BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG. ELiMINASI MALARIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Penanggulangan Penyakit Menular

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERANTASAN DAN ELIMINASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI KABUPATEN SIAK

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI POLEWALI MANDAR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBIAYAAN UPAYA KESEHATAN

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 84 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 32 TAHUN 2012 BERITA DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2012 NOMOR 32 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

BUPATI MANDAILING NATAL [[ PERATURAN BUPATI MANDAILING NATAL NOMOR 40 TAHUN 2011

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN BUPATI MADIUN,

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG KESEHATAN MATRA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 079 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

file/perbub/upt-puskesmas/2009 2

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PROVINSI KALIMANTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

BUPATI LUWU UTARA PROPINSI SULAWESI SELATAN

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN ELIMINASI MALARIA DI KOTA LANGSA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN MUSI RAWAS

WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 04 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BULUNGAN

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SITUBONDO

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG WABAH TENTANG WABAH

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang : a. bahwa kejadian penyakit menular pada usia sekolah yang menjadi ancaman di daerah ini sesegera mungkin diantisipasi dan ditanggulangi secara terpadu dalam bentuk usaha-usaha yang terintegrasi dengan melibatkan pemerintah dan masyarakat; b. bahwa untuk mencapai target Desa/Kelurahan yang mengalami kejadian luar biasa ditangani < 24 jam 100% perlu upaya untuk membangun sistem informasi berbasis sekolah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Surveilans Berbasis Sekolah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Luwu Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3826); 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); - 1 -

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Pengendalian Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3447); 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 tahun 2013 tentang Pedoman Tata Laksana Malaria; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Utara. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Bupati adalah Bupati Luwu Utara. 4. Desa dan desa adat yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Sekolah adalah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa/murid dibawah pengawasan guru. 6. Surveilans adalah suatu pengamatan dan pemantauan terus menerus secara sistematis terhadap orang dan semua faktor berpengaruh terjadinya masalah kesehatan. - 2 -

7. Surveilans berbasis sekolah adalah suatu pengamatan dan pemantauan secara terus menerus secara sistematis oleh pihak sekolah terhadap orang dan semua faktor berpengaruh terjadinya masalah kesehatan. 8. Upaya preventif adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk melakukan pencegahan terjadinya penularan atau timbulnya penyakit. 9. Upaya promotif adalah upaya kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan dan tindakan lainnya. 10. Upaya kuratif adalah upaya kesehatan dalam melakukan penaganan atau pengobatan atau tata laksana kasus dari penyakit. 11. Upaya rehabilitatif adalah upaya kesehatan dalam memperbaiki penderita agar bisa melakukan kegiatan dengan baik setelah menderita suatu penyakit tertentu. 12. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah sarana dimana dilakukan upaya pelayanan kesehatan bagi masyarakat. 13. Pengelolaan lingkungan adalah kegiatan dalam memodifikasi dan atau memanipulasi lingkungan agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk penular penyakit. 14. Praktek swasta adalah kegiatan anggota masyarakat dalam memberikan pelayan pengobatan, pencegahan, dan penyembuhan penyakit kepada masyarakat secara perorangan dan/atau kelompok seperti Dokter Praktek, Bidan Praktek dan Klinik swasta. 15. Rencana Strategis adalah rencana kegiatan berjangka menengah yang disusun sebagai penjabaran tujuan organisasi meliputi strategi pokok dalam upaya pelaksanaan kegiatan. 16. Surveilans epidemiologi adalah upaya pengamatan yang dilakukan terus menerus baik pada penyakit maupun binatang penularnya berdasarkan orang, tempat, dan waktu. 17. Desa/Kelurahan Siaga Aktif adalah Desa/kelurahan yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah masalah-masalah kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. 18. Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau Penanggulangan kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan - 3 -

keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. 19. Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilakukan secara terpadu oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat meliputi penyelidikan epidemiologi; penatalaksanaan penderita, yang mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita,termasuk tindakan karantina; pencegahan dan pengebalan; pemusnahan penyebab penyakit; penanganan jenazah akibat KLB/wabah; penyuluhan kepada masyarakat; dan upaya penanggulangan lainnya, yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. 20. Penyelidikan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan pada suatu KLB atau adanya dugaan adanya suatu KLB untuk memastikan adanya KLB, mengetahui penyebab, gambaran epidemiologi, sumber-sumber penyebaran dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta menetapkan cara-cara penanggulangan yang efektif dan efisien. BAB II KELEMBAGAAN Pasal 2 (1) Pengendalian penyakit menular dilaksanakan mulai dari tingkat Kabupaten sampai pada tingkat Desa/Kelurahan, sekolah melalui kelembagaan yang dibentuk masing-masing level Pemerintahan. (2) Kelembagaan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari : a. kelembagaan tingkat Kabupaten ditetapkan dengan Keputusan Bupati dengan pembentukan Kelompok Kerja tim gerak cepat; b. kelembagaan tingkat Kecamatan dibentuk melalui Keputusan Camat; dan c. kelembagaan tingkat Desa/Kelurahan dibentuk melalui keputusan Kepala Desa/Kelurahan dengan terintegrasi pada Program Desa/Kelurahan Siaga Aktif. (3) Tugas dan fungsi masing-masing kelembagaan sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan melalui keputusan masing-masing kelembagaan. - 4 -

BAB III SISTEM INFORMASI PENYAKIT MENULAR Pasal 3 (1) Surveilans berbasis sekolah bertujuan untuk deteksi secara dini penyakit yang potensial menimbulkan KLB terutama pada usia sekolah. (2) Surveilans berbasis sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari pembangunan daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. (3) Sistem informasi penyakit menular sekolah harus sesuai dan merupakan bagian integral dari program surveilans epidemiologi. (4) Sistem informasi penyakit menular dilakukan diseluruh sekolah diwilayah Kabupaten Luwu Utara. (5) Sistem informasi penyakit menular dilakukan untuk seluruh sekolah dimulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat, Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat. (6) Sistem informasi penyakit menular merupakan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif secara terpadu, terintegrasi, dan berkesinambungan. (7) Sistem informasi penyakit menular untuk mendeteksi secara dini penyakit menular yang terjadi pada usia sekolah sehingga dapat ditangani < 24 jam. BAB IV KEBIJAKAN DAN STRATEGI - 5 - Pasal 4 (1) Kebijakan surveilans berbasis sekolah dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan bertahap serta dapat bekerja sama dengan mitra kerja lainnya antara lain: a. Pemerintah Pusat; b. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan; c. Pemerintah daerah yang lain; d. Lembaga Swadaya Masyarakat; e. dunia usaha; dan f. masyarakat.

(2) Dalam melaksanakan surveilans berbasis sekolah Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban antara lain: a. melakukan pembinaan dan peningkatan sumber daya dengan melakukan bimbingan teknis, pelatihan, dan kendali mutu; b. melaksanakan operasional kegiatan surveilans berbasis sekolah, dalam hal pendanaan, sumber daya manusia, dan penguatan sistem; dan c. meningkatkan komitmen, koordinasi, dan jejaring kerja dengan berbagai elemen. Pasal 5 Strategi untuk melaksanakan surveilans berbasis sekolah melalui: a. peningkatan sistem pencatatan dan pelaporan surveilans ; b. peningkatan upaya promosi kesehatan di sekolah; c. penggerakan dan pemberdayaan anak sekolah ; d. peningkatan sistem kewaspadaan dini disekolah; e. penyelidikan dan penanggulangan penyakit; f. pengendalian faktor risiko lingkungan; dan g. mengupayakan dan mendukung kegiatan inovatif. BAB V METODE PENEMUAN DAN PENANGANAN KASUS Bagian Kesatu Metode Penemuan dan penanganan kasus Pasal 6 (1) Metode penemuan dan penanganan kasus dilakukan secara aktif dan pasif. (2) Metode penemuan penderita secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mendapatkan informasi dari sekolah melalui guru UKS tentang siswa/murid yang tidak hadir karena sakit. (3) Metode penemuan penderita secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kunjungan rumah oleh petugas terutama di daerah berisiko. - 6 -

Bagian Kedua Surveilans Berbasis Sekolah Pasal 7 (1) Surveilans berbasis sekolah dilakukan dengan menerima informasi pihak sekolah tentang siswa yang tidak hadir karena sakit selanjutnya dilakukan penyelidikan epidemiologi /kunjungan rumah. (2) Pelaksanaan surveilans berbasis sekolah sebagaimana dimaksud ayat (1) sebagai berikut: a. setiap siswa/murid yang tidak hadir karena sakit segera dilaporkan ke pusat informasi penyakit menular selanjutnya informasi tersebut dikirim ke puskesmas untuk ditindak lanjuti ke rumah siswa yang sakit dalam kurun waktu < 24 jam; b. setiap orang tua, guru, siswa/murid wajib melaporkan setiap siswa/murid yang tidak hadir karena sakit ke Pusat informasi penyakit menular disekolah dan selanjutnya informasi tersebut diterima oleh puskesmas dan dilakukan penyelidikan epidmiologi dalam kurun waktu < 24 jam; c. Kepala Dusun/Kepala Lingkungan pada Desa/Kelurahan yang menerima laporan sebagaimana dimaksud pada huruf (b) wajib memberitahukan ke Puskesmas dalam kurun waktu 24 (dua puluh empat) jam sejak laporan diterima; dan d. petugas Puskesmas yang berwenang segera melakukan kunjungan rumah untuk mengambil sediaan darah guna pemeriksaan malaria dalam kurun waktu 24 (dua puluh empat) jam semenjak informasi diterima. BAB VI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO - 7 - Pasal 7 (1) Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian faktor risiko dilakukan dengan cara: a. pengendalian vektor sederhana yaitu diharapkan seluruh siswa/murid diharapkan melakukan gerakan 1 rumah 1 jumantik dengan menjadi pemantau jentik di rumah dan di sekolah; b. melakukan manajemen lingkungan yang baik sehingga dapat mengurangi atau meniadakan potensi terjadinya penularan penyakit; dan

c. menjaga kebersihan lingkungan baik perorangan maupun kelompok. (2) Dalam pelaksanaan pencegahan dan Pengendalian faktor risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terpadu lintas program dan lintas sektor. BAB VII PELAKSANAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DAN PENGENDALIAN KEJADIAN LUAR BIASA Pasal 8 (1) Surveilans Epidemiologi dilaksanakan untuk mengetahui secara dini kecenderungan terjadinya Kejadian Luar Biasa penyakit menular. (2) Surveilans Epidemiologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah bersama masyarakat melalui Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa penyakit menular sebagai berikut: a. pengamatan kecenderungan peningkatan jumlah penderita penyakit menular; b. pelaksanaan surveilans berbasis sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2); c. penguatan sistem informasi penyakit menular sehingga informasi tentang kasus, situasi lingkungan, vektor, dan kegiatan intervensi dapat diakses secara cepat dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi antar lain Short Message Service (SMS) Gateway dan Geographycal Information System (GIS). Pasal 9 (1) Pengendalian Kejadian Luar Biasa dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah bersama masyarakat. (2) Langkah-langkah pengendalian Kejadian Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: a. sistem informasi penyakit menular; b. tata laksana penderita; c. intervensi lingkungan; dan d. pengendalian faktor risiko. - 8 -

BAB VIII PELAKSANAAN PENINGKATAN KOORDINASI, KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI Pasal 10 Peningkatan koordinasi dalam surveilans berbasis sekolah dilaksanakan melalui: a. menggalang kemitraan dan keterpaduan dengan berbagai program, sektor, LSM, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, dunia usaha, dan masyarakat; b. melakukan upaya program pencegahan dan pengendalian penyakit menular pada unit kerja masing-masing sektor termasuk dunia usaha dan masyarakat; dan c. melakukan kerja sama dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten lain. Pasal 11 Komunikasi, Informasi dan Edukasi dalam penyakit menular dilaksanakan melalui: a. peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi di sekolah b. peningkatan promosi kesehatan dan kampanye penyakit menular termasuk pemberdayaan masyarakat Desa/Kelurahan Siaga Aktif; c. mengembangkan dan menerapkan sistem data dan informasi penyakit menular sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c; dan d. meningkatkan kemandirian masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit menular di lingkungannya. BAB IX PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR BERBASIS SEKOLAH - 9 - Pasal 12 (1) Semua pihak dalam lingkugan sekolah ikut serta bertanggungjawab dan terlibat aktif dalam pengendalian penyakit menular melalui upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. (2) Peran serta sekolah sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain: a. semua pihak dalam lingkungan sekolah menjadikan Usaha Kesehatan Sekolah sebagai pusat informasi penyakit menular sehingga

semua informasi mengenai orang dan faktor risiko dilaporkan ke pusat informasi penyakit menular sehingga Usaha Kesehatan Sekolah berperan dalam merencanakan, mengorganisir, melaksanakan, dan mengevaluasi upaya pengendalian penyakit menular berbasis sekolah yang terintegrasi dengan kegiatan surveilans berbasis masyarakat; b. mengamati dan melaporkan secara dini kepada Puskesmas terdekat jika menemukan suspek penyakit menular; dan c. melakukan kegiatan promotif dan preventif disekolah untuk mencegah terjadinya penyakit. (3) Peran serta pihak sekolah dalam pengendalian penyakit menular sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan pendekatan partisipatif dan berdasarkan pada kemampuan sumber daya yang dimiliki pihak sekolah. (4) Pemerintah Daerah dapat memberikan apresiasi, penghargaan, dan perhatian penuh terhadap setiap upaya pengendalian menular berbasis sekolah. BAB X KEMITRAAN DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR Pasal 13 (1) Kemitraan dalam pengendalian penyakit malaria dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi dengan melibatkan lintas sektor sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan yang dimiliki. (2) Keterlibatan lintas sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam upaya pengendalian menular mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kemitraan dan tanggung jawab lintas sektor dalam pengendalian penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. - 10 -

BAB XI PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR MELALUI SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH Pasal 14 (1) Semua fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta wajib memberikan pelayanan yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif seseuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan yang dimilikinya. (2) Dalam penanganan siswa/murid, fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib mematuhi dan melaksanakan standar penatalaksanaan kasus penyakit menular sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Bagi fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak mempunyai kemampuan untuk menegakkan diagnosis berdasarkan standar penatalaksanaan kasus penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib merujuk dan melaporkan ke fasilitas pelayanan kesehatan secara berjenjang. BAB XII RENCANA STRATEGIS PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR Pasal 15 Dalam rangka mengoptimalkan perencanaan, pelaksanaan dan pencapaian hasil terhadap upaya pengendalian penyakit menular melalui surveilans berbasis sekolah maka Pemerintah Daerah perlu menyusun dan menyiapkan Rencana Strategis (Renstra) Pengendalian Penyakit Menular yang disusun secara berkala dan berkesinambungan. - 11 - Pasal 16 (1) Penyusunan Renstra Pengendalian Penyakit Menular dijabarkan dalam rencana kegiatan Pengendalian penyakit menular secara terpadu dan terintegrasi setiap tahun dengan melibatkan segenap stakeholder dan masyarakat. (2) Pelaksanaan penyusunan Renstra Pengendalian Penyakit Menular sebagaimana dimaksud ayat (1) dikoordinir oleh Dinas Kesehatan.

(3) Renstra Pengendalian Menular sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Kepala Dinas Kesehatan. BAB XIII MONITORING DAN EVALUASI Pasal 17 (1) Untuk menilai kemajuan dan kualitas penyelenggaraan pengendalian penyakit menular melalui surveilans berbasis sekolah maka wajib dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkesinambungan dengan melibatkan segenap stakeholder terkait. (2) Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pengendalian penyakit menular melalui surveilans berbasis sekolah sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh masing-masing lintas sektor sesuai dengan ruang lingkup tugas dan fungsinya dan merupakan bagian integral dari monitoring dan evaluasi pengendalian menular secara menyeluruh. BAB XIV PENILAIAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN Pasal 18 (1) Dalam rangka penilaian keberhasilan surveilans berbasis sekolah dibentuk tim penilai internal yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. unsur perangkat daerah yang membidangi kesehatan; b. unsur dari Perangkat Daerah terkait lainnya; c. unsur perguruan tinggi; dan d. unsur dari organisasi profesi. (3) Tugas tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. melakukan penilaian secara internal sesuai dengan indikator penilaian; b. melaporkan hasil penilaian kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, dan Pemerintah Pusat. - 12 -

Pasal 19 Indikator penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a meliputi: a. terlaksananya surveilans berbasis sekolah; b. semua sekolah diharapkan melaporkan kasus penyakit menular secara aktif dengan laporan mingguan surveilans berbasis sekolah setiap minggu; c. semua sekolah diharapkan melaporkan kasus apabila ada siswa yang sakit ; d. kelengkapan dan ketepatan laporan diharapkan > 90 %; e. semua kasus yang dilaporkan pihak sekolah ditangani < 24 jam; f. semua sekolah setiap hari wajib menanyakan kesehatan siswa/murid g. berfungsinya Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa dan mampu melakukan pengendalian secara cepat apabila terjadi Kejadian Luar Biasa; dan h. terlaksananya koordinasi lintas batas kabupaten apabila diperlukan. BAB XV PEMBIAYAAN Pasal 20 Surveilans berbasis sekolah dibiayai dari APBD Kabupaten Luwu Utara dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XVI SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 21 (1) Fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 dikenakan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. teguran; b. pencabutan izin operasional; - 13 -

BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Luwu Utara. Ditetapkan di Masamba pada tanggal 18 September 2017 BUPATI LUWU UTARA, TTD Diundangkan di Masamba pada tanggal 18 September 2017 INDAH PUTRI INDRIANI SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA, TTD ABDUL MAHFUD BERITA DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2017 NOMOR 45-14 -