BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Inflamasi adalah suatu respon biologi reaksi - reaksi kimiawi secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan

BAB I PENDAHULUAN. antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak digunakan untuk terapi arthritis rheumatoid dan osteoarthritis kronis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka SNEDDS Self-nanoemulsifying Drug Delivery Systems atau SNEDDS dapat didefinisikan sebagai campuran

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN...

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam penyakit dan 50% pemberian obat secara oral mengalami

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

TUGAS AKHIR. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh : MEYLANA INTAN WARDHANI NIM.

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. nonsteroidal anti-inflamatory drug (NSAID) yang tidak selektif. Ketoprofen

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF- NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM ) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM DENGAN PEMBAWA OLIVE OIL

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hiperkolesterolemia merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh gaya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

Media Farmasi Indonesia Vol 10 No 2

Aspirin merupakan salah satu obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. modifikasinya tidak pelak lagi merupakan sediaan yang paling popular

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

FORMULASI GLIBENKLAMID DENGAN METODE SELF EMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM (SEDDS) DAN UJI IN- VITRO DISOLUSI

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonstreoidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit muskuloskeletal kronis (Purwantiningsih dkk., 2010). Selain memiliki efek sebagai anti-inflamasi, ketoprofen juga diketahui memiliki efek analgesik dan antipiretik (Rençber dkk., 2009). Kelemahan yang dimiliki ketoprofen adalah adanya potensi mengiritasi lambung, sehingga dalam penelitian ini ketoprofen diformulasikan dalam bentuk SNEDDS. SNEDDS adalah sistem penghantaran obat yang mengandung campuran isotropik minyak, surfaktan, ko-surfaktan, dan obat yang membentuk nanoemulsi secara spontan (self-emulsifying) saat dimasukkan ke dalam fase air dengan agitasi yang ringan. Hasil pencampuran sediaan SNEDDS dalam cairan lambung setelah dikonsumsi oleh pasien akan membentuk nanoemulsi. Bentuk nanoemulsi dipilih karena dalam nanoemulsi terdapat kandungan minyak yang dapat membawa ketoprofen yang sukar larut dalam air. Keunggulan sediaan SNEDDS adalah kemampuan membentuk nanoemulsi secara spontan di dalam saluran cerna dan ukuran tetesan yang dihasilkan berukuran nanometer (Han dkk., 2011; Makadia dkk., 2013). SNEDDS memiliki komponen utama berupa minyak sebagai pembawa obat, surfaktan sebagai emulgator minyak ke dalam air melalui pembentukan dan penjaga 1

2 stabilitas lapisan film antar muka, dan ko-surfaktan untuk membantu surfaktan sebagai emulgator (Date dkk., 2010). Di samping keunggulan yang dimiliki, SNEDDS memiliki aspek yang perlu ditingkatkan, yaitu terkait dengan metode manufakturnya yang sulit. Pengembangan solid SNEDDS menjadi salah satu alternatif yang sangat menjanjikan untuk mengatasi keterbatasan liquid SNEDDS, karena fasilitas manufakturnya yang lebih mudah. Pembuatan liquid SNEDDS menjadi solid SNEDDS menggabungkan keunggulan sistem penghantaran basis lipid (lipid based drug delivery system) dan bentuk sediaan solid (solid dosage form) (Chavda dkk., 2013). Pada penelitian ini, dilakukan optimasi formula ketoprofen dalam bentuk SNEDDS dan pembuatan solid SNEDDS dengan menggunakan asam oleat sebagai fase minyak, tween 20 sebagai surfaktan, propilen glikol sebagai ko-surfaktan, dan aerosil sebagai solidifying agent. Asam oleat memiliki kemampuan self-emulsifying yang tinggi dan kapasitas drug loading yang besar, tween 20 merupakan surfaktan non-ionik yang memiliki HLB tinggi (16,7), propilen glikol dikategorikan sebagai GRAS oleh FDA Amerika Serikat sehingga aman digunakan, dan aerosil merupakan salah satu solidifying agent yang sering digunakan untuk pembuatan solid SNEDDS. Formula hasil optimasi tersebut diuji kejernihan, emulsification time, kestabilan dalam AGF dan AIF, ukuran dan distribusi ukuran tetesan, serta drug loading maksimum. Formula SNEDDS yang optimum dibuat menjadi bentuk solid, kemudian diuji kejernihan, drug content yang terkandung, dan morfologi kristalnya.

3 B. Rumusan Masalah 1. Apakah campuran asam oleat, tween 20, dan propilen glikol dapat membentuk sistem SNEDDS yang homogen? 2. Apakah formula SNEDDS ketoprofen dapat membentuk nanoemulsi dengan kemampuan self-emulsifying yang baik dan stabil dalam AGF dan AIF? 3. Apakah penggunaan Aerosil dalam pembuatan solid SNEDDS ketoprofen dapat menghasilkan nanoemulsi ketoprofen? 4. Bagaimanakah morfologi serbuk solid SNEDDS ketoprofen? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui apakah campuran asam oleat, tween 20, dan propilen glikol dapat membentuk sistem SNEDDS yang homogen. 2. Mengetahui apakah formula SNEDDS ketoprofen dapat membentuk nanoemulsi dengan kemampuan self-emulsifying yang baik dan stabil dalam AGF dan AIF. 3. Mengetahui apakah penggunaan Aerosil dalam pembuatan solid SNEDDS ketoprofen dapat menghasilkan nanoemulsi ketoprofen. 4. Mengetahui bagaimana morfologi serbuk solid SNEDDS ketoprofen.

4 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai formulasi ketoprofen dalam bentuk SNEDDS dan solid SNEDDS sehingga dapat menjadi alternatif baru dalam memformulasikan ketoprofen terutama untuk penggunaan secara oral. 1. Ketoprofen E. Tinjauan Pustaka CH 3 H Gambar 1. Struktur Kimia Ketoprofen Nama kimia ketoprofen adalah asam 2-(3-benzoilfenil) propionat dengan bobot molekul 254,3. Ketoprofen mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter, praktis tidak larut dalam air (Depkes RI, 1995). Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonsteroidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit muskuloskeletal kronis (Purwantiningsih dkk., 2010). Ketoprofen memiliki efek penghambatan terhadap produksi prostaglandin dan menghambat munculnya inflamasi (Lahiri dan Palit, 2012). Dosis pemakaian ketoprofen adalah 50 mg empat kali sehari atau 75 mg tiga

5 kali sehari (Parfitt, 1999). Dosis tertinggi ketoprofen yang direkomendasikan untuk penggunaan oral immediate release adalah 100 mg dan 200 mg untuk sediaan lepas lambat (FDA, 2010). Selain memberikan banyak aktivitas terapeutik, ketoprofen juga memberikan efek samping yang tidak diinginkan, seperti kehilangan darah, luka pada usus atau lambung dan anemia (Gabriel dkk., 1991). Ketoprofen merupakan senyawa asam lemah dengan nilai pka sekitar 4,6. Permeabilitas ketoprofen pada usus manusia cukup tinggi sekitar 8,7 x 10-6 cm/s (Sheng dkk., 2006). Ketoprofen memiliki kelarutan dalam air yang rendah (0,13 mg ml -1 pada 25 C), sehingga menjadi masalah pada formulasi dan membatasi aplikasi terapeutiknya (Kantor, 1986). Kelarutan ketoprofen yang rendah dalam cairan lambung menyebabkan waktu tinggal ketoprofen semakin lama dalam lambung, sehingga akan memperparah efek samping yang timbul. Menurut Pol dkk. (2013), kristal NSAID yang sukar larut dalam cairan lambung akan kontak dengan dinding lambung dalam waktu yang lama sehingga meningkatkan potensi iritasi lambung. Patil dkk. (2004) pernah memformulasikan gelled SEDDS ketoprofen dengan menggunakan Capmul dan aerosil, menghasilkan emulsification time 30-50 detik dan ukuran tetesan 90-300 nm. 2. SNEDDS Beberapa tahun terakhir, perkembangan formulasi telah terfokus pada sistem mikroemulsi berbasis lipid (lipid-microemulsion) terutama pada SEDDS, SMEDDS,

6 dan SNEDDS untuk meningkatkan bioavailabilitas oral obat-obat yang sukar larut air (Balakrishnan dkk., 2009 b ; Cui dkk., 2009; Woo dkk., 2008). SNEDDS merupakan sistem penghantaran obat yang mengandung campuran isotropik minyak, surfaktan, ko-surfaktan, dan obat yang membentuk nanoemulsi o/w secara spontan (self-emulsifying) saat dimasukkan ke dalam fase air dengan agitasi yang ringan (Nazzal dkk., 2002). Di dalam tubuh, SNEDDS akan membentuk nanoemulsi saat kontak dengan cairan dalam saluran cerna, dan agitasi untuk proses self-emulsifying dalam GIT dibantu oleh gerakan pada lambung dan usus (Itoh dkk., 2002; Nazzal dkk., 2002). Nanoemulsi yang terbentuk memiliki ukuran tetesan kurang dari 100 nm dan meningkatkan kelarutan obat yang tidak larut air sehingga dapat membantu absorpsi obat pada saluran cerna (Han dkk., 2011). Ukuran nanoemulsi yang sangat kecil memungkinkan obat dapat melewati membran sepanjang GIT dengan cepat dan meminimalisir iritasi akibat adanya kontak antara kristal obat dengan dinding GIT (Makadia dkk., 2013). Selain itu, dengan diformulasikan dalam bentuk SNEDDS, tidak ada kontak langsung antara obat dengan dinding lambung sehingga iritasi dapat dikurangi (Pol dkk., 2013). Dengan meningkatnya kelarutan obat dalam saluran cerna, terutama lambung, maka diperkirakan waktu untuk mencapai konsentrasi obat maksimum dalam darah dapat dipersingkat, dengan kata lain sediaan SNEDDS diperkirakan akan dapat mempercepat t max. SNEDDS memiliki komponen utama berupa minyak sebagai pembawa obat,

7 surfaktan sebagai emulgator minyak ke dalam air melalui pembentukan dan penjaga stabilitas lapisan film antar muka, dan ko-surfaktan untuk membantu surfaktan sebagai emulgator. Syarat formulasi SNEDDS adalah harus kompatibel, aman, memiliki kapasitas pelarutan yang baik dan memiliki kemampuan self emulsifying yang baik (Han dkk., 2011). Formula SNEDDS yang optimal dipengaruhi oleh sifat fisikokimia dan konsentrasi minyak, surfaktan dan ko-surfaktan, rasio masing-masing komponen, ph dan suhu saat emulsifikasi terjadi, serta sifat fisikokimia obat (Date dkk., 2010). Komponen utama SNEDDS adalah : a. Minyak Fase minyak memiliki peran penting dalam formulasi SNEDDS, karena sifat fisikokimia minyak (berat molekul, polaritas dan viskositas) secara signifikan mempengaruhi spontanitas proses nanoemulsifikasi, ukuran tetesan nanoemulsi, dan kelarutan obat. Minyak yang dipilih untuk formulasi SNEDDS adalah minyak yang mampu melarutkan obat secara maksimal dan juga mampu menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan yang diharapkan (Makadia dkk., 2013). Pada penelitian ini fase minyak yang dipakai adalah asam oleat. Asam oleat (nama IUPAC : cis-9-octadecenoic acid, singkatan lipid 18:1 cis-9) adalah asam lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid) yang dapat diperoleh dari sumber nabati atau hewani, memiliki bobot molekul 282,47 g/mol dan berwarna kuning pucat atau kuning-kecoklatan (NIST, 2014). Asam oleat memiliki titik leleh

8 13 C dan titik didih 300 C (Sciencelab, 2014). Asam oleat merupakan penyusun lipid bilayer stratum korneum pada kulit manusia (Williams, 2003). Asam oleat dapat bertindak sebagai agen pengemulsi, sehingga dapat memperbaiki bioavailabilitas obat-obat yang sukar larut dalam air pada formulasi tablet (Kibbe, 2000). Asam oleat banyak dipilih sebagai fase minyak dalam formulasi SNEDDS karena kemampuan self-emulsifying-nya yang tinggi dan kapasitas drug loading yang besar (Kurakula dan Miryala, 2013). Kurakula dan Miryala (2013) menggunakan asam oleat, tween 80 dan Brij 30 untuk memformulasikan SNEDDS atorvastatin, dengan hasil emulsification time 70-120 detik dan rerata ukuran tetesan 150-230 nm. H Gambar 2. Struktur Kimia Asam leat b. Surfaktan Pemilihan surfaktan juga merupakan faktor kritis pada formulasi SNEDDS. Karakteristik surfaktan seperti HLB (dalam minyak), viskositas dan afinitas terhadap fase minyak memiliki pengaruh yang besar pada proses nanoemulsifikasi, tempat terjadinya self-emulsification dan ukuran tetesan nanoemulsi. Surfaktan terpilih harus acceptable pada rute administrasi yang ditentukan dan juga harus sesuai dengan regulasi yang berlaku (Makadia dkk., 2013). Penambahan surfaktan dapat mengurangi tegangan antar muka sehingga dapat menghasilkan tetesan nanoemulsi

9 yang stabil (Costa dkk., 2012). Surfaktan yang digunakan untuk formulasi SEDDS adalah surfaktan non ionik dengan nilai HLB tinggi yang dapat membantu pembentukan tetesan emulsi o/w dengan cepat dalam media berair (Bharathi dkk., 2013). Pada penelitian ini surfaktan yang dipakai adalah tween 20. Tween 20 atau Polyoxyethylene (20) sorbitan monolaurate adalah ester dari polioksietilen sorbitan yang memiliki HLB 16,7 dan bobot molekul sekitar 1225 g/mol (Sigma, 2014). Tween 20 memiliki LD 50 untuk tikus sebesar 36,7 ml/kg dan untuk mencit lebih dari 33 g/kg (Cayman, 2012). Kassem dkk. (2010) pernah memformulasikan SNEDDS clotrimazole dengan komposisi 10% asam oleat sebagai fase minyak, 60% tween 20 sebagai surfaktan, serta 15% PEG 200 dan 15% n-butanol sebagai ko-surfaktan menghasilkan ukuran tetesan sebesar 81 nm. w x H H z y H w+x+y+z=20 Gambar 3. Struktur Kimia Tween 20 c. Ko-surfaktan Ko-surfaktan ditambahkan pada formula SNEDDS untuk meningkatkan drug loading, mempercepat self-emulsification time, dan mengatur ukuran tetesan pada nanoemulsi (Biradar dkk., 2009; Makadia dkk., 2013). Penambahan ko-surfaktan pada formula yang mengandung surfaktan dapat meningkatkan disolusi dan absorpsi

10 obat pada formula yang dibuat (Han dkk., 2011). Pada penelitian ini ko-surfaktan yang dipakai adalah propilen glikol. Propilen glikol merupakan cairan kental tidak berwarna dan transparan yang umum digunakan sebagai ko-solven (Rowe dkk., 2009). Propilen glikol memiliki HLB 3,4 dan diklasifikasikan sebagai GRAS oleh FDA Amerika Serikat sehingga dapat digunakan untuk bahan tambahan makanan, obat-obatan, dan juga kosmetik (FDA, 2014; Ansel, 2011). LD 50 akut propilen glikol pada mencit adalah 22000 mg/kg dan 20000 mg/kg pada tikus (Sciencelab, 2014). Menurut WH, asupan propilen glikol yang aman adalah sebesar 25 mg/kg BB (U.S HHS, 1997). Elnaggar dkk. (2009) memformulasikan SNEDDS tamoksifen dengan komposisi tamoksifen sitrat (1,6%), Maisine 35-1 (16,4%), Caproyl 90 (32,8%), Cremophor RH40 (32,8%) dan propilen glikol (16,4%), menghasilkan ukuran tetesan sebesar 150 nm. H CH 3 H Gambar 4. Struktur Kimia Propilen glikol 3. Solid SNEDDS Sistem SNEDDS yang berupa cairan (liquid SNEDDS) memiliki keterbatasan, yaitu metode manufaktur yang sulit (Nazzal dkk., 2002). leh karena itu, sediaan solid SNEDDS sedang dipelajari dan dipertimbangkan lebih lanjut untuk mengatasi keterbatasan liquid SNEDDS tersebut (Kang dkk., 2011). Solid SNEDDS, salah satu

11 bentuk sistem penghantaran obat berbasis lipid yang dibuat dengan proses pemadatan (solidification), merupakan sistem penghantaran baru yang menjanjikan bagi obat-obat yang sukar larut dalam air karena menggabungkan keunggulan liquid SNEDDS (meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas obat) dan keunggulan bentuk sediaan padat (stabilitas yang tinggi dan manufaktur yang lebih mudah) (Nazzal dkk., 2006; Wang dkk., 2008). Solid SNEDDS akan menghasilkan nanoemulsi minyak dalam air (o/w nanoemulsion) dengan ukuran tetesan di bawah 200 nm dengan agitasi ringan dalam media berair (seperti di dalam cairan gastrointestinal) (Wang dkk., 2008; Tang dkk., 2008). Tetesan nanoemulsi yang berukuran nanometer ini membantu dalam proses disolusi dan absorpsi obat sehingga dapat meningkatkan keseragaman dan reprodusibilitas bioavailabilitas obat (Rao dkk., 2008). Solid SNEDDS dapat dihasilkan dengan penambahan solidifying agent. Pada penelitian ini, solidifying agent yang digunakan untuk pembuatan solid SNEDDS adalah Aerosil. Aerosil merupakan koloidal silikon dioksida amorf anhidrat dengan tingkat kemurnian tinggi yang digunakan pada produk farmasi untuk meningkatkan karakter serbuk sebagai free-flow dan anti-caking agent (Evonik, 2014). Aerosil berupa serbuk putih tidak berbau yang memiliki titik leleh sekitar 1700 C. LD 50 Aerosil pada tikus untuk penggunaan oral adalah 10000 mg/kg (Caelo, 2013). Penggunaan silikon dioksida pada makanan secara langsung atau tidak langsung dikategorikan sebagai GRAS oleh FDA (FDA, 2014). Silikon dioksida adalah salah satu carrier yang dapat

12 memperbaiki disolusi dengan meningkatkan pembasahan (wettability) partikel obat (Balakrishnan, 2009 a ). Shanmugam dkk. (2011) membuat solid SNEDDS lutein dengan menggunakan 500 mg aerosil dalam 100 ml etanol menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan sekitar 90 nm. Seo dkk. (2013) juga pernah membuat solid SNEDDS docetaxel dengan metode spray drying menggunakan 3 gram aerosil dalam 500 ml etanol, menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan 190 nm. F. Landasan Teori Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi golongan non-steroidal yang biasa digunakan untuk pengobatan osteoartritis dan rematoid artritis. Namun karena ketoprofen memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air, sehingga hal ini menjadi masalah dalam memformulasikan ketoprofen untuk aplikasi per oral. Selain itu, ketoprofen juga memiliki kelemahan yaitu adanya potensi mengiritasi lambung. Untuk itu sebagai alternatif mengatasi permasalahan tersebut, ketoprofen diformulasi menjadi bentuk SNEDDS. SNEDDS adalah bentuk sediaan yang mengandung minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan yang dapat menghasilkan nanoemulsi secara spontan di dalam cairan gastrointestinal. Nanoemulsi yang dihasilkan memiliki tetesan berukuran sangat kecil (di bawah 100 nm), sehingga dapat membantu disolusi ketoprofen dalam lambung dan mempercepat absorpsi obat. Di dalam lambung, sistem akan melingkupi obat dan akan meminimalkan potensi iritasi lambung ketoprofen. Liquid SNEDDS memiliki keterbatasan yang perlu ditingkatkan, yaitu

13 terkait dengan manufakturnya yang sulit, sehingga bentuk solid SNEDDS dikembangkan sebagai salah satu alternatif. Solid SNEDDS menjadi sediaan yang menjanjikan untuk obat-obat yang sukar larut dalam air karena menggabungkan keunggulan liquid SNEDDS dan bentuk sediaan padat. Beberapa hasil penelitian terdahulu yang menjadi dasar penelitian ini adalah penelitian Patil dkk. (2004) yang berhasil memformulasikan ketoprofen menjadi gelled SEDDS yang memiliki emulsification time kurang dari 1 menit dan ukuran tetesan yang kurang dari 100 nm. Campuran asam oleat dan tween 20 pernah digunakan oleh Kassem dkk. (2010) untuk membuat SNEDDS clotrimazole menghasilkan ukuran tetesan 81 nm. Propilen glikol digunakan Elnaggar dkk. (2009) untuk membuat SNEDDS tamoksifen menghasilkan ukuran tetesan 150 nm dan aerosil digunakan oleh Seo dkk. (2013) untuk membuat solid SNEDDS docetaxel menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan 190 nm. Shanmugam dkk. (2011) membuat solid SNEDDS lutein yang memiliki morfologi partikel halus tanpa bentuk kristal yang mengindikasikan adsorpsi yang sempurna SNEDDS lutein di dalam pori aerosil. Berdasarkan hasil beberapa penelitian terdahulu tersebut, diperkirakan penggunaan asam oleat, tween 20 dan propilen glikol dapat digunakan untuk formulasi SNEDDS ketoprofen dan menghasilkan nanoemulsi yang baik. Penggunaan aerosil sebagai solidifying agent juga diperkirakan dapat menghasilkan solid SNEDDS ketoprofen.

14 G. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah : 1. Campuran asam oleat, tween 20, dan propilen glikol dapat membentuk sistem SNEDDS yang homogen. 2. Formula SNEDDS ketoprofen dapat membentuk nanoemulsi dengan ukuran tetesan kurang dari 100 nm, kemampuan self-emulsifying yang baik dan stabil dalam AGF dan AIF. 3. Penggunaan Aerosil dalam pembuatan solid SNEDDS ketoprofen dapat menghasilkan nanoemulsi ketoprofen. 4. Serbuk solid SNEDDS memiliki morfologi yang halus tanpa bentuk kristal yang mengindikasikan adsorpsi sempurna ketoprofen di dalam pori aerosil.