BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. lama digemakan, sekaligus sebagai langkah strategis bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I LATAR BELAKANG. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Bab ini akan menguraikan pengertian dana alokasi umum, dana alokasi

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan terakhir kali diubah menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 sedangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 maka otonomi daerah secara efektif diterapkan di Indonesia dimana bentuk pemerintah di Indonesia sebelumnya sangat sentralistik. Pemerintah yang sentralistik dinilai telah menimbulkan ketergantungan yang besar dari pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, baik dari sisi politik, administratif maupun keuangan. Simanjuntak (2006) menyebutkan pengelolaan dana berasal dari Pusat kepada Daerah sebelum diberlakukannya otonomi daerah, yaitu dalam bentuk Subsidi Daerah Otonomi (SDO) untuk belanja rutin dan Dana Pembangunan Daerah (DPD) Intruksi Presiden (Inpres) untuk belanja pembangunan daerah, menimbulkan persoalan antara lain dalam tiga aspek berikut: (a) Aspek Perencanaan, dominannya peranan Pusat dalam menetapkan prioritas Pembangunan (top down) didaerah, dan kurang melibatkan stakeholders lokal; (b) Aspek Pelayanan, Daerah harus tunduk kepada berbagai arahan berupa petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis dari Pusat, serta (c) Aspek Pengawasan, banyaknya institusi pengawasan struktural seperti BPKP, Itjen Departemen, Itjenbang, Inspektorat Daerah yang saling tumpang tindih. Pada

era otonomi daerah, kedua bentuk transfer ini ditiadakan, dan sebagai gantinya diberikan Dana Alokasi Umun (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang kebijakan penggunaanya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Dengan dilaksanakannya otonomi daerah maka pemerintah pusat melimpahkan kewenangaan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik kepada pemerintah daerah (Saragih,2003). Urusan yang menjadi kewenangan daerah meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib merupakan urusan pemerintahan yang terkait dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar, sedangkan urusan pemerintah yang bersifat pilihan terkait dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah. Namun, selalu terdapat urusan pemerintah yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu urusan yang menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan, meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama. Desentralisasi fiskal merupakan konsekuensi logis dari penerapan kebijakan otonomi daerah. Prinsip dasar pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia adalah Money Follows Functions, yaitu fungsi pokok pelayanan publik di daerahkan, dengan dukungan pembiayaan pusat melalui penyerahan sumber-sumber penerimaan kepada daerah. Dengan kata lain, penyerahan atau pelimpahan wewenang pemerintah pusat tersebut membawa konsekuensi anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut (Harianto, 2007).

Oleh karena itu, daerah yang posisi fiskalnya lebih kuat diharapakan dapat menyediakan pelayanan publik yang lebih baik. Posisi fiskal itu ditunjukkan dengan kemampuan keuangan daerah yang dimiliki. Daerah diharapkan mampu mengoptimalkan potensi-potensi ekonomi yang ada dengan diberlakukannya otonomi daerah, desentralisasi fiskal dan pelimpahan kewenangan yang lebih luas. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah bersangkutan. Idealnya semua pengeluaran pemerintah daerah dapat dicukupi dengan menggunakan PAD sehingga daerah menjadi benar-benar otonom. Struktur PAD yang kuat inilah yang sebenarnya menjadi barometer utama suksesnya pelaksanaan otonomi daerah dalam mendukung terciptanya kemandirian daerah (Harianto, 2007). Struktur PAD yang kuat diharapkan dapat dibentuk melalui sektor pajak daerah dan retribusi daerah di masing-masing daerah. Belajar dari pengalaman banyak negara, pelaksanaan otonomi daerah tidak selalu harus dibiayai oleh pendapatan yang berasal dari daerah itu sendiri. Oleh karena itu sistem hubungan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah merupakan komponen yang esensial dalam strategi pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Dengan demikian, tranfer dari pemerintah pusat tetap memegang peranan penting dalam sistem keuangan publik. Adapun ciri utama yang menentukan suatu daerah mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proporsi yang semakin kecil dan diharapkan bahwa Pendapatan Asli

Daerah (PAD) harus menjadi bagian terbesar dalam penyelenggaraan dana di pemerintah daerah. Meskipun Undang-Undang No.33 Tahun 2004 mengatur masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah, tetapi juga menunjukkan adanya keinginan dari pemerintah pusat untuk memegang sebagian besar urusan pemerintahan berikut sumber-sumber dananya. Akibatnya terjadilah ketimpangan horizontal yang cukup mencolok sebagai dampak dari bervariasinya penerimaan antar daerah dan alokasi pemerintah pusat ke pemerintah daerah tertentu khususnya bagi daerah-daerah yang memiliki sumber alam yang berlimpah yang selama ini dijadikan sumber penerimaan pemerintah pusat (Simanjuntak,2006). Desentralisasi fiskal berarti daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur keuangannya baik yang bersumber dari Dana Perimbangan (DP) maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penerimaan ini selanjutnya akan menjadi modal dalam menjalankan pembangunan di daerah menuju ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan keinginan daerah. Karena itu dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, kepada daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak atau retribusi dan pemberian bagi hasil serta bantuan keuangan atau dikenal sebagai dana perimbangan. Melalui desentralisasi fiskal diharapkan pembangunan di segala aspek akan lebih baik, termasuk pembangunan ekonominya. Pembangunan ekonomi suatu daerah menjadi penting karena menjadi indikator bagi kemajuan perekonomian daerah yang bersangkutan. Kemajuan perekonomian bisa juga dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi yang dalam pelaksanaannya adalah

sepenuhnya akan terkait dengan kebijakan ekonomi yang akan dilakukan. Sekarang ini, masalah pertumbuhan ekonomi merupakan isu penting dalam era desentralisasi fiskal, terutama di negara berkembang dan negara-negara transisi. Pertumbuhan ekonomi dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi menjadi penting sebagai tolak ukur keberhasilan pelaksanaan desentralisasi fiskal dan sudah menjadi persepsi umum, maju tidaknya suatu daerah bisa dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi angka pertumbuhan ekonomi semakin maju pula suatu daerah. Meskipun disisi lain desentralisasi fiskal dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya peningkatan disparatis antar daerah sehingga pemerintah pusat bertanggung jawab untuk melakukan program redistribusi dengan mengontrol pembagian pajak dan pengeluaran pembangunannya sehingga disparatis tersebut dapat dikurangi (Pusporini, 2006). Desentralisasi fiskal pada intinya memberikan keluasan yang lebih besar kepada pemerintah daerah dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi berbagai kegiatan pemerintah dan pembangunan secara efektif dan efisien, untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitannya dengan aspek perekonomian, desentralisasi fiskal berujung pada peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat daerah. Salah satu indikator utama dalam melihat perkembangan kesejahteraan ekonomi masyarakat adalah output. Jadi, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satu langkah utamanya dapat ditempuh melalui peningkatan output daerah atau dengan kata lain melalui pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam hal penerimaan daerah yang berkaitan dengan desentralisasi fiskal, bagi daerah yang memiliki sumber daya melimpah, terutama minyak bumi,

merupakan momentum untuk meningkatkan pembangunannya. Keadaan ini memberikan kemungkinan daerah bersangkutan dapat tumbuh lebih pesat dari daerah lain. Dibandingkan ketika belum ada desentralisasi, dimana daerah tersebut hanya menerima pembagian yang kecil. Dengan adanya perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang dibarengi proporsinya yang semakin meningkat akan lebih mendorong pembangunan lebih cepat lagi dan dengan sendirinya pertumbuhan ekonominya dapat ditingkatkan (Saefuloh, 2003). Optimisme daerah terhadap pertumbuhan ekonominya, dimana daerah-daerah yang memiliki sumber daya melimpah, terutama minyak bumi tersebut mamatok pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Pusporini, 2006). Bagi daerah-daerah yang tidak memiliki kekayaan alam migas, akan tetapi memiliki sumber pendapatan lain yaitu dari pendapatan asli daerah (PAD), seperti Medan dan Deli Serdang, daerah-daerah tersebut tetap dapat mengalami percepatan pembangunan dan mampu mendorong pertumbuhan ekonominya cukup tinggi. Sementara itu bagi daerah yang tidak banyak memiliki potensi sumber daya alam maupun alternatif lainnya, akan mengalami pembangunan yang lambat dan tertinggal (Simanjuntak,2006). Dalam kondisi tersebut maka transfer pemerintah pusat terhadap daerah-daerah tersebut sangat mempengaruhi percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonominya. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dan menetapkan judul tesis: Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Desentralisasi Fiskal sebagai Variabel Moderating di Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dalam uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi? 2. Apakah Desentralisasi Fiskal merupakan variabel moderating yang memperkuat atau memperlemah pengaruh antara Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah dengan Pertumbuhan Ekonomi?. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dijelaskan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menguji pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Lain- Lain Pendapatan Yang Sah terhadap Pertumbuhan Ekonomi secara simultan dan parsial. 2. Untuk menguji apakah Desentralisasi Fiskal merupakan variabel moderating untuk memperkuat atau memperlemah pengaruh antara Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang membutuhkan, yaitu: 1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kepada peneliti tentang pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Lain Pendapatan Daerah yang Sah terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Desentralisasi Fiskal Sebagai variabel moderating di Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara. 2. Bagi Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara agar dapat membuat kebijakan di masa yang akan datang dalam peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah masing-masing. 3. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi dan sumber informasi dalam melakukan penelitian selanjutnya. 1.5. Originalitas Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Muis (2012) yang meneliti pengaruh dana alokasi umum dan dana alokasi khusus terhadap pertumbuhan ekonomi dan belanja modal sebagai variabel intervening. Perbedaan penelian ini dengan penelitian terdahulu adalah: 1. Variabel penelitian terdahulu adalah dana alokasi umum, dana alokasi khusus, pertumbuhan ekonomi dan belanja modal. Sedangkan pada penelitian ini variabel independentnya adalah dana alokasi umum, dana alokasi khusus, lain-lain pendapatan daerah yang sah. Variabel dependentnya adalah pertumbuhan ekonomi dengan desentralisasi fiskal sebagai variabel moderating.

2. Kurun waktu yang digunakan pada penelitian terdahulu adalah tahun 2005 sampai 2008. Sedangkan penelitian ini kurun waktu yang digunakan dari tahun 2005 sampai tahun 2010.