BAB I PENDAHULUAN. adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Depkes RI,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. terkait fisik tetapi juga masalah kesehatan jiwa masyarakat. Sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas di seluruh dunia (Prince et al, 2007). Meskipun penemuan terapi. mengakibatkan penderitaan yang besar pada individu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

BAB I PENDAHULUAN. adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah kondisi maladaptif pada psikologis dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. yang aneh dan tidak beraturan, angan-angan, halusinasi, emosi yang tidak tepat,

BAB I PENDAHULUAN. berpikir, gangguan perilaku, gangguan emosi dan gangguan persepsi

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sesuai fungsinya. World Health Organization (WHO) mengartikan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. American Nurses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Sejalan dengan definisi kesehatan menurut UU Kesehatan. RI Nomor 23 tahun 1992, menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Istilah remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Berusaha untuk sembuh dan mengobati penyakit ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

Dasar Dasar Pelayanan Pemulihan Gangguan Jiwa

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang menyerang seperti typhoid fever. Typhoid fever ( typhus abdominalis, enteric fever ) adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. pengertian (Newman, 2006). Pengertian pensiun tidak hanya terbatas pada

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki beberapa aspek yang saling berkaitan, yaitu jasmani,

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. faktor keturunan merupakan salah satu penyebabnya. Candra (2006)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PENDAHULUAN. emosional serta hubungan interpersonal yang memuaskan (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Mellyarti Syarif. Pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Terhadap Pasien. Disertasi. Kementrian Agama RI. Jakarta hlm.

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai

Gangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia memiliki tiga komponen utama sehingga disebut. makhluk yang utuh dan berbeda dengan mahkluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan mental (jiwa) yang sekarang banyak dialami masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes RI, 2009). Kesehatan masyarakat menyangkut semua segi kehidupan yang sangat luas, diantaranya tentang kesehatan jiwa (Setijono, 2008). Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Depkes RI, 2003). Berdasarkan indikator Human Development Index (HDI) yang diterbitkan oleh United National Development Program (UNDP), status kesehatan jiwa masyarakat dapat ditinjau dari aspek kesejahteraan sosial dan kualitas hidup masyarakat. Berdasarkan indikator tersebut, pada tahun 1999 Indonesia berada pada peringkat ke 105 di antara 180 negara di dunia. Tahun 2000 turun menjadi 108 dan tahun 2002 posisi Indonesia berada pada peringkat 112 (Kemenkes RI, 2006). Gangguan kesehatan jiwa adalah suatu kelompok gejala atau perilaku yang secara klinis ditemukan bermakna dan disertai dengan penderitaan (distress) pada kebanyakan kasus dan yang berkaitan dengan terganggunya fungsi seseorang (Maslim, 2003). Terdapat dua faktor sebagai penyebab gangguan jiwa ialah faktor predisposisi dan faktor pencetus. Keduanya berpengaruh untuk menimbulkan gangguan jiwa. Faktor predisposisi terdiri atas berbagai faktor mulai dari faktor 1

2 genetik, kelainan- kelainan fisik terutama otak yang terjadi sekitar kelahiran dan atmosfer keluarga yang abnormal semasa kanak-kanak. Sedangkan faktor pencetus ialah peristiwa yang langsung baik fisik maupun psikososial yang menyebabkan timbulnya gejala-gejala sakit jiwa (Soekarto, 2010). Masalah kesehatan jiwa mempunyai lingkup yang sangat luas dan kompleks serta saling berhubungan satu dengan lainnya. Apabila kita mengangkat data hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan Badan Litbang Departemen Kesehatan pada tahun 1995, yang antara lain menunjukkan bahwa gangguan mental remaja dan dewasa terdapat 140 per 1000 anggota rumah tangga, gangguan mental anak usia sekolah terdapat 104 per 1000 anggota rumah tangga. Dalam kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir ini, data tersebut dapat dipastikan meningkat karena krisis ekonomi dan gejolak-gejolak lainnya di seluruh daerah, bahkan masalah dunia internasionalpun akan ikut memicu terjadinya peningkatan yang dimaksud (Kemenkes RI, 2002). Prevalensi diatas 100 per 1000 anggota rumah tangga dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian (priority public health problem) (Kemenkes RI, 2006). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta pada tahun 2011, tercatat 5.873 pasien gangguan jiwa yang mendapatkan rawat inap di rumah sakit di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan terdapat 687 pasien gangguan jiwa yang dicatat oleh pukesmaspuskesmas di kota Yogyakarta itu sendiri. Sedangkan menurut kepala puskesmas Playen 1, Arif Budiyanto, SKM., pada tahun 2012 terdapat sekitar 93 penderita gangguan jiwa berat yang berada di wilayah Playen 1. 32 orang diantaranya rutin

3 berkunjung atau berobat ke puskesmas dan 61 orang lainnya tidak pernah diperiksakan ke puskesmas. Pada Januari 2012 September 2012 Puskesmas Playen 1 menjaring 38 penderita skizofrenia dengan 6 penderita dari luar wilayah Playen 1 yang berkunjung ke Puskesmas Playen 1 dan 24 menderita gangguan psikosomatis. Deteksi dini merupakan cara untuk menemukan kasus gangguan jiwa di masyarakat dan dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Hal ini dapat mengurangi risiko bunuh diri (Am J Psychiatry, 2010). Santoso dan Malek (2011) mengatakan dalam menggerakkan masyarakat puskesmas mengutamakan keterlibatan aktif masyarakat, penggunaan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan upaya dan kemampuan pemerintah serta masyarakat. Salah satu anggota masyarakat yang ikut terlibat aktif dalam puskesmas adalah kader. Kader bekerja secara sukarela, ditunjuk dan diangkat berdasarkan kepercayaan dan persetujuan masyarakat setempat. Mereka diharapkan dapat memberdayakan masyarakat agar mampu memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Namun menjadi hal yang dilematis bahwa di satu sisi kader diharapkan dapat menjalankan peranannya dengan baik, sedangkan di sisi lain mereka tidak dipersyaratkan untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai di bidang kesehatan untuk menjalankan tugasnya (Iswarawanti, 2010). Gangguan kesehatan jiwa walaupun tidak langsung menyebabkan kematian, namun akan menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan keluarganya, baik mental maupun materi. Sampai saat ini masyarakat masih mengutamakan pada keluhan fisik dan kurang memperhatikan adanya keluhan mental

4 emosional yang melatar belakangi keluhan fisik tersebut. Orang seringkali menolak bila dirujuk untuk menjalani terapi dalam bidang kesehatan jiwa, sehingga penanganan masalah kesehatan jiwa terabaikan dan terapi menjadi tidak ampuh. Akibatnya sering terjadi pemborosan, baik dalam pemberian obat maupun pemeriksaan yang sebenarnya tidak diperlukan. Salah satu penyebab dari keadaan di atas adalah kurangnya pengertian masyarakat tentang kesehatan jiwa. Bila mendengar kata-kata kesehatan jiwa, yang terpikir adalah gangguan jiwa berat, yaitu orang dengan perilaku aneh, memalukan atau menakutkan (Depkes RI, 2003). Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011), orang yang berobat ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) tidak selamanya menderita gangguan jiwa, sebab dalam gangguan jiwa ada beberapa fase yang perlu diketahui masyarakat. Dengan demikian, peran Puskesmas sangat besar dalam melakukan penapisan atau deteksi dini terhadap pasien gangguan jiwa sebelum dirujuk ke RSJ. Gangguan jiwa dalam pandangan masyarakat masih identik dengan gila (psikotik) sementara kelompok gangguan jiwa lain seperti ansietas, depresi dan gangguan jiwa yang tampil dalam bentuk berbagai keluhan fisik kurang dikenal. Kelompok gangguan jiwa inilah yang banyak ditemukan di masyarakat (Depkes RI, 2003). Gangguan jiwa yang tidak terdiagnosis, salah diagnosis dan belum tertanggani dapat mengakibatkan hasil yang buruk. Memberi pengarahan kepada medis dan paramedis pada pusat pelayanan primer untuk benar mengenali, mendiagnosa dan mengobati penderita gangguan jiwa, dan tahu kapan harus merujuk individu yang

5 terkena kepada orang lain, memiliki peran penting dalam memaksimalkan perawatan yang mereka berikan (Health Canada, 2002). Ada banyak alasan mengapa kita harus peduli dengan masalah kejiwaan. Pertama, karena masalah kejiwaan tersebut menjadi beban kesehatan masyarakat. Penelitian menunjukkan bahwa pada hampir semua tempat di dunia terdapat sekitar 40% orang dewasa yang pergi ke pusat-pusat pelayanan kesehatan menderita beberapa masalah kejiwaan. Kedua, karena masalah kejiwaan sangat menyulitkan. Meskipun kepercayaan yang populer dikalangan masyarakat yang menyatakan bahwa masalah kejiwaan masih kurang serius dibandingkan dengan penyakit fisik, tetapi sebenarnya masalah kejiwaan menyebabkan masalah yang berat. Masalah kejiwaan juga bisa menyebabkan kematian, akibat bunuh diri dan kecelakaan. Laporan kesehatan dunia dari World Health Organization pada tahun 2001 menemukan bahwa empat dari sepuluh kondisi yang paling sulit diatasi di dunia adalah penyakit kejiwaan. Ketiga, karena masalah kejiwaan menyebabkan stigma (pelabelan). Hampir semua orang yang mengalami gangguan kesehatan jiwa tidak akan pernah mau mengakuinya. Mereka sering didiskriminasi oleh masyarakat dan keluarga mereka (Patel, 2011). Sebagai manusia yang beriman, adanya penyakit atau masalah dalam bidang kesehatan jiwa dapat dianggap sebagai suatu cobaan dan ujian keimanan seseorang, maka kita harus senantiasa bersabar, tidak boleh putus asa, berusaha untuk mengobatinya, senantiasa berdoa dan berdzikir kepada Allah SWT. Bila dikaji secara mendalam, maka sesungguhnya dalam agama Islam banyak ayat maupun hadist yang

6 memberikan tuntunan agar manusia sehat seutuhnya baik dari segi fisik, kejiwaan, social maupun kerohanian. Beberapa Ayat tersebut yaitu: Barang siapa yang mengikuti petunjuk-ku niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati (Q.S. Al-Baqarah, 2:38). Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (Q.S. Al-Baqarah, 2:155) Mereka yang mengingat (berdzikir) kepada Allah sewaktu berdiri, duduk, berbaring, dan mereka pikirkan kejadian langit dan bumi. Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau jadikan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau, maka pe;iharalah sekiranya kami dari azab neraka (Q.S. Ali Imran, 191). Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hubungan edukasi tentang gangguan jiwa dengan kemampuan kader melakukan deteksi dini gangguan jiwa di masyarakat. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan muncul permasalahan: apakah terdapat hubungan antara edukasi tentang gangguan jiwa dengan pengetahuan kader tentang deteksi dini gangguan jiwa di masyarakat? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian edukasi tentang gangguan jiwa terhadap pengetahuan kader tentang deteksi dini gangguan jiwa di masyarakat.

7 D. Manfaat Penelitian 1. Untuk mengembangkan ilmu peneliti yang berkaitan dengan pengetahuan tentang deteksi dini pada penderita gangguan jiwa. 2. Untuk menambah pengetahuan peneliti tentang hubungan pemberian edukasi dengan pengetahuan tentang deteksi gangguan jiwa secara dini. 3. Untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan jiwa, meningkatkan upaya mencegah gangguan jiwa. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai edukasi tentang gangguan jiwa dengan pengetahuan kader tentang deteksi dini gangguan jiwa dan penelitian terkait atau hampir sama pernah dilakukan, yaitu : Tabel 1. Perbedaan Penelitian Peneliti, Tahun Dwi Murhayanto, 2008 Judul Subjek Instrumen Hasil Keefektifan Pelatihan Tenaga Medis dan Paramedis Puskesmas Tehadap Deteksi Dini Gangguan Jiwa Di Kabupaten Sukoharjo Tenaga Medis dan Paramedis di Puskesmas Kabupaten Sukoharjo kuesioner pretest - posttess pelatihan tenaga medis dan paramedis di puskesmas Kabupaten Sukoharjo efektif meningkatkan pemahaman tentang gangguan jiwa dan deteksi dini gangguan jiwa

8 Hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu meliputi lokasi penelitian, subyek penelitian, instrumen penelitian dan variabel penelitian. Penelitian yang akan peneliti lakukan menggunakan dua variabel yaitu edukasi tentang gangguan jiwa dan pengetahuan kader tentang deteksi dini gangguan jiwa.