruh kuat seseorang, atau berhubungan dengan dewa atau orang penting). Tipe pasiennya : tense (ketidakmampuan merasa relaks terhadap rasa ansietas), curigaan, berhati-hati, lambat mengemukakan pikiran atau emosi. Merupakan jenis skizofrenia terbanyak di seluruh dunia. Biasanya terjadi pada usia 20-30 tahun. Pada era sekarang ini, arus informasi terbuka secara cepat yang tentunya membuat tugas orang tua menjadi semakin berat, terutama jika dikaitkan dengan tugas mendidik anak. Oleh karena itu orang tua harus dapat berkompetensi untuk meraih peluang dengan memperhatikan kemampuan dan mengetahui ciri-ciri perkembangan yang dilalui oleh anak pada setiap umur. Pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam berinteraksi dengan anak untuk menanamkan pendidikan, memenuhi kebutuhan, melatih sosialisasi dan memberikan perlindungan sehari-hari (Santi, 2002). Pentingnya peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa dapat dipandang dari berbagai segi. Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga adalah institusi pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku. Individu menguji coba perilakunya didalam keluarga, dan umpan balik keluarga mempengaruhi individu dalam mengadopsi perilaku tertentu. Semua ini merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat. Jika keluarga dipandang sebagai satu sistem, maka gangguan yang terjadi pada salah satu anggota dapat mempengaruhi seluruh sistem.

6 Sebaliknya, disfungsi keluarga dapat pula merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan pada anggota. Berbagai pelayanan kesehatan jiwa bukan tempat klien seumur hidup tetapi hanya fasilitas yang membantu klien dan keluarga mengembangkan kemampuan dalam mencegah terjadinya masalah, menanggulangi berbagai masalah dan mempertahankan keadaan adaptif. Pola asuh dalam keluarga yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik kesehatan sosial dan agama yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak untuk menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Dalam fase keluarga, pola asuh dalam keluarga sangatlah berpengaruh. Dariyo (2001) menyatakan pada fase ini orang tua adalah contoh atau model bagi si anak. Yusuf (2006) Tidak bisa disangkal bahwa perilaku atau contoh dari orang tua mempunyai pengaruh yang sangat kuat bagi anak. Pola asuh orang tua dibagi menjadi tiga yakni Otoriter, Permisif, dan Demokratis. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab kambuh gangguan jiwa adalah keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku klien di rumah. Pada kenyataannya, banyak klien di Rumah Sakit Jiwa yang jarang dikunjungi keluarga. Akibatnya keluarga tidak mengetahui proses keperawatan klien, dan kesan yang ada pada keluarga hanyalah perilaku klien sewaktu dibawa ke Rumah Sakit. Dipihak lain, tim kesehatan jiwa di Rumah Sakit merasa bertanggung jawab terhadap penyembuhan klien dan jarang melibatkan keluarga. Setelah sembuh, pihak

7 rumah sakit memulangkan klien ke lingkungan keluarga dan umumnya beberapa hari minggu atau bulan di rumah, klien kembali dirawat dengan alasan perilaku klien yang tidak dapat diterima oleh keluarga dan lingkungan. Melalui pengkajian ditemukan keluhan klien selama di rumah yaitu tidak di perkenankan keluar rumah, setiap ada tamu dilarang keluar kamar dan gerak gerik klien diawasi dengan sikap curiga. Dari uraian di atas dapat diyakini bahwa keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalm proses perawatan di rumah sakit, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas peran serta keluarga yang memadai akan membantu proses pemulihan kesehatan klien sehingga status kesehatan klien meningkat. Pola asuh keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam melakukan perawatan klien dengan gangguan jiwa. Seperti yang kita ketahui dan pelajari bahwa gangguan jiwa sering kita kenal dengan nama skizofrenia. Pengertian skizofrenia sendiri merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, dan sosial budaya (Maslim, 2001). Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya (Kaplan & Saddock, 1998). Dari penelitian yang sudah diteliti menunjukkan pola asuh permisif (anak bebas dalam berbuat dan bertingkah laku) sebagai faktor predisposisi terjadinya skizofrenia. Tapi apakah hanya pola asuh permisif itu saja yang

8 menjadi pencetus terjadinya skizofrenia, ini yang harus teliti lebih lanjut karena kita tahu sendiri pola asuh dibagi beberapa macam. Dalam kenyataannya, orang awam tidak mengetahui bahwa pola asuh yang ditanamkan oleh keluarga itu ternyata dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia paranoid, sehingga sering suatu keluarga itu memberikan pola asuh keluarga yang salah hingga akhirnya berdampak terjadinya skizofrenia ini. Disini peneliti ingin mengetahui pola asuh yang seperti apa yang ditanamkan oleh keluarga dengan cara studi retrospektif (menoleh ke belakang). Maka peneliti sangat tertarik meneliti dengan membuat judul penelitian Gambaran Pola Asuh Keluarga Pada Pasien Skizofrenia Paranoid (Studi Retrospektif) di RSJD Surakarta. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang dikemukakan tersebut diatas, maka penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut. Bagaimanakah Gambaran Pola Asuh Keluarga Pada Pasien Skizofrenia Paranoid (Studi Retrospektif) di RSJD Surakarta?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui bagaimana gambaran pola asuh keluarga pada pasien skizofrenia paranoid dengan studi retrospektif di RSJD Surakarta.

9 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pola asuh keluarga pada penderita skizofrenia paranoid. b. Untuk mengetahui fungsi keluarga pada keluarga skpizofrenia paranoid. D. Manfaat Penelitian a. Instansi RSJD Surakarta adalah :. Sebagai bahan pengajuan standar operasional prosedur ke pemimpin Rumah Sakit yang diperlukan untuk meningkatkan pelayanan Rumah Sakit. b. Institusi Pendidikan Sebagai bahan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang gambaran pola asuh keluarga pada pasien skizofrenia serta program pendidikan dan pengembangannya. c. Perawat Sebagai informasi dan masukan dalam peningkatan dan pedoman untuk melaksanakan tindakan keperawatan. d. Peneliti. Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

10 E. Keaslian Penelitian 1. Wulansih (2008) dengan judul Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Keluarga Dengan Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia di RSJD Surakarta. Penelitian ini adalah penelitian korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kekambuhan pada pasien skizofrenia, sedangkan sikap keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan kekambuhan pada pasien skizofrenia. 2. Helmina (2007) dengan judul Hubungan Pola Asuh Keluarga Dengan Resiko Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan ada gambaran pola asuh keluarga pada pasien skizofrenia paranoid. 3. Mariyono (2006) dengan judul Riwayat Pola Asuh Orang Tua Pada Klien Gangguan Jiwa Yang Muncul Pada Usia Remaja di RSJD. Dr. Soedjarwadi Klaten. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dalam bentuk deskriptif eksploratif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian: sebanyak 74,2% responden diasuh dengan riwayat pola asuh tipe VI (pola asuh yang tidak terbedakan). Pola asuh tipe III (demokratis) sebesar 25,8%. Sedangkan pola asuh Tipe II (otoriter berdasarkan penolakan), tipe IV (permisif berdasarkan penerimaan) dan Pola asuh tipe V (permisif berdasarkan penolakan) sebesar 0%.