BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari enamel terus ke dentin. Proses tersebut terjadi karena sejumlah faktor (multiple factors) di dalam mulut yang berinteraksi satu sama lain. Oleh Newburn (1977) faktor tersebut digolongkan menjadi tiga faktor utama yaitu : gigi dan saliva, mikroorganisme, substrat serta satu faktor tambahan yaitu waktu. Selain faktor di dalam mulut yang selanjutnya disebut faktor dalam, terdapat faktor luar sebagai faktor predisposisi dan penghambat timbulnya proses karies (Suwelo, 1992). Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan secara komprehensif karena dampaknya yang sangat luas sehingga perlu penanganan segera sebelum terlambat (Meikawati, dkk, 2000). Karies gigi masih merupakan masalah utama dari sekian banyak masalah kesehatan gigi dan mulut di dunia, baik di negara-negara industri maupun negaranegara yang sedang berkembang. Di Indonesia, penyakit gigi dan mulut terutama karies, masih banyak diderita, baik oleh anak-anak maupun dewasa. Data Kementerian Kesehatan 2010 menunjukkan, bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 60-80 % dari populasi, serta menempati peringkat ke-6 sebagai penyakit yang paling banyak diderita (www.beritasatu.com/kesehatan/140888-karies-gigimasalah-kesehatan-serius-di-indonesia.html).
Kesehatan gigi merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Dalam Dunia Kedokteran Gigi telah ditemukan bahwa infeksi pada gigi dan jaringan pendukungnya dapat menyebarkan kuman ke organ tubuh lain melalui aliran darah, seperti ke jantung dan yang lainnya, sehingga menimbulkan infeksi di organ tersebut dan dapat berakibat fatal. Hal ini disebut dengan focal infeksi. Kesehatan gigi penting bagi kesehatan dan kesejahteraan tubuh secara umum dan sangat memengaruhi kualitas kehidupan, termasuk fungsi bicara atau komunikasi yang baik, pengunyahan dan rasa percaya diri. Gangguan kesehatan gigi akan berdampak pada kinerja seseorang (Putri, dkk, 2011). Kondisi gigi yang tidak sehat dapat mengakibatkan keterbatasan fungsi-fungsi tersebut sehingga mengakibatkan terganggunya waktu bekerja atau sekolah. Pada anak sekolah, karies gigi merupakan masalah yang penting karena tidak saja menyebabkan keluhan rasa sakit, tetapi juga menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya sehingga mengakibatkan menurunnya produktivitas. Kondisi ini tentu akan mengurangi frekuensi kehadiran anak ke sekolah, mengganggu konsentrasi belajar, memengaruhi nafsu makan dan asupan makanan sehingga dapat memengaruhi status gizi dan pada akhirnya dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik dan berimplikasi pada kualitas sumber daya manusia. Anak usia sekolah dasar yaitu usia 6-12 tahun merupakan kelompok yang rentan terhadap karies gigi dan memerlukan perhatian khusus karena usia tersebut merupakan periode gigi bercampur dimana terdapat gigi sulung dan gigi permanen
secara bersamaan. Gigi sulung yang masih tersisa, misalnya molar kedua sulung, umumnya telah mengalami karies pada tahap yang parah sehingga memengaruhi awal perkembangan karies pada gigi permanen muda. Gigi permanen muda yang baru tumbuh juga mempunyai bentuk anatomi yang memudahkan terjadinya retensi plak dan berkembangnya karies (Kennedy, 1992). Beberapa indikator dan target pencapaian gigi sehat tahun 2010 ditentukan oleh WHO, antara lain anak umur 5 tahun 90 % bebas karies gigi; anak umur 12 tahun mempunyai tingkat keparahan kerusakan gigi (index DMF-T) sebesar satu gigi; penduduk umur 18 tahun tidak satupun gigi yang dicabut (komponen M=0); 90 % penduduk umur 35-44 tahun memiliki minimal 20 gigi yang berfungsi dan < 2 % penduduk yang kehilangan seluruh gigi (edentulous); 75 % penduduk umur 65 tahun ke atas masih mempunyai gigi yang berfungsi dan < 5 % yang kehilangan seluruh gigi (Depkes RI, 2007). Berbagai macam tindakan pencegahan telah dikembangkan untuk mengendalikan tingkat prevalensi karies gigi yang terus meningkat di indonesia, diantaranya memberikan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut, aplikasi fluor, kontrol diet dan lainnya. Walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah, namun prevalensi karies gigi di Indonesia tetap tinggi. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi sebesar 90,05 % (Depkes, 2004). Data dari Laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, melaporkan bahwa 72 % penduduk Indonesia
mempunyai pengalaman karies dan 46,5 % diantaranya merupakan karies aktif yang belum dirawat dan pada umumnya diderita anak-anak (Depkes, 2007). Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar Propinsi Sumatera Utara tahun 2007, persentase penduduk dengan karies gigi adalah 13,6 % pada kelompok umur 5-9 tahun dan yang mendapat perawatan medis gigi sebanyak 19,4 %. Sedangkan pada kelompok umur 10-14 tahun, 14,1 % menderita karies gigi dan hanya 21,0 % diantaranya yang mendapat perawatan medis gigi. Dari data tersebut juga diketahui persentase penduduk kelompok umur 10-14 tahun yang berperilaku benar dalam menggosok gigi hanya 3,5 % (Depkes Propinsi Sumatera Utara, 2007). Data pemeriksaan gigi dan mulut pada murid SD melalui UKGS di seluruh kabupaten di wilayah Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2010, dari sebanyak 1.420.129 orang murid, telah diperiksa sebanyak 375.180 orang atau sebesar 26,42 %, yang menderita karies gigi sebanyak 42.617 orang, dan mendapat perawatan sebanyak 22.560 orang atau sebesar 53,17 %. Jumlah SD yang pernah melakukan sikat gigi massal sebanyak 1490 SD atau sebesar 17,19 % dari total jumlah SD sebanyak 8.869 SD (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2010). Data dari Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2010 melaporkan bahwa penyakit pulpa dan jaringan periapikal gigi menempati urutan ke-8 dari sepuluh penyakit terbesar di kota Medan, yakni sebanyak 24.296 penderita atau sebesar 3,65 %. Data pemeriksaan gigi dan mulut pada murid SD melalui UKGS, dari sejumlah 36.278 orang murid, telah mendapat pemeriksaan sebanyak 35.690 orang dan 10.723
orang diantaranya memerlukan perawatan, namun hanya 2884 orang atau 26,90 % yang mendapat perawatan (Profil Dinas Kesehatan Kota Medan, 2010). Sesuai dengan teori Blum (1980), bahwa faktor perilaku merupakan faktor kedua yang dapat memengaruhi derajat kesehatan, maka tingginya angka kejadian karies baik di Indonesia maupun di dunia, tidak terlepas dari pengaruh faktor perilaku. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perilaku mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian karies gigi. Penelitian Warni, 2009, menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tindakan anak sekolah tentang kesehatan gigi terhadap kejadian karies gigi dengan p = 0,048 (< p = 0,05). Survey pendahuluan yang dilakukan pada 30 orang murid kelas IV dan kelas V SD Negeri No 065014 Namogajah Kecamatan Medan Tuntungan (April 2012), ditemukan karies gigi pada 25 orang murid, dengan indeks DMF-T rata-rata 5,1. Dari hasil wawancara, 10 orang murid sudah pernah mendapatkan perawatan gigi berlubang baik di puskesmas maupun di klinik sebuah institusi keperawatan gigi yang berlokasi dekat dengan sekolah. Dari 25 murid yang menderita karies tersebut seluruhnya menjawab menyikat gigi dua kali sehari, tetapi hanya 5 orang yang menjawab menyikat gigi pada pagi hari setelah sarapan dan malam sebelum tidur, yang lainnya menyikat gigi pada waktu mandi pagi dan mandi sore. Makanan jajanan yang dikonsumsi baik di sekolah pada waktu istirahat maupun di lingkungan rumah, didominasi makanan mengandung gula seperti permen, biskuit, permen coklat dan minuman sirup berwarna dengan kemasan plastik.
Dari hasil wawancara dengan kepala sekolah dan dua orang guru Olahraga dan Kesehatan, didapatkan bahwa penyuluhan kesehatan gigi telah sering dilakukan di sekolah itu baik oleh petugas UKGS dari Puskesmas Kecamatan Medan Tuntungan maupun oleh mahasiswa institusi kesehatan gigi. Adapun penyuluhan terakhir yang pernah dilakukan di sekolah tersebut adalah pada bulan November tahun 2011. Terjadinya karies gigi memang tidak sepenuhnya tergantung pada perilaku individu, karena banyak faktor lain yang berperan terhadap terjadinya karies gigi. Namun perilaku yang benar tentang kesehatan gigi, sangat berperan dalam proses pencegahan karies gigi baik pencegahan primer, sekunder maupun tertier, bahkan dapat menghentikan proses karies gigi pada tahap awal. Di wilayah Puskesmas Kecamatan Medan Tuntungan, upaya yang telah dilakukan untuk mengintervensi faktor perilaku adalah pendidikan kesehatan gigi melalui program UKGS. Hasil wawancara dengan dua orang dokter gigi sebagai petugas UKGS di Puskesmas Medan Tuntungan, program UKGS Tahap III telah dilaksanakan secara rutin setiap tahun namun prevalensi karies gigi dari tahun ke tahun tetap tinggi. Data terakhir tentang prevalensi karies gigi (November, 2011) melaporkan, dari 739 orang murid SD yang diperiksa, terdapat 454 orang atau sebesar 61,43 % yang menderita karies gigi (Data UKGS Puskesmas Medan Tuntungan, 2011). Tingginya angka karies gigi ini diduga antara lain disebabkan oleh kurang signifikannya dampak pendidikan kesehatan gigi yang sudah dilaksanakan terhadap perubahan perilaku anak sekolah tentang kesehatan gigi, sehingga perilaku anak
sekolah tentang kesehatan gigi tetap buruk dan hal ini berpengaruh terhadap kejadian karies. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti sejauh mana pengaruh perilaku kesehatan terhadap kejadian karies gigi pada murid Sekolah Dasar Binaan UKGS di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan tahun 2012. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh perilaku kesehatan yang terdiri dari perilaku sehat, perilaku sakit dan perilaku peran sakit terhadap kejadian karies gigi pada murid Sekolah Dasar binaan UKGS di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh perilaku kesehatan yang terdiri dari perilaku sehat, perilaku sakit dan perilaku peran sakit terhadap kejadian karies gigi pada murid Sekolah Dasar binaan UKGS di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. 1.4 Hipotesis Ada pengaruh perilaku kesehatan yang terdiri dari perilaku sehat, perilaku sakit dan perilaku peran sakit terhadap kejadian karies gigi pada murid Sekolah Dasar binaan UKGS di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.
1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi bagi murid SD di Kecamatan Medan Tuntungan tentang perilaku yang benar dalam mencegah karies gigi, menanggulangi jika terjadi sakit serta mencari sumber informasi dan pelayanan kesehatan yang tepat berkaitan dengan karies gigi. 2. Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan baik di Puskesmas Kecamatan Medan Tuntungan maupun di jajaran Dinas Kesehatan Kota Medan dalam rangka peningkatan program pendidikan kesehatan gigi melalui program UKGS.