BAB I PENDAHULUAN. serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas dan. beragam,baikitukebutuhanprimer,kebutuhansekunder maupunkebutuhan tersier.

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum. Karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau jasa, baik itu transaksi barang dan/atau jasa yang berasal dari dalam. menuntut keduanya untuk saling memberikan prestasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus. terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. beragam jenis dan variasi barang dan jasa. Konsumen pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

PERANAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENJUALAN OBAT-OBATAN MELALUI INTERNET

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI LAYANAN OPERATOR SELULAR TELKOMSEL CABANG PADANG. Oleh : FADLI ZAINI DALIMUNTHE BP :

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah bidang industri. Hal ini didukung dengan tumbuhnya sektor

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. maka pemerintah menaruh kepedulian akan hal tersebut dengan upaya. dilihat dengan keluarnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

ISBN: Cetakan Pertama, tahun Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK KONSUMEN PENGGUNA PARKIR KENDARAAN BERMOTOR (Studi Pasar Tavip Kota Binjai)

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan perekonomian yang ada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB III PENUTUP. menarik kesimpulan bahwa Tanggung Jawab Pengelola Parkir Terhadap Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

I. METODE PENELITIAN. normatif empiris (applied normative law) adalah perilaku nyata (in action) setiap

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian-uraian pada bagian pembahasan, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. beli makanan dan minuman yang melintasi batas-batas wilayah suatu Negara,

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Imam Baehaqi, dkk, 1990, Menggugat Hak: Panduan. Konsumen bila dirugikan, YLKI Jakarta

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA LAYANAN JASA SPEEDY PADA PT TELKOM, Tbk CABANG PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. unsur tersebut terpenuhi, maka baru dapat disebut dengan makanan sehat. 2 Karena

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR

BAB III PENUTUP. pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

METODE PENELITIAN. cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis). 39 Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di indonesia, maka

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi dapat memperluas ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa. Kondisi

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

BAB I PENDAHULUAN. ini guna menunjang transportasi yang dibutuhkan masyarakat Jakarta. Selain

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ONLINE

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya *

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. Kata kunci: Tanggungjawab pelaku usaha, konsumen yang dirugikan, keracunan makanan.

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. memang harus diperhatikan agar tidak mengalami kerugian. berkaitan satu dengan yang lain dengan demikian tujuan mensejahterakan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Disamping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK), telah ada peraturan-peraturan perundang-undangan yang materinya melindungi kepentingan konsumen. Seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang menjadi Undang-Undang, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah di 1 Republik Indonesia,Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Penjelasan, bagian umum 1

2 Daerah, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1984 tentang Ketenaga Listrikan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization), dengan demikian walaupun setelah lahirnya UUPK masih terbuka kemungkinan terbentuknya peraturan perundang-undangan yang membuat ketentuaan yang melindungi konsumen, dimana hal ini semua sangat menguntungkan bagi pihak konsumen. 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur tentang hak-hak konsumen dan hak-hak pelaku usaha di samping mengatur mengenai kewajiban konsumen dan pelaku usaha, sehingga masingmasing pihak terlindungi secara hukum. Walaupun UUPK sudah ada, tetapi masih banyak juga pelaku usaha yang nekad mengelabui konsumen, seperti menjual ayam tiren, atau makanan yang dicampur dengan bahan kimia yang membahayakan. Dengan demikian, dalam hal konsumen dirugikan oleh pelaku usaha, maka konsumen dapat menuntut langsung kepada pelaku usaha. Hukum perlindungan konsumen dewasa ini mendapatkan cukup perhatian karena menyangkut aturan-aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan, namun pelaku usaha juga mempunyai hak dan kewajiban. Pemerintah berperan mengatur, 2 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar (Jakarta: Diadit Media, 2002), hlm. 295-296.

3 mengawasi, dan mengontrol, sehingga tercipta sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan demikian tujuan mensejahterakan masyarakat secara luas dapat tercapai.3 Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkan dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya. Dengan demikian, upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal penting dan mendesak untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen.4 Mengingat jumlah konsumen yang massif dan biasanya berekonomi lemah, pelaku usaha memiliki pengetahuan yang lebih tentang informasi produk yang dibuatnya. Mereka umumnya berada pada posisi yang kuat dari segi ekonomi dan tentunya posisi tawar (bargaining position). 5 Demikian juga dengan perbedaan kepentingan antara konsumen dan pelaku usaha, jika ada keluhan terhadap produknya, pelaku usaha cenderung menggunakan penyelesaian tertutup. 3 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 1. 4 Ibid., hlm. 5. 5 Intan Nur Rahmawati & Rukiyah Lubis, Win-Win Solution Sengketa Konsumen (Yogyakarta: Pustaka Yudistira, 2014), hlm. 2.

4 Sementara, konsumen berkepentingan agar penyelesaian dilakukan lewat saluran umum supaya tuntas. 6 Oleh karena itu, UUPK dimaksud menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintahan dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (selanjutnya disebut LPKSM), untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalu pembinaan dan pendidikan konsumen.7 UUPK secara khusus mengatur permasalahan konsumen dan memberi wadah bagi aspirasi dan advokasi yang akan dilakukan konsumen jika terjadi tindakan tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh produsen. Harapan terhadap UUPK jelas sangat besar. Walaupun belum sempurna, akan tetapi adanya undang-undang ini merupakan suatu langkah maju dalam rangka menciptakan kegiatan usaha yang sehat di Indonesia pada umumnya, dalam upaya memberikan perlindungan kepada konsumen pada khususnya. 8 Tidak jarang dalam transaksi ekonomi yang terjadi terdapat permasalahanpermasalahan yang menyangkut persoalan sengketa dan ketidakpuasan konsumen akibat produk yang di konsumsinya tidak memenuhi kualitas standar bahkan tidak jarang produk pangan tersebut juga membahayakan bagi konsumen. Akibatnya masyarakat sebagai konsumen sangat dirugikan bahkan dapat mengancam kesehatan dalam jangka panjang. Karenanya, adanya jaminan kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan produk pangan yang diperolehnya di pasar menjadi urgen. Dalam praktik sering ditemukan pelaku usaha yang sengaja memanipulasi informasi atau memberikan informasi secara tidak lengkap sehingga 6 Ibid., hlm. 3. 7 Az. Nasution, Op.Cit., hlm. 294. 8 Abdi Darwis, Hak Konsumen untuk Mendapatkan Perlindungan Hukum dalam Industri Perumahan di Kota Tangerang, (Tesis, Magister Kenotariatan, Program Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro, 2010 ), hlm. 7

5 membahayakan dan merugikan konsumen. David Harland dalam pendapatnya mensinyalir bahwa kapasitas barang dan jasa dapat saja merugikan atau membunuh konsumen yang disebabkan hanya karena adanya informasi yang kurang lengkap untuk membantu mereka mengenal, apakah barang dan jasa itu telah memenuhi syarat keamanan.9 Pertanyaan besar yang harus dijawab oleh semua pihak, baik pelaku ekonomi/pelaku usaha, maupun konsumen sendiri, adalah seberapa efektif UUPK ini dalam pelaksanaannya; Apakah konsumen sudah mampu meletakkan posisi yang sejajar dalam interaksi dengan pelaku ekonomi/pelaku. Oleh karena itu, konsumen yang tertipu atau merasa hak-hak mereka tidak diterima sebagaimana mestinya, atau yang merasa dirugikan dapat membuat surat pengaduan kepada LPKSM. LPKSM ini dapat meminta pertanggungjawaban kepada pengusaha dan selanjutnya dapat juga membuat laporan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen selanjutnya disebut BPSK, untuk dapat diadili atas persetujuan yang bersangkutan. Disinilah peranan LPKSM dan BPSK jelas terlihat. LPKSM selain lembaga yang resmi dibentuk oleh pemerintah, menurut ketentuan dalam bab VIII UUPK, pemerintah dalam bab IX, Pasal 44 memungkinkan dibentuknya LPKSM. LPKSM tersebut diberikan kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.10 Meskipun tidak banyak diatur dalam UUPK mengenai LPKSM, namun mengingat akan posisi strategis LPKSM tersebut dalam keanggotaan Badan 9 Chandra Dewi Puspitasari, Peningkatan Kesadaran Hak-Hak Konsumen Produk Pangan Sebagai Upaya Mewujudkan Kemandirian Konsumen, http://eprints.uny.ac.id/2622/1/perlindungan_konsumen-dipa.pdf (diakses pada tanggal 3 April 2015). 10 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 93-94.

6 Perlindungan konsumen Nasional (BPKN), dan kepentingan dasar konsumen akan organisasi yang akan melindungi hak-haknya, maka suatu Peraturan Pemerintah yang nantinya akan dibentuk sebagai pelaksanaan Pasal 44 ayat (4) UUPK menjadi sangat penting artinya. Peraturan Pemerintah tersebut akan menjadi dasar dari pembentukan LPKSM, karena menurut Pasal 44 ayat (1) UUPK, hanya LPKSM yang memenuhi syaratlah yang diakui oleh pemerintah. 11 Berkembangannya LPKSM sangatlah penting untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen. 12 Peranan lembaga konsumen tersebut dalam memfasilitasi konsumen memperoleh keadilan menjadi pertanyaan dasar saat Kongres konsumen Sedunia yang dilakukan Santiago. 13 Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat sangat diperlukan pada era globalisasi saat ini, hal ini dikarenakan terjadinya persaingan dalam merebut konsumen dengan berbagai cara yang mengabaikan kualitas produk yang diberikan baik itu barang atau pun jasa. Pada Tahun 2001 pemerintah telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Peraturan pemerintah tersebut menjelaskan segala hal mengenai LPKSM. 14 Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dengan judul : Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa Konsumen 11 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hlm. 123. 12 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hlm. 217. 13 Sudaryatno, Hukum dan Advokasi Konsumen (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 81. 14 Ahmad Zazili, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang pada Transportasi Udara Niaga Berjadwal Nasional, (Tesis, Ilmu Hukum, Pascasarjana, Universitas Diponegoro, 2008)

7 Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen B. Rumusan Masalah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-pemerintahan yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. Namun seiring dengan adanya pengaduan sengketa konsumen yang diterima oleh LPKSM masih menghadapi kendala-kendala dalam pengimplementasian UUPK terkait dengan tugas LPKSM. Maka berdasarkan uraian diatas dan juga latar belakang yang sudah diuraikan sebelumnya, yang menjadi rumusan masalah yang akan dibahas dan diteliti adalah: 1. Bagaimanakah keberadaan LPKSM dalam perlindungan konsumen di Indonesia? 2. Bagaimanakah penyelesaian sengketa konsumen? 3. Bagaimanakah pelaksanaan tugas LPKSM terkait adanya sengketa-sengketa konsumen menurut Undang-Undang 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen? C. Tujuan dan Manfaat Penelitan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana keberadaan LPKSM dalam perlindungan konsumen di Indonesia. 2. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa konsumen.

8 3. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan tugas LPKSM terkait adanya sengketa-sengketa konsumen menurut Undang-Undang 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan ini adalah: 1. Hasil penulisan ini diharapkan akan memberi sumbangan pengetahuan dalam hukum konsumen, khususnya mengenai LPKSM. 2. Memberikan sumbangan pemikiran akademis bagi para pelaku usaha maupun konsumen mengenai mengenai mekanisme hukum di LPKSM. 3. Memberikan pemahaman baru bagi konsumen selaku pihak yang dirugikan, bahwa LPKSM merupakan salah satu lembaga yang dibentuk untuk upaya perlindungan konsumen. 4. Memberikan kajian akademis yang lebih objektif, jelas, tegas dan terperinci kepada para pihak yang berkecimpung dalam LPKSM. 5. Secara praktis penenelitian ini dapat dijadikan sebagai kerangka acuan dan landasan bagi penelitian lanjutan. D. Keaslian Penelitian Penulisan ini telah diperoleh dari literatur perpustakaan, informasi dan ilmu yang diperoleh dari perkuliahan serta dari media massa baik media cetak maupun media elektronik yang pada akhirnya dituangkan dalam bentuk skripsi. Maka, keaslian penulisan dalam menjamin adanya. Meskipun dalam tulisan ini terdapat pendapat dan kutipan-kutipan dari berbagai sumber, hal ini semata-mata adalah sebagai bahan penunjang dalam penulisan ini karena hal tersebut memang sangat dibutuhkan demi memenuhi kesempurnaan penulisan penelitian ini

9 Skripsi ini berjudul Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa konsumen Menurut UU 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini, maka dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Bila di kemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal itu dapat dimintakan pertanggungjawabannya. E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian perlindungan konsumen Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud dengan konsumen pada Pasal 1 angka 1, undang-undang tersebut menyebutkan bahwa. 15 Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui Undang-Undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen. Dari latar belakang dan defenisi tersebut muncul kerangka umum tentang sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan konsumen, yang kurang lebih bisa dijabarkan sebagai berikut : 15 Republik Indonesia, Undan-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab I, Pasal 1 angka 2.

10 a. Kesederahatan antara konsumen dan pelaku usaha. b. Konsumen mempunyai hak. c. Pelaku usaha mempunyai kewajiban. d. Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada pembagunan nasional. e. Perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat. f. Keterbukaan dalam promosi barang atau jasa. g. Pemerintahan perlu berperan aktif. h. Masyarakat juga perlu berperan serta. i. Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam berbagai bidang. j. Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap. 2. Pengertian Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Pengertian LPKSM dalam UUPK, yang dimaksud dengan konsumen pada Pasal 1 angka 9, yaitu LPKSM adalah lembaga non-pemerintahan yang terdaftar dan diakui oleh pemerintahan yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. 16 3. Pengertian sengketa konsumen Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak memberikan batasan yang dimaksud dengan sengketa konsumen. Kata-kata sengketa konsumen. Dijumpai pada beberapa bagian UUPK yaitu : 17 16 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab I, Pasal 1 angka 9. 17 Yusuf Shoufie, Penyelesian Sengketa Konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukum (Jakarta: Citra aditya bakti, 2003), hlm. 12-13.

11 a. Penyebutan sengketa konsumen sebagai bagian dari sebutan institusi adminitrasi negara yang mempunyai menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Dalam hal ini Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (Pasal 1 angka 11 UUPK) jo. bab XI UUPK. b. Penyebutan sengketa konsumen menyangkut tata cara atau prosedur penyelesaian sengketa terdapat dalam bab X penyelesian sengketa. Pada bab ini digunakan penyebutan sengketa konsumen secara konsisten, yaitu: Pasal 45 ayat (2) dan Pasal 48 UUPK. Untuk memahami pengertian sengketa konsumen dalam kerangka UUPK dengan menggunakan metode penafsiran. Pertama batasan konsumen dan pelaku konsumen menurut UUPK berikut dikutip batasan keduanya: Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 18 Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan perseorangan atau badan hukum, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dala berbagai bidang ekonomi. 19 F. Metode Penelitian 18 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab I, Pasal 1 angka 2. 19 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab I, Pasal 1 angka 3.

12 Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Spesifikasi penelitian Penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini bersifat deskriptif yang mengacu kepada penelitian hukum normatif yaitu mengkaji ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan tugas LPKSM terkait dengan adanya sengketa-sengketa konsumen. Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis. Penelitian normatif dapat dikatakan juga dengan penelitian sistematik hukum sehingga bertujuan mengadakan identifikasi terhadap pengertianpengertian pokok/dasar dalam hukum, yakni masyarakat hukum, subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum dan obyek hukum. 20 2. Data penelitian Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. 21 Data penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran kepustakaan (library research) untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekundar, serta bahan hukum tersier. 22 Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, dimana data yang diperoleh secara tidak langsung. a. Bahan hukum primer Dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Republik 20 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm.15 21 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.172 22 Sumaidi Suryabrata, Metode Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hlm. 39.

13 Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan peraturan-peraturan lainnya. b. Bahan hukum sekunder Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang sengketa konsumen dan LPKSM seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan permasalahan diatas. c. Bahan hukum tersier Semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep dan keteranganketerangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedi, dan sebagainya. 3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah dengan penelusuran pustaka (library research) yaitu mengumpulkan data dari informasi dengan bantuan buku, karya ilmiah dan juga perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penelitian. Menurut M. Nazil dalam bukunya, dikemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap

14 buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. 23 4. Analisa data Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder menyajikan data berikut dengan analisisnya. 24 Metode analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif. Metode penarikan kesimpulan pada dasarnya ada dua, yaitu metode penarikan kesimpulan secara deduktif dan induktif. Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus. 25 Metode penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) berupa asas umum. 26 Penarikan kesimpulan terhadap data yang telah dikumpulkan dilakukan dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun induktif, sehingga akan dapat merangkum jawaban terhadap permasalahan yang telah disusun. 27 G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, 23 M. Nazil, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia,2010), hlm. 111 24 Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm. 69. 25 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 11. 26 Ibid., hlm. 10. 27 Winarno Surachmad, Dasar dan Teknik Research (Pengantar Metodologi Ilmiah) (Bandung: Tarsito, 1982), hlm. 131.

15 manfaat penulisan, keaslian judul, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan BAB II KEBERADAAN Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Bab ini dibahas tinjauan mengenai perlindungan konsumen di indonesia, sejarah perlindungan konsumen di Indonesia, hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha, keberadaan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, proses dan tata cara pendaftaran LPKSM, status dan kedudukan LPKSM, serta fungsi dan tugas LPKSM BAB III PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Bab ini akan membahas tentang pengertian sengketa konsumen, pemahaman sengketa konsumen, penyelesaian sengketa konsumen, secara litigasi dan non-litigasi serta peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) BAB IV PELAKSANAAN TUGAS LPKSM TERKAIT ADANYA SENGKETA-SENGKETA KONSUMEN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Bab ini membahas tentang sengketa yang dihadapi Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, upaya yang dilakukan oleh LPKSM terkait adanya sengketa yang dihadapi, serta hambatan yang terjadi didalam penyelesian sengketa konsumen

16 BAB V PENUTUP Bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran, yaitu sebagai bab yang berisikan kesimpulan mengenai permasalahan yang dibahas terhadap permasalahan tersebut.